Berasal dari keluarga buruh tani, Soedarsono, oleh orang-tua dan sanak
saudaranya diharapkan dapat menjadi sang pemula untuk membangun
dinasti keluarga priyayi kecil. Berkat dorongan Asisten Wedana Ndoro Seten, ia bisa sekolah dan kemudian menjadi guru desa. Dari sinilah ia memasuki dunia elite birokrasi sebagai priyayi pangreh praja. Ketiga anaknya, melewati zaman Belanda dan zaman Jepang, tumbuh sebagai guru, opsir Peta, dan istri asisten wedana. Cita-cita keluarganya berhasil. Benarkah? Lalu apakah sesungguhnya priyayi itu? Status kelas? Pandangan dunia kelas menengah elite birokrasi? Sekadar gaya hidup? Atau kesemuanya? Cucu-cucu Soedarsono sendiri kemudian hidup sebagai anak zaman mereka: menjadi anak kelas menengah birokrat yang manja, idealis kiri yang terlibat gestapu, dan entah apa lagi. Justru Lantip anak jadah dari keponakan jauh Soedarsono yang tampil sebagai hero. Dialah yang, dengan caranya sendiri, menunjukkan makna priyayi dan kepriyayian itu. (Diambil dari sampul belakang novel Para Priyayi: Sebuah Novel, karya Umar Kayam)