Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Urtikaria bukanlah penyakit tunggal tetapi suatu pola reaksi pada kulit akibat degranulasi
sel mastt, dengan kondisi kronis ketika berlangsung lebih dari 6 minggu. Merupakan hasil
degranulasi sel mastt dalam ekstravasasi plasma ke dalam dermis, urtikaria ditandai dengan
gatal- gatal atau bercak, pembengkakan, gatal papula atau plak.
Lesi urtikaria bersifat sementara, dengan bercak yang biasanya berlangsung selama
kurang dari 24 jam. Pruritus adalah gejala paling umum yang terkait urtikaria kronis. Lesi
biasanya dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Lesi primer berupa bengkak, eritem papula atau plak dengan pusat pucat (wheal) dan
eritema sekitarnya (flare)
2. Lesi dapat lokal atau generalisata
3. Lesi dapat berbentuk bulat, oval, annular, arkuata, serpiginous atau umum
4. Lesi sembuh tanpa perubahan pigmen postinflamasi atau sisik
Penelitian laboratorium yang digunakan dalam diagnosis urtikaria kronis meliputi darah
lengkap dan hitung jenis, pemeriksaan feses untuk parasit, tingkat sedimentasi eritrosit (ESR),
titer Antinuclear Antibodi (ANA), titer Hepatitis B dan C, cryoglobulin serum, uji fungsi tiroid
dan antitiroid microsomal, peroksidase titer antibody, dan Urtikaria Cronis (CU) Indeks.
Biopsi kulit diperlukan untuk diagnosis vaskulitis urtikaria atau jenis neutrofil-dominan
urtikaria yang mungkin tidak berespon baik dengan pengobatan antihistamin. Hal ini juga
diindikasikan untuk pasien dengan urtikaria yang bertahan selama lebih dari 24 jam atau
berhubungan dengan petechiae atau purpura, serta untuk pasien dengan gejala sistemik seperti
demam, arthralgia, atau arthritis.
Pada pengelolan urtikari kronis dapat digunakan obat- obat seperti antihistamin sedasi
rendah, antagonis leukotrien, kortikosteroid sistemik, dan obat- obat yang mengobati penyakit
yang mencetuskan urtikaria seperti colchicine, dapsone, siklosporin, methotrexate dan
levothyroxine.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Urtikaria adalah adalah reaksi vaskular di kulit yang dapat disebabkan oleh macammacam sebab. Biasanya ditandai oleh edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit dan sekitarnya
dapat dikelilingi halo. Edema berlaku pada lapisan dermis ke atas. Jika edema terjadi pada
lapisan yang lebih dalam disebut angioedema. Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa tersengat
atau tertusuk.
Urtikaria dapat dibagikan menjadi 2 yaitu; urtikaria akut dan urtikaria kronik. Urtikaria
akut didefinisikan sebagai urtikaria yang berlaku kurang dari 6 minggu dan urtikaria kronik lebih
dari 6 minggu.1,2,3,9,10
Angioedema adalah urtikaria yang mengenai lapisan yang lebih dalam dari lapisan
dermis. Angioedema dapat terjadi di lapisan submukosa atau subkutis atau organ dalam yang lain
misalnya saluran pernafasan, saluran cerna dan saluran kardiovaskular.

Gambar 1. Urtikaria Kronis

2.2. Patogenesis
Urtikaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi tipe 1 di mana hal
yang paling berperan dalam reaksi ini adalah sel mastt. Pada awalnya terdapat rangsangan pada
sel mastt sebelum terjadinya reaksi lain. Apabila sel mast dirangsang, sel mast akan
menghasilkan beberapa zat mediator diantaranya adalah histamin dan prostaglandin. Seperti yang
diketahui, histamin akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan
2

permeabilitas kapiler. 2 hal ini akan menyebabkan penggumpulan cairan setempat. Secara klinis
akan terlihat edema setempat dan disertai eritema.1-5,9,10

Tabel 1 : diambil dari Janeways Immunobiology, Allergy and Allergic Disease, hal 572

Tabel 2: Diambil dari Shimizus Textbook of Dermatology, Immunity, Allergic Reaction halaman
46

Perkara yang dapat merangsang sel mast adalah faktor imunologik dan nonimunologik.
Pada faktor nonimunologik, terdapat penelitian mengatakan peran cAMP(siklik adenosine mono
fosfat) sangat penting dalam pelepasan mediator. Bahan kimia yang mempengaruhi cAMP anatra
lain adalah bahan kimia golongan amin, derivat amidin, obat-obatan misalnya opiat, polimiksin
3

dan beberapa antibiotik. Terdapat juga penelitian mengatakan bahan kolinergik mampu
merangsang sel mast, misalnya asetilkolin. Selain bahan kimia, faktor fisik juga dapat berperan
dalam merangsang sel mast diantaranya adalah panas, dingin, trauma tumpul, sinar x, dan
pemijatan. Kondisi tubuh juga mampu merangsang sel mast, seperti demam, stres dan emosi.

1-

5,9,10

Faktor imunolgik lebih memainkan peran pada urtikaria akut daripada yang kronik. IgE
(imunoglobulin E) akan terikat pada permukaan sel mast karena adanya reseptor. Bila ada antigen
yang berikatan dengan IgE, degranulasi sel akan terjadi. Hal ini akan menyebabkan sel mast
melepaskan mediator dan akhirnya timbul urtikaria. 1-5

Tabel 3 : diambil dari Janeways Immunobiology, Allergy and Allergic Disease, hal 573

2.3. Etiologi1,5
Penyebab urtiaria sangat banyak. Makanan, obat-obatan, faktor infeksi, dan stress
emosional adalah kausa yang paling banyak menyebabkan urtikaria kronik.
Faktor makanan, ada banyak pendapat mengenai alergen berupa makanan sebagai
pencetus urtikaria kronis. Pada urtikaria akut makanan paling banyak menjadi pencetus urtikaria,
sedangkan pada urtikaria kronik makanan menjadi faktor yang kurang menjadi pencetus
urtikaria. Alergenik terbanyak pada makanan seperti coklat, kerang, kacang-kacangan, biji-bijian,
4

mentega, tomat, strawberry, melon, daging babi, keju, bawang-bawangan,dan bumbu-bumbu.


Dan masih banyak lagi makanan yang dapat membuat seseorang menjadi alergik.
Metode terbaik membedakan alergi makanan tertentu adalah dengan mengganti makanan
dengan makanan yang tidak menimbulkan alergi. Seperti mengkonsumsi makanan seperti: daging
sapi, nasi, kentang, wortel, buncis, kacang polong, sayur labu, saus apel dengan tepung tapioka,
buah pear, buah cherri, gula, teh tanpa susu atau lemon. Kopi tanpa krim. Diet ini dilakukan
untuk tiga minggu, kemudian memprediksi makanan mana yang menimbulkan reaksi alergi.
Pemakaian skin test (intradermal test) tidak dapat dipercaya dan tidak informatif.
Makanan (sebagai alergen) akan memberi respon yang negatif pada pemeriksaan.
Obat-obatan. Obat juga paling banyak menyebabkan urtikaria dan angioedema. Ratarata obat yang sering menyebakan urtikaria adalah golongan Penisilin.
Aspirin. Michaelsson dan Juhlin mempunyai penekanan tersendiri pada insiden tertinggi
aspirin sebagai penyebab urtikaria. Beberapa obat-obatan yang dapat membuat gatal-gatal adalah
sulfonamid, golongan narkotik, ACTH, vitamin, estrogen, insulin, golongan kuinin,
fenilbutazone,golongan salisilate, fenotiazine, probenesid, difenhidramin, nitrofurantoin, prokain,
thiourasil, dan isoniazid.
Makanan tambahan. Meski makanan dapat membuat urtikaria, makanan tambahan
penting juga dalam hal faktor etiologi. Makanan tambahan alami seperti ragi, salisilate, asam
sitrat, telur dan ikan. Sebagai tambahan yaitu makanan tambahan dengan zat tambahan buatan.
Dan yang paling banyak yaitu, derivat asam benzoat dan penisilin.
Ragi sering dipakai dan sering dikatakan sebagai agen kausatif, roti, sosis, anggur, bir,
anggur, cuka, asinan, saus tomat, dan ragi yang perlu dihindari. Makanan yang berisi asam
benzoat yaitu : soft drinks, jelly, puding, bermacam kue dan campuran pancake, mayonaise,
salad, sop, dan pasta.
Infeksi. Peran infeksi fokal kronik pada urtikaria tidak signifikan. Meskipun begitu,
kemungkinan infeksi kronik pada tonsil, infeksi periapikal gigi, kerusakan gigi, atau infeksi
sinus, kandung empedu atau ginjal menjadi faktor penyebab yang diselidiki.
Urtikaria bisa dihubungkan juga dengan infeksi saluran pernafasan atas, dan banyak
etiologi karena virus. Kemungkinan sensititasi karena obat juga harus diperhitungkan. Urtikaria
bukan karena hipersensitivitas terhadap agen infeksi tetapi mungkin karena perubahan tubuh oleh
karena infeksi.
5

Stress emosional. Banyak keraguan bagi para peneliti untuk mengatakan stress
emosional yang berat merupakan faktor penyebab urtikaria. Pada kolinergik urtikaria menjadi
sangat jelas ketika stress emosional yang membuat berkeringat dapat menjadi kausa dari
urtikaria.
Faktor Fisiologi. Bermacam respon tubuh terhadap beberapa faktor, seperti faktor dingin,
trauma atau sinar matahari, memberi kesan faktor fisiologi menjadi mekanisme patogenik.
Cryoglobulin, cryofibrinogen dan cold-hemolisin menjadi agen mediator pada kaskade
komplement, yang mana urtikaria menjadi salah satu manifestasi klinis.
Serum sickness. Urtikaria dapat disebabkan oleh injeksi dari serum atau obat-obatan.
Bentuk ini menjadi pelopor dari neuritis, poliarteritis nodosa, atau anafilaksis.
Menthol. Ini adalah penyebab paling jarang pada urtikaria. Bagaimanapun juga, ketika
itu terjadi, beberapa zat yang tergabung akan menyebabkan respon urtikaria. Rokok mentol,
permen mint, obat batuk, aerosol (gas), dan medikasi topikal diantaranya.
Neoplasma. Urtikaria sudah seringkali dihubungkan dengan karsinoma dan penyakit
Limfoma Hodgkin.
Virus.

Serum hepatitis, mononukleus infeksiosa, dan psittacosis dapat menginduksi

ukrtikaria.
Parasit. Banyak infekstasi cacing yang seringkali dihubungkan dengan urtikaria.
Diantaranya seperti Ascaris, Ankylostoma, Strongyloides, Filaria, Echinococcus, Schistosoma,
Trichinela, dan Toxocara.

2.4. Epidemiologi1
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa leibh banyak
mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Sheldon (1951), menyatakan bahwa umur
rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau
lebih dari 60 tahun.
Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan angioedema,
dan 11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun
bahkan ada yang lebih dari 20 tahun.

Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal.
Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun wanita. Umur, ras,
jabatan/pekerjaan, letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas
yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan
urtikaria.

2.5. Klasifikasi
Subtipe urtikaria kronis
Urtikaria kronis bukan suatu penyakit tunggal. Urtikaria kronis bisa dibagi menjadi
beberapa subtipe yaitu:
1. Chronic idiopathic urticaria (CIU):50% pasien dengan urtikaria kronik yang disebabkan
oleh CIU akan memebrikan gambaran ruam ataupun angioedema yang terdapat
diberbagai tempat di tubuh. Menghilang setelah 12- 18 jam. Tidak meninggalkan bekas
dan pruritus. Pasien jarang menggaruk, tetapi biasanya meraba sehingga menyebabkan
lebam tapi tidak merusak lapisan epidermis. 5,6,8

Gambar 2. Urtikaria Kronis


2. Physical urticaria : suatu urtikaria kronis yang diprovokasi dari suatu stimulus fisikal,
kontak langsung pada kulit ataupun mukosa dan membentuk reaksi wheal-and-flare atau
respon angioedematous, dengan atau tidak dengan pruritus, berlokalisasi pada area
terpajan. Berikut adalah subset dari physical urticaria5,6,8
a. Cholinergic urticaria 5,6,8
Disebabkan oleh kenaikan singkat suhu tubuh dan emosi stres. Terjadi
pada 20% orang dan sering tidak terdeteksi pada bentuk yang lebih ringan. Pasien
tidak disertai dengan riwayat alergi makanan. Akan tampak gambaran klinis
erupsi urtikaria makula atau papul terutama di tangan, leher, ketiak dan bisa
7

generalisata. Ruam yang terbentuk adalah transen dan menetap selama 30 menit
atau apabila pasien mendinginkan tubuh nya.

Gambar 3. Urtikaria Kronis


b. Symptomatic dermographism5,6,8
Urtikaria dermografik didefiniskan dengan pertumbuhan bintul/ wheal
yang disebabkan oleh tekanan pada kulit. Bintul disertai rasa gatal terjadi segera
dan berbentuk linear seperti kunci. Disertai pruritus.

Gambar 4. Urtikaria Kronis


c. Delayed preassure urticaria5,6,8
Jenis urtikaria yang lebih dalam dibandingkan dengan urtikaria
dermografik. Sering terjadi disertai dengan chronic idiopathic urticaria.
Pembengkakan yang nyeri berkembang selama 2-6 hingga 24 jam setelah adanya
tekanan perpendikular. Biasanya tidak berespon dengan pengobatan antihistamin.
Bisa disertai dengan simptom sistemik.

Gambar 5. Urtikaria Kronis


d. Cold urticaria5,6,8
Didefiniskan sebagai reaksi urtikaria terhadap penurunan suhu kulit yang
tiba- tiba. Dapat bersifat primer (idiopatik) atau sekunder (penyakit hematologis
atau infeksi). Kedua- duanya dapat memberi gambaran ruam dan gatal, sering
disertai simptom sistemik akut seperti flushing dan nyeri kepala. Bisa terjadi
kematian apabila terjadi syok anafilaktik.

Gambar 6. Urtikaria Kronis


e. Solar urticaria5,6,8
Dicetuskan oleh paparan 15 30 menit pada cahaya matahari dan
langsung menimbulkan ruam. Bisa disertai rasa gatal.

Gambar 7. Urtikaria Kronis


f. Aquagenic urticaria5,6,8
Jarang terjadi. Dicetuskan oleh air ataupun air laut. Timbul ruam langsung
setelah adanya kontak dengan air dan membaik setelah 30 60 menit. Bisa
disertai dengan berkeringat, salivasi dan lakrimasi. Mungkin adanya faktor
genetik dan pada kasus tertentu disertai urtikaria kolinergik. Simptom sistemik
yang bisa ada adalah wheezing, disfagia dan distres respiratori.

Gambar 8. Urtikaria Kronis


g. Heat urticaria5,6,8
Terjadi apabila terpapar dengan cahaya dengan temperatur >43oC. Bagian
yang terpapar akan terasa panas dan nyeri. Kemudian menjadi merah,
membengkak dan mengeras. Bisa disertai cramps, melemah, flushing, salivasi dan
penurunan kesadaran.

Gambar 9. Urtikaria Kronis


h. Vibratory angioedema5,6,8
Bisa berhubungan dengan suatu autosomal-dominan trait ataupun terpajan
vibrasi okupasi yang lama yang akan membentuk suatu angioedema.
3. Urticarial vasculitis5,6,8
Sering ditemukan pada urtikaria kronik, biasanya disertai angioedema. Gejala
klinis berupa adanya ruam, rasa lembut bila di palpasi, persisten, dan menetap sehingga
24 jam, rasa gatal yang inkonsisten dan terbentuk purpura. Bisa disertai artalgia dan
malaise.
Sering disertai underlying disease seperti Sistemik Lupus Eritematousus dan
sindrom Sjogrens. Urticarial vasculitis adalah suatu vaskulitis kompleks imun.
Menyerang vena- vena post kapiler di kulit dan mukosa membran.

10

Gambar 10. Urtikaria Kronis


4. Food additive-evoked urticaria5,6,8
Pasien menunjukkan gejala urtikaria apabila adanya riwayat penggunaan
penyedap makanan. Penyedap makanan yang alami seperti yis, salisilat, asam sitrat, telur,
dan ikan air tawar maupun penyedap makanan sintetik seperti derivat asam benzoat,
sulfar dan penicilin.

Tabel 4. Urtikaria Kronis


2.6. Manifestasi klinis
Terdapat 2 gejala pada penyakit urtikaria yaitu gejala subjektif dan gejala objektif.
Gejala subjektif adalah gejala atau keluhan yang dirasakan pasien dan tidak dapat dilihat
atau diukur oleh pemeriksa. Pada pasien dengan urtikaria, keluhannaya adalah rasa gatal, panas
seperti terbakar dan sakit seperti ditusuk1,2,3,8
Gejala objektif adalah gejala yang dapat dilihat atau diukur oleh pemeriksa. Dalam hal
ini, gejala yang dapat dilihat terdapat pada kulit pasien. Gejalanya adalah eritema dan urtika yang
berbatas tegas, kadang pada bagian tengah dapat terlihat lebih pucat, dan ukurannya dapat
papular sehingga plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam dari dermis dan /atau

11

mengenai organ dalam yang lain disebut angioedema. Biasanya mengenai alat pernafasan dan
menyebabkan sesak nafas dan suara serak. 1,2,3,9,10
Manakala pada angioedema, gejalanya adalah sama dengan urtikaria dan ditambahi
dengan gejala gangguan pada organ dalam yang kena. Misalnya pasien datang dengan gejala
kulit dan disertai dengan sesak jika sudah mengenai saluran pernafasan.

2.7. Pemeriksaan fisik


Teknik pengkajian penting untuk mengevaluasi integumen (kulit) yang mencakup teknik
inspeksi dan palpasi.

Inspeksi
1. Warna / adanya perubahan pigmentasi
Warna kulit disetiap bagian seharusnya sama, kecuali jika ada peningkatan
vaskularisasi. Warna kulit abnormal pada urtikaria yaitu eritema. Eritema
dimanifestasikan sebagai kemerahan pada orang berkulit cerah dan coklat atau ungu pada
orang berkulit gelap. Hal ini mengindikasikan peningkatan temperatur kulit karena
inflamasi (proses vaskularisasi jaringan).
2. Adanya lesi
Lesi pada kulit dideskripsikan dengan warnanya, bentuk, ukuran dan penampilan
umum. Selain itu batas luka apakah luka datar atau menonjol. Pada urtikaria terdapat
edema dan eritema (kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversibel).

Palpasi
Palpasi kelembutan permukaan kulit.
1. Kelembaban kulit, menentukan apakah kulit kering (misal pada hipotiroid), normal,
berkeringat atau berminyak (seperti pada kulit berjerawat).
12

2. Temperature / suhu kulit, tentukan dengan dorsum manus, perhatikan suhu kulit pada
daerah kemerahan. Bandingkan dengan kulit bagian tubuh lain atau dengan kulit kita
yang dianggap normal. Adanya termometer diperlukan dalam pemeriksaan klinis.
3. Tekstur kulit, menentukan kulit kasar atau halus.
4. Turgor / ketegangan kulit, dengan mencubit lembut dan tarik keatas maka kulit akan
terangkan lalu dilepaskan.

Berikut adalah antara hasil pemeriksaan fisik sesuai dengan subtipe urtikari kronik:
1

Dermatografis (factitious urtikaria)


Pada Inspeksi: effloresensi : papul eritematosa ukuran polimorfik, pruritus.
bentuk
: linear (seperti garis)

Gambar 11. Urtikaria Kronis


2
3

4
5

Pressure Urtikaria
Pada inspeksi: effloresensi : udem yang dalam, nyeri atau rasa terbakar, dan pruritus
Pada palpasi, biasanya ditemukan demam pada tubuh pasien.
Kolinergik Urtikaria
Pada inspeksi: effloresensi : papul dengan diameter kira-kira 1-3 mm disekitarnya eritema,
sangat gatal, rasa terbakar.
Pada palpasi, hangat pada perabaan.
Urtikaria bullosa
Pada inspeksi: effloresensi : bulla pada palmar dan telapak kaki.
Cold Urtikaria:
Pada inspeksi: effloresensi : edema/papul pada daerah yang terkena (biasanya pada wajah dan
tangan)
Pada palpasi: sensasi hangat lebih sering daripada gatal.
13

Gambar 12. Urtikaria Kronis


6

Solar urtikaria
Pada inspeksi: effloresensi : macula eritema/kemerahan, gatal, dan pembentukan papul bila
terkena sinar matahari (biasanya pada wajah dan dorsal tangan)

Gambar 13. Urtikaria Kronis


7

Heat urtikaria
Pada inspeksi: effloresensi : merah, bengkak, dan mempunyai indurasi.
Pada palpasi: panas, perih pada perabaan.

Papular urtikaria:
Pada inspeksi: effloresensi : papul kecil, gatal (biasanya pada lengan dan kaki, terutama pada
ekstensor ekstremitas, kadang terdapat pada wajah dan leher), ekskoriasi, crusta dan
likenifikasi.

2.8. Pemeriksaan penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium, bisa dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada pasien
dengan infeksi parasit atau pasien dengan reaksi obat, dapat ditemukan kadar eosinofil
meningkat. Apabila pasien dengan gejala gastrointestinal, dapat dilakukan pemeriksaan tinja.
Laju endap darah bisa meningkat pada pasien dengan urticarial vasculitis. Antinuclear antibody
test dapat dilakukan apabila pasien suspek SLE dengan urticaria vasculitis. Dapat juga dilakukan
chronic urticaria index dan memberikan hasil test fungsi positif untuk autoantibody pada reseptor
Fc di immunoglobulin E (IgE) dan lebih mengarah ke autoimmune disease. 7,9
14

Dapat dilakukan challange test pada pasien dengan suspek physical urticaria. Tes
dilakukan dengan memberi rangsangan padan pasien seperti rasa dingin, tekanan, panas, pajanan
cahaya ultraviolet. Skin prick test dapat dilakukan bilamana pasien suspek alergi. 7,9

Tabel 5. Urtikaria Kronis


Biopsi dapat juga dilakukan dengan penemuan histologi termasuk edema, dilatasi
pembuluh darah dan infiltrasi perivascular yang ringan dan mengandungi monosit dan CD4
limfosit. Pada urtikaria vaskulitis ditemukan leukocytoclasia dimana adanya infiltrasi neutrofil
dengan nukleus yang berfragmen. 7,9

2.9. Tatalaksana urtikaria kronik


Meskipun subtipe urtikaria dicetuskan oleh berbagai macam faktor, terdapat beberapa
prinsip dasar pengobatan, yaitu:

Identifikasi dan menghilangkan penyebab (jika ada)

Menghindari atau menghilangkan stimulus pencetus

Penghambatan mediator dari sel mastt


Hal utama dalam pengobatan utikaria kronik adalah peranan antihistamin. Antihistamin

harus diberikan setiap hari, tidak boleh diberikan hanya jika perlu saja, Antihistamin yang
biasanya digunakan adalah anihistamin generasi ke-2. 5,8
Antihistamin generasi ke-2 seperti (cetrizine, famotizine, loratadine, acrivastine)
mempunyai molekul lipofilik yang besar yang mempunyai rantai sisi yang terikat kuat dengan
protein, mencegah obat untuk menembus sawar darah otak dan mengurangi efek sedasi pada
pasien. Efek sedasi yang tidak terlalu kuat pada antihistamin generasi ke-2 memberikan
prognosis lebih baik dalam efek samping yang ditimbulkan. Cetrizine dan beberapa Antihistamin
generasi ke-2 dapat menimbulkan efek samping yaitu rasa pusing kepada beberapa pasien,
terlebih pada pemberian antiistamin dosis tinggi yang digabung dengan dengan antihistmain lain.
15

Anti-depresan trisiklik seperti Doxepin dengan kandungan antihistamin generasi pertama terbukti
bermanfaat dan penggunaannya dapat digabung dengan antihistamin generasi ke-2 sebagai terapi
pengobatan. Doxepin dapat diberikan pda malam hari untuk mengurangi efek mulut kering dan
pusing yang biasanya timbul sebagai efek samping pada pagi hari. 5,8
Pada beberapa kasus antihistamin dosis tinggi dapat digunakan sebagai pengobatan, dan
pada dosis tinggi ini antihistamin generasi ke-2 pundapat meniumbulkan efek samping yaitu
sedasi. Fenoxfenadine adalah obat yang dapat ditoleransi penggunaannya walau diberikan pada
dosis tinggi. Pengabungan antihistamin generasi ke-1 dan antihistamin ke-2 seperti hidroxyzine
dan cimetidine atau ranitidine terbukti efektif pada beberapa kasus. Cimetidine dan Ranitidine
tidak boleh digunakan sebagai dosis tunggal dalam pengobatan utikaria kronik karena dapat
menginterfensi umpan balik inhibisi dalam pelepasan histamin. Pengobatan lini ke-2 lain dapat
dipertimbangkan sebagai terapi seperti fototerapi, kalsium channel blocker (Nifedipine), obat
antimalaria, Dapson, Azatriophine, Siklosporin, Terbutaline, Metrotrexate. 5,8
Walaupun penggunaan kortikosteroid sistemik terbukti efektif dalam megobati penyakit
utikaria kronik, efek samping jangka panjang yang ditimbulkan membuat obat kortikosteroid
tidak boleh digunakan dalam pengobatan jangka panjang. Segera saat kortikosteroid dihentikan
utikaria akan muncul kembali, penggunaan steroid jangka panjang juga dapat menyebabkan
timbulnya topikal antihistamin, ekserbasasi infeksi. Penggunaan preparat topikal steroid,
antihistamine tidak memberikan pengaruh apa-apa dalam pengobatan utikaria kronis. 5,8

16

Diagram 1. Urtikaria Kronis


Untuk pengobatan lokal dapat digunakan mandi air dingin, toikal kamfer, sabun mentol
untuk mengurangi rasa gatalnya. Pada 1/3 pasien dewngan utikaria kronik, pasien mempunyai
autoantibodi yang terikat kuat dengan IgE, pasien ini membutuhkan pengobatan yang lebih
agresif dengan terapi penekanan imun, plasmaparesis, Intra vena imunoglobulin. 5,8
2.10. Komplikasi
Urtikaria adalah penyakit yang tidak mengancam nyawa. Akan tetapi, pasien dengan
pruritus yang berat akan menyebabkan scratch purpura dan ekskoriasi dan menjadi infeksi
sekunder. Penggunaan antihistamin yang lama dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan dry
mouth. Efek dari urtikaria kronik adalah terganggunya aktivitas seharian, kurangnya interaksi
sosial, dan tidak dapat istirahat yang cukup.9

2.11. Diagnosis Banding1,9


17

Diagram 2. Urtikaria Kronis

Berikut adalah diagnosis banding antara subtipe urtikaria kronik


Tipe Urtikaria

Usia

Manifestasi klnik

Angioedema

Tes diagnostik

Kronik Idiopatik

20-50

Ya

Simtomatik
Demografis

20-50

Tidak

Trauma ringan pada


kulit menyebabkan
munculnya kemerahan
disertai gatal

Urtikaria Dingin

10-40

Generalisata, kemerahan
terang, papular dan
sekelilingnya gatal
Gatal, linear,
disekeliling terdapat
warna merah terang
pada tempat terkena
garukan
Sakit, gatal pada tempat
terkena dingin

Ya

Urtikaria
tekanan

20-50

Besar, sakit, gatal,


merah pada tempat
terpajan tekanan

Tidak

Urtikaria panas

20-50

Sakit, gatal, edema pada


tempat terpajan sinar
UV

Ya

Urtikaria
Kolinergik

10-50

gatal, ukuran <5mm,


momomorfik, di

Ya

10 menit dikompres
dengan air dingin
menyebabkan
kemerahan setalah 5
menit diangkat dari
kompres dingin
Aplikasi tekanan pada
bagian kulit
menyebabkan kulit
membengkak merah
setelah 1-4 jam
Di radiasi dengan 2,5
kw panas buatan
selama 30-120 s
menyebabkan
munculnya kemerahan
selama 30 menit
Aktivitas atau terkena
air panas menyebabkan
18

tengkuk, leher

erupsi, akut pada


situasi yang membuat
stress

Tabel 6. Urtikaria Kronis


Urtikaria kronik juga dapat di diagnosis banding dengan:
1

Angioedem
Edem akut dan mendadak hilang secara perlahan yang menyerang kulit pada bagian
kelopak mata, telinga, bibir, genital external. Edem yang muncul terdapat pada lapis terdalam
dari kulit dan jaringan subkutan dan hanya sedikit meradang. Dapat terjadi pembengkakan
difus pada tangan, kaki dan lengan. Biasanya kondisi ini muncul pada malam hari dan
menghilang pada pagi harinya.
Ada 2 hal yang dapat menyebabkan angioedem yaitu utikaria yang kronik. Angioedem
biasanya dapat timbul sendiri pada beberapa tempat atau meyertai utikaria. Pengaruh
histamin atau zat yang menyerupai histamin dapat menyebabkan efek vasomotor dan gatal .
Yang kedua karena aktifitas dari C1 esterase inhibitor defisiensi tidak menyertai pruritus.

Dermatitis Kontak Alergika


Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana yang BM umumnya < 1000 D merupakan
allergen yang belum diproses disebut hapten, lipofilik sangat reaktif dapat menembus stratum
korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya.
Gejala klinis pasien biasanya mengeluh gatal lalu bergantung dengan keparahan
dermatitis, dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Biasanya tempat predileksi terdapat pada tangan, lengan,
wajah, telinga, genital, paha dan tungkai bawah

Acute Febrile Neutrophilic Dermatosis


Demam neutrofil akut, juga disebut sindrom Sweet, adalah proses reaktif (reaksi
hipersensitivitas) yang terjadi akibat faktor sistemik, seperti penyakit hematologi, infeksi,
peradangan, vaksinasi, atau paparan obat. Proses reaktif ditandai dengan timbulnya
kemerahan mendadak, papula merah ke ungu, dan nodul yang bergabung membentuk plak.
Gejala klinik yang terjadi biasanya pada ekstremitas atas, wajah, atau leher dan biasanya
disertai dengan demam dan neutrophilia perifer

2.12. Prognosis
Urtikaria kronis merupakan tantangan bagi dokter maupun pasien, karena membutuhkan
penanganan yang komprehensif untuk mencari penyebab dan menentukan jenis pengobatannya.
19

Walaupun umumnya tidak mengancam nyawa, namun dampaknya terhadap kualitas hidup pasien
sangat besar.

20

BAB III
KESIMPULAN
Urtikaria sangat mempengaruhi kualitas hidup. Manajemen penyakit harus cepat dan
membutuhkan kerjasama yang erat dengan pasien. Pendekatan individu diperlukan karena
kompleksitas penyakit. Manajemen didasarkan dengan menghindari faktor pencetus, pengobatan
penyakit yang berhubungan dan pengobatan gejalanya. Untuk yang terakhir,

gejala dapat

dikendalikan di sebagian besar pasien dengan antihistamin generasi baru, yang memiliki efek
samping yang sangat rendah dan dapat digunakan pada dosis yang lebih tinggi pada pasien yang
tidak berespon. Alternatif pengobatan harus dipertimbangkan hanya untuk pasien yang tidak
responsif.

21

Daftar pustaka
1

S. Aishah, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Urtikaria, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2010, edisi 5, halaman 169-176

H. Shimizu, Shimizus Textbook of Dermatology, Urticaria, Prurigo, Pruritus, Hokkaido


University, Jepang 2007, halaman 107-109

H. Shimizu, , Immunity, Allergic Reaction, Shimizus Textbook of Dermatology, Hokkaido


University, Jepang 2007, halaman 45-48

T. B. Fitzpatrick, R.A.Johnson, K.Wolff, M.K.Polano, D.Suurmond, Color Atlas Synopsis of


Clinical Dermatology(ebook), Urticaria and Angiodema, McGraw Hill 1997.

C. A. Janeway, P.Travers, M.Walport, A.Mowat, C.T.Weaver, K.Murphy, Allergy and Allergic


Disease, Janeways Immunology, Garland Science 2012, edisi 8, halaman 571-573

James, D Garber, Berger G Timothy, Elstone, M Dirk. Andrews Dissease Of The Skin:

Clinical Dermatology, 10th edition. Pensylvania. Saunders Elsevier.2006.p. 147-158


M. W. Graves, Pathophysiology of Chronic Urticaria, International Arch Allerhy

Immunology, 2002, 127, 1; ProQuest Medical Library


David A. Khan, Chronic urticaria: Diagnosis and management, Allergy Asthma, 2008;
ProQuest Medical Library

K. V. Godse, Chronic urticaria and treatment options, Indian Journal Dermatolog. 2009; 54
(4): 310 312 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2807703/

10 D.J.Hogan,

Chronic

Urticaria,

Medscape,

diunduh

dari

situs

http://emedicine.medscape.com/article/1050052-overview
11 L.

E.

Gibson,

chronic

hives

(urticaria),

Mayoclinic,

diunduh

dari

situs

http://www.mayoclinic.com/health/chronic-hives/DS00980

22

Anda mungkin juga menyukai