Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah memberikan ancaman kepada para
pelaku dosa-dosa besar; yaitu musyrik (mempersekutukan
Allah), membunuh jiwa tanpa alasan, berzina; dengan siksaan
yang berlipat ganda di akhirat,

dan akan kekal di dalam

nereka dengan keadaan hina dina karena keburukan dan


besarnya pelanggaran yang diperbuatnya.
Fiqh Jinayah adalah Fiqh yang mengatur cara-cara
menjaga dan melindungi Hak Allah dan Hak Individu dari
tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut hukum.
Dalam azas-azas Hukum Pidana Islam dibicarakan tentang
pengertian tindak pidana ( jarimah ), macam jarimah, unsureunsur jarimah yang meliputi aturan pidana, perbuatan pidana
dan pelaku pidana. Kemudian dibahas tentang sumber-sumber
aturan pidana islam, kaidah-kaidah dalam penafsiran hukum,
azas legalitas, masa berlakunya aturan pidana dan lingkungan
berlakunya aturan pidana.
Jinayah menurut fuqaha ialah perbuatan atau perilaku
yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi
atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang
yang lain dengan sengaja.
Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahankesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh
atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang
lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib di
kenakan hukuman qisas atau diyat.

Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal


fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang
umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang
wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.
Jinayat menurut tradisi syariat Islam ialah segala
tindakan

yang

dilarang

oleh

hukum

syariat

untuk

melakukannya yakni perbuatan itu harus dihindari. Hukuman


yang bersifat materi ini ini dikompirmasikan bahwa Islam
meletakkan penghormatan terhadap jiwa, sehingga tidak ada
seorang pun yang menganggap remeh masalah ini. Selain
menghormati jiwa, Islam pun memandang berbagai aspek
yang berhubungan dengan kemaslahatan umat banyak,
sehingga jelaslah jinayat itu penting untuk dipelajari dan
digunakan dalam tatacara kehidupan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukuman Kepada Kriminal Perzinaan
Allah SWT telah memberikan ancaman kepada para pelaku
dosa-dosa

besar;

yaitu

musyrik

(mempersekutukan

Allah),

membunuh jiwa tanpa alasan, berzina; dengan siksaan yang


berlipat ganda di akhirat,

dan akan kekal di dalam nereka

dengan keadaan hina dina karena keburukan dan besarnya


pelanggaran yang diperbuatnya. Sebagaimana firman Allah:



( )































( )











()












Artinya: dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang
lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan
tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya); (yakni) akan
dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan
kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina; kecuali orangorang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh,,,
(QS: 25: 68-70).
Oleh karena itu, maka barangsiapa yang telah terjerumus
kepada dosa-dosa besar tersebut, hendaklah segera bertobat
kepada Allah dengan tobat nashuha, yaitu tobat yang dibarengi
dengan iman yang benar dan perbuatan baik. Allah berfirman:


()














Artinya: dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang


yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan
yang benar (QS: 20:82).
Maka diharapakan kepada semua umat Islam (laki-laki dan
perempuan), untuk benar-benar menghindar dari perbuatan keji
dan

dosa

besar

itu

dengan

segala

sesuatu

yang

bisa

mendekatkan kepadanya, termasuk berpacaran bebas. Dan


bersegeralah melakukan tobat nashuha terhadap apa yang telah
terjadi sebelumnya, karena Allah akan mengampuni orang-orang
yang

bertobat

dengan

sungguh-sungguh

dan

akan

menghapuskan segala dosa-dosanya.1


Hukuman Paling Berat Bagi Pelaku Zina:
Allah berfirman:

Artinya:

dan

(terhadap)

para

wanita

yang

mengerjakan

perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu


(yang

menyaksikannya).

Kemudian

apabila

mereka

telah

memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu)


dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai
Allah memberi jalan lain kepadanya. (QS: 04: 15)




















Artinya: dan terhadap dua orang (laki-laki dan perempuan)
yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah
hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat

1 Khollaf, Abdul Wahab. Terjemah Khulashoh Tarikh Tasyri Islam. 1974.


Semarang : Sala

dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya


Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS: 04: 16)














Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera,
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada
Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
(QS: 24: 2).
Tiga ayat agung di atas, dua dari surah an-Nisaa dan satu
dari surah an-Nur, menunjukkan betapa besarnya dampak
negatif dari perbuatan zina, dari berbagai skalanya; zina dapat
merusak

stabilitas

kehidupan

bermasyarat,

yang

akan

berdampak kepada pergaulan bebas tanpa ikatan pernikahan;


perzinaan juga akan memutuskan hubungan silaturahim, dan
menghambat garis keturunan di mana akan lahir dari hubungan
gelap itu anak-anak haram, yang tidak jelas nasabnya. Dan
masih banyak sekali pengaruh buruk dari perzinaan itu yang
tidak bisa disebutkan di sini secara terperinci. (Lihat: Kitab-kitab
fiqhi). Oleh karena itu Allah SWT memberikan hukuman khusus
dan unik bagi pelakunya, seperti tahan rumah seumur hidup,
penyiksaan tanpa dibatasi, dan terakhir hukuman dera atau
cambuk.
Adalah rahmat menyeluruh bagi syariat Islam, seperti juga
pada penerapan hukum-hukum lainnya, ia tidak menepkan
hukuman pidana perzinaan secara spontan tetapi melalui tiga
tahapan pendidikan penting: Tahap pertama, tahanan rumah
secara mutlak atau sampai Allah menentukan jalannya; kedua,

penyiksaan fisik dan psikis tanpa batas; Kemudian

ketiga,

adalah hukuman pidana cambuk, yaitu hukuman final dari alQuran yang ditegaskan pada surah an-Nur.
Jadi tidak ada hukuman Rajam "kejam" di dalam al-Quran;
yaitu menanam manusia hidup-hidup di dalam tanah hingga
batas leher, lalu dilempari kepalanya secara keroyokan dengan
batu sampai mati, tanpa rasa prikemanusiaan. Hukuman rajam
itu

adanya

di

dalam

kitab

Taurat

Yahudi,

yang

sudah

diamendemen oleh tiga ayat al-Quran di atas, kita akan jelaskan


nanti). Adapu tahapan-tahapan penerapan hukuman pidana zina
dalam al-Quran, sebagai berikut:2

Tahap

Pendidikan

Pertama:

Pidana

Kurungan

Seumur Hidup:
Allah berfirman pada surah an-Nisaa ayat ke-15:

Artinya:

dan

(terhadap)

para

wanita

yang

mengerjakan

perbuatan keji;
Kalimat al-Fahisyah (perbuatan keji) pada ayat ini, meliputi
segala prilaku buruk yang dapat dilakukan oleh seorang isteri
(perempuan), termasuk pengkhianatan terhadap suami, kumpul
kebo,

berselingkuh

berpacaran

bebas.

dengan
Tetapi

pria

idaman

mayoritas

lain

ulama

(PIL),

dan

menafsirkan

perbuatan keji di sini sebagai zina, karena perbuatan itulah


merupakan

bentuk

perbuatan

pidana

yang

paling

keji,

sebagaimana pada firman Allah:






()






Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya


zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu prilaku
yang buruk. (QS: 17: 32).
2 Ali, Zainudin, 2006. Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, hal. 72

Allah SWT pada tahap pertama ini lebih memfokuskan hukuman


kepada perempuan, karena pada awal Islam kaum perempuan di
kenal

hidupnya

sangat

eksklusif,

mereka

terjaga

dan

tersembunyi dalam kamar gelap di rumah masing-masing, dan


hampir dipastikan kaum laki-laki tidak mempunyai kesempatan
untuk melihat atau mengenal mereka. Maka jarang terjadi
perselingkuhan dari pihak laki-laki, dan ditambah lagi tradisi
Quraisy pada saat itu mempercepat pernikahan bagi anak lakilaki yang sudah cukup umur.
Namun kenyataan kasus-kasus yang banyak terjadi justru
perempuan yang sering menggoda pihak laki-laki, dan tidak
jarang menjebak PIL-PIL mereka dibalik kamar-kamar gelapnya
tersebut, terutama ketika suaminya sedang bepergian lama. Dan
al-Quran juga sudah memperingatkan bahwa: Sesungguhnya
tipu daya perempuan amat-lah besar (QS: 12: 28), oleh karena
itu mereka diberi ancaman pidana kurungan rumah seumur
hidup atau sampai Allah memberi jalan yang terbaik bagi
mereka,

sebagaimana

dijelaskan

pada

sambungan

ayat

berikutnya.
Firman Allah:










Artinya: hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya);
Yaitu pelaksaan hukuman kurungan rumah itu harus disaksikan
oleh empat orang saksi muslim, baligh, merdeka dan berakal.
Syarat-syarat persaksian ini akan kita jelaskan nanti. Lalu, Allah
SWT menentukan empat orang saksi tersebut, karena demi
menjaga

kehormatan

tersangka

dan

memelihara

stabilitas

masyarakat (tidak terjadi fitnah). Selanjutnya Allah berfirman:




















.




Artinya: Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian,
maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah
sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi
jalan lain kepadanya. (QS: 04: 15)
Penerapan hukuman pidana kurungan rumah seumur hidup yang
disebutkan pada ayat ini tidak berlangsung lama, karena Allah
telah memberikan jalan yang terbaik sebagaimana dijanjikanNya, dengan mengamendemen hukuman tahap pertama itu
dengan hukuman baru, yang lebih mendidik dan mencakup
pidana untuk kedua belah pihak, bukan hukuman hanya bagi
terpidana perempuan saja, tetapi termasuk juga di dalamnya
pihak laki-laki kalau terbukti melakukan tindakan perzinaan .

Tahap Pendidikan Kedua: Pidana Siksaan Fisik dan


Psikis Tidak Terbatas (Ditentukan Hakim):

Allah berfirman:

Artinya: dan terhadap dua orang (laki-laki dan perempuan)


yang melakukan perbuatan keji di antara kamu maka berilah
hukuman kepada keduanya;
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hukumun pada tahap
kedua ini lebih luas ditujukan kepada kedua terpidana (laki-laki
dan perempuan) secara bersamaan, jika keduanya benar-benar
divonis terbukti telah melakukan perbuatan keji zina tersebut.
Dan hukuman atau sanksi pengganti yang dibawah oleh ayat ke16 dari surah an-Nisaa ini; adalah hukuman fisik dan psikis
(penyiksaan),
penyiksaannya,

namun
tetapi

tidak

dibatasi

diserahkan

jenis

kepada

dan
hakim

bentuk
untuk

mempertimbangkan hukuman yang cocok diterapkan untuk


setiap terpidana.
Hukuman bagi kedua terpidana itu bisa dilakukan dengan
penyiksaan fisik seperti didera, dipukul atau penyiksaan psikis
misalnya diisolir, dan bisa juga dilakukan dua-duanya, yaitu
diberikan hukuman fisik dan psikis sekaligus misalnya keduanya
dimasukkan ke dalam penjara. Tujuannya adalah untuk membuat
kedua pelaku perbuatan zina atau perselingkuhan itu menjadi
jerah dan bertobat nashuha, serta berjanji tidak akan mengulangi
perbuatan keji itu lagi. Oleh karena itu Allah berfirman:



















Artinya: kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki
diri,

maka

biarkanlah

mereka.

Sesungguhnya

Allah

Maha

Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS: 04: 16).


Yaitu apabila keduanya sudah menjalani hukuman lalu keduanya
benar-benar bertobat dan mengerjakan amal kebaikan, maka
lepaskanlah keduanya atau bebaskanlah keduanya dari hukuman
itu. Karena Allah Maha pengampun dan menerima tobat hambaNya.

Tahap

Terakhir

dan

Hukuman

Final

Untuk

Pidana

perzinaan: Dera 100 kali:


Allah berfirman:















Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera;
Dengan turunnya ayat ke-2 dari surah an-Nur ini, maka putuslah
hukuman final bagi terpidana melakukan perzinaan, yaitu 100
kali dera untuk terpidana laki-laki merdeka, dan 100 kali dera
juga

untuk

terpidana

perempuan

merdeka.

Adapun

bagi

terpidana dari seorang perempuan yang berstatus hamba

sahaya, atau pembantu dibawah kekuasaan tuan (majikan),


maka di vonis setengahnya dari hukuman orang yang merdeka,
yaitu 50 kali dera. Karena kasus istimewa ini telah diatur pada
ayat lain dari surah an-Nisaa (QS: 04: 25), Allah berfirman:

















Artinya: kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji
(zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanitawanita merdeka.
Dengan demikian, maka hukuman pidana perzinaan pada ayat
ke-15 dan 16 dari surah an-Nisaa, yang dijelaskan sebagai
tahapan pendidikan pertama dan kedua di atas, secara otomatis
diamendemen oleh ayat pidana dera 100 kali bagi terpidana lakilaki merdeka atau terpidana perempuan merdeka dari ayat ke-2
dari surah an-Nur, dan dera 50 kali bagi terpidana perempuan
yang berada di bawah kekuasaan tuan (majikannya) dari ayat ke25 dari surah an-Nisaa. Dan sekaligus juga membatalkan
hukuman rajam yang tersebut di dalam kitab Taurat - Yahudi.
Firman Allah:
Artinya:

dan

janganlah belas


kasihan kepada keduanya

mencegah kamu;
Yaitu janganlah seorang hakim itu berbelas kasih, pilih kasih,
atau bisa juga berarti janganlah seorang penegak hukum itu
terpengaruh oleh iming-iming dan sogokan tertentu untuk
meringankan

hukuman

dera

bahkan

bisa

membebaskan

terpidana. Dengan begitu ia telah sengaja melanggar hukum


Allah yang sudah diundangkan di dalam al-Qur'an, sebagaimana
firman Allah berikutnya:

10

Artinya: untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman


kepada Allah, dan hari akhirat;
Yaitu dalam menjalankan syariat Allah, sebagaimana dalam
firman Allah yang lain pada kisah nabi Yusuf dan saudarasaudaranya: Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya
menurut undang-undang Raja (QS: 12: 76), yaitu dalam
memutuskan hukuman.
Ada juga yang menafsirkan untuk menjalankan ketaatan
pada perintah syariat Allah dalam memutuskan hukuman bagi
terpidana.

Kemudian

keterangan

ini

dijelaskan

pada

ayat

berikutnya: jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,


ini adalah sebuah tantangan yang memotivasi, sebagaimana
kalau dikatakan: Jika kamu seorang laki-laki yang bertanggung
jawab maka laksanakanlah hukuman itu, atau ini adalah tindakan
seorang laki-laki sejati.
Firma Allah:




Artinya:

dan

hendaklah

(pelaksanaan)

hukuman

mereka

disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS:


24: 2).
Oleh karena itu, jika sudah dilaksanakan vonis hukuman
dera itu oleh pengadilan, berdasarkan syarat-syarat yang telah
ditetapkan syariat berupa pengakuan resmi dari kedua terpidana;
didukung oleh empat orang saksi dibawah sumpah dan buktibukti kuat yang memberatkan, maka laksanakanlah hukuman
dera itu dihadapan kesaksian orang-orang mukmin, sebagai
hukuman fisik dan psikis sekaligus yang sudah ditetapkan alQur'an, supaya pelaku jerah atas perbuatannya dan bertobat
untuk tidak mengulanginya lagi. Dan orang-orang mukmin yang
menyaksikannya juga sadar untuk tidak melakukan perbuatan

11

keji yang sama, karena takut didera dan malu dipertontonka di


depan orang banyak.
Itulah sebenarnya tujuan utama dari pelaksanaan hukuman
bagi setiap terpidana melakukan tindak kejahatan di dalam
syariat Islam, yaitu diberi pelajaran bagi pelaku kejahatan agar
jerah dan tidak mengulanginya lagi. Jika hukuman fisik dan psikis
itu tidak membuatnya juga jerah, sesungguhnya hukuman Allah
jauh lebih berat menanti di akhirat.
Jika ia bertobat maka janji Allah akan berpihak kepadanya,
Allah berfirman: dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi
orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap
di jalan yang benar (QS: 20:82). Jadi kita tidak berhak
menentukan jalan orang dengan memvonis mati diliang rajam,
sebelum memberi dia kesempatan bertobat kepada Allah. Karena
Allah sudah menegaskan dalam firman-Nya:



















Artinya: kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki
diri,

maka

biarkanlah

mereka.

Sesungguhnya

Allah

Maha

Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS: 04: 16).


Kasus Pelaksanaan Vonis Rajam Di Madinah Pada Masa Nabi:
Satu-satunya kasus vonis rajam yang pernah terjadi pada
awal kekuasaan Islam di Madinah, atas perintah nabi SAW
sebagai kepala pemerintahan, adalah terhadap dua orang Yahudi
tersangka melakukan perbuatan keji (zina). Nabi Muhammad
SAW sebagai kepala negara yang baru saja berdaulat, Beliau
menerapkan segala asas demokrasi yang kokoh; menghormati
keputusan hasil musyawarah-mufakat; mengayomi segala unsur
masyarakat yang ada dari berbagai etnik, ras dan agama;
melindungi

golongan

minoritas;

12

dan

memberikan

kebesan

menjalankan agama bagi pemeluk kepercayaan tertentu dengan


dasar pluralisasi dan toleransi beragama.
Oleh karena itu ketika dua orang Yahudi melakukan
pelanggaran

norma

yaitu

berzina,

nabi

Muhammad

SAW

memerintahkan di hukum berdasarkan kitab suci mereka sesuai


syarat-syarat yang ada, dan melalui pengadilan agama mereka
dibawah petunjuk nabi. Tersebutlah riwayat yang diceritakan oleh
Abu Daud (Kitab Sunan) dari Ibn Umar berkata:
Telah datang sekelompok orang-orang Yahudi kepada nabi
Muhammad SAW memintanya memimpin pengadilan atas suatu
kasus perzinaan yang terjadi dikalangan mereka, maka mereka
pun mengundang nabi datang ke majelis kaum Yahudi. Lalu
mereka menceritakannya kasus perzinaan kedua orang Yahudi
tersebut dan meminta nabi untuk memutuskan hukumannya. Di
dalam majelis mereka memberikan kepada nabi sebuah bantal
tempat duduk, kemudian nabi meminta diberikan sebuah kitab
Taurat, dan nabi membuka bantal yang didudukinya untuk
meletakkan kitab Taurat itu di atasnya.
Bahwa kasus rajam terhadap kedua terpidana pelaku zina
orang Yahudi di atas itu terjadi setelah turunnya ayat dera 100
kali dari surah an-Nur. Namun nabi Muhammad SAW tidak
menerapkannya

pada

kasus

tersebut

karena

beberapa

pertimbangan (menurut penulis), sebagai berikut:


1. Nabi SAW pada saat itu bertindak dalam kafasitas sebagai
seorang kepala negara kepada suatu bangsa majemuk, yang
di dalamnya terdiri dari berbagai etnik, ras dan agama, maka
Beliau menerapkan hukum pluralisme, yaitu menghormati
semua komponen yang ada di dalam masyarakat, termasuk
memberikan

kesempatan

dan

kebebasan

sepenuhnya

menjalankan adat, tradisi dan agama mereka; meskpun

13

semua keputusan hukuman harus di sahkan terlebih dahulu


oleh nabi.
2. Nabi

Muhammad

SAW

meskipun

dia

sebagai

seorang

penguasa, tetapi beliau tidak mau memaksakan hukum


agamaya kepada penganut agama lain yang berbeda. Dan hal
ini juga sudah dijelaskan di dalam al-Qur'an, Allah berfirman:
"Tidak ada pemaksaan dalam memeluk agama", dan firman
Allah: "Bagi kamu agamamu dan bagiku agamaku".
3. Allah

memerintahkan

kepada

nabi

untuk

memimpin

pemerintahan berdasarkan hukum kitab-kitab suci yang telah


diturunkan oleh Allah, maka nabi menerapkan hukum alQur'an kepada umat Islam, dan memberikan kebebasan
kepada

penganut

agama

Yahudi

dan

Nashara

Madinah

menjalankan ajaran kitab suci masing-masing. Kecuali nabi


memerangi kaum musyrikin Makkah karena mereka terangterangan

telah

mempersekutukan

Allah,

dan

tanpa

berdasarkan hukum kitab suci, yang menurut ajaran Islam


perlakuan mereka itu adalah suatu kedhaliman besar, Allah
berfirman:

"Sesungguhnya

perbuatan

syirik

itu

adalah

termasuk kedhaliman besar", maka mereka diperangi Islam.


4. Al-Qur'an memerintahkan untuk bertetangga baik bersama
para

penganut

agama-agama

samawi

sambil

berusaha

memperlihatkan dan memperdengarkan kebaikan-kebaikan


Islam. Dan orang-orang Yahudi dan Nashara Madinah sudah
mengetahui banyak tentang kebaikan ajaran Islam, oleh
karena itu mereka menginginkan diterapkan kepada mereka
sebagian hukum-hukum Islam, yang di dalam kitab sucinya itu
merugikan mereka.
5. Orang-orang Yahudi sudah mengetahui tentang turunnya ayat
dera 100 kali dan saksi empat orang bagi pelaku zina dari

14

surah an-Nur, oleh karena itu mereka tidak ingin menerapkan


lagi hukuman rajam pada pelaku zina mereka, sebagaimana
pengakuan kedua ulama Taurat pada hadits Abu Daud di atas:
(Kekuasaan kami sudah menurun sehingga kami tidak mampu
menerapkan hukuman itu lagi (rajam), oleh sebab itu mereka
datang kepada nabi untuk diberikan hukuman berdasarkan
ayat dari surah an-Nur (dera 100 kali), tidak mau dirajam lagi.
Tetapi nabi justru menganjurkan kepada hukuman kitab suci
mereka, maka setelah itu merekapun dendam kepada ajaran
kitab sucinya dan memilih masuk Islam. Dan itu adalah salah
satu hikmah kebikajsanaan nabi.
B. Menuduh Wanita Yang Baik-Baik Berzina
Allah SWT telah melarang kepada setiap muslim (laki-laki
dan perempuan), melecehkan, merusak dan mencemarkan nama
baik, atau menyakiti perasaan sesama muslim, dengan nash
yang sangat tegas di dalam al-Quran, dan termasuk kebohongan
besar, serta dosa yang sangat nyata. Allah berfirman:

)
















(
Artinya: dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang
mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat,
maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan
dosa yang nyata. (QS: 33: 58).
Bahkan nabi Muhammad SAW memasukkan perbuatan keji
(menuduh wanita baik-baik berbuat zina) ini ke dalam 7 dosa
besar, sebagaimana dalam hadits nabi yang diriwatkan oleh
Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan an-Nasa-i, dari hadits Abu
Hurairah ra, bahwasanya nabi SAW bersabda: Hindarkanlah

15

tujuh dosa besar, mereka bertanya: Apa sajakah itu wahai


rasulullah? Nabi bersabda:
Mempersekutukan Allah (syirik), sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah, memakan harta anak yatim, memakan
riba, lari dari peperangan, dan menuduh wanita baik-baik
berbuat keji (zina).
Tuduhan Keji (zina) Kepada Muhshanat:
Allah berfirman:






















( )






()







Artinya: dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
buat selama-lamanya. dan mereka itulah orang-orang yang fasik;
Kecuali

orang-orang

memperbaiki

(dirinya),

yang

bertaubat

maka

sesudah

sesungguhnya

itu

Allah

dan
Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS: 24: 4-5)


Pengertian


( Muhshanaat) Di Dalam Al-Quran:

Dari asli kalimat: ( perisai/ pelindung/ benteng), seperti
dikatakan:

( berlindung di balik benteng).

Kalimat ini disebutkan beberapa pengertian di dalam al-Quran,


sebagai berikut:

Kalimat:

( al-hushunu)

dan

( al-

muhasshanatu), sebagai benteng dalam peperangan, Allah


berfirman:

16

Artinya:

dan

merekapun

yakin,

bahwa

benteng-benteng

mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah (QS:


59: 2)












Artinya: mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan
bersatu

padu,

kecuali

dalam

kampung-kampung

yang

berbenteng atau di balik tembok. (QS: 59: 14).

Sebagaimana diketahui bahwa orang yang berlindung di


balik benteng adalah berusaha melindungi dirinya dari
kecamuk peperangan, senada dengan itu tetapi dalam
bentuk perlindungan diri menjaga kesucian, seperti firma
Allah:


Artinya: dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu
untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini
menjaga kesucian, (QS: 24: 33).

Kalimat:


( Muhshanaat) juga berarti wanita
wanita suci, wanita baik-baik, wanita sudah menikah, atau
wanita dari keluarga-keluarga terhormat, seperti pada
kisah Maryam dalam al-Quran, Allah berfirman:

Artinya: dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara


kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari
Kami (QS: 21: 91)

Artinya: dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara


kehormatannya, (QS: 21: 91).
Kata Imam as-Syanqiti (Lihat: Tafsir Adhwaul Bayan: 1/ 279280): Kalimat


( Muhshanaat) di dalam al-Quran di

sebutkan dalam tiga pengertian:

17

Pertama:


( Muhshanaat): wanita-wanita yang

memelihara diri, bukan pezina, Allah berfirman:

Artinya: sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara


diri, bukan pezina (QS: 04: 25).

Kedua:


( Muhshanaat): Wanita-wanita merdeka

yang bersuami, firman Allah:















Artinya: Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman
wanita-wanita merdeka yang bersuami. (QS: 04: 25).

Ketiga:


( Muhshanaat): Wanita-wanita menjaga

diri dengan lembaga perkawinan, seperti firman Allah:









Artinya: dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin,
kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), (QS:
04: 25).
Hubungan Ayat Kajian Dengan Ayat-Ayat Sebelumnya:
Allah berfirman di awal surah an-Nur: (1-3):

()















( )







()













Artinya: (ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami
wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya,
dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu
selalu mengingatinya; Perempuan yang berzina dan laki-laki
yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya

18

mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu


beriman

kepada

Allah,

dan

hari

akhirat,

dan

hendaklah

(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan


orang-orang

yang

beriman;

Laki-laki

yang

berzina

tidak

mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan


yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan
yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
(QS: 24: 1-3);
Pada awal surah, Allah menjelaskan bahwa surah an-Nur ini
sengaja Allah turunkan untuk menjadi pedoman hukum dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman, dan mewajibkan
untuk menjalankan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, hukuman yang paling pertama disampaikan
surah ini adalah pidana perzinaan, di mana pada ayat ke-2 dan
selanjutnya, Allah mengancam hukuman pidana yang sangat
berat bagi para pelaku zina (laki-laki dan perempuan), yaitu:
1. Pidana dera atau cambuk maksimal 100 kali cambuk;
2. Eksekusi cambuk dipermaklumkan dihadapan orang-orang
mukmin;
3. Laki-laki atau perempuan pezina tidak

diperbolehkan

menikah kecuali pasangan zinanya masing-masing, atau


pezina lain, atau orang musyrik, dan diharamkan menikah
dengan orang beriman.
Itulah pidana yang harus diterima oleh para pelaku zina,
selain hukuman fisik, psikis, dan juga hukuman pengesolasian,
yaitu tidak berhak bergabung bersama orang-orang beriman,
serta haram membina rumah tangga bersama mukmin, derajat
sosial mereka seperti orang-orang musyrik. (Lihat: Kajian pada
pertemuan sebelumnya).

19

Karena beratnya ancaman pidana zina tersebut, maka


seorang

mukmin

(laki-laki

dan

perempuan)

tidak

boleh

sembarang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina,


dan mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan bukti-bukti
nyata dan empat orang saksi, kalau tidak demikian makan
ancaman pidananya juga amat berat, tidak kalah beratnya
dengan pelaku zina seperti pada ayat sebelumnya di atas,
sebagaimana

diterangkan

pada

ayat

kajian,

penjelasannya

sebagai berikut:3
Pidana Menuduh Wanita Baik-Baik berzina:
Allah berfirman:









Artinya: dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik (berbuat zina)
Syarat-Syarat Tuduh Menuduh Berbuat Zina:
Tuduhan tidak menjadi kriminal yang bisa dikenakan pidana
cambuk kecuali melalui beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh masing-masing: Yang menuduh; yang dituduh; dan yang
dituduhkannya, penjelasannya sebagai berikut:

Pertama: Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang


yang menuduh: Berakal, balig, dan bebas. Syarat-syarat
tersebut merupakan pokok taklif, maka apabila yang
menuduh itu orang gila; atau anak-anak; atau orang di
bawah kekuasaan, maka tidak dikenakan pidana atasnya.
Sebagaimana sabda rasulullah SAW, yang diriwayatkan
oleh imam Ahmad, Abu Daud, at-Tirmizi, al-Hakim dan
selainnya; dari hadits Ali. Hadits telah di shahkan oleh

3 http://salafytobat.wordpress.com/2008/09/01/fiqh-jinayatpembunuhan-zina-liwath-qazaf-khamr-pencurian-dsb/

20

Syeikh al-Albani dalam kitab Shahih al-Jaami, nabi SAW


bersabda:
Diangkat qalam pada tiga kasus: Pada orang yang tidur hingga
terbangun; pada anak-anak sampai mimpi (balig); dan pada
orang gila sampai sembuh.

Kedua: Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang


dituduh berbuat zina:
1. Berakal;
2. Balig,
3. Islam;
4. Suci
5. Merdeka,

Ketiga: Syarat-syarat yang harus terpenuhi pada tuduhan:


Menuduh berbuat zina atau pemaparan langsung yang di
pahami sebagai tuduhan, termasuk perkataan atau surat.
Dan ditetapkan pidana menuduh apabila memenuhi salah
satu dari dua hal: Pengakuan dari yang menuduh sendiri;
atau di saksikan oleh beberapa saksi.

Pidana Tuduhan Tanpa Saksi:


Allah berfirman:












()





Artinya: dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali
dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Sesungguhnya agama Islam merupakan pedoman hidup
yang sagat sempurna, ia tidak mendasarkan ajarannya kepada
hukuman

pidana,

terselenggaranya

tetapi
sarana

menitik
kehidupan

21

beratkan
yang

kepada

bersih,

dan

menyediakan prasarana kenyamanan dan perlindungan. Oleh


karena itu Islam mengancam pidana bagi siapa saja menyalah
gunakan

sarana

dan

prasarana

yang

dipersiapkan

untuk

kenyamanan, perlindungan dan faktor keamanan tersebut, lalu


melakukan tindakan dosa secara semberono, sadar, bebas dan
tidak dalam keadaan terpaksa.
Dengan demikian, Islam memberikan hukuman pidana
sangat

keras

bagi

orang-orang

muslim

yang

melontarkan

tuduhan berbuat keji (zina) kepada wanita-wanita yang baik-baik,


dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi atas
tuduhannya itu, yaitu sesuai dengan kreteria persaksian yang
telah ditentukan oleh syariat: (Muslim, balig, merdeka, suci, dan
tidak di bawah paksaan). Apabila seorang muslim telah menuduh
seorang

wanita

mendatangkan

baik-baik
empat

melakukan

orang

saksi

perzinaan,
seperti

lalu

tidak

kreteria

telah

disebutkan, maka bagi orang yang menuduh tersebut dikenakan


hukuman pidana yang berlapis sesuai dengan ayat kajian,
sebagai berikut:
1. Pidana cambuk 80 kali pukulan;
2. Tidak diterima kesaksiaannya selama-lamanya;
3. Di masukkan ke dalam golongan orang-orang fasik.
Taubat Nasuha dan Beramal Shaleh:
Allah berfirman:

()








Artinya: Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan


memperbaiki

(dirinya),

maka

sesungguhnya

Allah

Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.


Yaitu apabila orang menuduh yang terpidana 80 kali cambukan
telah menjalani hukumannya, kemudian ia bertobat dengan tobat
nasuha dan menyertakannya dengan amal shaleh, maka sisa

22

hukamannya yang lain seperti kesaksian ditolak dan fasik itu


diampuni oleh Allah SWT. Karena Allah Maha pengampun atas
dosa-dosa hamba-Nya, dan Maha Penyayang atas penyesalan
hamba-Nya.
Maka

berdasarkan

keterangan

di

atas,

penulis

berkesimpulan bahwa hukuman rajam itu tidak ada di dalam


ajaran Islam, apa yang telah disepakati oleh ulama-ulama fiqhi
umat ini dengan menerapkan hukuman rajam bagi para pelaku
zina dari laki-laki atau perempuan keduanya merdeka dan
keduanya sudah menikah, berdasarkan hadits Abu Daud di atas,
itu adalah keliru dan perlu dipertimbangkan kembali. Karena apa
yang pernah diputuskan oleh nabi dengan memberikan hukuman
rajam kepada dua terpidana zina dari kaum Yuhudi tersebut, itu
tidak terlepas dari spesialisasi dan privasi nabi SAW, sebagai
kepala negara pada satu bangsa majemuk, yang di dalamnya
terdaapat pusat penyebaran agama-agama besar dunia seperti
Yahudi, Nashara dan Majusi. Sebagaimana telah penulis jelaskan
pada poin-poin di atas
C. Pelaksanaan Hukum Mati
: :
:
.( ) .
Artinya : Diriwayatkan dari Abdullah bin Masud r.a, katanya :
Rasulullah SAW bersabda: Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang telah
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan
Allah, kecuali salah satu di antara tiga kelompok orang ini, yaitu seorang janda (
orang yang telah menikah ) yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain,
dan orang yang meninggalkan agamanya, yakni orang yang memisahkan dirinya
dari jamaah. ( HR. Muttafaq Alaih )
Mufradat

23

1. yakni tidak diperbolehkan membunuh seorang Muslim


meskipun tidak keluar darah.
2. yakni orang yang sudah menikah dan berzina.
3. yakni melalui qishash dengan berbagai persyaratan.
4. yakni mencakup semua orang yang keluar dari Islam
bagaimanapun caranya. Orang tersebut harus dibunuh apabila ia tidak mau
kembali kepada Islam.
5. yakni mencakup semua orang yang keluar dari jamaah, baik
melalui perbuatan bidah, pemberontakan maupun tindakan-tindakan
lainnya, seperti perbuatan orang khawarij apabila mereka mengadakan
pembunuhan dan perusakan.
Penjelasan Hadits
Pembunuhan adalah tindakan pidana yang paling besar sebab telah
menghilangkan nyawa seseorang sehingga menyengsarakan orang-orang yang
berada dalam tanggungan orang yang terbunuh, seperti membuat anak-anaknya
menjadi yatim, istrinya menjadi janda, dan tanggung jawab sosialnya menjadi
berantakan. Hidup dan kehidupan merupakan hak setiap manusia yang tidak boleh
dirampas oleh siapapun.
Oleh karena itu, pembunuhan merupakan tindakan pidana yang amat
dibenci dan dikecam oleh Sang Maha Pemberi hidup dan kehidupan, sebagaimana
tertera dalam firman-Nya surah Al-maidah ayat 32, yang artinya:







Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa
barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa

24

yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah


memelihara kehidupan manusia seluruhnya. (QS. Al-Maidah: 32).
Ancaman pembunuhan tersebut diundangkan dalam ayat Madaniyah, di
antaranya tercantum dalam surah Al-baqarah ayat 178 179, yang artinya:









Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka; hmaba dengan hamba; dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan
dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa (menjaga diri dari kejahatan). (QS. AlBaqarah: 178 179).
D. Qishash

.
: .
. : .
) . :
.(
Artinya :

25

Dari Anas r.a, dia berkata : Sesungguhnya Rubayyi bintu An-Nadhr, bibi Anas,
mematahkan gigi seorang wanita. Kemudian, keluarga Rubayyi itu minta maaf
kepadanya. Akan tetapi, keluarga wanita itu menolaknya. Keluarga Rubayyi
menawarkan denda, tetapi mereka tetap menolaknya. Kemudian mereka datang
menghadap Rasulullah SAW tetapi mereka tidak mau selain qishash. Lalu
Rasulullah SAW memerintahkan untuk di qishash. Anas bin An-Nadhr berkata:
Apakah gigi seri Rubayyi akan dipecahkan ? jangan, demi Tuhan yang telah
mengutus engkau dengan kebenaran, janganlah dipecahkan gigi serinya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: Wahai Anas, Kitabullah telah menetapkan
qishash. Maka keluarga wanita itu merelakan dan memeaafkan Rubayyi.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya di antara hamba-hamba
Allah itu terdapat orang-orang yang bersumpah dengan nama Allah, dan dia
akan berlaku jujur kepada-Nya. ( HR. Muttafaq Alaih dan susunan matannya
dari riwayat Al-Bukhari )
Mufradat
1. yakni wanita muda yang merdeka.
2. yakni dari keluarganya.
3. yakni permohonan maaf semata tanpa imbalan atau denda tertentu.
4. Dia mengatakan demikian, karena tidak
mengetahui bahwa Al-Quran telah menetapkan qishash berdasarkan dua
nash itu, yaitu dapat dipilih antara qishash dan denda. Mungkin dia
meminta bantuan kepada Rasulullah SAW untuk menyampaikan
keringanan atau penggantian kepada keluarga perempuan tersebut, bukan
merupakan pengingkaran terhadap ketetapan Al Quran.
Penjelasan Hadits
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa salah satu di antara sikap
pertengahan dan keelastisan syariat Islam adalah keberadaan syariat qishash. Hal
ini karena sebagaimana definisinya secara etimologis yang berarti pembalasan
qishash disyariatkan untuk mengimbangi perbuatan menyimpang yang dilakukan
oleh seorang terhadap sesamanya. Dari sini dapat dipahami bahwa di dalam
syariat qishash terdapat usaha untuk menengahi permasalahan, yang dalam hal ini

26

adalah masalah pembunuhan. Di satu sisi, Islam melarang pemeluknya untuk


membunuh karena perbuatan tersebut dikutuk Allah dan Rasul-Nya, tetapi di sisi
lain Al-Quran juga menetapkan syariat qishash untuk membalas tindakan
pembunuhan tersebut.
Syariat qishash juga merupakan tindakan antisipasi dalam menghindari tindak
pidana pembunuhan sebab orang akan berpikir dua kali untuk melakukan
pembunuhan apabila dia ingat konsekuensi yang akan dideritanya. Dengan
demikian, kehidupan manusia menjadi terjaga, sebagaimana yang dinyatakan di
dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 179:

Artinya :
Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orangorang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 179).
Pada mulanya qishash dapat berlaku di dalam berbagai tindak pidana, seperti
pembunuhan dibalas dengan pembunuhan, melukai dibalas dengan melukai,
pemotongan dibalas dengan pemotongan, sebagaimana yang disyariatkan pada
Nabi Musa.
Kemudian Allah mengkhususkan pemberlakuan qishash dalam pembunuhan bagi
kaum muslimin, sebagaimana terdapat di dalam Al-Quran surah Al-baqarah ayat
178, yang artinya:






Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka;
hmaba dengan hamba; dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa mendapat
suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat)

27

kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. AlBaqarah: 178).
Indikator lain yang mencerminkan fleksibilitas dan sikap pertengahan yang
dimiliki oleh Islam adalah adanya keringanan dalam melepaskan hukuman
qishash terhadap pelaku tindak pidana, yakni apabila keluarga yang dirugikan
memberikan maaf, hukuman qishash ini dapat digantikan dengan denda tertentu
sebagai tebusan

28

BAB III
KESIMPULAN
Maka berdasarkan keterangan di atas, penulis berkesimpulan
bahwa hukuman rajam itu tidak ada di dalam ajaran Islam, apa
yang telah disepakati oleh ulama-ulama fiqhi umat ini dengan
menerapkan hukuman rajam bagi para pelaku zina dari laki-laki
atau perempuan keduanya

merdeka dan keduanya

sudah

menikah, berdasarkan hadits Abu Daud di atas, itu adalah keliru


dan perlu dipertimbangkan kembali. Karena apa yang pernah
diputuskan oleh nabi dengan memberikan hukuman rajam
kepada dua terpidana zina dari kaum Yuhudi tersebut, itu tidak
terlepas dari spesialisasi dan privasi nabi SAW, sebagai kepala
negara pada satu bangsa majemuk, yang di dalamnya terdaapat
pusat penyebaran agama-agama besar dunia seperti Yahudi,
Nashara dan Majusi. Sebagaimana telah penulis jelaskan pada
poin-poin di atas.

29

DAFTAR PUSTAKA

Khollaf, Abdul Wahab. Terjemah Khulashoh Tarikh Tasyri Islam.


1974. Semarang : Salaf
Ali, Zainudin, 2006. Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika
http://salafytobat.wordpress.com/2008/09/01/fiqh-jinayatpembunuhan-zina-liwath-qazaf-khamr-pencurian-dsb/

30

Anda mungkin juga menyukai