Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KONSEP KEPRIBADIAN SEORANG OBYEKTIF

Dosen :

Disusun Oleh :
1. Melly Andriyani

: 04.14.4002
2.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah banyak
memberi banyak kenikmatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini setelah
melewati beberapa kesulitan. makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konsep kepribadian seorang obyektif
Tidak lupa ucapan terima kasih yang setulusnya, penulis sampaikan kepada pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari
pihak-pihak yang terkait, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap meskipun sedikit yang dapat penulis susun, akan banyak manfaatnya
dalam dunia pendidikan. Tidak menutup kemungkinan masih ada terdapat beberapa
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, sehingga kritik dan saran membangun penulis
untuk kesempurnaan dalam penyusunan makalah berikutnya.
Yogyakarta, 10 Oktober 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Psikologi kepribadian merupakan salah satu cabang dari psikologi yang menguraikan
struktur-struktur kepribadian manusia sebagai suatu totalitas serta mengenai pemahamanpemahaman tingkah laku yang menjadi cirri-ciri individual.
Oleh sebab itu, dalam mempelajari psikologi tidak lepas dari mempelajari tentang
jiwa, kepribadian seseorang dalam setiap perbuatan tingkah laku dalam kesehariannya.
Dalam mempelajari kepribadian seseorang tidak hanya dapat dilihat dari tampak luarnya saja,
namun bisa dilihat dari dalamnya, karena sering kali apa yang terlihat dari luar tidak sama
dengan kenyataan yang terjadi, yang dialami seseorang, semua yang tampak dari luar
hanyalah sebagai topeng saja. Kepribadian juga merupakan ranah kajian psikologi dalam
pemahaman tingkah laku, pikiran, perasaan, kegiatan manusia, yang memakai rasional
psikologi.
Di dalam makalah ini penulis mencoba untuk menelaah lebih dalam mengenai
Konsep Dasar Kepribadian Ssecara menyeluruh.
.

BAB II

KONSEP KEPRIBADIAN SEORANG OBYEKTIF


1. Kepribadian Secara Menyeluruh
A. Konsep Kepribadian
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir
berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus)
para ahli. Adapun kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality.
Kata personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona yang berarti topeng yang
digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan. Di sini para aktor
menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dengan
topeng yang digunakan (Syamsu & Juntika, 2011).
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan
identitas diri, jati diri seseorang, seperti Saya seorang yang terbuka atau Saya
seorang yang pendiam, kesan umum sesorang tentang diri anda atau orang lain,
seperti Dia agresif atau Dia jujur dan fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau
bermasalah, seprti Dia baik atau Dia pendendam (Syamsu & Juntika, 2011).
B. Macam-Macam Teori Kepribadian :
Menurut Sigmund Freud
Frued membagi struktur ke dalam tiga komponen yaitu, id, ego, dan,
superego.Perilaku seseorang merupakan hasil interaksi antara komponen tersebut. Id
merupakan komponen kepribadian yang primitf, instinktif (yang berusaha untuk
memenuhi kepuasan instink) dan rahim tempat ego dan superego berkembang. Id
berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle) atau prinsip reduksi
ketegangan. Prinsip kesenangan merujuk kepada pencapaian kepuasan yang segera
dari dorongan-dorongan biologis tersebut. Ego merupakan eksekutif atau manejer dari
kepribadian yang membuat keputusan (decision maker) tentang instink-instink mana
yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya atau sebagai sistem kepribadian yang
terorganisasi, rasional, dan berorientasi pada prinsip realitas (reality principle). Super
ego merupakan komponen moral kepribadian yang terkait dengan standar atau norma
masyarakat mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Super ego berfungsi untuk (1)
merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif, karena
dalam perwujudannya sangat dikutuk oleh masyarakat, (2) mendorong ego untuk

menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik, dan (3)


mengejar kesempurnaan (perfection).
Karakteristik Sistem Kepribadian Menurt Frued

ID

EGO

SUPER EGO

Sistem asli (the Berkembang

untuk Komponen

moral

kepribadian,

true

psychic memenuhi kebutuhan id terdiri dari dua subsistem : kata hati

reality)

bersifat yang terkait dengan dunia (yang menghukum tingkah laku

subjektif

(tidak nyata.

Memperoleh yang salah dan ego ideal (yang

mengenal dunia energi


obyektif),
terdiri

yang Mengetahui
dari subjektif

instink-instink,
dan

dari
dan

id. mengganjar tingkah laku yang baik)


dunia
objektif

(dunia nyata)

gudangnya

(reservoir)
energi

psikis

yang digunakan
oleh

ketiga

sistem
kepribadian
Sumber : Syamsu Yusuf Teori Kepribadian 2011
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Menurut Syamsu & Juntika dalam bukunya Teori Kepribadian, 2011
mengatakan bahwa perkembangan kepribadian individu dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya faktor hereditas dan lingkungan. Faktor hereditas yang
mempengaruhi kepribadian antara lain: bentuk tubuh, cairan tubuh, dan sifat-sifat
yang diturunkan dari orang tua. Adapun faktor lingkungan antar lain : lingkungan
rumah, sekolah dan masyarakat. Di samping itu, meskipun kepribadian seseorang itu
relatif konstan, kenyataannya sering ditemukan perubahan kepribadian. Perubahan itu
sering dipengaruhi oleh faktor gangguan fisik dan lingkungan.

1.

Faktor Genetika (Pembawaan)

Pada masa konsepsi, seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23


kromosom (pasangan x x) dari ibu, dan 23 kromosom (pasangan x y) dari ayah.
Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat
fisik dan psikis/mental individu atau yang menentukan potensi-potensi
hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau
mengurangi potensi hereditas tersebut.
Masa dalam kandungan dipandang sebagai alat (periode) yang kritis dalam
perkembangan kepribadian, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola
kepribadian, tetapi juga sebagi masa pembentukan kemampuan-kemampuan yang
menentukan jenis penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah
banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan mengguanakan metodemetode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin dalam buku Tipe Kepribadian (Syamsu
2.

Yusuf, 2011) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.


Faktor lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga,
kebudayaan, dan sekolah.
a. Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian
anak. Alasannya adalah keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang
menjadi pusat identifikasi anak, anak banyak menghabiskan waktunya di
lingkungan keluarga, dan para anggota keluarga merupakan significant
people bagi pembentukan kepribadian anak.
b. Faktor kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur)
kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak
disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola tertentu
yang telah dibuat orang lain untuk kita. Sehubungan dengan pentingnya
kebudayaan

sebagai faktor penentu kepribadian, muncul pertanyaan:

bagaimana karakteristik kepribadian itu berkembang? Bagaimana pula tipe


dasar kepribadian masyarakat itu terjadi? Dalam hal ini menurut Linton
dalam buku Tipe Kepribadian (Syamsu Yusuf, 2011) mengemukakan tiga
prinsip untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tiga prinsip itu adalah (1)
pengalaman awal kehidupan dalam keluarga, (2) pola asuh orang tua terhadap
anak, dan (3) pengalaman awal kehisupan anak dalam masyarakat. Apabila
anak-anak memilki pengalaman awal kehidupan yang sama dalam suatu

masyarakat,

maka

mereka

cenderung

akan

memiliki

karakteristik

kepribadiaan yang sama.


c. Sekolah
Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh itu diantaranya sebagai berikut:
1) Iklim emosional kelas
Kelas yang iklim emosinya sehat (guru bersikap ramah, dan respek
terhadap siswa dan begitu juga berlaku diantara siswa) memberikan
dampak yang positif bagi perkembangan psikis anak, seperti merasa
nyaman, bahagia, mau bekerja sama, termotivasi untuk belajar, dan mau
mentaati peraturan. Begitu juga iklim emosional kelas yang sebaliknya
akan berdampak kurang baik bagi anak.
2) Sikap dan perilaku guru
Sikap dan perilaku guru, secara langsung mempengaruhi self-concept
siswa, melalui sikap-sikapnya terhadap tugas akademik (kesungguhan
dalam mengajar), kedisiplinan dalam menaati peraturan sekolah, dan
perhatiannya terhadap siswa. Secara tidak langsung, pengaruh guru ini
terkait dengan upayanya membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan penyesuaian sosialnya.
3) Disiplin (tata tertib)
Tata tertib ini ditunjukkan untuk membentuk sikap dan tingkah laku
siswa.
4) Prestasi belajar
Perolehan prestasi belajar, atau peringkat kelas dapat mempengaruhi
peningkatan harga diri, dan sikap percaya diri siswa
5) Penerimaan teman sebaya
Siswa yang diterima oleh teman-temannya, dia akan mengembangkan
sikap positif terhadap dirinya, dan juaga orang lain. Dia merasa menjadi
orang yang berharga.
D. Jenis Tipe Kepribadian
Pembagian kepribadian manusia ke dalam dua jenis ini pertama kali dilakukan
oleh Gustav Jung dalam buku Tipe Kepribadian (Syamsu Yusuf, 2011). Jung (baca:
yung) adalah seorang psikolog asal Swiss yang pada awalnya kagum dengan
teori psikoanalisis dari Sigmund Freud, namun belakangan ia membuat teori baru
yang bertentangan dengan teori dari Freud (baca: froyd). Jung menyebutkan bahwa
manusia memiliki dua sikap (attitudes) dasar, yaitu ekstrovert dan introvert.
a. Introvert
Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif, memusatkan
diri pada dunia dalam, cenderung menyendiri, pendiam atau tidak ramah, bahkan
antisosial. Seseorang juga mengamati dunia luar, tetapi mereka melakukannya

secara selektif dan menggunakan pandangan subjektif mereka sendiri. Orangorang yang introvert ditandai oleh kecenderungan mudah tersinggung, perasaan
gampang terluka, mudah gugup, rendah diri, mudah melamun, sukar tidur.
Intelegensia relatif tinggi, perbendaharaan kata-kata baik, cenderung tetap pada
pendirian (keras kepala), umumnya teliti tapi lambat, mereka agak kaku, dan
kurang suka lelucon terlebih mengenai seks.
Ciri-ciri orang dengan tipe introvert adalah sulit bergaul, hatinya tertutup, sulit
berhubungan dengan orang lain dan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar
kurang baik. Hal ini akan menyebabkan seseorang sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan rumah sakit, dimana orang dihadapkan pada berbagai macam tindakan
keperawatan dan orang yang tidak dikenal, seperti dokter, perawat dan pasien
lainnya.
b. Ekstrovert
Sikap ekstrovert mengarahkan pribadi ke pengalaman objektif, memusatkan
perhatiannya ke dunia luar, cenderung berinteraksi dengan orang disekitarnya,
aktif dan ramah. Ciri-ciri tipe ekstrovert adalah mudah bergaul, suka pesta,
mempunyai banyak teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka
membaca atau belajar sendirian, sangat membutuhkan kegembiraan, mengambil
tantangan, sering menentang bahaya, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu,
dan biasanya suka menurutkan kata hatinya, gemar akan gurau-gurauan, selalu
siap menjawab, dan biasanya suka akan perubahan, riang, tidak banyak
pertimbangan (easy going), optimis, serta suka tertawa dan gembira, lebih suka
untuk tetap bergerak dalam melakukan aktivitas, cenderung menjadi agresif dan
cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan dibawah kontrol,
dan tidak selalu dapat dipercaya (Aiken, 1993 : 86 87). Selain itu orang-orang
yang ekstrovert intelegensia mereka relatif rendah, pebendaharaan kata-kata
kurang, mempunyai kecenderungan tidak tetap pada pendirian, umumnya mereka
cepat namun tidak teliti, mereka tidak begitu kaku, dan mereka menyukai lelucon
terlebih mengenai seks. (Suryabrata, 2002).
1.

Paham Nativisme dan Empirisme


Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang
ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa
sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak
dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak,

sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh


terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain
bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu sematamata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau
ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah
dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir
pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir.
Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh
anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa yang jahat akan menjadi jahat, dan
yang baik menjadi baik. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan
pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri
dalam proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya
sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan
anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki
pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai
pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan
pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar. Tokoh utama
(pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860).
Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari
Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati
diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak
mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada
pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya
faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat
memengaruhi
2.

pembentukan

dan

perkembangan

anak

dalam

menuju

kedewasaan.
Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme.
Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau
potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu
lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa apaapa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik
besar pengaruhnya pada faktor lingkungan. Dalam teori belajar mengajar,

maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan


stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik. Pengalaman belajar
yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya
yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun
diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh
perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke
(1704-1932) yang mengembangkan teori Tabula Rasa, yakni anak lahir di
dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh
dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan
anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang
pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar peserta
didiknya. Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini
berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak
keluar sebagai sasaran kajaiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku
itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme
ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya
kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.

