KEANEKARAGAMAN HAYATI
ANGGOTA :
1. RESTU ANANDA PUTRA (H11115506)
2. MUH. NUR BAHRI R. (H11115303)
3. A. DULUNG LAIMBONG (H11115007)
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia berada di daerah tropis yang terletak pada posisi diantara dua benua
yakni Benua Asia dan Benua Australia, serta dua samudera yakni Samudera Pasifik dan
Samudera Indonesia. Biasanya disebut juga bahwa Indonesia terbentang dari Tropics of
Cancer di Belahan Bumi Utara hingga Tropic of Capricorn di Belahan Bumi Selatan. Di
dalam wilayah ini tidak ditemui adanya musim dingin. Selain itu di wilayah ini juga
ditandai dengan adanya suhu rata rata diatas muka laut > 18 C dalam bulan terdingin
(Niewolt,1977). Tepatnya secara geografis wilayah Indonesia disebut sebagai maritime
continent (Remage,1971) yang terletak dalam luasan antara 06 05 LU - 10 25 LS dan
95 06 - 143 41 BT (Sandy,1995).
Peubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, telah mengakibatkan
ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi.
Perubahan iklim disebabkan oleh kenaikan gas gas rumah kaca terutama
karbondioksida (CO2) dan metana (CH4), mengakibatkan dua hal utama yang terjadi di
lapisan atmosfer paling bawah, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan
muka laut. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap kenaikan muka
laut. Telah dilakukan proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, hingga tahun
2100, diperkiran adanya kenaikan muka laut shingga 1,1 m yang berdampak pada
hilangnya daerah pantai dan pulau pulau kecil seluas 90.260 km2
Dengan melihat proyeksi kenaikan muka laut untuk beberapa tahun mendatang,
maka dampak yang akan ditimbulkan pun dapat diperkirakan. Pengamatan temperatur
global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata rata temperatur yang menjadi
indikator adanya perubahan iklim. Perubahan temperature global ini ditunjukkan dengan
naiknya rata rata temperature hingga 0,74C antara tahun 1906 hingga tahun 2005.
Temperatur rata rata global ini diproyeksikan akan terus meningkat sekitar 1,8 4,0C
di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain dalam IPCC (Intergovernmental
Panel on Climate Change) diproyeksikan berkisar antara 1,1 6,4C.
Perubahan iklim sendiri berpengaruh terhadap flora dan fauna di daerah
Indonesia. Akibatnya ada jenis jenis flora dan fauna tertentu yang dapat hidup dengan
jenis iklim tertentu. Faktor faktor pembentuk iklim diantaranya : temperatur, udara,
angin, dan curah hujan secara bersama sama mempengaruhi perbesaran flora dan fauna.
Bila terjadi kenaikan suhu rata- rata global sebesar 1,5 2,5 C, kemungkinan
akan terjadi punahnya 20 30 jenis flora dan fauna. Tingkat keasaman laut akan
meningkat dengan bertambahnya CO2 di atmosfer. Hal ini akan berdampak negatif pada
organisme lain seperti terumbu karang dan organisme organisme yang hidupnya
bergantung pada terumbu karang.
Terdapat pengaruh besar akibat kegiatan manusia terhadap perubahan iklim dalam
ekosistem, produktivitas, dan ekonomi global. Pengaruh tersebut diperkirakan akan
semakin buruk di beberapa dekade kedepan, akan lebih banyak dirasakan oleh
masyarakat dan ekosistem alam yang rentan terhadap perubahan iklim. Masyarakat
miskin sering bergantung pada sumberdaya alam sedangkan mereka tidak memiliki
kapasitas maupun sumberdaya yang memadai untuk beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi di lingkungan sekitarnya. Sementara itu hilangnya berbagai jenis keanekaragaman
hayati yang saat ini mengancam ekosistem yang menjadi tempat bergantung semua jenis
kehidupan.
Perubahan pemanfaatan lahan merupakan bagian terbesar kegiatan manusia yang
berpengaruh pada perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca yang berasal dari kegiatan
deforestasi (penggundulan hutan), pertanian, dan kegiatan konservasi lahan lainnya yang
bertanggung jawab terhadap 30% dari total emisi akibat kegiatan manusia. Penambahan
populasi dan perkembangan ekonomi serta ketidakmampuan lembaga berwenang
menyediakan jaminan keamanan dan penegakan hukum yang sesuai merupakan dampak
yang signifikan dan tersebar secara luas tersebut.
Aktivitas mitigasi perubahan iklim berbasis lahan yang terencana dengan baik
merupakan komponen penting dari mitigasi perubahan iklim. Mengurangi kegiatan
deforestasi dan degradasi hutan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca,
sedangkan aktivitas penghutanan kembali dan kegiatan agroforestry dapat mengurangi
karbon dioksida dari atmosfer. Jika dirancang dengan cermat, kegiatan semacam ini dapat
melindungi keanekaragaman hayati dan mendorong kelestarian ekonomi dan
pengembangan sosial masyarakat. Kegiatan semacam ini dapat mewujudkan kehidupan
yang lestari untuk masyarakat lokal melalui diverifikasi pertanian, perlindungan tanah
dan air, penyediaan lapangan kerja, pemanfaatan dan perdagangan hasil hutan serta
ekoturisme. Dalam prosesnya, masyarakat dapat membangun kapasitas untuk beradaptasi
terhadap dampak perubahan iklim. Kegiatan yang dirancang dengan baik dapat
berkontribusi terhadap konservasi keanekaragaman hayati dengan cara mengembalikan
dan melindungi ekosistem alam, menjaga satwa yang dilindungi den jenis jenis
tumbuhan yang terancam punah sekaligus memelihara keseimbangan dan mendukung
kehidupan alam yang produktif bagi manusia.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya degradasi keanekaragaman hayati?
2. Bagaimana pengaruh perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati?
3. Apakah transmigrasi merupakan penyebab penting terhadap terancamnya
keanekaragaman hayati di Indonesia?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Spesies yang mempunyai waktu hidup lebih pendek lebih sensitif terhadap
kepunahan dibandingkan dengan spesies yang mempunyai waktu hidup lebih
panjang.
g) Kecepatan menambah populasi
Sensitifitas terhadap kepunahan tergantung dari kemampuan reproduksi
spesies. Spesies yang mempunyai kemampuan reproduksi tinggi (kecepatan
pertumbuhan populasi tinggi) akan lebih adaptif dibandingkan dengan spesies
yang kemampuan reproduktifnya lebih rendah.
Penyebab terjadi kepunahan makhluk hidup dapat dikategorikan secara
langsung atau tidak langsung. Penyebab langsung adalah perubahan yang terjadi
dapat langsung menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan penyebab
tidak langsung adalah perubahan yang terjadi menyebabkan terjadinya perubahan
faktor lain yang menyebabkan kematian makhluk hidup.
Ada empat faktor penyebab yang mengancam kehidupan spesies
(Stiling,P.D, 1992) yaitu :
1. Hilangnya atau modifikasi habitat
Penyebab terjadinya hilang atau modifikasi habitat disebabkan
oleh aktifitas manusia antara lain, perubahan lahan menjadi lahan
pertanian atau perumahan pencemaran dan polusi.
2. Over eksploitasi
Contoh terjadinya over eksploitasi antara lain budaya berburu,
penjualan kayu dan perdagangan hewan.
3. Eksotik spesies
Introduksi spesies pada habitat suatu spesies dapat menyebabkan
terjadinya kompetisi.
4. Penyakit
Penyakit endemic atau eksotik dapat menyebabkan kematian
massal spesies.
2.3 Perusakan Habitat
mendukung segala aspek keanekaragaman hayati) yang tersisa di negara negara tropika
Dunia Lama.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Degradasi Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) sering diartikan dengan kekayaan jenis
spesies makhluk hidup pada suatau daerah. Biodiversitas diukur dalam berupa indeks,
metode pengukurannya pun bermacam macam karena setiap indekas mempunyai
asumsi yang berbeda.
terhadap spesies yang hilang. Dampak dari jumlah populasi menyebabkan terjadinya
peningkatan kebutuhan akan makanan, tempat tinggal, dan sandang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi kepunahan spesies. Yang sering
menjadi focus penyebab kepunahan spesies adalah berubahnya habitat makhluk hidup
yang dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti konversi lahan atau faktor
perubahan lingkungan. Dari hasil pengamatan World Conservation Monitoring Center
menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepunahan spesies. Terdapat
empat faktor utama yang mempengaruhi kepunahan spesies.
ii.
iii.
iv.
mendatang dikalikan dua dari sekarang maka jumlah yang sesungguhnya lebih kecil dari
perkiraan para ahli iklim, dampak-dampak berikut diperkirakan akan terjadi :
1. Lebih dari 80 persen dari ekoregion yang diteliti akan menderita kepunahan tumbuhan dan
binatang sebagai akibat pemanasan global.
2. Beberapa dari ekosistem alami yang paling kaya akan kehilangan lebih dari 70 persen dari
habitatnya, dimana habitat tersebut adalah tempat hidup dari tumbuhan dan binatang di
dalamnya.
3. Banyak habitat yang akan berubah sepuluh kali lebih cepat daripada seharusnya, yang
menyebabkan kepunahan species yang tidak dapat bermigrasi atau beradaptasi dengan perubahan
tersebut.
Dari hasil riset persatuan kosnservasi dunia (IUNC) menunjukan pada tahun 2007 ada
16.306 spesies yang terancam yang terdiri dari hewan bertulang belakang, hewan
tak bertulang belakang dan tumbuhan. Hal tersebut menunjukan degradasi
keanekaragaman hayati terus meningkat sehingga perlu penanganan khusus untuk
mengurangi laju penurunan keanekaragaman hayati dunia.
Pertemuan KTT Bumi Tahun 1992 di Rio de Janeiro ini telah merumuskan lima dokumen, yakni;
Deklarasi Rio;
Konvensi Acuan tentang Perubahan Iklim;
Konvensi Keanekaragaman Hayati;
Prinsip-Prinsip Pengelolan Hutan; dan
Agenda 21.
Prinsip dalam konvensi keanekaragaman hayati adalah bahwa setiap negara mempunyai
hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber daya hayati sesuai dengan kebijakan
pembangunan lingkungannya sendiri dan mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya tidak menimbulkan kerusakan terhadap
lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yuridiksi nasional. UNCED atau Earth
Summit juga begitu penting karena untuk pertama kalinya memberikan kesadaran ke seluruh
dunia bahwa masalah lingkungan sangat terkait erat dengan kondisi ekonomi dan masalah
keadilan sosial. Pertemuan ini menegaskan bahwa kebutuhan sosial, lingkungan dan ekonomi
harus dipenuhi secara seimbang sehingga hasilnya akan berlanjut hingga generasi-generasi yang
akan datang.
Hasil utamanya adalah Agenda 21, yaitu sebuah program aksi yang menyeluruh dan luas
yang menuntut adanya cara-cara baru dalam melaksanakan pembangunan sehingga pada abad 21
di seluruh dunia pembangunan akan bersifat berkelanjutan. Hasil lain UNCED yang membahas
tentang keanekaragaman hayati adalah:
a. Konvensi Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity). Bagian
kedua dari agenda 21 berupa Konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan.
Bagian ini menekankan pada pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam, sumberdaya genetik,
spesies, dan ekosistem serta isu-isu penting lainnya. Semuanya memerlukan kajian lebih lanjut
bila tujuan pembangunan berkelanjutan yang ingin dicapai baik pada tingkat global, nasional dan
local. Konvensi ini bertujuan untuk melestarikan beraneka sumber daya genetika/plasma nutfah,
spesies, habitat dan ekosistem. Selain itu konvensi juga bertujuan untuk menjamin pemanfaatan
secara berkelanjutan berbagai sumber daya hayati dan untuk menjamin pembagian manfaat
keanekaragaman hayati secara adil. Hingga kini telah diratifikasi oleh 180 negara.
b. Prinsip-prinsip Rio tentang Hutan ( Rio Forestry Principles). Terdiri dari 15 prinsip yang secara
hukum mengikat para pengambil keputusan di tingkat nasional dan internasional dalam rangka
perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan secara berkelanjutan.
Meletakkan dasar-dasar proses untuk Konvensi Kehutanan Internasional (International Forestry
Convention).
Konvensi mengenai Biodiversity (keanekargaman hayati) dan konvensi Ramsar untuk
melindungi berbagai jenis tanaman dan satwa dari kepunahan dan mengelola ekosystem lahan
basah (wet land) supaya dapat meberikan hasil guna dari segi ekonomis-sosial-budaya dan
kelestariannya tetap terjaga.
tenaga terlatih. Sebagai contoh, berbagai balai atau pusat penelitian tidak mempunyai fasilitas
penyimpanan jangka panjang, sehingga koleksi harus ditanam atau ditangkar ulang;
b. Pada tahun 2002, telah dimulai suatu pembahasan tentang kemungkinan Indonesia untuk
meratifikasi Protokol Cartagena dan International Treaty on Genetic Resources for Food and
Agriculture (ITGRFA) dalam rangka mengantisipasi dampak negatif dari teknologi rekayasa
genetika pada komponen keanekaragaman hayati.
c. Indonesia telah berpartisipasi di Kelompok Like Minded Megadiversity Countries (LMMDC)
dimulai sejak diadopsinya Deklarasi Cancun, di Mexico, February 2002. KLH telah
berpartisipasi pada beberapa kali pertemuan selama tahun 2002, yang bertujuan antara lain untuk
saling bertukar pengalaman dan mencari posisi bersama dalam pengembangan rejim
internasional untuk masalah akses dan pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya
hayati.
d. Fase baru kerjasama antara Pemerintah Norwegia dan Indonesia dalam bidang pengelolaan
lingkungan berkelanjutan (Sustainable Environmental Management) dimulai kembali akhir tahun
dan akan berlangsung selama 5 tahun.
e. Upaya pengendalian spesies invasif telah mulai dikembangkan dengan menyusun pedoman untuk
pengendalikan species asing invasif oleh KLH di tahun 2001. Selanjutnya pada tahun 2002 telah
diterbitkan publikasi Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif dalam upaya
untuk mengangkat permasalahan ini sebagai langkah mengantisipasi kemungkinan kepunahan
spesies lokal akibat dari masuknya spesies asing yang tidak diinginkan.
BAB IV
KESIMPULAN