Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHUALUAN

PADA Ny. K DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS


DI RUANG MELATI (PERAWATAN BEDAH)
RSUD PANGKEP

MUH. FIQHI
Po.71.3.201.14.1.

CI LAHAN

CI INSTITUSI

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR


JURUSAN KEPERAWATAN
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
1. KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen (gangguan multi sistem) yang
disebabkan oleh defesiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat yang ditandai dengan
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler,
mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1995).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem
dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja
insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999)
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia
kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia dengan
prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 6 % (John MF Adam).
B. Etiologi
Diabetes Mellitus terjadi karena organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Di bawah ini beberapa etiologi/sebab sehingga organ pankreas
tidak mampu memproduksi insulin berdasarkan tipe/klasifikasi penyakit diabetes mellitus tersebut:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic ke arah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan
genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leococite
antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor Imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen
3. Faktor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor esternal yang dapat
memicu dekstruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan dekstruksi

(hilangnya) sel beta. Virus penyebab DM adalah Rubela, Mumps, dan Human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun (aktivasi limfosit T reaktif terhadap
antigen sel pulau kecil) dalam sel beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu tedapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2.
Faktor-faktor ini adalah :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
b. Obesitas
Orang yang mengalami obesitas,tubuhnya memiliki kadar lemak yang tinggi atau
berlebihan sehingga jumlah cadangan energy dalam tubuhnya banyak begitupun dengan
yang tersimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin merupakan hormon yang
bertugas untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah mengalami penurunan fungsi
akibat dari kerja kerasnya dalam melakukan tugas sebagai pendistribusian glukosa
sekaligus pengkompensasi dari peningkatan glukosa darah, sehingga menyebabkan
resistensi insulin dan berdampak terjadinya DM tipe 2.
c. Riwayat keluarga
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan, diperkirakan
karena terjadinya perubahan pada metabolisme glukosa (Hiperglikemia akibat sekresi hormonehormon plasenta). Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes tipe 2 ini disebut sebagai
unmasked atau baru ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri
gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan
riwayat abortus berulang.
C. Patofisiologi
1. Diabetes mellitus Tipe I
Diabetes tipe I disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
a. Faktor genetik
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit
ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli
kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau
kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum
perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya
b. Faktor Imunologi.

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen),
c. Faktor lingkungan
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeks sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan
sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.
Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
Dimana faktor ini berdampak pada kerusakan sel beta pada pangkreas. Ini terjadi ketika
sel beta pangkreas melakukan suatu aktivitas biokimia dalam hal ini proses peningkatan
kadar insulin untuk menurunkan kadar glukosa dalam tubuh, oleh sistem imun
membaca/menterjemahkannya sebagai virus (benda asing) sehingga terjadilah proses
autoimunitas (pengrusakan) terhadap sel beta pangkreas tersebut yang mengakibatkan
terjadinya defesiensi insulin (ketidakmampuan menghasilkan insulin).
Akibat hal tersebut maka pengkompensasian terhadap peningkatan glukosa dalam
sirkulasi darah terganggu hasilnnya terjadilah hiperglikemia (glukosa dalam darah tinggi).
Jika konsentrasi gukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine yang
disebut dengan glukosuria. Ketika glukosa diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan dengan
diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia)
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifaglia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pemecahan glukosa baru dari asamasam amino serta
substansi lain), namun pada penderita defiisiensi insulin proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggaanggu
keseimbangan asambasa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes mellitus Tipe II


Diabetes tipe II disebabkan oleh beberapa faktor juga antara lain Usia, Obesitas,dan
Riwayat Keluarga. Dimana faktor tersebut akan mempengaruhi proses peningkatan kadar
glukosa dalam tubuh. Peningkatan kadar glukosa dalam darah secara terus-menerus
menyebabkan penurunan fungsi terhadap hormon insulin dimana tugas dari insulin ini
berfungsi untuk mengedarkan glukosa kepermukaan sel untuk metabolisme sel tersebut.
Sehingga yang seharusnya glukosa tersebut diedarkan kesetiap sel malah berkurang akibat
penurunan fungsi insulin sebagai akibatnya kadar glukosa secara terus-menerus mengalami
penigkatan.
Ginjal merupakan tempat penyaring hasil dari sekresi dalam tubuh tidak mampu lagi
menyerap glukosa akibat dari hiperglikemia tersebut dan akibatnya glukosa tersebut
terekskresi bersama dengan urine ( glukosuria). Untuk meringankan kerja dari dari ginjal
dalam pengeluaran glukosa maka terjadi penyerapan air dan elektrolik dalam ginjal untuk
mengencerkan glukosa, sehingga urine keluar secara encer bersama air, elektronik dan zatzat yang lainnya. Karena urine keluar secara terus menerus bersama dengan air dan
elektrolik maka tubuh mengalami kekurangan cairan akibatnya terjadi dehidrasi. Efek dari
dehidrasi tersebut menyebabkan volume cairan dalam vaskuler berkurang sehingga darah
bersifat lebih kental sehingga mempengaruhi proses sirkulasi darah dalam tubuh.
Gangguan fungsi insulin itu juga mengakibatkan gangguan metabolisme lemak
(dislipidemia). Hal tersebut dapat dilihat dari terjadinya peningkatan kadar kolesterol total,
kolesterol-kolesterol jahat (LDL), trigliserida, namun disertai penurunan kolesterol HDL
(kolesterol baik).
Akibat dari peningkatan kolesterol jahat tersebut mengakibatkan terdapatnya plak-plak
berupa lemak yang mengendap dalam pembuluh darah arteri yang berefek pada gangguan
pada sirkulasi darah atau yang biasa disebut dengan aterosklerosis. Akibat dari aterosklerosis
tersebut berdampak pada perubahan dan gangguan pada daerah makrovaskuler dan
microvaskuler. Untuk daerah makrovaskuler (pembuluh darah besar) yang berpengaruh
adalah organ jantung, serebral dan daerah ekstremitas (pergerakan). Khusus untuk organ
jantung, aterosklerosis menyebabkan penyakit arteri koroner dalam hal ini infark miokard
(gagal jantung) ini disebabkan karena kurangnya suplai oksigen terhadap sel-sel jantung
akibat dari sumbatan pada daerah pembuluh darah arteri koronaria. Dan untuk daerah
cerebral, akan berdampak pada penyakit stroke. Ini disebabkan karena

perubahan

aterosklerosis dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus di tempat lain
dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam
pembuluh darah serebral yang menimbulkan serangan iskemia sepintas (tidaknya adanya
aliran darah) dan menyebabkan stroke.

Sedangkan untuk daerah ekstremitas (pergerakan), akan berdampak pada pembentukan


gangren yang disebabkan oleh sirkulasi yang buruk akibat dari sumbatan pada saluran
peredaran darah yang mengarah pada daerah ekstremitas khususnya bagian bawah (distal)
selain itu pula adanya gangguan kemampuan leukosit terhadap penghancuran bakteri yang
berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka yang lama dan akibatnya akan terjadi
gangren serta berpotensi untuk diamputasi.
Untuk daerah mikrovaskuler yang berpengaruh adalah daerah retina (penglihatan) dan
daerah ginjal. Khusus untuk daerah retina (penglihatan), akan berdampak pada penyakit
retinopati ini disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina
mata di mana retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan
informasi tentang bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali
pembuluh darah dari berbagai jenis seperti pembuluh darah arteri serta vena yang kecil,
arteriol, venula dan kapiler. Dan pembuluh darah inilah yang merupakan pusat sumbatan
sehingga berpengaruh terhadap gangguan penglihatan dan jika ini berlangsung lama tanpa
ada tindakan yang progresif maka akan berpotensi terhadap kebutaan.

D. Tanda dan Gejala


Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak
semua dialami oleh penderita :
1. Polyuria
2. Polydipsia
3. Polyphagia
4. Glykosuria
5. Penurunan berat badan
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki (parestesia).
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Tujuan pemeriksaan laboratorium pada DM adalah : menetapkan diagnosa, mengikuti
perjalanan penyakit, kontrol terapi dan deteksi dini adanya kelainan akibat DM.
1. Pemeriksaan kadar gula darah
Cara yang dianjurkan adalah cara enzimatik, dan yang banyak digunakan dalam
laboratorium adalah cara glukosa oksidase. Cara lain adalah cara o-toluidine. Kedua cara ini
dianggap memberi hasil yang mendekati kadar glukosa sesungguhnya.

Tes

Sampel

GDS
GDP
GD2PP

Interpretasi Hasil Tes


Bukan DM
Belum pasti
DM (mg/dl)
(mg/dl)

Plasma Vena
Darah Kapiler
Plasma Vena
Darah Kapiler
Plasma Vena
Darah Kapiler

< 110
< 90
< 110
< 90
< 140
<200

110-199
90-199
110-125
90-199
140-200
120-200

DM
(mg/dl)
200
200
126
110
> 200
> 200

2. Tes toleransi glukosa (TTG)


3. Pemeriksaan gula urin.
4. Penetapan albumin urin
F. Komplikasi
1. Akut :
ketoasidosis diabetik
Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar non ketotis
Hipoglikemia
2. Kronik:
Umumnya terjadi pada 10-15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskuler (penyakit pembuluh darah besar):
Pembuluh coroner
Vaskilar perifer
Vaskular otak
b. Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil) :
Mengenai mata (Retinopati)
Mengenai ginjal (Nefropati)
Penyakit Neuropati (merupakan saraf sensorik-motorik) yang anatomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
G. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerja sama semua pihak di tingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan makan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik yaitu :
1.) Karbohidrat sebanyak 60 70 %.
2.) Protein sebanyak 10 15 %.
3.) Lemak sebanyak 20 25 %.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan
jasmani.

b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga
sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging.
c. Pengelolaan farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis Diabetes berupa :
1.) Obat hipoglikemia oral (OHO).
a.) Golongan sulfonilurea.
Obat golongan ini sudah dipakai sejak tahun 1957 dan tidak dipakai pada tipe
Diabetes Melitus tipe I. Mekanisme kerja obat golongan sulfoniluera :
-

Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.

Menurunkan ambang sekresi insulin.

Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

b.) Golongan biguanid


Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah Metformin. Metformin ini
menurunkan kadar glukosa darah pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta efeknya juga berefek menurunkan
kadar glukosa hati. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2
jam.
c.) Alga glukosidase inhibitor acarbose.
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukodosidase di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan hiperglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
d.) Insulin sensitizing agent.
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis

meningkatkan

sensitivitas

insulin.

Golongan

ini

bekerja

meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di


hati.
Tetapi baru mulai dicoba dan belum beredar di pasaran Indonesia.
2.) Insulin

Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfoniluera atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapit dak tercapai sasaran glukosa
darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfoniluera dengan metformin. Dan
bila masih belum berhasil, dipakai kombinasi sulfoniluera dan insulin.

H. Pencegahan
Adapun yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit Diabetes mellitus adalah sebagai
berikut :

Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan
aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi
lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan
dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.

Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga
berat badan agar tetap ideal.

Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan
pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat

2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi/tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B. Diagnosa Kperawatan
Adapun masalah keperawatan yang muncul pada penyakit DM adalah:
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
4. Gangguan intoleransi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula
darah.
7. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
8. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang dapat dilaksanakan adalah:
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat
diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan
kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang

adekuat.
Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan

keefektifan dari terapi yang diberikan.


Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang

berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.


Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan

respons pasien secara individual.


2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya atau menurunnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan: mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Rencana tindakan :
Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:Tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut
dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.

Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa: Hindari diet tinggi kolestrol,
teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi
efek dari stres.

Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat
mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi
daerah ulkus/gangren.

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.


Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Rencana tindakan :

Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.


Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan
larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan

nekrosis dapat menghambat proses granulasi.


Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan

kultur pus

pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.


Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar
gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
3. Gangguan intoleransi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Rencana tindakan :

Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.


Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan

tindakan.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk

relaksasi seoptimal mungkin.


Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan

BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.


Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obatobat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien

4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Rencana Tindakan :

Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.


Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga
dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi

terjadinya

hipoglikemia/hiperglikemia.
Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah

satu indikasi untuk menentukan diet).


Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan
gula darah dan mencegah komplikasi.

5. Resiko terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula
darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Rencana tindakan :

Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.


Rasional: Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat
membantu menentukan tindakan selanjutnya.
Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama
perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi

kuman.
Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan
tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil
kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Rencana tindakan :

Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan


keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang
lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.

7. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :

Hindarkan lantai yang licin.


Rasional: Menghindari terjadinya kecelakaan
Gunakan bed yang rendah.
Rasional: Memudahkan pasien untuk naik-turun bed
Orientasikan klien tentang ruang perawatan
Rasional: Agar pasien mampu mengetahui situasi dalam ruang perawatan
Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional: Memudahkan mobilitas pasien
Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Rasional: Mencegah terjadinya dekubitus.

D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :
a. Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ?

b. Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ?


c. Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ?
d. Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ?
e. Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan sesuai
kebutuhan?
f. Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya
sendiri?
g. Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit ?

LAMPIRAN
PENYIMPANGAN KDM
Diabetes Mellitus
Tipe 1

tipe 2

defesiensi insulin

resistensi insulin

Hiperglikemia
glykosuria
diuresis osmotik
Osmotic diuresis
Dehidrasi

P3(poliuria,polidipsi,polfagia)

Hemokonsentrasi

ketoasidosis

Ateroskerosis

ph menurun
Mual dan muntah

Ggn. Perfusi
jaringan

Resiko ggn nutrisi (-) dr


kbuthn

makrovaskuler

jantung
infark
miokard

cerebral
stroke

mikrovaskuker

ekstremitas
gangrene
Gangrene

retina
retinopati

nyeri

gangguan penglihatan

Ggn integritas jar.


Ggn intoleransi fisik

Ggn vol.

resiko injury (sekarat)


Ggn gambaran diri

Potensial penyb. infeksi

ginjal
nefropati diabetik

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner,Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8

th

vol 2 Kedokteran

EGC: Jakarta. 2001.


2. Sylvia, Wilson. Patofisiologi, edisi 6 th vol 2. Kedokteran EGC : Jakarta.
3. 2005.
4. Anonymous.
Diabetes
Mellitus.
http://diabetes-mellitusdm.blogspot.com/2008/02.
5. Anonymous. Patofisiologi Diabetes Mellitus. http://www.medicastor.diabetes.
2008.com.
6. Hidayat. Askep Diabetes mellitus. http://www.bloghidayat.com.
7.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

8.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Anda mungkin juga menyukai