Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNILA


RSU JENDRAL AHMAD YANI METRO

PRESENTASI KASUS
BRONKOPNEUMONIA
Jumat, 20 Januari 2016
Oleh
RESTI RAMDANI
1518012127
Pembimbing : dr. Firdaus Juned, Sp. A
Pendahuluan
Melaporkan seorang anak yang datang dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak namun
dahak tidak mau keluar sejak 3 hari yang lalu, keluhan batuk makin hari makin berat
sehingga membuat pasien rewel dan sulit tidur. Pasien juga mengalami BAB cair sebanyak
lebih dari 5 kali SMRS. BAB disertai ampas makanan serta lendir dan berwarna coklat.
Pasien mengalami muntah sejak semalam sebanyak 2 kali. Sebelumnya pasien sudah
menjalani pengobatan untuk keluhan batuknya di bidan setempat namun tidak mengalami
perbaikan. Riwayat keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa dan riwayat asma
pada keluarga disangkal.
Laporan kasus
Penderita adalah seorang anak berusia 6 bulan. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro
pada tanggal 11 Januari 2016. pasien yang datang dengan keluhan sesak nafas, batuk
berdahak namun dahak tidak mau keluar sejak 3 hari yang lalu, keluhan batuk makin hari
makin berat sehingga membuat pasien rewel dan sulit tidur. Pasien juga mengalami BAB cair
sebanyak lebih dari 5 kali SMRS. BAB disertai ampas makanan serta lendir dan berwarna
coklat. Pasien mengalami muntah sejak semalam sebanyak 2 kali. Sebelumnya pasien sudah
menjalani pengobatan untuk keluhan batuknya di bidan setempat namun tidak mengalami

perbaikan. Riwayat keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa dan riwayat asma
pada keluarga disangkal.
Follow up vital sign :
Saat Datang Hari ke 1

Hari ke 2

Hari ke 3

Hari ke 4

12/1/2016
114
30
37,4
Sesak nafas,

13/1/2016
100
28
36,0
Batuk masih

14/1/2016
96
32
36,5
Batuk

15/1/2016
92
30
36,9
Batuk

batuk

batuk

dirasakan,

berdahak

berdahak,

berdahak

berdahak,

menyusu

mulai

BAB cair 1x

namun dahak BAB

berkurang,

berkurang,

tadi

tidak keluar, cair+ampas

BAB

BAB cair 5x makanan,

ampas

11/1/2016
HR
112
RR
36
T
36,8
Subjektif Sesak nafas,

SMRS,

dan muntah

muntah

objektif

cair+ menyusu

menyusu kuat,

normal, BAB sesak nafas (-)

1x makanan

2x semalam

cair+ampas

lebih dari 3 makanan

sejak

kali

semalam

semalam,

3x

sejak sejak
semalam.

pasien rewel
KU : tampak KU : tampak KU : tampak KU : tampak

BB=8,5 kg

KU : tampak sakit sedang


sakit berat

sakit sedang

sakit sedang

Kesadaran : Kesadaran : Kesadaran

sakit sedang
: Kesadaran

Kesadaran : Compos

Compos

Compos

Compos

Compos

Mentis

Mentis

Mentis

Mentis

Mentis

Kepala

: Kepala

: Kepala

: Kepala

Kepala

: normochepal

normochepal

normochepal

normochepal,

, perbesaran , perbesaran perbesaran

, perbesaran kelenjar
kelenjar

tiroid

kelenjar

sianosis (-), sianosis (-),

(-), sianosis

(-), (-), CA (-/-), CA (-/-),

sianosis

(-), CA (-/-), SI CA (-/-), SI SI (-/-).

(+).

NCH Thorak
simetris,

perbesaran

(-), (-),

(-/-).
: Thorak
simetris,

normochepal,

(-), tiroid

(-), sianosis

CA (-/-), SI (-/-).

kelenjar tiroid kelenjar tiroid

tiroid

(-/-),

pagi,

Thorak
: simetris,
ekspansi

SI

(-/-).
: Thorak

simetris, sonor
(+/+),

Thorak

: ekspansi

simetris,

ekspansi

dinding dada vesikuler

dinding dada dinding dada (+), sonor (+/ +), ronki (-/-),

sonor (+/+), (+), sonor (+/ (+), sonor (+/ +),

vesikuler mengi

vesikuler (+/ +), vesikuler +), vesikuler (+/+),


+), ronki (+/ (+/+),
+),

(+/

ronki (+/+),

ronki BJ1=BJ2,

ronki (+/+),

mengi murmur

mengi (+/+), mengi (+/+), mengi (-/-),


(+/+),

(-/-),

BJ1=BJ2,

BJ1=BJ2,

BJ1=BJ2,

BJ1=BJ2,

murmur (-/-), simetris,

Abdomen

murmur (-/-), murmur (-/-), murmur (-/-), gallop (-/-).


Abdomen

gallop (-/-).
: Abdomen

gallop (-/-).
: Abdomen

(-/-),

gallop (-/-).

(-/-),

gallop (-/-).

(-/-),

Abdomen

cembung,
: supel, timpani,

: simetris,

BU

(+)
NT

simetris,

simetris,

simetris,

cembung,

normal,

cembung,

cembung,

cembung,

supel,

epigastrium (-)

supel,

supel,

supel,

timpani,

timpani, BU timpani, BU timpani, BU (+)

BU Ekstremitas

normal, reflek

(+)

(+)

normal, (+)

meningkat

NT

NT

epigastrium

epigastrium

(-).

(-).

Ekstremitas :

normal,

NT epigastrium

normal, NT

epigastrium

(-).

(-).

Ekstremitas : Ekstremitas : reflek

Ekstremitas : reflek
reflek

(+), reflek

(+), palmar

palmar

eritema (-).

assesme

eritema (-).
Susp.

Bronkopneu

nt

Bronkopneu

monia

monia

Diare akut

(+),

palmar eritema
(-).

(+),

(+), palmar

palmar

eritema (-).

eritema (-).

GEAD

Pemeriksaan Penunjang
11-01-2016

Hb
11,6* gr/dl
Ht
35,1*%
Leukosit
17,8* rb/ul
Eritrosit
4,66 juta/ul
Trombosit 10605.000* /ul
MCV
75,4* fl
MCH
24,9pg
MCHC
33 g/dl
GDS
Diagnosa kerja dan diagnosa banding
Berdasarkan data-data diatas penderita dibuat diagnosa sebagai berikut:
Diagnosa kerja : bronkopneumonia dan diare akut
Penatalaksanaan
11-1-2016
Oksigen

12-1-2016
13-1-2016
14-1-2016
Infus D5% 16 cc Infus D5% 16 cc Infus D5% 16 cc

IUFD DNS 9 tpm

Nebu

aminophilin +

aminophilin

ventolin 4cc = 20cc dlm 4cc = 20cc dlm 4cc = 20cc dlm

:flixolid /8jam
Ranitidin

aminophilin +

20 mnt

2xamp Infus

(iv)

20 mnt
D5NS Infus

25 tpm mikro

20 mnt dengan
D5NS syringe pump

25 tpm mikro

Infus

Ampisilin 3x300 mg Ampicilin

Ampicilin

25 tpm mikro

(IV)

3x300 mg

3x300 mg

Ampicilin

Lacto B 2xsach

Sageston

Mucos sup 3xcth

mg

mg

Nebulisasi:

Nebulisasi

2x20 Sageston

D5NS

2x20 3x300 mg
Sageston

2x20

: mg

Berotec 8 tetes+ Berotec 8 tetes+ Nebulisasi

NaCl 0,9% /8 NaCl 0,9% /8 Berotec 8 tetes+


jam

jam

NaCl 0,9% /8

Lacto B 2x1

Lacto B 2x1

jam

Mucos 3xcth

Lacto B 2x1
Mucos 3xcth

Resume

Penderita adalah seorang anak berusia 6 bulan. Os datang ke UGD RS Ahmad Yani Metro
pada tanggal 11 Januari 2016. pasien yang datang dengan keluhan sesak nafas, batuk
berdahak namun dahak tidak mau keluar sejak 3 hari yang lalu, keluhan batuk makin hari
makin berat sehingga membuat pasien rewel dan sulit tidur. Pasien juga mengalami BAB cair
sebanyak lebih dari 5 kali SMRS. BAB disertai ampas makanan serta lendir dan berwarna
coklat. Pasien mengalami muntah sejak semalam sebanyak 2 kali. Sebelumnya pasien sudah
menjalani pengobatan untuk keluhan batuknya di bidan setempat namun tidak mengalami
perbaikan. Riwayat keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa dan riwayat asma
pada keluarga disangkal. Pasien di pulangkan pada tanggal 15 januari 2016 dengan diagnosa
bronkopneumonia dan diare akut.
Pada pemeriksaan yang telah dilakukan sampai hari ke 2 perawatan pasien masih mengalami
sesak nafas namun dengan pengobatan sesak nafas dapat teratasi. Lalu perawatan dari hari
pertama sampai hari ke 4 perawatan pasien mengalami batuk berdahak namun dahak tak
dapat di keluarkan sehingga mengganggu pasien dan pasien rewel. Sebelum masuk RS pasien
mengalami diare dan muntah hingga perawatan hari ke 4. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan , nafas cuping hidung, ekspansi dinding dada, dan suara nafas tambahan yaitu
ronki basah dan wheezing. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pada tanggal 11
januari 2016 didapatkan kesan leukositosis dengan leukosit 17,8rb/ul, peningkatan trombosit
605.000/ul. Terapi yang diberikan selama perawatan adalah Infus D5% 16 cc + aminophilin
4cc = 20cc dlm 20 mnt dengan syringe pump, Infus D5NS 25 tpm mikro, Ampicilin 3x300
mg, Sageston 2x20 mg, Nebulisasi : Berotec 8 tetes+ NaCl 0,9% /8 jam, Lacto B 2x1, Mucos
3xcth.

Pembahasan dan diskusi


1. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus diatas ?
2. Apakah penatalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai ?
1. Bagaimanakah penegakan diagnosis pada kasus diatas ?

Gambaran klinis bronkopneumonia pada bayi bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi
secara umum terbagi menjadi gejala infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Gejala
infeksi umum berupa demam, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, keluhan
gastrointestinal, dan kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan
respiratori berupa batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu, napas cuping hidung, air
hunger, merintih, dan sianosis. Pada pasien ini ditemukan keluhan yang mengarah pada
diagnosis bronkopneumonia yaitu sesak napas, batuk, retraksi dada, napas cuping hidung,
demam dan penurunan napsu makan. Pemeriksaan fisik bayi dengan bronkopneumonia
menunjukkan tanda klinis berupa pekak perkusi, suara napas melemah, dan adanya ronki
basah halus. Pada pasien ini ditemukan ronki basah halus.
Pasien dengan bronkopneumonia dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori. Kategori yang
pertama yaitu pneumonia berat (sesak napas, harus dirawat dan diberikan antibiotik).
Kategori yang kedua yaitu pneumonia (tidak ada sesak napas, napas cepat dengan laju napas
>50x/ menit, tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral). Kategori yang ketiga yaitu bukan
pneumonia (tidak ada napas cepat dan sesak napas, tidak perlu rawat dan antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatik).
Penegakkan diagnosis bronkopneumonia juga dapat didukung oleh pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan laboratorium dan foto thorax. Pada pasien didapatkan peningkatan
leukosit, yang menjadi tanda adanya infeksi. Pasien tidak melakukan pemeriksaan foto
thorax, namun jika dilakukan pemeriksaan tersebut hasil yang didapat untuk menegakkan
diagnosis adalah akan terdapat gambaran infiltrat pada lobus paru yang terinfeksi.
Dari penjelasan diatas, maka pasien didiagnosa dengan bronkopneumonia. Selain
penegakkan diagnosa, keputusan pasien dirawat atau tidak juga harus dipastikan. Dalam
MTBS/IMCI, anak dengan batuk diklasifikasikan sebagai penyakit sangat berat
(pneumonia berat) dan pasien harus dirawat-inap; pneumonia yang berobat jalan, dan batuk
bukan pneumonia yang cukup diberi nasihat untuk perawatan di rumah. Derajat keparahan
dalam diagnosis pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus di rawat inap
dan pneumonia ringan yang bisa rawat jalan.
Pneumonia ringan ditegakkan bila ada keluhan batuk dan kesulitan bernafas disertai nafas
cepat saja. Pada usia 2 bulan-11 bulan frekuensi nafas > 50 kali/menit. Pada usia 1 tahun-5
tahun > 40 kali /menit. Jika pasien mengalami ini maka tidak perlu rawat inap.

Pneumonia berat ditegakkan bila ada batuk dan kesulitan bernafas ditambah minimal salah
satu dari gejala berikut :

Kepala terangguk-angguk
Nafas cuping hidung
Retraksi dinding dada
Foto thorax menunjukkan gambaran pneumonia

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:


- Napas cepat:

Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit


Anak umur 2 11 bulan : 50 kali/menit
Anak umur 1 5 tahun : 40 kali/menit
Anak umur 5 tahun : 30 kali/menit

- Suara merintih (grunting) pada bayi muda


- Pada auskultasi terdengar:

Crackles (ronki)
Suara pernapasan menurun
Suara pernapasan bronkial

Bila terdapat gejala seperti yang disebutkan, maka pasien termasuk dalam pneumonia berat
dan harus dirawat inap. Pada pasien ini, didapatkan nafas cuping hidung dan retraksi dinding
dada, maka pasien dirawat di rumah sakit.
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paruparu yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anakanak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur
2 tahun. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus
sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander
(Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical
7

virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp,
Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang
sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas
aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda
dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas
yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi
sesuai agen etiologinya. Faktor Non Infeksi dapat terjadi akibat disfungsi menelan atau
refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi
energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Klasifikasi pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya
pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa
pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi
yang lebih relevan.
Pembagian secara anatomis :
8

Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)

Pembagian secara etiologi :

Bakteri

Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.


Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.
Corpus alienum
Aspirasi
Pneumonia hipostatik

Pneumococcus

pneumonia,

Streptococcus

pneumonia,

Klasifikasikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan

Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi


pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang

kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan
dinding dada.

Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan <5 tahun

Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai


nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest

indrawing).
Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai
adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak
umur 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak

umur 1 - <5 tahun adalah 40 kali atau lebih permenit.


Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan
dinding dada.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru

merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat


berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1.
2.
3.
4.

Inhalasi langsung dari udara


Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
4.
5.
6.
7.
8.

yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.


Refleks batuk.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :
1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
10

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

11

Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
sela iga.

Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

Perkusi : Sonor memendek sampai beda

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah


gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada bronkopneumonia yaitu:

Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan


pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi

virus atau mycoplasma.


Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
Sinar x mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat,

empiema(stapilococcus);

infiltrasi

menyebar

atau

terlokalisasi

(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma

sinar x dada mungkin bersih.


Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium

lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.


Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak

diobati.
JDL leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,

kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.


Pemeriksaan serologi titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
LED meningkat

12

Pemeriksaan fungsi paru volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);

tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.


Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
Bilirubin mungkin meningkat
Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin

biasanya

normal

atau

sedikit

menurun(1,2).

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena


pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :
1. Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
3. Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak
usia < 2 bulan, > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun,
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
Deteksi antigen bakteri

13

KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a.

Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada

b.

Demam

c.

Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

d.

Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

e.

Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit


predominan, dan bakteri 15.000 40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan bronkopneumonia dibagi menjadi 2 yaitu :
Penatalaksaan umum
-

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO 2 pada
analisis gas darah 60 torr

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

Penatalaksanaan khusus
-

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis


Pneumonia ringan diberikan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi

penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90

mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

14

Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
ampicillin + aminoglikosid
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)

c.

beta laktam amoksisillin

amoksisillin-amoksisillin klavulanat

golongan sefalosporin

kotrimoksazol

makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 tahun)


amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam maka diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit
seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
INDIKASI RAWAT
Kriteria rawat inap, yaitu :
1.

Pada bayi

saturasi oksigen 92 %, sianosis

frekuensi napas > 60 x/menit

distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting

15

tidak mau minum / menetek

keluarga tidak bisa merawat dirumah

2. Pada anak

saturasi oksigen 92 %, sianosis

frekuensi napas 50 x/menit

distress pernapasan

grunting

terdapat tanda dehidrasi

keluarga tidak bisa merawat dirumah

KRITERIA PULANG

Gejala dan tanda pneumonia menghilang

Asupan peroral adekuat

Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (peroral)

Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
IDAI. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak
Sectish Theodore C, Prober Charles G. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics : Pneumonia
edisi 15. Jakarta: EGC.
WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit

16

Anda mungkin juga menyukai