DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I.............................................................................................................
PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1
Latar Belakang................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................
1.3 Tujuan...................................................................................................
1.4 Manfaat.................................................................................................
BAB II............................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
2.1
Definisi Obat Emergeny..................................................................
2.2
Tujuan terapi Obat emergency........................................................
2.3
Klasifikasi........................................................................................
2.4
Jenis-jenis Obat Emergency............................................................
BAB III..........................................................................................................
PENUTUP......................................................................................................
4.1
Kesimpulan......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
dan tidak ada kejadian vatal yang diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat
emergensi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dari obat emergency?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.1.1.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.1.1.
1.3.1.2.
1.3.1.3.
1.3.1.4.
1.3.1.5.
emergency
1.3.1.6.
1.3.1.7.
1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang obat emergency serta
memahami aplikasi pada keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Obat Emergeny
Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan
untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.(2)
Pengetahuan mengenai obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi
gawat darurat yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Obat-obat
emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin,
efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat,
adrenalin, kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin,
serta adrenalin
2.2 Tujuan terapi Obat emergency
Tujuan terapi obat pada pasien kritis sama pada setiap individu: untuk mencapai
efek yang diinginkan dengan meminimalkan efek yang merugikan. Berbagai
faktor dapat mengubah farmakodinamik dan farmakokinetik yang akhirnya
mempengaruhi keefektifan terapi obat (Stillwell, 2011).
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan sifat pemakaiannya obat-obat yang tertuang dalam Formularium
Rumah Sakit dibedakan dalam dua jenis yaitu obat gawat darurat dan obat
bukan gawat darurat. Obat gawat darurat merupakan sebagian dari obatobatan
yang harus ada dalam persediaan ruangan, obat ini mutlak harus selalu tersedia
di setiap ruangan karena pengaruhnya yang begitu besar terhadap pelayanan
yang terkait. Obat ini bersifat life saving yang diperlukan pada keadaan gawat
darurat untuk menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan
kecacatan seumur hidup. Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada
pasien obat gawat darurat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu Obat kategori
Vital, Essential dan Desirable (VED). VED bertujuan untuk mengklasifikasikan
obat berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien. Kategori obat
tersebut adalah :
a.
Obat kategori Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan
segera untuk menyelamatkan hidup, obat kategori mutlak tersedia
sepanjang waktu dalam persediaan uangan.
b.
c.
Sulfas Atropin
Pethidin
Propofol/ Recofol
Succinil Cholin
Tramus
Sulfas Atropin
Efedrin
Buvanest atau Bunascan
Catapress (untuk menambah efek
buvanest)
Obat-obatan emergency1.
Atropin
yang harus ada dalam 2.
Efedrin
kotak emergency:
3.
Ranitidin
4.
Ketorolac
5.
Metoklorpamid
6.
Aminofilin
7.
Asam Traneksamat
8.
Adrenalin
9.
Kalmethason
10.
furosemid (harus ada untuk pasien
urologi)
11.
lidocain
12.
gentamicyn salep mata
4
13.
Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14.
Methergin (untuk pasien obsgyn)
15.
Adrenalin
(sumber: Menguak misteri kamar bius, www.doktermudaliar.wordpress.com)
Pada tahap premedikasi, obat dapat digolongkan menjadi tiga yaitu (1)
golongan narkotika, (2) Golongan Sedativa dan Transquilizer, dan (3) golongan
obat pengering.
Tabel 3.2 Penggolongan Obat Premedikasi
1. Golongan
Narkotika
Ketamin/ketalar
f.
efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk
nyeri somatik( tidak untuk nyeri visceral)
Efek hipnotik kurang
Efek relaksasi tidak ada
Refleks pharynx dan larynx masih ckp baik
batuk saat anestesi refleks vagal
disosiasi mimpi yang tidak enak,
disorientasi tempat dan waktu, halusinasi,
gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat padart
mulai sadar dpt timbul eksitasi
Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen,
tekanan intracranial (Efek ini dapat
diperkecil dengan pemberian thiopental
sebelumnya)
TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut
jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi
baroreseptor). Cegah dengan premedikasi
opiat, hiosin.
dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi
bronchus oleh histamine. Baik untuk
2. Profolol
a. Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak
kedelai dan postasida telur yg dimurnikan.
f.
b. Kdg terasa nyeri pada penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc
propolol jarang pada anak karena sakit dan iritasi pada saat pemberian
c. Analgetik tdk kuat
d. Dpt dipakai sbg obat induksi dan obat maintenance
e. Obat setelah diberikan didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
f. Metabolisme di liver dan metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
g. Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi dan apnea
sejenak
Efek Samping
a. bradikardi.
b. nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
c. Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
d. Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
e. Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan ggn jalan napas, ginjal,
liver, syok hipovolemik.
Triopenthal
Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut
dlm air
Penthotal
a. Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah)
dan 5 gr. Dipakai dilarutkan dgn aquades
b. Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
c. Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek
menurun)
d. Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis,
komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah
e. Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ) efek sedasidanhipnosis
cepat tjd, tp sifat analgesik sangat kurang
f. TIK
g. Mendepresi pusat pernapasan
h. Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
i. depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah hipotensi.
Dpt menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal
j. tak berefek pada kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta
k. Dpt melewati ASI
l. menyebabkan relaksasi otot ringan
m. reaksi. anafilaktik syok
n. gula darah sedikit meningkat.
o. Metabolisme di hepar
p. cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
g.
f. Cukup mahal
g. Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
10
f.
i.
e.
(pada EEG).
d. Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran
lebih iritatif dibanding halotan.
5 Isofluran
d.
a. cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
b. menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap
penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
c. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6 Sevofluran
c.
a. tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih
untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
b. tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis
D. Obat Muscle Relaxant
E.
a. Bekerja pada otot bergaris: terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot
4)
mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis dan relaksasi otot-otot
ekstremitas.
b. Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas mandibula
intercostalis abdominal diafragma.
c. Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.
d. Obat ini membantu pada operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal tdk
keluar dan terjadi relaksasi
e. Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
f. Durasi
1) Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
2) Short (10-15 menit) : mivakurium
3) Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
4) Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
g. Efek terhadap kardiovaskuler
1) tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan
histamin dan (penghambatan ganglion)
2) pankuronium : menaikkan tekanan darah
3) suksinilkolin : aritmia jantung
Tabel 3.4 Penggolongan Obat Muscle Relaxant
Depolarisasi
Non Depolarisasi
Sediaan
Suksinilkolin,
Tubokurarin/kurare,
dekametonium
Atrakurium Besilat,
vekuronium, matokurin,
alkuronium, Pankuronium
(Pavulon), galamin,
fasadinium, rekuronium,
indikasi
tindakan relaksasi singkat
tindakan relaksasi yg lama.
11
pemasangan pipa
endotracheal/spasme laring
durasi
fasikulasi
Obat antagonis
5-10 mnt
+
-
Hiperkalemi
Pelepasan histamin
(hipotensi,
hipersekresi asam
lambung, spasme
bronkhus)
Efek samping
+
+
Menurunnya atau
meningkatnya HR dan BP
Myalgia post op
Meningkat tekanan
intragaster, intraokuler dan
intrakranial
Malignant hyperthermia
- Myoklonus
Tabel 3.5 Obat Darurat
Nama
Efedrin
Berikan bila
TD menurun >20% dari TD
Dosis
2 cc spuit
<90 diberikan)
Bradikardi (<60)
bronkokonstriksi
2 cc spuit
5 mg/kgBB
Reaksi anafilaksis
Spuit 24mg/ml
1 mg/kgBB
Cardiac arrest
Spuit 5 mg/cc
0,25 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)
Spasme laring
12
13
Dosis (mcg/menit)
1
Kecepatan (ml/jam)
15
30
45
4
Tindakan kewaspadaan.
60
Gunakan dengan hati-hati pada pasien lansia dan pasien dengan angina,
hipotiroidisme, hipertensi, psikoneurosis, dan diabetes. Epinefrin harus diberikan
dengan hati-hati pada pasien yang mengalami asma bronkial yang berlangsung
lama dan emfisema yang menyebabkan penyakit jantung degeneratif. Jangan
berikan secara bersamaan dengan isoproterenolkematian dapat terjadi.
Epinefrin meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan dapat menyebabkan
angina dan iskemia miokardium. Injeksi lokal yang berulang dapat menyebabkan
nekrosis di area injeksi tersebut.
Penatalaksanaan pasien:
1. Pantau EKG kontinu
2. Pantau TD dan FJ (frekuensi jantung) setiap 2-5 menit selama infus awal
dan selama titrasi obat,
3. Gunakan alat infus; validasi kecepatan infus dan obat yang benar.
Gunakan akses vena sentral
4. Jangan gunakan port proksimal kateter AP (arteri pulmonal) untuk
menginfuskan epinefrin jika hasil pemeriksaan CJ
(curah jantung)
didapatkan.
5. Evaluasi respon pasien; pantau IJ (indeks jantung)
6. Observasi adanya efek yang merugikan: nyeri dada
disritmia, sakit
14
2. AMIODARON (CORDARONE)
Klasifikasi : antidisritmia
Efek : memperpanjang durasi potensial aksi, menekan kecepatan konduksi,
memperlambat konduksi pada nodus AV. Mengurangi beban kerja jantung dan
konsumsi oksigen miokardium melalui efek vasodilatornya.
Indikasi : takidisritmia atrium dan ventrikel
Kontraindikasi : sinus brakikardia berat, blok AV derajat dua atau tiga, syok
kardiogenik
Pemberian
Dosis : pada henti jantung, berikan 300 mg bolus IV ; ulangi dengan 150 mg
melalui intravena dalam 3-5 menit ( dosis maksimum adalah 2,2 g dalam 24 jam).
Pada takikardia kompleks-luas, berikan 150 mg melalui intravena selama 10
menit; ulangi dengan 150 mg setiap 10 menit jika dibutuhkan; dosis muatan infus
yang lambat sebanyak 360 mg melalui intravena dapat diberikan selama 6 jam;
infus rumatan adalah 540 mg melalui intravena selama 18 jam.
Tindakan Kewaspadaan : hipokalemia dan hipomagnesemia harus dikoreksi
sebelum amiodaron diberikan. Amiodaron adalah prodisritmia; disritmia yang ada
dapat memburuk atau disritmia yang baru dapat berkembang. Internal QT
meningkat. Hipotensi dan efek inotropik negatif dapat terjadi. Toksisitas paru-paru
dapat terjadi pada penggunaan jangka panjang.
Penatalaksanaan Pasien :
1. Pantau FJ, irama jantung, dan TD secara kontinu selama pemberian infus.
2. Waspadai adanya perpanjangan interval QT.
3. Kaji adanya gangguan penglihatan dan laporkan awitan gangguan tersebut
kepada dokter.
4. Observasi adanya efek yang merugikan: hipotensi, disritmia, hepatotoksitas,
gangguan penglihatan.
5. Pantau respons pasien terhadap interaksi obat setelah pemberian amiodaron
dihentikan karena waktu paruh amiodaron lama (Stillwell, 2011).
3. ATROPIN
15
Klasifikasi : antikolinergik
Efek : atropin meningkatkan konduksi melalui nodus AV dan meningkatkan FJ.
Indikasi : sinus brakikardia simtomatik, asistole, atau aktivitas listrik tanpa denyut
nadi brakikarida.
Kontraindiaksi : adhesi antara iris dan lensa, kerusakan hepar dan ginjal lebih
lanjut, asma, glaucoma sudut-sempit, penyakit obstruktif pada saluran GI dan
saluran kemih, miastenia gravis, dan ileus paralitik.
Pemberian
Dosis : untuk brakikardia, berikan 0,5 1 mg bolus IV setiap 3-5 menit hingga
terjadi respons yang adekuat atau dosis total 0,04 mg/kg diberikan. Dosis kurang
dari 0,5 mg dapat menyebabkan brakikardia lebih lanjut. Untuk asistol, atau
aktivitas listrik tanpa denyut nadi, berikan 1 mg melalui intravena; ulangi setiap 35 menit jika diperlukan atau sampai dosis maksimum 0,03-0,04 mg/kg.
Atropin dapat diberikan sebagai bolus IV yang tidak diencerkan pada situasi
darurat. Atropin juga dapat diberikan melalui slang endotrakeal dengan
mengencerkan 2-3 mg dalam 10 ml salin normal (NS) dan diikuti oleh lima
inhalasi yang kuat.
Tindakan Kewaspadaan : dengan adanya infark akut, atropin dapat meningkatkan
iritabilitas jantung. Hindari pada brakikardia hipotermik.
Penatalaksanaan Pasien :
1. Pantau FJ untuk mengatahui respons terhadap terapi (>60x/menit diinginkan);
waspadai perkembangan VF atau VT.
2. Dosis yang diberikan berlebihan dapat mengakibatkan takikardia, kulis panas
dan kemerahan, delirium, koma, atau kematian (Stillwell, 2011)..
4. DOBUTAMIN (DOBUTREX)
Klasifikasi : inotrope, agonis 1
Efek : dobutamin meningkatkan kontraktilitas miokardium dan meningkatkan CJ
tanpa perubahan TD yang signifikan. Dobutamin meningkatkan aliran darah
coroner dan konsumsi oksigen miokardium.
16
17
ektopik,
aritmia
ventrikular
(dosis
jaringan
dopamin.
Ekstravasasi
dapat
menyebabkan
nekrosis
dan
2.
3.
4.
5.
laporan
diri
pasien
kapan
pun
memungkinkan.
3. Pantau frekuensi pernapasan.
4. Pantau FJ dan Td serta tingkat sedasi.
5. Observasi adanya efek yang merugikan: brakikardia, hipotensi, depresi
pernapasan, dan apnea (Stillwell, 2011).
8. PAVULON
Penggunaan : relaksasi otot rangka
Reaksi samping utama :
20
intubasi
diberikan
3-5
meit
sebelum
dosis
relaksasan
depolarisasi/nendepolarisasi
Eliminasi : ginjal, hati
Kemasan : suntikan 1 mg/ml, 2 mg/ml
Farmakologi :
steroid biskuartener sintetik ini merupakan obat penyekat neuromuskuler
nondepolarisasi beraksi panjang. Obat ini bertindak dengan berkompetisi untuk
reseptor kolinergik pada lempeng akhiran motorik. Pankuronium berkaitan dengan
peningkatan nadi dapat timbul sebagai akibat aksi vagolitik pada jantung.
Peningkatan tekanan arteri rerata dan curah jantung dapat terjadi melalui aktivasi
susunan saraf simpatik dan inhibisi dari ambilan balik katekolamin. Dengan infuse
yang kontinu (16 jam), pemulihan dapat diperpanjang karena akumulasi dari
metabolit aktif. Jarang terjadi pelepasan histamine.
Farmakokinetik :
Awitan aksi : 1-3 menit
Efek puncak : 3-5 menit
Lama aksi : 40-65 menit
Peringatan :
Pantau espon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan
dosis.
Efek reverse dengan antikolinesterase seperti neostigmin, edrofonium, atau
piridostigmin bromide bersama dengan atropine atau glikopirolat.
21
hipokalsemia,
hipermagnesemia)
atau
pemakaian
bersama
22
Syok berat, Anemia berat, Asma bronkiale, obstruksi saluran napas atas, penyakit
jantung dan liver, kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)
Dosis IV: 3-5 mg/kgBB
10. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau
ma-huang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin yang kemudian
dapat diolah menjadi efedrin. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor
mungkin bermanfaan pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang mencapai
susunan saraf pusat maka efedrin termasuk suatu perangsang SSP ringan.
Pseudoefedrin yang merupakan satu dari empat turunan efedrin, telah tersedia
secara luas sebagai campuran dalam obat-obat dekongestan. Meskipun demikian
penggunaan
efedrin
sebagai
bahan
baku
methamfetamin
meyebabkan
23
3. Derivat sintetis
Sintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan efek khusus terhadap
gangguan tertentu dan efek samping yang lebih ringan. Kelompok obat ini bekerja
pada reseptor muskarinik dengan afinitas berbeda untuk berbagai subtipe reseptor
muskarinik. Oleh karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan
untuk:
1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya, antispasmodik.
2. Pengunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.
3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit Parkinson
4. Bronkodilatasi
5. Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Atropin (campuran dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa belladonna
dan Datura stramonium, merupakan ester organik dari asam tropat dengan tropanol
atau skopin (basa organik). Walaupun selektif menghambat reseptor muskarinik,
pada dosis sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan juga di
ganglion otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik.
Mekanisme kerja
Menghambat aksi asetilkolin pada bagian parasimpatik otot halus, kelenjar sekresi
dan SSP, meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi, mengantagonis
histamin dan serotonin.
Indikasi
Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme
otot polos (antispasmodic), Mydriasis dan cyclopedia pada mata. Premedikasi
untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan
anestesia inhalasi. Mengembalikan bradikardi yang berlebihan. Bersama dengan
neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular.
Antidotum
untuk
keracunan
organophosphor.
(Cardiopulmonary resuscitation).
Kontraindikasi
25
Resusitas
Kardio-Pumober
samping
antimuskarinik
termasuk
kontipasi,
transient
(sementara)
26
27
Glukokortikoid
memiliki
efek
yang
tersebar
luas
karena
mempengaruhi fungsi dari sebagian besar sel-sel tubuh. Dampak metabolik yang
utama dari sekresi atau pemberian glukokortikoid adalah disebabkan karena kerja
langsung hormon-hormon ini pada sel. Tetapi dampak pentingnya adalah dalam
menghasilkan respon homeostatik pada insulin dan glucagon. Meskipun banyak
efek dari glukokortikoid berkaitan dengan dosis dan efeknya membesar ketika
sejumlah besar glukokortikoid diberikan untuk tujuan terapi.
Indikasi
Antialergi dan obat untuk anafilaksis.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap deksametason atau komponen lain dalam formulasi; infeksi
jamur sistemik, cerebral malaria; jamur, atau penggunaan pada mata dengan
infeksi virus (active ocular herpes simplex). Pemberian kortikosteroid sistemik
dapat memperparah sindroma Cushing. Pemberian kortikosteroid sistemik jangka
panjang atau absorpsi sistemik dari preparat topikal dapat menekan hypothalamicpituitary-adrenal (HPA) dan atau manifestasi sindroma Cushing pada beberapa
pasien. Namun risiko penekanan HPA pada penggunaan deksametason topikal
sangat rendah. Insufisiensi adrenal akut dan kematian dapat terjadi apabila
pengobatan sistemik dihentikan mendadak.
Efek samping
28
edema,
hipertens,
ruptur
miokardial
(post-MI),
syncope,
29
Obat
Pethidin
Dalam
Jumlah di
pengencera
Dalam
Dosis
1 cc
sediaa
sediaan
spuit
(mg/kgBB)
spuit =
n
ampul
100mg/2c
2cc +
10 cc
0,5-1
10 mg
c
0,05
aquadest 8cc
Fentanyl
Recofol
mg/cc
200mg/
10cc +
20cc
lidocain 1
100mg/cc
vial
ampul
ampul
(Propofol)
Ketamin
Succinilcholin
Atrakurium
0,05mg
vial
10 cc
2-2,5
10 mg
ampul
1cc +
10 cc
1-2
10 mg
200mg/
aquadest 9cc
Tanpa
5 cc
1-2
20 mg
10cc
10mg/cc
pengenceran
Tanpa
5 cc
Intubasi:
10 mg
Besilat
pengenceran
0,5-0,6,
(Tramus/
relaksasi:
Tracrium)
0,08,
maintenance
Efedrin HCl
Sulfas Atropin
Ondansentron
ampul
ampul
ampul
50mg/cc
1cc +
10 cc
: 0,1-0,2
0,2
5 mg
0,25mg/cc
aquadest 9cc
Tanpa
3 cc
0,005
0,25 mg
4mg/2cc
pengenceran
Tanpa
3 cc
8 mg
2 mg
HCl (Narfoz)
Aminofilin
pengenceran
(dewasa)
5 mg (anak)
5
24 mg
5 mg
ampul
24mg/cc
Tanpa
Dexamethason ampul
5 mg/cc
pengenceran
Tanpa
10 cc
pengenceran
Adrenalin
ampul
1 mg/cc
0,25-0,3
30
Neostigmin
ampul
0,5mg/cc
(prostigmin)
Tanpa
Masukkan 2
pengenceran
ampul
0,5 mg
prostigmin +
Midazolam
ampul
5mg/5cc
Tanpa
30 mg
5 mg
(Sedacum)
Ketorolac
ampul
60 mg/2cc
pengenceran
Tanpa
Difenhidramin
ampul
5mg/cc
pengenceran
Tanpa
HCl
1 ampul SA
0,07-0,1
pengenceran
31
1 mg
34
(jam).
Jam
harus
dikonversi
menjadi
menit
dengan
250 mL
jam
56 kg
60 menit
36
37
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obat-obatan emergency merupakan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi
situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support. Pengetahuan mengenai
obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang
mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Obat-obat emergency atau obat-obat
yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin, efedrinn, ranitidin, ketorolak,
metoklorpamid,
amonofilin,
asam
traneksamat,
adrenalin,
kalmethason,
pertolongan yang tepat dan tidak ada kejadian vatal yang diakibatkan oleh
kesalahan pemberian obat emergensi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan. 2013. Apa yang dimaksud dengan Obat. Diakses di http://dinkes.
go.id/index.php/artikel-kesehatan/111-apa-yang-dimaksud-dengan-obat
pada
diakses
15/10/2013
pukul 19.38
http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/88 diakses 15/10/2013 pada
18.53
Martindale, 34th edition halaman 1120-1121 2. MIMS 2007 halaman 99 3. AHFS,
Drug Information 2005 halaman 1276-1281 4. Drug Information Handbook
17th ed halaman 550-551.
Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman Keperaawatan Kritis. Edisi 3. Jakarta: EGC
yayanakhyar.wordpress.com/2010/08/27/atropin/ diakses 15/10/2013 pukul 19.10
39