PRESENTASI KASUS
BRONKOPNEUMONIA
Jumat, 20 Januari 2016
Oleh
RESTI RAMDANI
1518012127
Pembimbing : dr. Firdaus Juned, Sp. A
Pendahuluan
Melaporkan seorang anak yang datang dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak namun
dahak tidak mau keluar sejak 3 hari yang lalu, keluhan batuk makin hari makin berat
sehingga membuat pasien rewel dan sulit tidur. Pasien juga mengalami BAB cair sebanyak
lebih dari 5 kali SMRS. BAB disertai ampas makanan serta lendir dan berwarna coklat.
Pasien mengalami muntah sejak semalam sebanyak 2 kali. Sebelumnya pasien sudah
menjalani pengobatan untuk keluhan batuknya di bidan setempat namun tidak mengalami
perbaikan. Riwayat keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa dan riwayat asma
pada keluarga disangkal.
Laporan kasus
Penderita adalah seorang anak berusia 6 bulan. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro
pada tanggal 11 Januari 2016. pasien yang datang dengan keluhan sesak nafas, batuk
berdahak namun dahak tidak mau keluar sejak 3 hari yang lalu, keluhan batuk makin hari
makin berat sehingga membuat pasien rewel dan sulit tidur. Pasien juga mengalami BAB cair
sebanyak lebih dari 5 kali SMRS. BAB disertai ampas makanan serta lendir dan berwarna
coklat. Pasien mengalami muntah sejak semalam sebanyak 2 kali. Sebelumnya pasien sudah
menjalani pengobatan untuk keluhan batuknya di bidan setempat namun tidak mengalami
perbaikan. Riwayat keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa dan riwayat asma
pada keluarga disangkal.
Follow up vital sign :
Saat Datang Hari ke 1
Hari ke 2
Hari ke 3
Hari ke 4
12/1/2016
114
30
37,4
Sesak nafas,
13/1/2016
100
28
36,0
Batuk masih
14/1/2016
96
32
36,5
Batuk
15/1/2016
92
30
36,9
Batuk
batuk
batuk
dirasakan,
berdahak
berdahak,
berdahak
berdahak,
menyusu
mulai
BAB cair 1x
berkurang,
berkurang,
tadi
BAB
ampas
11/1/2016
HR
112
RR
36
T
36,8
Subjektif Sesak nafas,
SMRS,
dan muntah
muntah
objektif
cair+ menyusu
menyusu kuat,
1x makanan
2x semalam
cair+ampas
sejak
kali
semalam
semalam,
3x
sejak sejak
semalam.
pasien rewel
KU : tampak KU : tampak KU : tampak KU : tampak
BB=8,5 kg
sakit sedang
sakit sedang
sakit sedang
: Kesadaran
Kesadaran : Compos
Compos
Compos
Compos
Compos
Mentis
Mentis
Mentis
Mentis
Mentis
Kepala
: Kepala
: Kepala
: Kepala
Kepala
: normochepal
normochepal
normochepal
normochepal,
, perbesaran kelenjar
kelenjar
tiroid
kelenjar
(-), sianosis
sianosis
(+).
NCH Thorak
simetris,
perbesaran
(-), (-),
(-/-).
: Thorak
simetris,
normochepal,
(-), tiroid
(-), sianosis
CA (-/-), SI (-/-).
tiroid
(-/-),
pagi,
Thorak
: simetris,
ekspansi
SI
(-/-).
: Thorak
simetris, sonor
(+/+),
Thorak
: ekspansi
simetris,
ekspansi
dinding dada dinding dada (+), sonor (+/ +), ronki (-/-),
vesikuler mengi
(+/
ronki (+/+),
ronki BJ1=BJ2,
ronki (+/+),
mengi murmur
(-/-),
BJ1=BJ2,
BJ1=BJ2,
BJ1=BJ2,
BJ1=BJ2,
Abdomen
gallop (-/-).
: Abdomen
gallop (-/-).
: Abdomen
(-/-),
gallop (-/-).
(-/-),
gallop (-/-).
(-/-),
Abdomen
cembung,
: supel, timpani,
: simetris,
BU
(+)
NT
simetris,
simetris,
simetris,
cembung,
normal,
cembung,
cembung,
cembung,
supel,
epigastrium (-)
supel,
supel,
supel,
timpani,
BU Ekstremitas
normal, reflek
(+)
(+)
normal, (+)
meningkat
NT
NT
epigastrium
epigastrium
(-).
(-).
Ekstremitas :
normal,
NT epigastrium
normal, NT
epigastrium
(-).
(-).
Ekstremitas : reflek
reflek
(+), reflek
(+), palmar
palmar
eritema (-).
assesme
eritema (-).
Susp.
Bronkopneu
nt
Bronkopneu
monia
monia
Diare akut
(+),
palmar eritema
(-).
(+),
(+), palmar
palmar
eritema (-).
eritema (-).
GEAD
Pemeriksaan Penunjang
11-01-2016
Hb
11,6* gr/dl
Ht
35,1*%
Leukosit
17,8* rb/ul
Eritrosit
4,66 juta/ul
Trombosit 10605.000* /ul
MCV
75,4* fl
MCH
24,9pg
MCHC
33 g/dl
GDS
Diagnosa kerja dan diagnosa banding
Berdasarkan data-data diatas penderita dibuat diagnosa sebagai berikut:
Diagnosa kerja : bronkopneumonia dan diare akut
Penatalaksanaan
11-1-2016
Oksigen
12-1-2016
13-1-2016
14-1-2016
Infus D5% 16 cc Infus D5% 16 cc Infus D5% 16 cc
Nebu
aminophilin +
aminophilin
ventolin 4cc = 20cc dlm 4cc = 20cc dlm 4cc = 20cc dlm
:flixolid /8jam
Ranitidin
aminophilin +
20 mnt
2xamp Infus
(iv)
20 mnt
D5NS Infus
25 tpm mikro
20 mnt dengan
D5NS syringe pump
25 tpm mikro
Infus
Ampicilin
25 tpm mikro
(IV)
3x300 mg
3x300 mg
Ampicilin
Lacto B 2xsach
Sageston
mg
mg
Nebulisasi:
Nebulisasi
2x20 Sageston
D5NS
2x20 3x300 mg
Sageston
2x20
: mg
jam
NaCl 0,9% /8
Lacto B 2x1
Lacto B 2x1
jam
Mucos 3xcth
Lacto B 2x1
Mucos 3xcth
Resume
Penderita adalah seorang anak berusia 6 bulan. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro
pada tanggal 11 Januari 2016. pasien yang datang dengan keluhan sesak nafas, batuk
berdahak namun dahak tidak mau keluar sejak 3 hari yang lalu, keluhan batuk makin hari
makin berat sehingga membuat pasien rewel dan sulit tidur. Pasien juga mengalami BAB cair
sebanyak lebih dari 5 kali SMRS. BAB disertai ampas makanan serta lendir dan berwarna
coklat. Pasien mengalami muntah sejak semalam sebanyak 2 kali. Sebelumnya pasien sudah
menjalani pengobatan untuk keluhan batuknya di bidan setempat namun tidak mengalami
perbaikan. Riwayat keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa dan riwayat asma
pada keluarga disangkal. Pasien di pulangkan pada tanggal 15 januari 2016 dengan diagnosa
bronkopneumonia dan diare akut.
Pada pemeriksaan yang telah dilakukan sampai hari ke 2 perawatan pasien masih mengalami
sesak nafas namun dengan pengobatan sesak nafas dapat teratasi. Lalu perawatan dari hari
pertama sampai hari ke 4 perawatan pasien mengalami batuk berdahak namun dahak tak
dapat di keluarkan sehingga mengganggu pasien dan pasien rewel. Sebelum masuk RS pasien
mengalami diare dan muntah hingga perawatan hari ke 4. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan , nafas cuping hidung, ekspansi dinding dada, dan suara nafas tambahan yaitu
ronki basah dan wheezing. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pada tanggal 11
januari 2016 didapatkan kesan leukositosis dengan leukosit 17,8rb/ul, peningkatan trombosit
605.000/ul. Terapi yang diberikan selama perawatan adalah Infus D5% 16 cc + aminophilin
4cc = 20cc dlm 20 mnt dengan syringe pump, Infus D5NS 25 tpm mikro, Ampicilin 3x300
mg, Sageston 2x20 mg, Nebulisasi : Berotec 8 tetes+ NaCl 0,9% /8 jam, Lacto B 2x1, Mucos
3xcth.
Gambaran klinis bronkopneumonia pada bayi bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi
secara umum terbagi menjadi gejala infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Gejala
infeksi umum berupa demam, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, keluhan
gastrointestinal, dan kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan
respiratori berupa batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu, napas cuping hidung, air
hunger, merintih, dan sianosis. Pada pasien ini ditemukan keluhan yang mengarah pada
diagnosis bronkopneumonia yaitu sesak napas, batuk, retraksi dada, napas cuping hidung,
demam dan penurunan napsu makan. Pemeriksaan fisik bayi dengan bronkopneumonia
menunjukkan tanda klinis berupa pekak perkusi, suara napas melemah, dan adanya ronki
basah halus. Pada pasien ini ditemukan ronki basah halus.
Pasien dengan bronkopneumonia dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori. Kategori yang
pertama yaitu pneumonia berat (sesak napas, harus dirawat dan diberikan antibiotik).
Kategori yang kedua yaitu pneumonia (tidak ada sesak napas, napas cepat dengan laju napas
>50x/ menit, tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral). Kategori yang ketiga yaitu bukan
pneumonia (tidak ada napas cepat dan sesak napas, tidak perlu rawat dan antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatik).
Penegakkan diagnosis bronkopneumonia juga dapat didukung oleh pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan laboratorium dan foto thorax. Pada pasien didapatkan peningkatan
leukosit, yang menjadi tanda adanya infeksi. Pasien tidak melakukan pemeriksaan foto
thorax, namun jika dilakukan pemeriksaan tersebut hasil yang didapat untuk menegakkan
diagnosis adalah akan terdapat gambaran infiltrat pada lobus paru yang terinfeksi.
Dari penjelasan diatas, maka pasien didiagnosa dengan bronkopneumonia. Selain
penegakkan diagnosa, keputusan pasien dirawat atau tidak juga harus dipastikan. Dalam
MTBS/IMCI, anak dengan batuk diklasifikasikan sebagai penyakit sangat berat
(pneumonia berat) dan pasien harus dirawat-inap; pneumonia yang berobat jalan, dan batuk
bukan pneumonia yang cukup diberi nasihat untuk perawatan di rumah. Derajat keparahan
dalam diagnosis pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus di rawat inap
dan pneumonia ringan yang bisa rawat jalan.
Pneumonia ringan ditegakkan bila ada keluhan batuk dan kesulitan bernafas disertai nafas
cepat saja. Pada usia 2 bulan-11 bulan frekuensi nafas > 50 kali/menit. Pada usia 1 tahun-5
tahun > 40 kali /menit. Jika pasien mengalami ini maka tidak perlu rawat inap.
Pneumonia berat ditegakkan bila ada batuk dan kesulitan bernafas ditambah minimal salah
satu dari gejala berikut :
Kepala terangguk-angguk
Nafas cuping hidung
Retraksi dinding dada
Foto thorax menunjukkan gambaran pneumonia
Crackles (ronki)
Suara pernapasan menurun
Suara pernapasan bronkial
Bila terdapat gejala seperti yang disebutkan, maka pasien termasuk dalam pneumonia berat
dan harus dirawat inap. Pada pasien ini, didapatkan nafas cuping hidung dan retraksi dinding
dada, maka pasien dirawat di rumah sakit.
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paruparu yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anakanak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur
2 tahun. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus
sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander
(Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical
7
virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp,
Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang
sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas
aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda
dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas
yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi
sesuai agen etiologinya. Faktor Non Infeksi dapat terjadi akibat disfungsi menelan atau
refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi
energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Klasifikasi pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya
pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa
pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi
yang lebih relevan.
Pembagian secara anatomis :
8
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Bakteri
Blastomycosis, Cryptoccosis.
Corpus alienum
Aspirasi
Pneumonia hipostatik
Pneumococcus
pneumonia,
Streptococcus
pneumonia,
kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan
dinding dada.
indrawing).
Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai
adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak
umur 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
4.
5.
6.
7.
8.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :
1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
10
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
11
Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
sela iga.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada bronkopneumonia yaitu:
empiema(stapilococcus);
infiltrasi
menyebar
atau
terlokalisasi
diobati.
JDL leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,
12
Pemeriksaan fungsi paru volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin
biasanya
normal
atau
sedikit
menurun(1,2).
13
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a.
Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b.
Demam
c.
d.
e.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan bronkopneumonia dibagi menjadi 2 yaitu :
Penatalaksaan umum
-
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO 2 pada
analisis gas darah 60 torr
Penatalaksanaan khusus
-
Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
14
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
ampicillin + aminoglikosid
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)
c.
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)
Pada bayi
15
2. Pada anak
distress pernapasan
grunting
KRITERIA PULANG
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
IDAI. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak
Sectish Theodore C, Prober Charles G. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics : Pneumonia
edisi 15. Jakarta: EGC.
WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
16