2. Manusia memiliki tipe kepribadian masing-masing yang sifatnya unik walau


memiliki banyak kesamaan-kesamaan. Perbedaan-perbedaan itu dapat dilihat dari
temperamen, watak dan kepribadian masing-masing
a. Temperamen
temperamen dan kepribadian sering juga dikacaukan. Namun umum mengakui
adanya perbedaan di antara keduanya. Temperamen dilihat sebagai disposisi yang
sangat erat hubungannya dengan faktor-faktor biologis atau fisiologis dan
karenanya sedikit sekali mengalami modifikasi di dalam perkembangan. Di sini
peranan keturunan lebih penting/besar daripada segi-segi kepribadian yang lain.
Menurut Allport: Temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi
individu, termasuk juga mudah-tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan
serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara
daripada fluktuasi dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada

faktor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan.Menurut


G. Ewald:
Temperamen

adalah

konstitusi

psikis

yang

berhubungan

dengan

konstitusi jasmani. Di sini peranan keturunan memainkan peranan penting,


sedangkan pengaruh pendidikan dan lingkungan tidak ada. Dalam kaitan dengan
watak, G. Ewald lebih melihat temperamen sebagai yang tetap seumur hidup,
yang tak mengalami perkembangan, karena temperamen bergantung pada
konstelasi hormon-hormon, sedangkan konstelasi hormon-hormon itu tetap
selama hidup. Sebaliknya watak, walaupun pada dasarnya telah ada tetapi
masih mengalami pertumbuhan atau perkembangan.Watak sangat bergantung
pada faktor-faktor

eksogen

(lingkungan

pendidikan,

pengalaman,

dan sebagainya).
b. Watak
Walaupun istilah kepribadian dan watak sering dipergunakan secara
bertukartukar, namun Allport memberi pengertian berikut: character is
personality evaluated and personality is character devaluated. Allport
beranggapan bahwa watak (character) dan kepribadian (personality) adalah satu
dan sama, akan tetapi, dipandang dari segi yang berlainan. Kalau orang hendak
mengadakan penilaian (jadi mengenakan norma), maka lebih tepat dipakai istilah
watak; tapi kalau bermaksud menggambarkan bagaimana adanya (jadi tidak
melakukan penilaian) lebih tepat dipakai istilah kepribadian.
c. Hubungan antara kepribadian, watak dan temperamen
Kepribadian, watak dan temperamen berkaitan satu sama lain. Ketigatiganya menyangkut diri seseorang. Kepribadian dan watak lebih dekat satu sama
lain, bahkan

sering

disamakan.

Kalau

kita

terutama

bermaksud

menggambarkan pribadi seseorang sebagaimana adanya, sifat dan pembawaannya


yang khas, di situ kita bicara terutama mengenai kepribadiannya, yang punya
keunikan tersendiri. Dalam perjalanannya, kepribadian seseorang berhadapan
dengan lingkungannya, yang turut membentuknya hingga mencapai taraf
kematangan tertentu. Kalau kita melakukan penilaian atas pribadi seseorang,
maka hal itu lebih mengarah pada dirinya yang sudah terbentuk, yang dia sendiri
turut bertanggung jawab di dalamnya. Inilah yang terutama dimaksud dengan
watak. Kata watak dipakai baik dalam arti normatif maupun dalam arti deskriptif.
Dalam arti normatif kita berbicara terutama tentang watak; sedangkan dalam arti
deskriptif, kita berbicara terutama tentang kepribadian. Berbicara tentang watak

juga sekaligus bicara tentang kepribadian, bergantung mana yang kita tekankan,
aspek normatifnya atau aspek deskriptifnya.
Temperamen lebih banyak ditentukan oleh struktur fisik-biologis seseorang,
dan sifatnya tetap, oleh karenanya dapat dibuat perbedaan yang jelas dan bersifat
tetap antara satu orang dengan yang lain. Temperamen merupakan bagian
dari kepribadian, yang di dalamnya unsur bawaan lebih dominan. Namun
berbicara mengenai temperamen juga berarti berbicara mengenai kepribadian,
suatu kepribadian

dengan

tentang perkembangan

temperamen

kepribadian,

maka

tertentu.
bukanlah

Tapi

kalau

terutama

bicara

mengenai

temperamennya, melainkan mengenai pribadi yang sudah mengalami proses


pembentukan, berarti lebih dimaksudkan sebagaiwatak.
3. Perkembangan Kepribadian
a. Kanak-kanak
Allport memandang neonatus semata-mata sebagai makhluk yang dilengkapi
dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/ nafsu-nafsu dan refleksrefleks. Pada waktu lahir anak telah mempunyai potensi-potensi baik fisik
maupun temperamen, yang aktualisasinya tergantung kepada perkembangan dan
kematangan. Neonatus telah memiliki refleks-refleks tertentu (mengisap,
menelan) serta melakukan gerakan-gerakan yang masih belum terdiferensiasikan,
dimana

hampir

semua

gerakan

otot-otot

ikut

digerakkan.

Dalam masa ini anak merupakan makhluk yang punya tegangan-tegangan dan
perasaan enak tak enak. Pada masa ini keterangan yang biologistis yang bersandar
pada pentingnya hadiah atau hukum efek atau prinsip kesenangan adalah sangat
cocok. Jadi dengan didorong oleh kebutuhan mengurangi ketidakenakan
sampaiminimal dan mencari keenakan sampai maksimal anak itu berkembang.
Pertumbuhan anak itu bagi Allport merupakan proses deferensiasi dan integrasi
yang berlangsung terus-menerus. Allport menyimpulkan bahwa setidak-tidaknya
pada bagian kedua tahun pertama anak telah menunjukkan dengan pasti sifat-sifat
yang khas.
b. Transformasi Kanak-kanak
Menurut Allport manusia itu adalah organisme yang pada waktu lahirnya
adalah makhluk biologis lalu berubah/berkembang menjadi individu yang egonya
selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti daripada
tujuan-tujuan dan aspirasi masa depan. Teori Allport terdapat dua teori
kepribadian yang satu ialah yang biologistis yang cocok untuk anak yang baru

lahir dan yang lama (dengan perkembangan kesadaran) makin kurang memadai,
dan pada masa ini harus diadakan reorientasi kalau-kalau kita menghendaki
representasi individu yang makin memadai.
c. Dewasa
Pada orang dewasa factor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifatsifat yang terorganisasikan dan selaras. Pada umumnya orang dapat lebih tahu
akan apa yang akan hendak dikerjakan seseorang, kalau dia tahu rencana-rencana
yang disadarinya daripada ingatan-ingatan yang tertentu.
4. Faktor-faktor Penghambat Perkembangan Pribadi
a. Faktor yang berasal dari diri sendiri :
1. Tidak punya tujuan hidup yang jelas;
2. Individu kurang termotivasi;
3. Ada keengganan untuk menelaah diri sendiri ( takut menerima kenyataan
karena memiliki kekurangan / kelemahan );
4. Orang yang usianya sudah tua tidak melihat bahwa kearifan dan
kebijaksanaan bisa dicapai;
5. Merasa tidak ada tantangan;
6. Merasa tidak mampu;
7. Sudah merasa puas;
8. Merasa tidak berharga.
b. Faktor penghambat yang berasal dari lingkungan :
1. Sistem yang dianut ( di lingkungan : pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal );
2. Tanggapan, sikap atau kebiasaan dalam lingkungan kebudayaan ( kebiasaan
atau tradisi, misalnya : isteri sebagai pengurus rumah tangga sulit berkembang
dalam bidang profesi yang diminati ).

DAFTAR PUSTAKA
Ayub Sani Ibrahim (2003), Panik Neurosis dan Gangguan Cemas, Jakarta : PT. Dua As As
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi 2010 .
Jakarta: PT Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tahsinul,(2008).Kepribadian.http://tahsinul.wordpress.com diakses tanggal 28 Oktober 2011 Jam
10:12:50
Daradjat, Zakiah, et all. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Akrasa kerjasama dengan
Depag,
Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press
Tirharahardja, Umar dan La Sula. 1996. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai