Referat Konjungtivitis Alergi Lanny
Referat Konjungtivitis Alergi Lanny
KONJUNGTIVITIS ALERGI
Pembimbing :
Disusun oleh:
Lanny Ardianny
NIM : 11 2014 341
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai hal
diantaranya disebabkan oleh alergi.
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi
terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat
sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negaranegara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut
mengidap konjungtivitis alergi.
keratokonjungtivitis alergi.
Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa
terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan
kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus
dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini
menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.
Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas secara umum tentang konjungtivitis
alergi itu sendiri dan bagaimana penanganan yang baik untuk konjungtivitis tersebut sehingga
tidak terjadi komplikasinya dan mendapatkan prognosis yang baik ke depannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Epidemiologi
Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang
tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah
mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai
pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset
pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum
onset pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak
pada dewasa muda.5,6
2.4. Etiologi
Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :1
a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara
c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.
1.
2.
3.
Anti bakteri
4.
5.
Histamin
Dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
2.
Lekotrin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos mendorong kemotaksis
untuk netrofil.
3.
Prostaglandin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler
mendorong kemotaksis untuk neutrofil.
4.
5.
Kemokin
Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi) beberapa macam
kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation normal T cell
expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant protein).
6.
Sitokin
Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang memicu
demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati, memicu
peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang leukositosis beberapa macam
sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor
alpha).
7.
Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor :
1.
Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti
mikrobial.
2.
3.
4.
5.
6.
Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang
berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen
yang spesifik. Respon alergi pada mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang
dikoordinasi oleh sel mast. Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga memulai
aktifasi sel mast pada permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi
yang akan mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik. Sel T
7
yang berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan merangsang
produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan dengan IgE reseptor
pada permukaan sel mast. Kemudian memicu pelepasan sitokin, prostaglandin dan platelet
activating factor. Sel mast menyebabkan peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasi
oleh sel inflamasi. Ketika histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan dengan
reseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin juga
akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah konjungtiva dan
menyebabkan vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast seperti chemokin, interleukin IL8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4,
IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan sensitivitas.5,6
2.6. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang konjungtivitis alergi secara umum
Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas),
gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar
pada konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu
penglihatan. Walaupun penyaki alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat
memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil yang meningkat. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan tes alergi untuk mengetahui penyebab dari alerginya itu sendiri.2,7
musiman,
vernal
konjungtivitis,
Giant
papilary
konjungtivitis
dan
b. Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang yang
khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal sebagai
konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau. Sering terdapat
pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri
tropis (panas).1,2
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah
ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang,
dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.1,9
Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :
11
bentuk
limbal
terdapat
perubahan
yang
sama,
yaitu:
Gambaran Histopatologik
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan
ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup
oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil
serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil
ini berhubungan
dengan
infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast. Hasil penelitian
histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang
dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva.
Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa
granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang
berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.9
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus
melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Fase vaskular dan selular dini
akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi
yang
lebih
mencolok,
serta
reduksi
sel
radang
secara
keseluruhan.
13
Pemeriksaan Penunjang
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin
tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan
glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat
memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1 berdasarkan jenis dan
lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah
normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada
dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel
dalam proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar
dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien
konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat
pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya
membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal
dari dua pasien lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien
konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat
14
korelasi yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua
mata. Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata,
kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien
konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada
air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik
ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain
itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan
yang menjadi butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi
ini pada air matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan
bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat
dalam patogenesis konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada
jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang
memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak
berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis
vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air
mata pada 13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan
menggunakan mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat
lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia daripada dengan pengamatan
yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat
pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi.
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan
adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil
tiap pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis
vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain
pada level ini.7,9
c. Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda dan gejalanya
berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia. Terdapat papil
halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada konjungtivitis vernal. Kerokan
konjungtiva
menampakan
eosinofil
meski
tidak
sebanyak
terlihat
pada
keratokonjungtivitis vernal.1
15
e. Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten
2.8. Penatalaksanaan
Penanganan dari konjungtivitis alergi adalah berdasar pada identifikasi antigen spesifik
dan eliminasi dari pathogen spesifik. Pengobatan suportif seperti lubrikan dan kompres
dingin dapat membantu meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Obat-obatan yang
menurunkan respon imun juga digunakan pada kasus konjungtivitis alergi untuk menurunkan
respon imun tubuh dan meredakan gejala inflamasi.9,10
Obat obat berikut ini berguna dalam mengobati konjungtivitis alergi:
16
Steroid topikal
Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya, edema, dilatasi kapiler, dan
proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi migrasi makrofag dan neutrofil untuk
daerah meradang serta memblokir aktivitas fosfolipase A2 dan selanjutnya induksi asam
arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam pengobatan penyakit mata akut alergi, steroid
efektif dalam mengurangi gejala alergi akut, namun, penggunaannya harus dibatasi karena
potensi efek samping dengan pemakaian lama perlu dipantau. Penggunaan kortikosteroid
topikal jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi katarak subkapsular posterior dan
peningkatan tekanan intraokular (TIO).3,10
Vasokonstriktor topikal / antihistamin
Agen ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah, menurunkan permeabilitas pembuluh
darah, dan mengurangi mata gatal-gatal dengan memblokir histamin H1 receptors
Antihistamin topikal. Anithistamines kompetitif terikat dengan reseptor histamin dan dapat
mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif
topikal antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala alergi
lain conjunctivitis. H1 selektif antagonis, azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam
mengurangi gejala yang terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1 selektif,
mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi chemosis, kelopak
mata bengkak,dan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan konjungtivitis alergi
musiman pada pasien dewasa dan anak.8
Non-steroid anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) topikal
Obat ini menghambat aktivitas siklooksigenase, salah satu yang bertanggung jawab untuk
konversi asam arakidonat ke enzim prostaglandins. Ketorolac trometamin 0,5% dan
diklofenak natrium 0,1% efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan
dengan konjungtivitis alergi, meskipun Makanan dan Drug Administration (FDA) telah
menyetujui hanya ketorolac untuk pengobatan konjungtivitis alergi.
Stabilisator sel mast topikal
Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga membatasi pelepasan inflamasi
mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil faktor chemotactic, dan plateletactivating factor.
17
Imunosupresan
Siklosporin A adalah agen imunosupresan sistemik ampuh digunakan untuk mengobati
berbagai immunemediated kondisi. Sistemik diberikan siklosporin A dapat menjadi
pengobatan yang efektif untuk pasien dengan keratokconjugtiviits atopik yang berat.
Antihistamin sistemik
Agen ini berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi dengan edema, dermatitis, rinitis,
atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-hati karena penenang yang dan efek
antikolinergik dari beberapa antihistamin generasi pertama obat-obatan. Pasien harus
memperingatkan efek samping potensial. Antihistamin baru yang jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk menyebabkan sedasi, tetapi penggunaannya dapat mengakibatkan
kekeringan okular meningkat permukaan.3,4,8
Penanganan khusus untuk konjungtivitis vernal berupa :
a. Terapi lokalis
- Steroid topical penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi harus
hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan
pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi
maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah
fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan dexamethasone. Fluorometholon dan
-
b. Terapi sistemik
-
Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal atau
terbukti
dapat
merangsang
pembebasan
mekanis
dari
mediator
-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah super infeksi yang pada
akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.
18
Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuk sari dan
2.9. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan.10
2.10. Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani
dengan baik.2,6
BAB III
PENUTUP
Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian
anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra
(konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva
sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang
mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.
19
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah
alergi. Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya
termasuk konjungtivitis vernal.
Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang sistemik.
Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu diberi
pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu komplikasi.
Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari
penyebab alergen tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit
Mata Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2015. h119-46.
2.
Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115
3.
20
4.
5.
Scott,
IU.
Alergy
Conjunctivitis.
2015.
Diunduh
dari
Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today.
Volume 8, Number 11. November 2011.
7.
Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
8.
Ventocillia
M,
Roy
H.
Allergic
Conjunctivitis.
2015.
Diunduh
9.
dari
29
Oktober 2015.
10. Konjungtivitis.
2010.
Diunduh
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. 29 Oktober
2015
21