Jelaskan proses terjadinya udema serebri dan indikasi hiperventilasi pada pasien
trauma kapitis ?
Jawab
:
Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung terhadap
jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang membentur sisi luar
tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak. Pada
cedera deselerasi, kepala biasanya membentur suatu objek seperti kaca depan mobil,
sehingga terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak
kearah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat di bawah titik bentur
kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan dengan titik bentur awal.
Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah benturan (coup) atau pada sisi
sebaliknya (contra coup).
Sisi dalam tengkorak merupakan permukaan yang tidak rata. Gesekan jaringan
otak tehadap daerah ini dapat menyebabkan berbagai kerusakan terhadap jaringan
otak dan pembuluh darah.
Respon awal otak yang mengalami cedera adalah swelling. Memar pada
otak menyebabkan vasoliditasi dengan peningkatan aliran darah ke daerah tersebut,
menyebabkan penumpukan darah dan menimbulkan penekanan terhadap jaringan otak
sekitarnya. Karena tidak terdapat ruang lebih dalam tengkorak kepala maka swelling
dan daerah otak yang cedera akan meningkatkan tekanan intraserebral dan
menurunkan aliran darah ke otak, karena tidak segera tertangani dalam waktu 24 jam
hingga 48 jam terjadi akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan
volume otak atau yang bisa di sebut UDEMA CEREBRI
Kadar CO2 dalam darah mempengaruhi aliran darah serebral. Level normal
CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan kadar CO2 (hipoventilasi) menyebabkan
vasodilatasi
dan
bengkak
otak,
sedangkan
penurunan
kadar
peranan kecil terhadap bengkak otak, tetapi berpengaruh besar dalam menurunkan
aliran darah otak karena vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan hipoksia serebral. Otak
yang mengalami cedera tidak mampu mentoleransi hipoksia.
Hipoventilasi
atau
hipoksia
meningkatkan
angka
kematian
dengan
mempertahankan ventilasi yang baik pada frekuensi nafas berkisar 15 kali permenit
dan aliran oksigen yang memadai merupakan hal yang sangat penting. Hiperventilasi
profilaksis pada cedera kepala sudah tidak direkomendasikan
2. Jelaskan manajemen penatalaksanaan trauma kapitis ?
Jawab
B. Status Kesadaran
Cara penilaian status kesadaran dengan melakukan pemeriksaan GCS dan
fungsi pupil (lateralisasi dan refleks pupil).
Cedera Kepala Ringan
Pengelolaan:
1.
2.
3.
4.
Radiografi tengkorak
5.
6.
7.
Kriteria Rawat:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Fraktura tengkorak
7.
8.
9.
2.
3.
Pengelolaan:
1.
2.
3.
Setelah dirawat:
1.
2.
CT scan ulangan hari ketiga atau lebih awal bila ada perburukan
neurologis atau penderita akan pulang.
3.
Pengamatan TIK dan pengukuran lain seperti untuk cedera kepala berat .
2.
cedera
kepala
dengan
pemeriksaan rutin, profil koagulasi, kadar alkohol dan contoh untuk bank
darah. Film tulang belakang leher diambil, CT scan umumnya diindikasikan.
Pasien dirawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal.
Cedera Kepala Berat
Pengelolaan:
1.
ABCDE
2.
3.
4.
Obat-obat Terapeutik:
Mannitol
Hiperventilasi sedang (PCO2<35 mmHg)
Antikonvulsan
6.
C. Pemeriksaan tambahan
Peranan foto rontgen cranium banyak diperdebatkan manfaatnya, meskipun
beberapa rumah sakit melakukannya secara rutin. Selain indikasi medik, foto
rontgen cranium dapat dilakukan atas dasar indikasi legal/hukum.
Foto rontgen cranium biasa (AP dan lateral) umumnya dilakukan pada
keadaan:
w Defisit neurologis fokal
w Liquorrhoe
w Dugaan trauma tembus/fraktur impresi
w Hematoma luas di daerah kepala
Perdarahan intracranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan CT-scan kepala,
di mana prosedurnya sedehana, tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat. CT-scan
kepala dapat dilakukan pada keadaan:
o Dugaan perdarahan intracranial
o Perburukan kesadaran
o Dugaan fraktur basis cranii
o Kejang
Tugas :
TRAUMA KAPITIS
OLEH :
NAMA
NIM
: P201501340