Anda di halaman 1dari 20

1.

Definisi Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik
tubuh atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
peyakit urinary tract dan ginjal (Arif Muttaqin, 2011).
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi
glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan gagal ginjal seperti proteinuria.
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit gagal ginjal kronis ditegakkan
jika nilai laju filtrasi glomerolus kurang dari 60ml/menit/1,73 m 2 (National Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative dikutip dari Arora. 2009)
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis
a) Penyakit dari Ginjal
Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
Batu ginjal: nefrolitiasis
Glomerulonefritis
Kista di Ginjal: polcystis kidney
Trauma langsung pada ginjal
Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/struktur.
Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik, keracunan logam

berat seperti tembaga, dan kadmium.


Penyakit vaskuler: iskemia ginjal akibat kongenital atau stenosis arteri ginjal,

hipertensi maligna atau hipertensi aksekrasi.


Obstruksi: batu ginjal, fobratis retroperi toneal, pembesaran prostat striktur uretra,

dan tumor.
b) Penyakit dari Luar Ginjal
DM, hipertensi, kolesterol tinggi
Dyslipidemia
Luka bakar
TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
Preeklamsi
SLE
Obat-obatan
(Arif Muttaqin, 2011)
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut

glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi ertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya

kelainan,

glomerulonefritis

dibedakan

primer

dan

sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri


sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma
multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan
secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis
(Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
diabetes

melitus

merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya
(Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,
2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar,
1998).
d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan
pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).
3. Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronis
a) Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi (akibat retensi cairan
dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,
tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena
leher, frekuensi jantung yang tidak regular akibat hiperkalemia.
b) Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat,kulit kering dan
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar
c) Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas dangkal
seta pernapasan kussmaul
d) Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan
perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta
perdarahan dari saluran GI
e) Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapakkaki, serta perubahan
perilaku
f) Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium-fosfor, serta foot drop.
g) Reproduksi yaitu ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler
h) Gejala lain : Gangguan pengecapan, berat badan turun dan lesu, gatal-gatal,
gangguan tidur, cairan diselaput jantung dan paru-paru, otot-otot mengecil, Gerakangerakan tak terkendali, kram, Sesak nafas dan confusion, Perubahan berkemih :
Poliuria, nokturia, oliguria. (Smeltzer, 2001; Suyono, 2001)
4. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
(Terlampir)
5. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Klasifikasi GGK berdasarkan GFR (Tryani, 2005)
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Stadium 1

Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan GFR yang

Stadium 2
(ringan)
Stadium 3
(sedang)
Stadium 4
(berat)
Stadium 5
(terminal)

masih normal >90ml/menit


Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan GFR antara
60-89 ml/menit
Kelainan ginjal dengan GFR antara 30-59 ml/menit
Kelainan ginjal dengan GFR antara 15-29 ml/menit
Kelainan ginjal dengan GFR antara 15 ml/menit

Pengukuran nilai GFR untuk menentukan tahapan GGK yang paling akurat
adalah dengan menggunakan Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaburation
(CKD-EPI) dibanding dengan model Modification of Diet in Renal Disease (MDRD)
atau dengan rumus Cockcroft-Gault (Michels, Grootendorst & Verduijn, 2010).
Praktek pengukuran GFR untuk menentukan tahapan PGK yang sering digunakan
adalah menggunakan rumus Cockcroft-Gault. Adapun rumus dari Cockcroft-Gault
dalam Ahmed & Lowder (2012) adalah :
Rumus Cockcroft-Gault
Untuk laki-laki :
GFR = (140-umur) x BB
72 x serum Creatin
Sedangkan untuk wanita :
GFR = (140-umur) x BB x 0,85
72 x serum Creatin

Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien, maka GGK dapat terbagi menjadi:
100 76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang
75 26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik
25 5 ml/mnt disebut GGK
<5ml/mnt disebut gagal ginjal terminal
Derajat
A
B
C
D
E
F

Primer GFR (%)


Normal
50-80
20-50
10-20
5-10
<5

Sekunder Kreatinin (mg%)


Normal
Normal-2,4
2,5-4,9
5-7,9
8-12
>12

6. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronis


Pemeriksaan Laboratorium

a) Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
b) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
c) Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
d) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
e) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
f)

ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)


Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan

retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.


g) Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
h) BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 20:1
i) GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
j) Protein albumin : menurun
k) Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung berapa
banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.Kalium, magnesium

meningkat
l) Kalsium : menurun
Pemeriksaan Urin
a) Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
b) Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat yang
tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak, fosfat atau
c)
d)
e)
f)

urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.


Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
Klirens kreatinin : mungkin menurun.
Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan

glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.


g) Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
Pemeriksaan Radiologi: ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai
derajat dari komplikasi yang terjadi
a) USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
b) IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
c) Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram
memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

d) Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan


pengangkatan tumor selektif
e) Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
f)

(vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.


EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,

tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.


g) Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstravaskularisasi
serta adanya masa.
h) Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik atau perlu
diketahui etiologi daru penyakit ini

7. Penatalaksanaan Medis Gagal Ginjal Kronis


a. Terapi konservatif : tujuannya mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
Peranan Diet:
1) Mencapai
dan
mempertahankan

status

gizi

optimal

dengan

memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.


2) Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia).
3) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
4) Mencegah atau mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan
memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus (Almatsier, 2006).
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Protein rendah, yaitu 0,6
0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi. Lemak cukup, yaitu 2030% dari kebutuhan total energi, diutamakan lemak tidak jenuh ganda.
Karbohidrat cukup, yaitu : kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari
protein dan lemak. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites,
oliguria, atau anuria, banyak natrium yang diberikan antara 1-3 g. Kalium
dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq),

oliguria, atau anuria.


Kebutuhan Jumlah Kalori: untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama,
yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status

nutrisi dan memelihara status gizi. Energi cukup yaitu 35 kkal/kg BB.
Kebutuhan Cairan: Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus
adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Cairan dibatasi yaitu

sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui

keringat dan pernapasan (500 ml).


Kebutuhan Elektrolit dan Mineral: bersifat individual tergantung dari LFG dan

penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).


Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C,

vitamin D.
b. Terapi Simtomatik
Asidosis Metabolic: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.


Anemia: Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi

darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.


Keluhan Gastrointestinal: Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan
keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini
merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal
yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan
yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik.
Kelainan kulit : Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis

keluhan kulit.
Kelainan neuromuskular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu
terapi hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.
Hipertensi : Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Kelainan sistem kardiovaskular : Tindakan yang diberikan tergantung dari

kelainan kardiovaskular yang diderita.


c. Terapi Medis
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal .
Dialisis : Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius
seperti

hiperkalemia,

perikarditis,

dan

kejang.

Dialysis

memperbaiki

abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat


dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka. Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut
dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen
cair menuju kompartemen cair lainnya. Terdapat dua teknik yang digunakan
dalam dialisis, yaitu :

1. Hemodialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan


cairan atau produk limbah karena dalam tubuh penderita gagal ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner&Suddarth, 2002). Menurut
corwin (2000), hemodialisis adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh.
Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter
masuk kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran
semipermeable (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan
dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya
terjadi difusi. Setelah darah dilakukan pembersihan oleh dializer darah
dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan
sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah
kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup
yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai
sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa
antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksresi, yaitu membuang
sisa-sisa metabolisme (ureum, kreatinin, dll).
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat
c. Meningkatan kualitas hidup klien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.

2. Dialisis Peritoneal merupakan alternatif hemodialisa pada penanganan gagal


ginjal akut dan kronis. Pengobatan ini jarang dipakai untuk jangka panjang.
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-

pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien


yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan
pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan
di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

Transplantasi Ginjal: Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK,


maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal baru. Pertimbangan program transplantasi
ginjal :
Cangkok ginjal dapat mengambil alih seluruh 100% fungsi dan faal ginjal
Kualitas hidup normal kembali
Survival rate meningkat
Komplikasi (biasanya dapat di antisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.


Tindakan standar adalah dengan merotasi ginjal donor dan meletakkan pada fosa
iliaka kontralateral resipien. Ureter kemudian lebih mudah beranastomosis atau
berimplantasi kedalam kemih resipien. Arteri renalis berimplantasi pada arteri
iliaca interna dan vena renalis beranastomosis dengan vena iliaca komunis atau
eksterna.

Penatalaksanaan Menurut Derajat CKD


LFG
Derajat

(ml/mnt/1,87
3 m2)

Perencanaan
Penatalaksanaan Terapi
Dilakukan

>90

60-89

30-59

15-29

<15

terapi

pada

penyakit

dasarnya, kondisi kormobid, evaluasi


perburukan (progresion) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskuler.
Menghambat perburukan (progresion)
fungsi ginjal
Mengevaluasi dan melakukan terapi
pada komplikasi
Persiapan untuk
(dialisis)
Dialysis dan

pengganti

ginjal

mempersiapkan

terapi

penggantian ginjal (transplantasi ginjal)

8. Komplikasi
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara
lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron. Tekanan Darah Tinggi. Karena salah satu fungsi ginjal
adalah mengatur tekanan darah,maka anda bisa mengalami tekanan darah
tinggi ketika terjadi gangguan kronis dari fungsi ginjal. Selanjutnya kondisi
demikian akan mempercepat peningkatan risiko penyakit jantung.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.

kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.


Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
Hiperparatiroid dan Hiperfosfatemia.
Anemia
Perdarahan
Neuropati perifer
Esofagitis, Pankreatitis, Infeksi
Hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati dilatasi, Oateodistrofi
Penyakit Jantung. Ketika anda mengalami GGK, maka anda sangat berisiko
terkena penyakit jantung. Dan dilaporkan lebih dari separuhkematian pada orang
dengan GGK berasal dari adanya penyakit jantung ini. Serangan Jantung dan
Stroke. Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama
kematian lebih dr 20 juta org di Amerika Serikat yang menderita GGK. Penderita
dg GGK memiliki risiko lebih tinggi utk mengalami serangan jantung atau stroke,

bahkan pada penderita yg masih pada stadium awal atau ringan sekalipun.
q. Perubahan Kulit. Ketika fungsi ginjal anda terganggu, akan tjd endapan garam
kalsium-fosfat di bawah kulit hingga menimbulkan rasa gatal. Rasa gatal ini
secara alamiah anda akan menggaruknya, hingga kadang2 sampai terluka dan
terinfeksi. Proses ini tidak kunjung membaik hingga keindahan kulit menjadi
r.

rusak, bahkan terkesan kotor & berubah seperti kulit jagung (kasar & kering)
Kematian. Risiko kematian pada penderita GGK cukup tinggi. Dalam kejadian di
lapangan, kematian sering diawali dengan sesak nafas, atau kejang otot jantung,
atau tidak sadarkan diri, atau infeksi berat sebelumnya.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges
(2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami
CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses
pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu

kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa /
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit parah.
Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya
adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya
seperti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
c. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
d. Aktifitas dan latihan.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak
dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
e. Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata.
Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f.

Pola persepsi dan kognitif.


Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan kesadaran

seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.


g. Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai
terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi
tidak jelas.
h. Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan dalam
hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan,
i.

penurunan kualitas hubungan.


Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri

j.

jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan
tepat, mudah terpancing emosi.

k. Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien

tampak

gelisah,

pasien

mengatakan

merasa

bersalah

meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan


agama seperti biasanya.
4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorokan.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
j.

Capillary Refil lebih dari 1 detik.


Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.

5. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan Laboratorium :
a) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak ada

(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna

kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.


Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).

Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,

amrasio urine / ureum sering 1:1.


Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsorbsi natrium.
Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada.

b) Darah
Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL

diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).


Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb

biasanya kurang dari 7-8 g/dL.


SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi

eritropoetin seperti pada azotemia.


GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik (kurang
dari

7,2)

terjadi

karena

kehilangan

kemampuan

ginjal

untuk

mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.


Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
Pemeriksaan Radiologi
Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya

masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.


Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk

diagnosis histologis.
Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam

basa.
KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih

dan adanya obtruksi (batu).


Arteriogram ginjal adalah

ekstravaskuler, massa.
Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih,

mengkaji

sirkulasi

refluk kedalam ureter, dan retensi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Kelebihan volume cairan
2. Intoleransi aktivitas
3. Risiko infeksi

ginjal

dan

megidentifikasi

4. Risiko perdarahan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
6. Gangguan integritas kulit

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Kelebihan volume cairan


Ditandai dengan edema pada ekstremitas bawah, peningkatan TD, peningkatan
BB, penurunan urine output
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam, tanda-tanda
kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:

2.

Bebas dari edema


BB ideal
Tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
Monitor BB dengan alat ukur yang sama
Monitor intake dan output
Monitor TTV
Monitor perubahan edema perifer
Batasi pemasukan cairan
Evaluasi derajat edema jika ada
Kolaborasi untuk dialysis sesuai indikasi
Intoleransi aktivitas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam, pasien toleran
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil:
TTV dalam batas normal
Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal
Kulit teraba hangat, merah muda dan kering
Intervensi:
Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan

3.

sesudah beraktivitas sesuai indikasi


Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas
Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
Pertahankan status nutrisi yang adekuat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:


menunjukan BB stabil
Intervensi:
Awasi konsumsi makanan / cairan
Perhatikan adanya mual dan muntah
Beikan makanan sedikit tapi sering
Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
Berikan perawatan mulut

PATOFISIOLOGI
Faktor yg dapat dimodifikasi:
DM, hipertensi, merokok, obstruksi
saluran kemih

Faktor yg tidak dapat dimodifikasi:


Herediter, Usia >60, Jenis
kelamin, Ras

Penurunan aliran darah renal


Primary kidney disease
Kerusakan ginjal karena penyakit lain
Obstruksi outflow urine

BUN

Penurunan filtrasi glomerulus

Serum creatinine

Kerusakan nefron

Hipertrofi nefron yang tersisa

Kerusakan fungsi nefron lebih lanjut

Chronic kidney disease (CKD)

Ggn. sekresi protein

retensi Na

sindrom uremia

edema

Perpospatemia

Produksi EPO
pruritus

kelebihan
volume cairan

Gangguan
Integritas
urokrom tertimbun di
kulit
perubahan
warna kulit Kulit

beban jantung
naik

Enchepalopati
Toksisitas ureum di otak
Penurunan kesadaran

Ggn. asam - basa

Kerusakan sel
yg memproduksi
EPO

Mual
Muntah

Gangguan nutrisi

Asidosis metabolik
gangguan pola nafas

Cardiac
output

hipertrofi
ventrikel kiri

Produksi eritrosit

Anemia
Suplai O2

payah jantung
kiri

Metab.anaerob

edema paru

Asam laktat

ggn. pertukaran gas

fatigue

intoleransi aktivitas

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, SC dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi: 8. Volume: 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth . 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Nurko, Saul. 2006. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis, treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 73(3): 289-97
Muttaqin, Arif, dan Nurachmah, Elly, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Penerbit Salemba Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai