BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan di beberapa tempat pada lereng timur terdapat topografi kars, penceminan
adanya batugamping. Diantara topografi kras di lereng barat terdapat daerah
perbukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Bagian Baratdaya pegunungan
ini di baratdaya dibatasi oleh dataran Pangkajene-Maros yang luas sebagai
lanjutan dari dataran di selatannya.
Pegunungan yang di timur relatif lebih sempitdan lebih rendah, dengan
puncaknya rata-rata setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m. Juga pegunungan
ini sebagian besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar 20 km dan
lebih tinggi, tetapi ke utara menyempit dan merendah, dan akhirnya menunjam
ke bawah batas antara Lembah Walanae dan dataran Bone. Bagian utara
pegunungan ini bertopografi kras yang permukaannyasebagian berkerucut.
Batasnyadi timurlaut adalah dataran Bone yang sangat luas, yang menempati
hampir sepertiga bagian timur.
Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut di bagian
utara selebar 35 Km. tetapi di bagian selatan hanya 10 km. Di tengah tendapat
Sungai Walanae yang mengalir ke utara Bagian selatan berupa perbukitan rendah
dan di bagian utara terdapat dataran aluvium yang sangat luas mengelilingi Danau
Tempe.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Stratigrafi daerah penelitian menurut Sukamto (1982) pada Peta Geologi
Lembar Watampone dan Pangkajene Bagian Barat yaitu sebagai berikut :
bioklastika,
dan kalkarenit,
bersisipan batuan
Gambar 2.1
Akhir kegiatan miosen awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya permulaan terbentuk Walanae.Peristiwa ini kemungkinan besar
berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan menurunnya terban Walanae yang
seluruhnya nampak tersingkap tidak menerus disebelah barat.
Selama terbentuknya terban Walanae, di timur kegiatan gunung api terjadi
hanya dibagian selatan sedangkan di bagian barat terjadi kegiatan gunung api
yang hampir merata dari selatan ke utara,berlangsung dari miosen tengah sampai
Pliosen.Bentuk kerucut gunung api masih dapat diamati di daerah sebelah barat
ini,di
antaranyaG.Tondongkarambu.Suatu
tebing
melingkar
mengelilingi
Landasan Teori
Pembahasan landasan teori dari penjelasan mengenai mineral lempung,
2.2.1 Lempung
Lempung termasuk batuan rombakan (sedimen) yang dapat berupa
endapan residual ataupun endapan sedimen. Mineral penyusun batuan asal
pembentuk lempung adalah felspar, olivin, piroksin, amfibol dan mika. Istilah
lempung mempunyai arti dan pengertian sangat luas. Bagi orang awam nama
lempung dipakai untuk menerangkan jenis tanah yang mempunyai sifat plastis
(liat) tanpa membedakan jenisnya, baik menurut istilah perdagangan, maupun
istilah geologi. Dalam perdagangan istilah ini sebenarnya untuk menyebutkan
jenis endapan mineral industri yang mempunyai partikel halus, berdiameter lebih
kecil dari 0,002 mm dan mempunyai sifat plastis bila dicampur dengan sedikit air
(Prodjosoemarto,2010).
2.2.1.1
Klasifikasi Lempung
Lempung
sebagian
besar
terdiri
daripartikel
mikroskopis
dan
oleh karena itu sangat lemah jika dibandingkan dengan ikatan hidrogen
atau ikatan ion (Bowles, 1989 dalam Prasetyo dkk., 2011).
Montrnorillonite disebut juga dengan smektit, adalah mineral yang
dibentuk oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium
(gibbsite).Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika
dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran
oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal.Dalam lembaran
oktahedra terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena
adanya gaya ikatan yang lemah di antara ujung lembaran silika dan
terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan
ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya.
jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tetapi pada waktu tertentu
mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang
mengandung montmorillonitesangat mudah mengembang oleh tambahan
kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak
struktur ringan dan perkerasan jalan raya.Montmorillonite adalah
kelompok mineral phyllosilicate sangat lembut
biasanya terbentuk di
10
11
12
satuannya.
Gambar 2.2. Struktur Koalinit (Grim, 1964 dalam Prasetyo dkk., 2011)
18
sangat
tanah
erat
kaitannya
lempung
denganindeks
plastisitas,
dapatdiklasifikasikan
sebagai
sehingga
tanah
19
20
Air yang tertarik secara elektris, yang berada disekitar partikel lempung,
disebut air lapisan ganda (Double-layer water).Sifat plastis tanah lempung adalah
akibat ekstensi dari lapisan ganda. Air lapisan ganda pada bagian paling dalam
yang sangat kuat melekat pada partikel lempung , disebut air serapan (absorbed
water).Partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat dipengaruhi
oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi, dan
distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangkan muatannya.
2.2.2 Tanah Residual
Menurut Sudarsono dan Hasibuan (2011) tanah residual adalah tanah yang
dibentuk oleh pelapukan fisika maupun kimia dari batuan induknya dan belum
tertransportasi dari tempatnya.Karakteristik tanah residu sangat bergantung pada
sifat-sifat batuan induknya.Apabila tanah hasil pelapukan tersebut tertransportasi
dan terendapkan di tempat lain, misalnya oleh air atau angin, maka tanah tersebut
dikenal sebagai tanah transport (transported soils). Berhubung pengertian dari
tanah residu berkaitan dengan proses pelapukan, maka disajikan kaitan antara
tanah residu dengan tingkat pelapukan suatu massa batuan.
23
motmorillonite.Mineral-mineraltersebut
juga
terdapat
pada
sejumlah
plastisitas
digambarkan
sebagai
kemampuan
tanah
dalam
menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak atau
remuk.
Tergantung pada kadar airnya, tanah mungkin berbentuk cair, plastis, semi
padat, atau padat. Kedudukan kadar air transisi bervariasi pada berbagai jenis
tanah. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut
23
Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.
25
23
26
23
Karena sulitnya mengatur kadar air pada waktu celah menutup pada 25
kali pukulan, maka biasanya percobaan dilakukan beberapa kali, yaitu dengan
kadar air yang berbeda dan dengan jumlah pukulan yang berkisar antara 15
sampai 35. Kemudian, hubungan kadar air dan jumlah pukulan, digambarkan
dalam grafik semi logaritmis untuk menentukan kadar air pada 25 kali
pukulannya.
Chen (1965) dalam Yuliet dkk. (2011) berpendapat bahwa batas cair tanah
sangat berpengaruh terhadap potensi pengembangan tanah atau tanah ekspansif
(expansion soils) sehingga Chen membuat klasifikasi tentang hubungan batas cair
dengan tanah ekspansif.
Tabel 2.2 Potensi Tanah Ekspansif Berdasarkan % Lewat Saringan No. 200 Dan
Batas Cair Menurut Chen (1965) dalam Yuliet dkk.(2011)
Selain Chen (1965), Snethen et.al (1977) dalam (Yuliet dkk., 2011) juga
membuat klasifikasi tentang hubungan batas cair dengan tanah ekspansif.
Tabel 2.3 Klasifikasi Potensial Mengembang (Snethen et.al, 1977 dalam Yuliet
dkk., 2011)
2723
2.2.3.2
Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara
daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di mana tanah dengan
diameter silinder 3,2 mm mulai retak-retak ketika digulung.
2.2.3.3
Batas susut (SL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara
daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar airdimana pengurangan kadar
air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah. Percobaan batas
susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm
dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi dengan pelumas dan diisi
dengan tanah jenuh sempurna. Kemudian dikeringkan dalam oven, volume
ditentukan dengan mencelupkannya dengan air raksa .
Batas susut dinyatakan dalam persaman :
( M 1 M 2) (V 1 V 2). W
M2
M2
SL = {
} 100%
Dengan :
m1
m2
v1
v2
23
28
Hubungan variasi kadar dan volume total tanah pada kedudukan batas cair,
batas plastis dan batas susut. Batas-batas atterberg sangat berguna untuk
identifikasi dan klasifikasi tanah. Batas-batas ini sering digunakan secara
langsung dalam spesifikasi, guna mengontrol tanah yang akan digunakan untuk
membangun stuktur urugan tanah.
Tabel 2.4 Kriteria tanah ekspansif berdasarkan PI dan SL ( Raman, 1967 dalam
Yuliet dkk.,2011)
Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasarkan Batas Susut Menurut Altmeyer
(1955) dalam Yuliet (2011)
23
lempung dan jika tanah mepunyai (PI) rendah ,seperti lanau, sedikit pengurangan
29
Tabel 2.6 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah ( Chen, 1975 dalam
Yuliet dkk., 2011)
PI
0
<7
7-17
>17
Sifat
Non plastis
Plastisitas rendah
Plastisitas sedang
Plastisitas tinggi
Macam Tanah
Pasir
Lanau
Lempung Berlanau
Lempung
23
30
Dari Tabel 2.9 2.10. dijelaskan bahwa, untuk aktivitas yang lebih besar
dari 1.25 digolongkan aktifdan sifatnya ekspansif, aktivitas antara 0.75 1.25
digolongkan normal, sedangkan yang kurangdari 0.75 digolongkan tidak aktif.
2.2.5 Aktivitas
Skempton (1953) dalam Prodjosoemarto (2010)mendefinisikan aktivitas
sebagai perbandingan antara indeks plastisitas dengan persen fraksi ukuran
lempung (yaitu persen dari berat butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm atau 2
m).
Ketebalan air mengelilingi butiran tanah lempung tergantung dari macam
mineralnya. Jadi, plastisitas tanah lempung tergantung dari :
1.
2.
Jumlah mineralnya
23
Bila ukuran butiran semakin kecil, maka luas permukaan butiran semakin
besar. Pada konsep Atterberg,jumlah air yang tertarik oleh permukaan partikel
tanah akan bergantung pada jumlah partikel lempung yang ada didalam tanah.
2.2.6 Klasifikasi Tanah
Hasil penyelidikan sifat-sifat ini kemudian dapat digunakan untuk
mengevaluasi masalah-masalh tertentu seperti :
1. Penentuan
penurunan
bangunan,
yaitu
dengan
menentukan
23
sistem
USCS
(Unifield
Soil
Clasification
Sistem),
tanah
diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari
50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau/lempung)
jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200.
32
Kerikil (gravel)
Pasir (Sand)
Lempung (Clay)
Lanau (Silt)
Pt
OrganiksSoil)
W
23
2.2.6.2
LL
= Batas cair
Pi
= Indeks plastisitas
33