Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1) PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.CKD
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit
yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah
(Smeltzer dan Bare, 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan dapat
disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama keadaan ini
selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala CKD tidak
selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
Gagal ginjal kronis atau cronic kidney disease ( CKD ) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
menyebabkan uremia (Brunner & Suddarth, 2002).
Dari beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa cronic kidney disease
merupakan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit
ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala.
CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal.Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
elektrolit, yang menyebabkan uremia.
2) TAHAPAN PENYAKIT CKD

Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat ditunjukan
dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
a. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90
ml/menit/1,73 m2.
b. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60 - 89
ml/menit/1,73 m2.
c. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m2.
d. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-29
ml/menit/1,73 m2.
e. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.
3) ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006) diantaranya
adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik,
nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
- Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks nefropati.
- Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
- Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
-

dan stenosis arteria renalis.


Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan

seklerosis sistemik progresif.


Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis

tubulus ginjal.
Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta

amiloidosis.
Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari
hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

4) PATHOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan
kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem

tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin
meningkat.Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal.Banyak masalah pada ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin.Menurunya filtrasi glomelurus atau
akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum
akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh.NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal
tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi
seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium.Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu
untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
seharihari tidak terjadi.Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang
meningkatkan

resiko

terjadinya

oedema,

gagal

jantung

kongesti,

dan

hipertensi.Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air
dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.Asidosis metabolik terjadi akibat
ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.Sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik
lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun
dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak
adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal
sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal

yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel
darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada
CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan

penyakit

tulang,

selain

itu

metabolik

aktif

vitamin

(1,25

dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan
berkembangnya

CKD

terjadi

penyakit

tulang

uremik

dan

sering

disebut

Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan


keseimbangan parathormon.Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan
darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi
ini.

5) MANIFESTASI KLINIS
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien
akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung
pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari. Manifestasi
yang terjadi pada CKD antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler, dermatologi,
gastro intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial menurut
Smeltzer, dan Bare (2001) diantaranya adalah :
a. Kardiovaskuler :
Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
Gagal jantung kongestif.
Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
b. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.

c. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan
terjadinya muntah.
d. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
e. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
f. Muskuloskletal seperti terjadinya

fraktur karena

kekurangan

kalsium

dan

pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.


g. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga
diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
6) KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra
(2006) antara lain adalah :
a. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,dan masukan
diit berlebih.
b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
f.
g.
h.
i.

alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.


Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

7) PENATALAKSANAAN
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan
derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut Suwitra
(2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1
Derajat CKD

Sumber : Suwitra 2006.


DERAJAT

LFG (ml/mnt/1,873

PERENCANAAN PENATALAKSANAAN

m2)

TERAPI

> 90

Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, kondisi


komorbid, evaluasi pemburukan
(progresion) fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler.

60-89

Menghambat

pemburukan

(progresion)

fungsiginjal.
3

30-59

Mengevaluasi

dan

melakukan

terapi

pada

4
5

15-29
5 < 15

komplikasi.
Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis).
Dialysis dan mempersiapkan terapi penggantian
ginjal (transplantasi ginjal).

Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah
sebagai berikut :
1) Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 2030 % dari normal terapi dari
penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2) Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus urinarius,
obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau
peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada
penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya
edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan
dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam

asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena


hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu
pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium (sayuran dan buah) harus
dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium dibatasi untuk
menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam disetarakan dengan
tekanan darah dan adanya edema.
3) Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah
hiperventilasi glomerulus yaitu :
1. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan
diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi
antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya protein nilai biologis
tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit.
Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah
dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat terjadi
malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi
protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain
yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk
membatasi asupan fosfat karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama,
agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
2. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada
kardiovaskuler juga penting
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim
konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE
inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti
proteinuri.
4) Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting, karena
40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit komplikasinya pada
kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi penyakit vaskuler
adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan
terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan
terapi terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.

5) CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat


penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi eritropoitin.
Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya
harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat.
6) Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5. Terapi
ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
8) CARA MENGHITUNG LFG (LAJU FILTRASI GLOMERULUS)
Laju filtrasi glomerular (LFG) (bahasa Inggris: Gromerular filtration rate
(GFR)) adalah laju rata-rata penyaringan darah yang terjadi di glomerulus yaitu sekitar
25% dari total curah jantung per menit, 1,300 ml . LFG digunakan sebagai salah satu
indikator menilai fungsi ginjal. Biasanya digunakan untuk menghitung bersihan
kreatinin yang selanjutnya dimasukkan kedalam formula.
Komposisi dari hasil filtrasi glomerulus adalah kalsium, asam lemak, dan mineral.
LFG di hitung dari hasil Koefisien filtrasidan tekanan filtrasi bersih. Koefisien filtrasi
adalah 12.5 ml/min/mmHg. Sedangkan Tekanan filtrasi bersih dapat dihitung dengan
mencari

selisih

antara tekanan

hidrostatik

glomerulus dikurangi

hasil

penjumlahan tekanan onkotik glomerulusdengan tekanan kapsula bowman.


Nilai GFR normal adalah 90 120 mL/min/1.73 m2.
Rumus Menghitung GFR-Rumus Glomerular Filtration Rate berdasarkan alat Kalkulasi
GFR adalah sebagai berikut:
GFR for male: (140 age) x wt(kg) / [72 x Serum Creatinine]
GFR for female: GFR(females) = GFR(males) x 0.85
Panduan Bahasa Indonesia Menggunakan Kalkulator GFR:

Isilah Age in Years dengan umur anda sekarang; misalnya : 36 (jika anda umur 36
tahun).

Pilihlah Patient Gender anda, Male jika anda Pria dan Female jika anda
Wanita.

Isilah Weight dengan berat badan anda sekarang, misalnya : 60 (jika berat anda 60 kg)
dan pilihlah satuan KG

Isilah Serum Creatinine sesuai dengan jumlah yang anda dapatkan dari hasil
pemeriksaan laboratorium pada kadar kreatinin anda.

9) PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urin
a. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak ada
(anuria).
b. Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
c. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
d. Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
2) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
3) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
4) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada.
5) Darah
a. Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
b. Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
c. SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti pada azotemia.
d. GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi
hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat
menurun PCO2 menurun.

e. Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau normal
(menunjukkan status dilusi hipernatremia).
f. Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap
akhir , perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau
lebih besar.
g. Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun.
h. Protein (khuusnya albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,
atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial. Osmolalitas
serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama dengan urine.
b. Pemeriksaan Radiologi
1. Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
5. KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih
dan adanya obtruksi (batu).
6. Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
7. Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
8. Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluk kedalam ureter, dan retensi.
9. Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan diit
tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang sangat
ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
10. Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti hipertensi,
obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada penyakit DM,
sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan transplantasi.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Demografi.

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa
/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit
parah.Pasien

juga

mengungkapkan

telah

menghindari

larangan

dari

dokter.Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung
kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air
naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
4) Aktifitas dan latian
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak
dapat menolong diri sendiri.Tandanya adalah aktifitas dibantu.
5) Pola istirahat dan tidur
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata.Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
6) Pola persepsi dan koknitif
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang.Tandanya adalah penurunan kesadaran
seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
7) Pola hubungan dengan orang lain

Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai


terjadinya HDR (Harga Diri Rendah).Tandanya lebih menyendiri, tertutup,
komunikasi tidak jelas.
8) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan
dalam hubungan.Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan,
penurunan kualitas hubungan.
9) Pola persepsi diri
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi.Tandanya kaki menjadi edema, citra
diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya
diri.
10) Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil.Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan
tepat, mudah terpancing emosi.
11) Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama.Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan
agama seperti biasanya.
d. Pengkajian fisik
Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.Kesadaran pasien dari

compos mentis sampai coma.


Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan

reguler.
Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau

terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.


Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan

pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.


Leher dan tenggorok
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru

(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada

jantung.
Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,

dan terjadi perikarditis.


2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oedema paru, penurunan curah
jantung, penurunan perifer yang menyebabkan asidosis laktat
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan air, penurunan haliaran
urine, dan diet berlebih
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan uremia dan pengeluaran cairan dan
elektrolit berlebih
4) Retensi urine
5) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah,
penurunan suolai O2
7) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O 2 kejaringan
menurun

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.


Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2012-2014. Penerbit
buku kedokteran.Jakarrta:EGC
Nuratif, A.H.,Kusuma,H. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:Mediaction Publishing.
Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. Dkk. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner dan Suddarth
Edisi 8 Volume 2.Jakarta : EGC.
Suddarth,Brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta:
ECG.
Sudoyo.2006.Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai