Anda di halaman 1dari 21

I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari hari, terjadi berbagai macam hal dalam
alam semesta ini. Salah satunya yaitu siklus biogeokimia, yang
diantaranya adalah daur karbon. Karbon yang terdapat di udara
dimanfaatkan oleh tanaman autotrof untuk proses fotosintesis.
Tanaman autotrof akan mengikat karbondioksida di udara untuk
disintesis menjadi glukosa dan oksigen. Proses tersebut terjadi dengan
bantuan

sinar

matahari,

serta

tanaman

juga

memerlukan

air.

Pembukaan lahan untuk grazing dengan pembakaran menyebabkan


terlepasnya

karbondioksida

dalam

jumlah

besar

ke

udara

dan

hilangnya tumbuhan dalam jumlah besar yang mampu melakukan


fotosintesis.
Dalam kegiatan itu, terjadi berbagai hal yang perlu dibahas untuk
menambah pengetahuan. Perlunya pembahasan ini untuk menambah
wawasan serta meningkatkan kesadaran akan lingkungan
1.2Identifikasi Masalah
1. Bagaimana karbon bersirkulasi ?
2. Bagaimana tumbuhan mengikat karbondioksida?
3. Bagaimana

siklus

karbon

terganggu

dengan

kegiatan

pemanfaatan lahan ?
4. Bagaimana karbondioksida yang terlalu tinggi di udara dapat
mengganggu alam ?

1.3Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui sirkulasi karbon
2. Mengetahui cara tumbuhan mengikat karbondioksida
3. Mengetahui terganggunya siklus karbon dengan pemanfaatan
lahan
4. Mengetahui pengaruh karbondioksida yang terlal tinggi pada
alam.
Pembahasan
1. Mengetahui cara tumbuhan mengikat karbondioksida
Fotosintesis sudah akrab kita dengar. Pada dasarnya, fotosintesis
merupakan proses penyusunan karbohidrat atau zat gula dengan
menggunakan energi matahari.Matahari sebagai sumber energi utama
bagi kehidupan di Bumi. Namun tidak semua organisma mampu secara
langsung menggunakannya. Hanya golongan tumbuhan dan beberapa
jenis bakteri saja yang mampu menyerap energi matahari dan
memanfaatkannya untuk fotosinrtesis. Melalui fotosintesis, tumbuhan
menyusun zat makanan yaitu karbohidrat (pati / gula). Karena
kemampuan menyusun makanannya sendiri inilah, tumbuhan disebut
organisma ototrof.
Sejarah Penemuan Fotosintesis
Fenomena fotosintesis telah digali sejak lama oleh para ilmuwan,
khususnya
bidang fisiologi tumbuhan. Joseph Priestley (1972), seorang ahli kimia
Inggris
menemukan bahwa tumbuhan mengeluarkan suatu gas yang membuat
api lilin dapat menyala walaupun dalam tabung gelas yang tertutup.
Dalam sungkup tabung gelas tanpa tanaman, api lilin yang dinyalakan
cepat padam. Namun setelah ke dalamnya disusupkan tanaman, pada
beberapa hari kemudian ternyata lilin dapat dinyalakan lagi. Lilin tetap
menyala selama gas dari tanaman itu masih ada. Pada waktu itu, Dia
belum tahu bahwa gas itu adalah oksigen. Dua ratus tahun kemudian,
banyak peneliti tertarik untuk ikut menggali lebih lanjut dari temuan
Priestley tersebut. Jan Ingenhousz (1779), ahli fisiologi dari German
melakukan eksperimen dengan menggunakan tumbuhan air (Hydrila
verticilata). Dari percobaannya ditunjukkan tiga hal penting, meliputi :
(1) gas yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu ternyata adalah O2,
(2) cahaya matahari dibutuhkan untuk proses tersebut,
(3) bagian yang berhijau daun saja yang mengeluarkan O2.
Seorang ahli botani dari Swiss, Jean Senebier menemukan bahwa CO2
juga

dibutuhkan untuk fotosintesis. Peneliti lain, ahli kimia dan ahli fisiologi
Swiss yaitu Nicholas de Saussure (1804) menunjukkan bahwa tanaman
tumbuh dari air dan CO2 yang diserapnya. Sachs (1860) menunjukkan
bahwa fotosintesis menghasilkan zat gulaatau karbohidrat yang
disebut amilum. Berdasar temuan-temuan itu maka pemahaman
tentang fotosintesis menjadi semakin lengkap. Fotosintesis kemudian
dirumuskan dalam persamaan reaksi kimia sbb :
n CO2 + n H2O + Energi Matahari [ CH2O ]n + nO2
klorofil zat gula
Tempat dan Perangkat Alat Fotosintesis
Fotosintesis ibarat suatu proses yang terjadi dalam sebuah pabrik.
Pada
umumnya, pabrik tempat fotosintesis adalah daun. Sel-sel daun
memiliki kelengkapan alat untuk menangkap energi matahari. Pada
tumbuhan tertentu yang tidak berdaunseperti bangsa Kaktus,
kelengkapan alat fotosintesisnya terdapat pada sel-sel lapisan luardari
batangnya.
(1) jaringan epidermis (atas dan bawah),
(2) jaringan tiang (palisade),
(3) jaringan bunga karang (spons),
(4) jaringan pengangkutan.
Jaringan tiang dan bunga karang
merupakan bagian yang disebut daging
daun (mesofil). Perhatikan sel-sel mesofilnya pada gb 3-c. Di dalam selselnya terdapat banyak organela sel berbentuk bulat atau lonjong yang
berwarna hijau, yang disebut kloroplas. Kloroplas paling banyak
terdapat pada sel-sel jaringan tiangnya. Pada setiap selnya, dapat
memiliki 50 atau lebih kloroplas. Pada lapisan epidermisnya tidak
ditemukan kloroplas, kecuali pada sel penutup mulut daunnya.
Kloroplas
Kloroplas merupakan alat atau organela sel yang khas pada sel-sel
daging daun.
Bentuknya bermacam-macam, tergantuing jenis tumbuhannya. Selain
bulat atau lonjong, ada juga yang berbentuk pita. Pada daun Hydrila,
kloroplasnya bulat atau lonjong, berukuran cukup besar dan mudah
diamati dibawah mikroskop.
Organela ini mudah dikenali dengan warnanya yang hijau karena
banyak
mengandung zat warna atau pigmen hijau daun yang disebut klorofil.
Ada dua macam klorofil pada tumbuhan darat yaitu klorofil a dan
klorofil-b. Coba perhatikan gambar susunan alat di dalam kloroplas
Kloroplas tersusun dari dua bagian, meliputi :
a. Bangunan seperti tumpukan piring, disebut grana
b. Bahan yang mengisi di luar grana, disebut matrik stroma
Pada bagian grana, terdapat seluruh perangkat alat penangkap energi
matahari.

Perangkat alat itu adalah ibarat antena penerima. Alat penerima


tersebut berupa
kumpulan bermacam-macam zat pigmen. Pigmen adalah suatu zat
yang berfungsi
menangkap atau memantulkan jenis sinar atau warna cahaya tertentu.
Pigmen daun paling banyak adalah klorofil. Sekelompok pigmen yang
merupakan satu kesatuan alat penerima energi cahaya ini disebut
fotosistem.
Ada dua fotosistem yang dibutuhkanuntuk mendukung satu proses
fotosintesis,
yaitu fotosistem I dan II. Komponen utama fotosistem adalah klorofil,
khususnya
klorofil-a. Selain fotosistem, juga ada komponen lain yang membantu
mengalirkan energi matahari. Informasi lebih dalam akankamu pelajari
kelak pada jenjang pendidikan berikutnya.
Tahapan Fotosintesis
Pada dasarnya, fotosintesis terjadi dalam dua tahapan. Kedua tahap itu
berlangsung dalam kloroplas, namun pada dua bagian yang berbeda
(lihat gb-x4).
Tahap I adalah proses penangkapan energi surya atau proses-proses
yang bergantung langsung pada keberadaan cahaya. Seluruh proses
pada tahap ini disebut reaksi cahaya. Tahap II adalah proses-proses
yang tidak bergantung langsung pada keberadaan cahaya. Prosesproses atau reaksi-reaksi pada tahap ini disebut reaksi gelap.
Reaksi-reaksi cahaya berlangsung pada bagian grana kloroplas.
Sebagian energi
matahari yang diserap akan diubah menjadi energi kimia, yaitu berupa
zat kimia berenergi tinggi. Selanjutnya, zat itu akan digunakan untuk
proses penyusunan zat gula. Sebagian energi matahari juga digunakan
untuk fotolisis air (H2O) sehingga dihasilkan ion hidrogen (H+) dan O2.
Ion hidrogen tersebut akan digabungkan dengan CO2 membentuk zat
gula (CH2O)n. Sedangkan O2 -nya akan dikeluarkan.
Gb. Penangkapan energi surya (foton) dan aliran elektron dalam
membran tilakoid grana (reaksi cahaya / Reaksi terang)
Reaksi-reaksi gelap terjadi pada bagian matrik stroma kloroplas. Pada
bagian ini,
terdapat seluruh perangkat untuk reaksi-reaksi penyusunan zat gula.
Reaksi tersebut memanfaatkan zat berenergi tinggi yang dihasilkan
pada reaksi terang. Reaksi penyusunan ini tidak lagi bergantung
langsung pada keberadaan cahaya, walaupun prosesnya berlangsung
bersamaan dengan proses-proses reaksi cahaya. Karena itulah,reaksireaksi pada tahap ini disebut reaksi gelap. Reaksi tersebut dapat
terjadi karena adanya enzim-enzim fotosintesis. Sesuai dengan nama
penemunya yaitu Benson dan Calvin, maka daur reaksi penyusunan zat
gula ini disebut daur Benson Calvin. Hasil awal fotosintesis adalah
berupa zat gula sederhana yang disebut glukosa (C6H12O6).
Selanjutnya, sebagian akan diubah menjadi amilum (zat tepung = pati)
yang ditimbun di daun, atau organ-organ penimbunan yang lain.

Pemanfaatan hasil fotosintesis


Zat gula hasil fotosintesis akan digunakan untuk berbagai kepentingan
tubuh
tumbuhan. Sebagian zat gula akan dirombak untuk menghasilkan
energi. Energi
sangat dibutuhkan untuk berbagai aktivitas tubuh. Sebagian akan
digunakan untuk
membangun atau membentuk tubuh tumbuhan. Tumbuhan butuh
tumbuh,
berkembang, membentuk anakan atau bertunas, membentuk bunga,
buah, biji, dsb.Sebagian akan dijadikan bahan baku untuk menyusun
zat-zat penting lain yang dibutuhkan. Misalnya, protein, lemak dan
vitamin. Sebagian yang lain akan ditimbun dalam jaringan
penimbunan. Misalnya dalam bentuk ubi, umbi, buah dan biji.

FAKTOR FOTOSINTESIS
Fotosintesis dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam
maupun
faktor dari luar. Faktor dalam antara lain adalah :
1) umur daun,
2) keadaan stomata
3) jenis tumbuhan.
Faktor luar antara lain adalah :
1) CO2 dan O2,
2) Ketersediaan air,
3) Kelembaban dan suhu udara
4) Keadaan cahaya.
Selain 4 faktor tersebut, bahan-bahan beracun juga akan
mempengaruhi fotosintesis.Misalnya herbisida, tumpahan minyak dan
air sabun, logam-logam berat, dsb.Cahaya matahari merupakan
sumber energi utama fotosintesis. Albert Einsteinmenyebut energi
matahari sebagai foton (kuantum). Cahaya mempengaruhi fotosintesis
dalam tiga hal, yaitu :
(1) intensitas,
(2) lama pencahayaan dan
(3) warna cahayanya. Menurut warna cahayanya, cahaya matahari
terdiri atas 7 jenis 8 warna sinar. Bukti bahwa cahaya matahari
tersusun atas bermacam-macam warna sinar dapat kita lihat pada
peristiwa pelangi.
Ke tujuh warna sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda.
Berdasar
urutan panjang gelombangnya dari panjang ke pendek adalah meliputi
sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Tetapi tidak

semua jenis sinar tersebut dimanfaatkan atau diserap secara optimal


oleh tumbuhan. Coba perhatikan grafik penyerapan cahaya matahari
oleh klorofil pada gambar x7.
Klorofil menyerap semua warna sinar, kecuali sinar hijau. Sinar yang
paling
banyak diserap untuk fotosintesis adalah sinar merah ( 700 nm) dan
biru ( 450
nm). Jenis sinar yang lain juga diserab energinya walaupun dalam
tingkat yang
lebih rendah. Sinar hijau justru dipantulkan oleh klorofil, sehingga daun
tampak
berwarna hijau. Untuk fotosintesis dibutuhkan intensitas cahaya
minimal tertentu. Pada intensitas cahaya yang kurang, fotosintesisnya
akan lambat. Sebaliknya, pada intensitas yang lebih tinggi, fotosintesis
akan lebih cepat. Hal itu nyata, terutama pada tumbuhtumbuhan
rumput, seperti jagung, tebu dan golongan rumput yang lain. Kadar
CO2 juga menjadi faktor penting. Fotosintesis cenderung meningkat
bila kadar CO2-nya lebih tinggi. Sebaliknya, keberadaan O2 justru akan
menghambat fotosintesis.
TIPE-TIPE FOTOSINTESIS
Berdasarkan senyawa pertama yang dibentuk dari hasil fiksasi atau
pengikatan
CO2, fotosintesis dibedeakan menjadi dua tipe, yaitu tipe C3 dan C4.
1) Tipe C3, senyawa pertama yang dibentuk dari hasil fiksasai CO2 dari
luar
(udara / atmosfir) adalah senyawa asam organik 3 karbon (3-C), yaitu
Asam
Fosfogliserat (PGA). Proses reaksi ini langsung menjadi bagian dari
daur
Calvin. Enzim yang membantu pengikatan CO2 adalah RubisCo
(Ribulosa
Bifosfat Karboksilase Oksigenase). Oleh RubisCo, CO2 digabungkan
dengan
senyawa gula sederhana 5-C yaitu Ribulosa di(bi)-fosfat (Ru-BP).
2) Tipe C4, senyawa pertama yang dibentuk dari fiksasi karbon dari
udara bebas
adalah berupa asam organik 4 karbon (4-C), yaitu Asam Oksalo Asetat
(OAA). Senyawa OAA akan segera diubah menjadi :
1) Asam Malat, atau cahaya matahari
2) Aspartat
Zat CO2 udara (senyawa 1-C) ditangkap oleh enzim PEP-karboksilase.
Oleh
enzim itu, CO2 akan digabungkan dengan senyawa PEP (fosfoenolpiruvat ;
senyawa 3-C) menjadi asam organik 4-C , yaitu OAA.
Selanjutnya, kedua senyawa itulah yang akan menjadi sumber CO2
untuk

sintesis gula dalam daur Calvin. Artinya, CO2 yang ditangkap oleh
enzim
RubisCo untuk membentuk zat gula dalam daur Calvin tidak langsung
diambil
dari CO2 udara bebas, melainkan dari hasil pemecahan asam Malat
atau
Aspartat.
Pada tumbuhan yang tipe fotosintesisnya C-4 (tumbuhan C-4),
peristiwa
pengikatan CO2 udara bebas terjadi di sel-sel mesofil daun. Sedangkan
reaksi
penyusunan zat gula (daur Calvin) terjadi di sel-sel seludang berkas
angkutan di
daun. Jadi ada proses transpor asam organik sumber CO2, yaitu
transpor malat atau
aspartat, dari daerah sel-sel mesofil daun menuju sel seludang berkas.
Bentuk
timbunan sumber CO2 ini tergantung dari jenis tumbuhan C-4 nya.
Penemu adanya
tipe fotosintesis ini adalah Hatch and Slack, maka daur fotosintesisnya
juga disebut
daur Hatch Slack. Pada tumbuhan C-4, zat gula dibentuk atau
ditemukan di sel
seludang berkas, bukan di sel mesofil daun.
Keunggulan tumbuhan C4 dibanding tumbuhan C-3 antara lain adalah :
1. Lebih tahan terhadap lingkungan yang terik dan kering
2. Proses fotosintesis lebih efektif, terutama pada intensitas dan kadar
CO2 yang
lebih tinggi
3. Penghambatan fotosintesis oleh O2 lebih rendah karena rasio CO2 /
O2 dalam
jaringan daun lebih besar. Fotorespirasi-nya lebih rendah.
BEDA PERANGKAT FOTOSINTESIS C-3 DAN C-4
Antara tumbuhan C3 dan C4 terdapat perbedaan yang cukup menyolok
pada
perangkat dan aktivitas fotosintesisnya.
Hal Tumbuhan C-3 Tumbuhan C-4
1 Daun Calvin Ada (di matrik stroma kloroplas sel mesofil)
Ada(di matriok stroma kloroplas sel seludang)
2 Penerima CO2 dari udara bebas Ru-BP PEP
3 Enzim pengikat CO2 udara bebas RubisCo PEP karboksilase
4 Produk awal fiksasi CO2 udara Asam fosfo-gliserat
(PGA) Asam Oksalo-asetat (OAA)
5 Daya ikat enzimkarboksilase thdp CO2 Sedang Besar
6 Tempat fotosintesis Jaringan mesofil saja Mesofil dan seludangberkas
7 Kloroplas Satu jenis,Relatif kecil, Grana-stroma berkembang
Dua Jenis :
- Kloroplas mesofil kecil

- Kloroplas sel seludang


besar, tetapi grana tidak berkembang
8 Penghambatan fotosintesis oleh adanya O2 (Fotorespirasi) Besar
Kecil
FOTOSINTESIS TIPE CAM
Selain tipe C3 dan C4, terdapat tipe fotosintesis lain, yaitu tipe
Crassulacean Acid
Metabolism (CAM). Fotosintesis tipe CAM pada dasarnya mirip dengan
tipe C-4,
dilakukan oleh beberapa golongan tumbuhan yang hidup di gurun.
Gurun memiliki kondisi udara (klimatik) dan tanah (edafik) yang
sangat ekstrim. Pada siang hari, matahari sangat terik, udara panas,
dan udara kering (kelembaban rendah). Di samping itu, tanah gurun
sangat kering, tandus dan berbatu. Untuk menghindari kehilangan air
jaringan yang berlebih, maka stoma menutup di siang hari dan
membuka di malam hari. Karena itu, fotosintesis tumbuhan CAM terjadi
dalam dua waktu, yaitu siang dan malam. Fiksasi CO2 dilakukan pada
malam hari saat stoma membuka. Sedangkan siangnya terjadi
aktivitas penyusunan zat gula melalui daur Calvin.
Hasil fiksasi CO2 dari udara bebas adalah berupa asam organik 4-C,
yaitu
OAA, seperti pada tumbuhan C-4 umumnya.OAA ini akan segera
diubah menjadi asam malat dan ditimbun di vakuola sel. Pada
sianghari, asam malat akan pecah untuk melepaskan CO2. Peristiwa ini
disebut dekarboksilasi. Selanjutnya, CO2 tersebut digunakan untuk
menyusun zat gula melalui daur Calvin.
TUMBUHAN C-3, C-4 DAN CAM
Pada umumnya, terutama dari golongan tumbuhan dikotil, tipe
fotosintesisnya
adalah tipe C-3. Sedangkan tumbuhan monokotil umumnya melakukan
fotosintesis tipe C-4. Berikut beberapa contoh golongan tumbuhan dan
tipe fotosintesisnya
2. Mengetahui Bagaimana siklus karbon
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia di mana karbon dipertukarkan
antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi (objek astronomis
lainnya bisa jadi memiliki siklus karbon yang hampir sama meskipun
hingga kini belum diketahui).
Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang
dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut adalah
atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk pula freshwater
system dan material non-hayati organik seperti karbon tanah (soil
carbon)), lautan (termasuk karbon anorganik terlarut dan biota laut
hayati dan non-hayati), dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil).
Pergerakan tahuan karbon, pertukaran karbon antar reservoir, terjadi
karena proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermaca-

macam. Lautan mengadung kolam aktif karbon terbesar dekat


permukaan Bumi, namun demikian laut dalam bagian dari kolam ini
mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer.
Neraca karbon global adalah kesetimbangan pertukaran karbon (antara
yang masuk dan keluar) antar reservoir karbon atau antara satu
putaran (loop) spesifik siklus karbon (misalnya atmosfer - biosfer).
Analisis neraca karbon dari sebuah kolam atau reservoir dapat
memberikan informasi tentang apakah kolam atau reservoir berfungsi
sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon dioksida.

Karbon adalah salah satu unsur yang paling umum


ditemukan dalam organisme hidup. Rantai molekul karbon
membentuk tulang punggung dari banyak molekul organik,
seperti karbohidrat, protein, dan lipid. Karbon terus berputar
diantara organisme hidup dan atmosfer (Gambar di bawah).
Yaitu perputaran karbon terjadi melalui siklus karbon.

Organisme hidup tidak dapat membuat karbon mereka sendiri,


jadi bagaimana karbon dimasukkan ke dalam organisme hidup?

Di atmosfer, karbon dalam bentuk gas karbon dioksida (CO2).


Ingat bahwa tanaman dan produsen lainnya menangkap karbon
dioksida dan mengubahnya menjadi glukosa (C6H12O6) melalui
proses fotosintesis. Kemudian ketika hewan memakan tanaman
atau hewan lain, mereka mendapatkan karbon dari organisme
tersebut.

Persamaan kimia fotosintesis adalah 6CO2 + 6H2O


C6H12O6 + 6O2.
Bagaimana karbon ini pada makhluk hidup akhirnya kembali ke
atmosfer? Ingat bahwa kita bernafas mengeluarkan karbon dioksida.
Karbon dioksida ini dihasilkan melalui proses respirasi selular, yang
memiliki reaksi kimia sebaliknya seperti fotosintesis. Itu berarti ketika
sel-sel kita membakar makanan (glukosa) untuk energi, karbon
dioksida dilepaskan. Kita, seperti semua binatang, menghembuskan
karbon dioksida ini dan mengembalikannya kembali ke atmosfer. Juga,
karbon dilepaskan ke atmosfer ketika organisme mati dan terurai.

3. Mengetahui dampak pemanfaatan lahan bagi siklus karbon


Pada akhir produksi siklus karbon, karbon atmosfer secara terus
menerus diisi ulang dengan proses sebagai berikut: respirasi tumbuhan
dan hewan dan pembusukan mereka, pembakaran bahan bakar fosil,

reaksi kapur, pelepasan karbon dioksida dengan daerah hangat dari


laut; dan letusan gunung berapi. Pembakaran bahan bakar fosil
manusia telah sedikit mengetuk siklus karbon global atau anggaran
belanja tidak seimbang, sehingga suasana dengan peningkatan tingkat
karbon dioksida
Biosfer berisi sekitar 600 gigaton karbon, mewakili pool karbon yang
paling kental di Bumi. Melalui siklus karbon, karbon beredar dalam dan
keluar

dari

biosfer

sebagai

tanaman

dan

hewan

respirasi,

mengekskresikan, binasa, dan melakukan fotosintesis. Tanah dalam


bentuk bahan organik, tanaman dan hewan yang menjadi ketika
mereka mati, mengandung sekitar 1.500 gigaton karbon. Beberapa
karbon ini tenggelam jauh ke dalam Bumi ke batuan sedimen, tidak
pernah muncul ke permukaan lagi. Beberapa mencapai lautan dan
larut. Lautan dalam mengandung sejumlah besar karbon, sekitar
38.000 gigaton.
Cara

lain

manusia

mempengaruhi

siklus

karbon

yang

dengan

membakar dan menebangi hutan. Penghapusan pohon memiliki efek


ganda pada siklus karbon. Pohon tidak bisa lagi menyerap karbon dari
atmosfer melalui fotosintesis. Selain itu, ketika manusia membakar
pohon dan tanaman, mereka melepaskan karbon terperangkap di
dalamnya, menambahkan karbon yang ke atmosfer.

Manusia juga memiliki dampak yang berlawanan dengan menanam


tanaman dan pohon yang secara alamiah tidak akan tumbuh. Program
reboisasi, peternakan pohon dan kebijakan penanaman kembali

penebang telah meningkatkan tutupan hutan di beberapa wilayah di


dunia, khususnya di Amerika Utara
4.Mengetahui pengaruh karbondioksida yang terlal tinggi pada
alam.
Karbondioksida (CO2)
Adalah senyawa kimia yang terdiri dari zat atom oksigen yang terikat
secara kovalen dengan sebuah atom karbon, berdasarkan volume ratarata konsentrasi karbondioksida di atmosfer bumi 387 ppm. Jumlah ini
dapat bervariasi tergantung dari lokasi dan waktu. Karbondioksida
dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi dan
mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan
pada proses fotosintesis. Karbondioksida tidak mempunyai bentuk cair
pada tatanan dibawah 5,1 atm namun langsung terjadi padat pada
temperatur dibawah -78 C. Dalambentuk padat, karbondioksida
umumnya disebut sebagai es kering. CO2 adalah oksida asam, larutan
CO2 mengubah warna lakmus biru menjadi merah muda. Pada
keadaan standar, rapatan karbondioksida sekitar 1,98 kg/m2. Kira-kira
1,5 kali lebih berat dari udara. Molekul karbondioksida (O=C=O)
mengandung dua ikatan rangkap yang berbentuk linear. Senyawa ini
tidak begitu reaktif dan tidak mudah terbakar, namun bisa membantu
pembakaran garam seperi magnesium. Selain Oksigen (O2) yang
berperan dalam proses pernapasan manusia, karbondioksida (CO2)
juga berperan dalam proses pernapasan manusia. Selain itu,
karbondioksida menyebabkan buah dalam minuman yang menguap
atau bersuara mendesis ketika kemasannya dibuka. Karbon dioksida
(CO2) merupakan gas hasil pernapasan. Gas ini sangat diperlukan
tumbuhan untuk proses fotosintesis. Dalam udara, karbon dioksida
berfungsi sebagai penyimpan panas yang dipancarkan oleh bumi. Jika
di atas permukaan bumi tidak ada karbon dioksida, bumi akan menjadi
sangat dingin. Namun jika terlalu banyak karbon dioksida maka
permukaan bumi akan menjadi sangat panas.
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:
1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa
untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan
melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap
karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan
yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.

2. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin
dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut
tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa
massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau
interior laut (lihat bagian solubility pump).
3. Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan
produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang
mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk
cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras.
Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat
bagian biological pump).
4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya,
proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang
siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat
tidak memiliki efek netto terhadap CO 2 atmosferik karena ion
bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya
dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang
sebaliknya (reverse reaction).
Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
1. Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal
ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya
penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi
karbon dioksida dan air.
2. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur
dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan
tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon
dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak
tersedia oksigen.
3. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon
yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang
lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu
bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas
alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama
jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan
penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau
gamping atau kalsium oksida, dihasilkan dengan cara
memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan
menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.

5. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon


dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan
gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon
dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke
atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon
dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat;
Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan
memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak
berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam
skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun.
Pencemaran Udara Oleh Kadar Karbondioksida yang Berlebih
Karbondioksida, suatu gas yang penting, tetapi keberadaannya yang
tidak seimbang akan membuat fenomena alam yang mampu merusak
bumi. Mulai dari tenggelamnya beberapa pulau di dunia sampai
musnahnya beberapa jenis spesies di bumi. Oleh karena itu kadar
konsentrasi karbondioksida yang sesuai harus dipertahankan.Dan
komposisi karbondioksida dalam udara bersih seharusnya adalah 314
ppm.
Karbondioksida yang berlebihan efeknya :

Melubangi lapisan Ozon

Efek rumah kaca, cahaya & panas matahari yang masuk kebumi
tidak dapat di lepas ke luar angkasa secara kosmis.

Meningkatkan suhu bumi secara global beberapa derajat

Mencairkan es kutub sehingga meningkatkan permukaan air laut

Saat ini, pemanasan global telah menjadi isu global yang semakin
penting di dunia dan diketahui telah menyebabkan beberapa dampak
negatif bagi kehidupan manusia. Salah satu indikator yang digunakan
dalam menganalisis isu pemanasan global adalah bertambahnya gas
rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan manusia.
Sejauh ini, berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk
mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman
kembali (reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan
terbarukan, dan pemanfaatan berbagai teknologi carbon capture and
storage (CCS).
Reboisasi
Salah satu cara untuk mereduksi keberadaan kadar karbondioksida

yang berlebih adalah dengan penghijauan.Beberapa tanaman akan


sangat baik dalam penyerapan CO 2. Widyastama (1991) dalam Dahlan
(1992) menyatakan bahwa tanaman yang baik sebagai penyerap gas
CO2 adalah damar (Agathis alba), daun kupu kupu (Bauhinia
purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia
auricoliformis) dan beringin (Ficus javanica). Menurut Sugiarti (1998),
Flamboyan (Delonix regia) dan kembang merak (Caesalpinia
pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap gas
karbondioksida dan sekaligus relatif kurang terganggu oleh
pencemaran udara. (Sumber Rosa 2005).
Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa
tanaman yang tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan
bermotor adalah kembang merak, trembesi, angsana, asam londo,
flamboyan, kupu kupu, saputangan, kaliandra, sengon, nyamplung,
kenanga, mahoni, eboni, krey payung, kesumba, glodokan, akasia
aurikuliformis dan salam. Adapun tanaman yang tergolong sangat
tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah akasia
mangium, sawo kecik, kayu manis, kayu putih, beringin dan kenari
diacu dalam (Abrarsyah 2002)
Startegi Menurunkan Emisi Karbon
15 strategi untuk menurunkan emisi karbon. Setiap strategi, jika
dilakukan dalam waktu 50 tahun, akan dapat mengurangi emisi karbon
sebesar 1 milyar ton karbon per tahun. Stategi tersebut antara lain:
1. Meningkatkan efisiensi bahan bakar bagi 2 milyar mobil menjadi
dua kali lipat ( dari 30 mil per galon menjadi 60 mil per galon).
Indonesia harus siap dengan kendaraan yang berbahan bakar
alternatif, seperti gas, air, dan udara.
2. Mengurangi setengahnya jarak rata-rata per tahun yang
ditempuh setiap mobil (dari 10.000 mil ke 5.000 mil). Bisa juga
melalui
pengembangan
transportasi
massal.
Faktanya transportasi masal di Indonesia masih banyak
menggunakan bahan-bakar dengan tingkat polutan yang sangat
tinggi.
3. Meningkatkan efisiensi bangunan (heating, cooling, lighting and
aplikasi elektronik lainnya) sebesar 25%.
4. Meningkatkan efisiensi pembangkit listrik tenaga batubara dari
40%
ke
60%
Masih jarang nih di Indonesia yang memakai Batubara.Tetapi
batubara walaupun polutannya rendah tapi pelepasan
karbonnya cukup banyak.

5. Menangkap dan menyimpan karbon di bawah tanah dari 800


pembangkit atau pabrik skala besar berbahan bakar batu bara
atau 1.600 pembangkit atau pabrik skala besar berbahan bakar
gas.
6. Memproduksi bahan bakar hidrogen dari
bara/bahan bakar fosil bagi satu milyar mobil.

turunan

batu

7. Memproduksi bahan bakar sintetik dari turunan batu bara


sebesar 30 juta barrel per hari.
8. Menggantikan 1.400 pembangkit listrik tenaga batubara skala
besar (1 milyar watt) dengan pembangkit listrik tenaga gas.
9. Meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga nuklir menjadi tiga
kali lipat.
10.Meningkatkan pembangkit listrik tenaga angin sebesar 25 kali
kapasitas yang ada sekarang (atau 2 juta pembangkit tenaga
angin kapasitas 1 megawatt).
11.Meningkatkan listrik tenaga surya sebesar 700 kali kapasitas
yang ada sekarang (atau 2000 gigawatt). Ini merupakan energi
alternatif yang sangat potensial di Indonesia
12.Meningkatkan pembangkit hidrogen tenaga angin, untuk
membuat bahan bakar hidrogen bagi mobil, sebesar 50 kali
kapasitas yang ada sekarang.
13.Meningkatkan produksi biofuel sebesar 50 kali kapasitas yang
ada sekarang.
14.Menghentikan penggundulan hutan atau deforestasi, dan
merehabilitasi atau menghutankan kembali 400 juta hektar
lahan di daerah temperata atau 300 juta hektar lahan di daerah
tropis.
15.Memperluas upaya konservasi tanah tanah pada semua lahan
pertanian.
Status emisi karbon global pada 2007 adalah 8 milyar ton per
tahun.Tanpa ada upaya untuk menguranginya, pada tahun 2057 akan
mencapai 16 milyar ton per tahun. Berarti menaikan suhu bumi 5
derajat celcius.Jika kita menjalankan 8 strategi di atas maka suhu bumi
naik 3 derajat. Jika menjalankan 12 strategi maka suhu bumi hanya
naik 2 derajat, batas aman kenaikan suhu bumi yang tidak ingin
dilampaui oleh para ilmuwan.Idealnya tentu menjalankan ke 15

strategi tersebut sehingga kenaikan suhu bumi berada di bawah 2


derajat.
Penanganan Karbondioksida yang Berasal dari Pembakaran Bahan
Bakar Fosil
Masalah utama yang menjadi pembicaraan ilmuan seluruh dunia
adalah resiko terjadinya pemanasan global. Gas-gas yang terjadi
secara alami di atmosfer membantu mangatur suhu bumi dan
menangkap radiasi lain atau dikenal sebagai green house effect (efek
rumah kaca). Kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil,
menghasilkan gas rumah kaca yang pada akhirnya berakumulasi di
atmosfer. Pembentukan gas tersebut menyebabkan terjadinya efek
rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global dan
perubahan iklim.
Batu bara adalah salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang
ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan manusia. Gas rumah kaca yang
terkait dengan batu bara termasuk metana, karbon dioksida, dan
oksida nitro. Gas metana keluar dari tambang batu bara dalam,
sedangkan karbon dioksida dan oksida nitro keluar dari batu bara yang
digunakan untuk membangkitkan listrik atau proses industri seperti
produksi
baja
dan
pabrik
semen.
Penggunaan energi batu bara juga tidak luput dari penyebab
munculnya polusi seperti oksida belerang dan nitrogen (SO x dan NOx),
serta partikel dan unsur lain seperti merkuri. Masalah yang baru adalah
emisi karbon dioksida (CO2). Lepasnya CO2 ke atmosfer dari aktivitas
manusia atau sering disebut emisi antropogenik memiliki keterkaitan
dengan pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil adalah
sumber utama dari emisi antropogenik dai seluruh dunia.
Untuk mananggulangi permasalahan yang muncul dari penggunaan
batu bara, kemudian muncul clean coal technology (CCT) yang
merupakan salah satu teknologi yang mampu meningkatkan kinerja
lingkungan batu bara. Teknologi tersebut mengurangi emisi, limbah,
dan meningkatkan jumlah energi yang diperoleh dari setiap ton batu
bara.
Pemilihan teknologi tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Teknologi yang mahal dan sangat maju tidak mampu
diadopsi
oleh
negara
miskin
dan
berkembang.
Langkah pengurangan emisi karbon dioksida dari pembakaran batu
bara adalah pengembangan dalam efisiensi termal dari pembangkit
listrik tenaga uap. Efisiensi termal merupakan tindakan efisiensi
konversi keseluruhan untuk membangkitkan tenaga listrik. Semakin
tinggi tingkat efisiensinya maka semakin besar pula energi yang
dihasilkan.
Penggunaan batu bara di masa akan datang harus mampu negurangi
emisi CO2. Banyak metode yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut

seperti dengan peningkatan tingkat efisiensi. Salah satu metode yang


paling menjanjikan di masa depan adalah Carbon Capture and Storage
(CCS-Tangkapan
dan
Penyimpanan
Karbon).
CCS memungkinkan emisi karbon dioksida untuk dibersihkan dari
aliran buanga pembakaran batu bara atau pembentukan gas dan
dibuang sedemikian sehingga karbon dioksida tidak masuk ke
atmosfer. Teknologi yang memungkinkan penangkapan CO 2 dari aliran
emisi telah digunakan untuk menghasilkan CO 2 murni dalam industri
makanan
dan
kimia.
Setelah CO2 ditangkap, penting bahwa CO2 dapat disimpan secara
aman dan permanent. Ada beberapa metode penyimpanan.
1. Karbon dioksida dapat diinjeksikan ke dalam sub permukaan
bumi, teknik yang dikenal sebagai peyimpanan secara geologis.
Teknologi ini memungkinkan penyimpanan CO 2 secara permanen
dalam jumlah yang besar dan teknologi ini merupakan opsi
penyimpanan yang pernah dikaji secara lengkap. Selama tapak
dipilih secara hati-hati, CO2 dapat disimpan untuk waktu yang
lama dan dipantau untuk memastikan tidak ada kebocoran.
2. Minyak tanpa gas dan reservoir gas merupakan pilihan penting
untuk
penyimpanan
secara
geologis.
Estimasi
akhir
memperkirakan bahwa lapangan minyak tanpa gas memiliki
kapasitas total CO2 sebanyak 126 gigaton. Reservoir gas alam
tanpa gas memiliki kapasitas penyimpanan sebanyak 800
gigaton.
3. Dapat pula disimpan dalam batuan reservoir air garam jenuh
dalam
sehingga
memungkinkan
negara-negara
untuk
menyimpan
CO2
selama
ratusan
tahun.
Kapasitas
penampungannya diperkirakan berkisar antara 400 10.000
gigaton.
Penyimpanan CO2 memiliki manfaat ekonomi dengan meningkatkan
produksi minyak dan metan lapisan batu bara. CO 2 dapat digunakan
sebagai pendorong minyak dari strata bawah tanah. Selain itu
penyimpanan CO2 dapat meningkatkan produksi gas metan lapisan
batu bara sebagai hasil sampingan yang sangat berharga. Dan sesuai
dengan tujuan awal, penangkapan karbon mampu mengurangi CO 2 di
atmosfer dalam jumlah yang besar.
Teknologi Penyerapan Karbondioksida dengan Kultur Fitoplankton
Selain potensinya yang besar sebagai sumber bahan baku bagi energi
baru dan terbarukan, mikroalga (fitoplankton) juga dapat berperan
dalam menurunkan emisi gas CO2 di atmosfer. Mikroalga sebagai
tumbuhan mikroskopis bersel tunggal yang hidup di lingkungan yang

mengandung air, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan


sinar matahari sebagai sumber energi dan nutrient anorganik
sederhana seperti CO2, komponen nitrogen terlarut dan fosfat.
Kemampuan fitoplankton untuk berfotosintesis, seperti tumbuhan
darat lainnya, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap
CO2. Berdasar reaksi fotosintesis disimpulkan bahwa jumlah CO2 yang
dipakai oleh fitoplankton untuk fotosintesis adalah sebanding dengan
jumlah
materi
organik
C6H12O6
yang
dihasilkan.
Alasan utama pemilihan fitoplankton sebagai biota yang dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi emisi CO2 adalah
karena meskipun jumlah biomasa fitoplankton hanya 0,05% biomassa
tumbuhan darat namun jumlah karbon yang dapat digunakan dalam
proses fotosintesis sama dengan jumlah C yang difiksasi oleh
tumbuhan darat (~50-100 PgC/th) (Bishop & Davis, 2000). Selain
itu,sistem alga diketahui mampu menghilangkan CO2 (dan NOx) dari
cerobong asap dimana untuk keperluan itu diperlukan teknologi
pembudidaya
alga
berupa
fotobioreaktor.
Dengan
teknologi
fotobioreaktor ini, tingkat produktivitas alga dapat ditingkatkan
menjadi 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya. Gas CO2
yang keluar dari cerobong asap selanjutnya dapat langsung
disambungkan ke fotobioreaktor dan dimanfaatkan oleh alga untuk
pertumbuhannya melalui mekanisme fotosintesis.
Percobaan fotobioreaktor telah memberikan hasil dan indikasi yang
positif akan kemampuan fitoplankton dalam mereduksi kandungan CO2
yang diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor. Fitoplankton jenis
Chaetoceros gracilis ini terbukti mampu beradaptasi dengan pH yang
lebih rendah dari kondisi inokulasinya. Namun demikian karena
percobaan ini masih dalam tahap awal, maka percobaan-percobaan
selanjutnya serta penyempurnaan-penyempurnaan masih perlu
dilakukan agar dapat dihasilkan data yang lebih baik sehingga tujuan
dari studi ini dapat dicapai.
Padang rumput sumber biofuel unggulan masa depan.
Kebanyakan orang sudah semakin menyadari bahwa energi alternatif
pengganti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di masa
depan harus segera ditemukan dalam waktu dekat.Para peneliti dari
Universitas Minnesota berpendapat bahwa campuran dari rerumputan
padang rumput adalah sumber biofuels yang paling baik. Mereka
meyakini pendapat bahwa bahan bakar yang terbuat dari biomass
padang rumput adalah bahan bakar yang karbon negatif, maksudnya
bahwa dengan menggunakan biomass padang rumput akan
mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer. Lain halnya dengan
menggunakan ethanol jagung atau biodiesel kedelai yang merupakan
karbon positif, yaitu penggunaannya akan menambah kadar
karbondioksida pada atmosfer. Para peneliti tersebut bahkan

berpendapat bahwa dengan memproduksi bahan bakar yang terbuat


dari rerumputan di tanah/ladang yang sudah tidak layak tanam untuk
pertanian, akan mengurangi emisi karbondioksida global sampai 15%.
Walaupun pendapat ini tentu saja masih mendapatkan sanggahan dari
ahli
lainnya.
David Tilman, seorang profesor ekologi dari Universitas Minnesota dan
direktur dari Cedar Creek Natural History Area, merupakan ketua dari
proyek riset ini. Biofuels yang dibuat dari campuran keanekaragaman
tanaman padang rumput bisa mengurangi pemanasan global dengan
menyingkirkan karbon dioksida dari atmosfer. Juga kalau ditanam di
atas tanah tidak subur, mereka bisa menyediakan sebagian besar
keperluan energi global, dan membiarkan tanah yang subur untuk
produksi
makanan,
ujar
Tilman.
Berdasarkan pada 10 tahun penelitian di Cedar Creek Natural History
Area, studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tanah pertanian yang
ditanami dengan campuran tanaman padang rumput yang sangat
bermacam-macam dan tanaman berbunga lain menghasilkan 238
persen lebih banyak bioenergi rata-rata, daripada lahan sama yang
ditanami dengan berbagai tanaman padang rumput satu spesies,
termasuk
monocultures
switchgrass.
Sebab dasar mengapa keaneka-ragaman hayati menyebabkan efisiensi
yang lebih baik daripada monocultures sangat mudah untuk
dimengerti: beberapa tanaman tumbuh selama musin semi sedangkan
yang lain bertambah besar pada musim lain, oleh sebab itu mereka
melengkapi satu sama lain.
Apabila semua orang memperhitungkan pertumbuhan emisi gas rumah
kaca yang dihasilkan selama pertumbuhan, proses memanen,
mengangkut dan mengubah tanaman ke dalam bahan bakar serta
karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar dan
membandingkannya dengan jumlah karbondioksida yang dihirup oleh
tanaman-tanaman tersebut selama proses pertumbuhan, padang
rumput memiliki efisiensi 6-16 kali lebih baik daripada biji-bijian jagung
ethanol
atau
biodiesel.
Ini adalah perkembangan sangat besar, dan lebih baik lagi karena
rerumputan bisa berkembang dan tumbuh di daerah/ladang yang
sudah tidak layak lagi untuk digunakan sebagai lahan pertanian.
Kesimpulannya, dengan menanam beraneka ragam tanaman
(rerumputan) diatas 500.000.000 hektare lahan yang sudah tidak layak
pakai untuk pertanian, di seluruh dunia, akan bisa menggantikan
sekitar 13% dari konsumsi minyak global, dan mengurangi sekitar 15%
dari emisi karbon dioksida, taksiran Tilman dan koleganya. (House of
Wavega)
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat di ambil dari pemanfaatan lahan dengan
pembakaran ialah.

1. Hilang dan rusaknya habitat satwa liar


Hutan dan lahan gambut di Indonesia memiliki beragam satwa liar
yang hidup didalamnya. Beberapa wilayah hutan di Indonesia juga
merupakan kawasan Taman Nasional yang juga merupakan habitat asli
dan penting bagi sejumlah spesies yang dilindungi seperti bekantan,
beruang madu, owa-owa, Harimau dahan hingga orang utan.
Kebakaran hutan dan lahan gambut mengakibatkan dampak negatif
langsung bagi satwa-satwa tersebut sehingga statusnya kini terancam
punah. Hutan dan lahan gambut yang terbakar juga tidak akan bisa
dipulihkan seperti sedia kala, karena butuh ratusan tahun untuk
mendapatkan besar pohon serta keanekaragaman hayati yang biasa
terdapat alami di hutan tropis.
2. Meningkatkan emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim.
Lahan gambut dan hutan yang secara alami merupakan tempat untuk
menyerap gas CO2 bebas berlebih yang terdapat di atmosfer, memiliki
peran penting dalam mengendalikan perubahan iklim. Apabila lahan
gambut dan hutan terbakar maka justru akan melepaskan karbon dan
emisi gas lainnya ke udara sehingga berkontribusi dalam pemanasan
global yang kini terjadi di seluruh belahan dunia.
3. Mengganggu kesehatan manusia
Kebakaran hutan dan lahan gambut menyebabkan polusi udara dan
berdampak langsung bagi masyarakat yang tinggal disekitar wilayah
hutan baik yang dekat ataupun yang tinggal puluhan kilometer dari
lokasi kebakaran. Asap yang ditimbulkan dapat tersebar lebih dari
puluhan kilometer. Seperti kebakaran hutan riau lalu yang
mengakibatkan meningkatnya jumlah korban akibat ISPA (infeksi
saluran pernapasan) dan total masyarakat yang terpapar partikel asap
mencapai lebih dari 55 ribu jiwa dan puluhan sekolah terpaksa
diliburkan sepekan lebih.
4. Merugikan negara secara ekonomi
Akibat asap yang mengganggu wilayah sekitar lokasi hutan, banyak
aktivitas manusia yang terganggu hingga terpaksa berhenti mulai dari
sekolah hingga perdagangan. Oleh karena itu juga berdampak buruk
pada perputaran ekonomi di wilayah sekitar, sehingga mengalami
kerugian. Selain ekonomi, asap yang sampai ke wilayah negara
tetangga juga dapat berakibat buruk bagi hubungan bilateral
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai