Documents - Tips - Journal Reading 566caa5ae780f
Documents - Tips - Journal Reading 566caa5ae780f
Meat, Fish, and Ovarian Cancer Risk : Result from 2 Australian Case-Control
Studies, A Systematic Review, and Meta-Analysis
Dokter Pembimbing:
Dr. Aditiyono, SpOG
Disusun Oleh :
Intan Puspita H
G4A014007
Eka Wijaya W
G4A014008
Rhani Shabrina
G4A014025
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Jurnal
Meat, Fish, and Ovarian Cancer Risk : Result from 2 Australian Case-Control
Studies, A Systematic Review, and Meta-Analysis
Disusun Oleh :
Intan Puspita H
G4A014007
Eka Wijaya W
G4A014008
Rhani Shabrina
G4A014025
Purwokerto,
2015
Mengetahui,
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................1
BAB I. PENDAHULUAN ..3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi..........................................................................................................4
B. Epidemiologi.................................................................................................4
C. Faktor Yang Berpengaruh............................................................................5
D.Klasifikasi.......................................................................................................9
E. Patofisiologi.................................................................................................12
F. Gejala Klinis................................................................................................15
G. Diagnosis.....................................................................................................16
H. Diagnosis Differensial................................................................................18
I. Pencegahan...................................................................................................19
J. Penatalaksanaan............................................................................................20
K.Prognosis......................................................................................................23
L. Komplikasi...................................................................................................24
BAB III. Terjemahan Jurnal
A. Pendahuluan................................................................................................25
B. Metode dan Bahan ......................................................................................26
C. Hasil ...........................................................................................................31
D. Pembahasan................................................................................................38
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................43
Daftar Pustaka.......................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, mempunyai
kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasi. Dari tahun ke tahun peringkat
penyakit kanker sebagai penyebab kematian di banyak negara semakin
mengkhawatirkan. Diperkirakan kematian akibat kanker mencapai 4,3 juta per
tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Penderita baru
diperkirakan 5,9 juta per tahun dan 3,0 juta ditemukan di negara berkembang. Di
Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) kematian akibat
kanker dari tahun 1992 ada 4,8%, tahun 1995 meningkat menjadi 5.0% dan tahun
2001 meningkat lagi menjadi 6,0%. Penyakit kanker menempati urutan kelima
sebagai penyebab kematian di Indonesia (Sihombing, 2007).
Kanker ovarium adalah kanker kedua tersering dari seluruh tumor ganas
ginekologi dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari seluruh kematian
akibat kanker ginekologi. Pada umumnya penderita didiagnosis terlambat karena
belum adanya metode deteksi dini yang akurat untuk kanker ovarium sehingga
hanya 25-30% saja yang terdiagnosis pada stadium awal (Busmar, 2010;
Prawirohardjo, 2005). Di Indonesia kanker ovarium menduduki urutan keenam
terbanyak dari keganasan pada wanita setelah karsinoma serviks uteri, payudara,
kolorektal, kulit dan limfoma (Busmar, 2010; Prawirohardjo, 2005, Cuningham,
2010).
Pada umumnya kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut. Tumor
membesar dan menyebar ke organ sekitarnya tanpa adanya keluhan. Oleh karena
itulah tumor ini dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-diam namun
mematikan (silent killer). Kanker ovarium baru menimbulkan keluhan apabila
telah menyebar ke rongga peritoneum dan pada keadaan inii tindakan
pembedahan dan terpai adjuvant seringkali tidak menolong. Penderita biasanya
meningggal karena malnutrisi dan obstruksi usus halus akibat tumor intra
peritoneal (Busmar, 2010; Prawirohardjo, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang
beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal,
endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang
beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002).
B. Epidemiologi
Kanker ovarium merupakan keganasan ketiga terbanyak pada saluran
genitalia wanita.Kanker ovarium sangat sukar terdiagnosa pada stadium awal,
sehingga sebagian besar kasus baru ditemukan pada stadium yang telah
lanjut. Kanker ovarium jarang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40
tahun, sebagian besar terjadi pada wanita umur 40 sampai 65 tahun. Angka
kejadian kanker ovarium lebih dari 16 kasus per 100.000 wanita umur 40
sampai 44 tahun meningkat menjadi 57 kasus per 100.000 wanita umur 70
sampai 74 tahun. World Health Organization (WHO) pada tahun 2002
melaporkan bahwa kanker ovarium di Indonesia menempati urutan ke empat
terbanyak dengan angka insiden mencapai 15 kasus per 100.000 wanita
setelah kanker payudara, korpus uteri, dan kolorektal (Fauzan, 2009).
Di Amerika serikat, sekitar 1 dari 70 wanita terkena kanker ovarium,
dimana kanker ovarium merupakan 4% dari semua kanker pada wanita
dengan jumlah kasus baru dan angka mortalitas kanker ovarium meningkat
setiap tahunnya, dimana pada tahun 2002 diperoleh sebanyak 23.300 kasus,
dengan angka kematian sebesar 56,29% dari kasus tersebut, tahun 2003
meningkat menjadi 25.400 kasus, dengan angka kematian sebesar 59,66%
dari kasus, dan tahun 2007 menjadi 22.430 kasus baru dengan angka
kematian meningkat mencapai 68,12%. Diprediksikan pada tahun 2010 akan
ditemukan 21.880 kasus baru, dengan angka kematian sekitar 63,30%. Angka
kejadian kanker ovarium di Indonesia berdasarkan data Badan Registrasi
Kanker pada tahun 2006 mencapai 5,99%. (American Cancer Society, 2010;
Karyana, 2005).
yang
dinyatakan
berhubungan
dengan
yang memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki
risiko relatif 1, kemudian semakin menurun mencapai 0,42 pada
pemakaian yang lebih dari lima belas tahun.Setelah diteliti pada jenis
hormon pada obat kontrasepsi, diperoleh bahwa hormon yang berperan
dalam menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah
progesteron.Penggunaan obat yang menggandung hormon estrogen saja
khususnya pada wanita pascamenopause justru meningkatkan risiko
terjadinya
kanker
ovarium.
Sedangkan
penggunaan
kombinasi
2.
dari sepertiga dari seluruh neoplasma ovarium. Sub tipe yang paling sering
adalah mature cystic teratoma, juga sering disebut kista dermoid. 95 % dari
tumor germ sel terdiri dari kista dermoid dan biasanya jinak secara klinis.
Sebaliknya tumor ganas germ sel hanya merupakan 5 % dari kanker ovarium
ganas di negara negara barat.
c.
Tumor Stroma Sex-Cord
IA
IB
IC
Tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu faktor dari kapsul tumor yang
pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor ganas
pada cairan asites ataupun bilasan rongga peritoneum.
II
IIA
Tumor meluas ke uterus dan atau ke tuba tanpa sel tumor di cairan asites ataupun
bilasan rongga peritoneum
IIB
Tumor meluas ke jaringan organ pelvis lainnya tanpa sel tumor di cairan asites
ataupun bilasan rongga peritoneum
IIC
Perluasan di pelvis (IIA atau IIB) dengan ditemukan sel tumor di cairan asites atau
bilasan rongga peritoneum
III
Tumor pada satu atau dua ovarium disertai dengan perluasan tumor pada rongga
peritoneum di luar pelvis dengan atau metastasis ke kelenjar getah bening regional.
IIIA
IIIB
Metastasis makroskopis di luar pelvis dengan besarnya lesi metastasis yang kurang
atau sama dengan 2 sentimeter
IIIC
Metastasis makroskopis di luar pelvis dengan besarnya lesi metastasis yang lebih
10
IV
E. Patofisiologi
Mayoritas teori patofisiologi tumor ovarium berawal dari konsep
dediferensiasi dari sel ovarium. Selama ovulasi, sel tersebut berproliferasi.
Kanker ovarium biasanya menyebar ke permukaan peritonium dan omentum
(Green, 2014).
Tumor epitel ovarium merupakan gambaran histologi paling umum dari
kanker ovarium (90%). Tumor epitel ovarium diduga berasal dari epitel yang
melapisi ovarium yang berasal dari epitel coelomic dalam perkembangan
janin. Epitel coelomic juga terlibat dalam pembentukan duktus mulleri yang
akan berkembang menjadi tuba falopii, uterus, serviks, dan bagian atas
vagina. Subtipe gambaran histologi yang mirip dengan karsinoma muncul
pada lapisan epitel serviks, uterus, dan tuba falopi diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
Teori inflamasi
Teori ini diangkat berdasarkan pada penelitian yang memperoleh
hasil bahwa angka insiden kanker ovarium meningkat pada wanita yang
mengalami infeksi atau radang pada panggul. Menurut teori ini, berbagai
karsinogen dapat mencapai ovarium melalui saluran genitalia. Walaupun
adanya proteksi terhadap risiko kanker ovarium melalui ligasi tuba dan
histerektomi mendukung teori ini, namun peranan signifikan faktor
reproduksi lainnya tdak dapat dijelaskan dengan teori ini (Coleman and
Gershen, 2007; Choi, 2007).
c. Teori gonadotropin
Teori ini dapat dijadikan sebagai dasar timbulnya kanker ovarium.
Adanya kadar gonadotropin yang tinggi, berkaitan dengan lonjakan yang
terjadi selama proses ovulasi dan hilangnya gonadal negative feedbeck
pada menopause dan kegagalan ovarium prematur memegang peranan
penting dalam perkembangan dan progresivitas kanker ovarium (Choi,
2007; Granstrom, 2008).
Perkembangan kanker ovarium dipengaruhi oleh hormon-hormon
hipofisis pada berbagai macam tikus. Pada hewan tersebut, adanya penurunan
estrogen dan peningkatan sekresi gonadotropin hipofisis dapat mengakibatkan
perkembangan kanker ovarium. Ovarium yang terpapar bahan karsinogen,
12
perdarahan yang timbul secara akut, maka dapat terjadi perdarahan bebas ke
13
kanker
ovarium
stadium
lanjut
sering
diduga
thorax:
pencitraan
rutin
untuk
menyingkirkan
metastasis paru-paru
e) Mamografi: Bagian dari pemeriksaan pra operasi untuk wanita
yang lebih tua dari 40 tahun; tumor penghasil estrogen dapat
meningkatkan risiko keganasan payudara, dan kanker payudara
dapat bermetastasis ke ovarium dan sering bilateral.
Pada pasien dengan difus carcinomatosis dan gejala GI,
pemeriksaan saluran pencernaan dapat disarankan, antara lain endoskopi,
barium enema, dan pencitraan saluran cerna atas secara berkala (Green,
2014).
16
H. Diagnosis Differensial
Diferensial diagnosis untuk kasus kanker ovarium adalah sebagai
berikut :
1. Kista ovarium
Sebagian besar pasien kista ovarium asimtomatik. Penyakit ini biasanya
tidak sengaja diketahui dari USG atau pemeriksaan pelvis rutin. Pada
beberapa kasus dapat menimbulkan gejala seperti nyeri di perut bagian
bawah, gangguan siklus haid, gangguan pencernaan, mulas, rasa cepat
kenyang, kembung, sering berkemih, dan gangguan defekasi (Helm,
2015).
2. Tumor adnexa
Pasien mungkin datang dengan massa yang ditemukan pada saat
pemeriksaan panggul, pada saat pemeriksaan radiologis untuk diagnosis
lain, atau
17
Setiap
faktor
yang
mencegah
ovulasi
(pelepasan
telur)
19
debulking
secara
klinis
yang
relevan
masih
20
2.
21
5.
6.
7.
L. Komplikasi
Komplikasi yang didapat oleh penderita tumor ovarium dapat
diperoleh dari penanganan tumor ovarium itu sendiri seperti kemoradiasi
atau proses operasi yang memicu timbulnya masalah baru. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1.
2.
3.
Infeksi
Kerusakan ginjal
Neuropati
4.
5.
6.
22
Hearingloss
Perforasi
Leukimia
BAB III
TERJEMAHAN JURNAL
A. Pendahuluan
Kanker ovarium adalah kanker yang paling umum keenam pada wanita di
seluruh dunia, dan angka kematian yang tinggi (1). Identifikasi faktor penyebab
yang berpotensi dimodifikasi dapat membantu mengurangi beban penyakit ini.
Meskipun hubungan antara penggunaan kontrasepsi oral, paritas, dan riwayat
keluarga dengan risiko kanker ovarium didefinisikan dengan baik (2, 3), peran
faktor-faktor lain, seperti pola makan, tetap kontroversial. Meskipun faktor risiko
diet telah dilaporkan, data yang ada masih terbatas dan tidak konsisten, dan
review terbaru (4) menyimpulkan bahwa ada bukti yang terbatas untuk penurunan
risiko dengan konsumsi sayuran non tepung.
Penelitian sebelumnya menyatakan adanya hubungan potensial antara
asupan tinggi daging, dalam daging merah dan daging olahan tertentu, dengan
risiko beberapa jenis kanker, termasuk kolorektal, lambung, payudara, dan kanker
prostat (4). Daging merah dan daging olahan adalah sumber lemak jenuh dan besi,
yang secara independen dikaitkan dengan karsinogenesis (5, 6). Selain itu, daging
olahan berkontribusi pada pembentukan senyawa karsinogenik dan mutagenik
Nnitroso (7) dan heterocyclic amines (8). Sebaliknya, asam lemak yang tak jenuh
ganda omega-3 dalam ikan berlemak diperkirakan mengurangi risiko beberapa
jenis kanker (9).
Sebuah studi ekologis awal (10) melaporkan hubungan positif antara
konsumsi daging per kapita dengan angka kematian kanker ovarium, dan dalam
penelitian sebelumnya, Kolahdooz et al (11) mengamati >2 kali lipat peningkatan
risiko kanker ovarium pada wanita yang melaporkan makan diet tinggi daging dan
lemak, yang menyatakan adanya hubungan potensial antara konsumsi daging dan
risiko kanker ovarium. Hubungan positif antara asupan tinggi daging merah (12,
13) atau daging olahan (12) dan risiko kanker ovarium juga dilaporkan dalam
studi kasus-kontrol berbasis rumah sakit di Italia, meskipun penelitian lain (14,
15) mengamati tidak ada hubungan. Demikian pula, meskipun pada beberapa
studi kasus-kontrol terdapat penurunan risiko mulai dari 25% sampai 75% pada
konsumsi unggas dan ikan yang sering dibandingkan dengan konsumsi unggas
23
yang jarang (16, 17) atau ikan yang jarang (9, 12, 16), penelitian lain
menunjukkan tidak ada hubungan baik (18 -20) atau asosiasi positif dengan
asupan ikan (21-23). Namun, 2 dari 3 penelitian terakhir ini berasal dari China
(22) dan Jepang (23), dan asosiasi positif yang diamati mungkin karena konsumsi
ikan yang diawetkan atau ikan asin. Penelitian kohort melaporkan hasil nol untuk
hubungan antara asupan daging merah (14, 24), unggas (24-26), atau ikan (14, 24,
26) dan risiko kanker ovarium, tapi studi ini memasukkan <400 kasus. Secara
keseluruhan, hasil dari studi kasus-kontrol tidak konsisten.
Pada artikel ini, diselidiki lebih lanjut hubungan antara asupan total
daging, daging merah, daging olahan, hati, unggas dan ikan dan risiko kanker
ovarium dengan menggunakan data dari 2 tudi kasus kontrol di Australia. Peneliti
juga menggunakan semua data yang diterbitkan untuk secara komprehensif
diperiksa asosiasinya dalam review sistematis dan meta-analisis. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah bahwa asupan daging merah dan olahan akan terkait secara
positif, sedangkan asupan ayam dan ikan akan berbanding terbalik jika dikaitkan
dengan risiko kanker ovarium.
B. Metode dan Subjek
Data diperoleh dari 2 penelitian di Australia tentang kanker ovarium
epithelial yang dilakukan 10 tahun terpisah. Kedua studi telah disetujui oleh
komite etika penelitian manusia, dan semua wanita yang disediakan informed
consent.
Survey of Women Health
Rincian dari studi Survey of Women Health (SWH) telah dijelaskan
sebelumnya (11). Secara singkat, studi terdiri dari total 793 wanita yang baru
didiagnosis dengan kanker ovarium epitel antara usia 18 dan 79 tahun di negaranegara Australia New South Wales, Victoria, dan Queensland antara tahun 1990
dan 1993 (response rate: 90%). Subyek kontrol, disesuaikan dengan kasus pada
negara tempat tinggal dan dikelompokkan dalam rentang usia 5 tahunan, yang
dipilih secara acak dari daftar pemilih (pendaftaran untuk memilih adalah wajib
di Australia). Dari 1.173 wanita yang memenuhi syarat, 855 (73%) berpartisipasi.
Untuk analisis saat ini, peneliti mengeluarkan 125 wanita yang tidak
mengembalikan kuesioner frekuensi makanan (FFQ), 47 wanita dengan >10%
24
dari poin yang hilang di FFQ, dan 16 wanita yang diperkirakan memiliki asupan
energi sangat ekstrim (<500 atau >3500 kkal) (27), yang meninggalkan kelompok
terakhir dari 683 kasus dan 777 subjek kontrol untuk analisis.
Australian Ovarian Cancer Study
Rincian Australia Ovarian Cancer Study (AOCS) telah dilaporkan
sebelumnya (28). Kelompok kasus terdiri dari wanita berusia 18-79 tahun yang
baru didiagnosis dengan invasif atau borderline kanker ovarium epitel, kanker
tuba fallopi, atau kanker peritoneal primer antara tahun 2002 dan 2005. Dari 3550
perempuan yang diidentifikasi berpotensi memenuhi syarat untuk penelitian, 805
(18%) perempuan dieksklusi untuk alasan berikut: kematian (n = 307), dokter
tidak memberikan izin bagi mereka untuk dihubungi (n = 133), mereka tidak bisa
dihubungi (n = 194), kesulitan bahasa (n = 70), ketidakmampuan mental (n = 35),
atau karena sedang sakit (n = 66). Sisanya 2.745 wanita dengan diagnosis klinis
curiga kanker ovarium diundang untuk berpartisipasi, dan
mereka mendekati dan 65% dari mereka yang awalnya diidentifikasi) wanita
setuju untuk mengambil bagian dalam studi ini. Setelah operasi, tambahan 590
perempuan dikeluarkan ketika review patologi menunjukkan bahwa mereka tidak
memiliki kanker yang memenuhi syarat, 19 perempuan tidak dilibatkan karena
kanker mereka pertama kali didiagnosis sebelum masa penelitian, dan seorang
wanita yang dikeluarkan karena dia bukan penduduk Australia pada saat
diagnosis awal nya. Dari akhir 1709 kasus, 1612 (94%) wanita mengembalikan
kuesioner penelitian utama. Subyek kontrol yang dipilih secara acak dari
Australian Electoral Roll antara tahun 2002 dan 2005 dengan menggunakan
prosedur yang sama yang digunakan untuk SWH tersebut. Dari 3.442 wanita usia
subur yang dihubungi, 1615 (47%) dari mereka setuju untuk berpartisipasi. Enam
wanita dengan riwayat kanker ovarium, 99 wanita yang melaporkan ooforektomi
bilateral sebelumnya, dan seorang wanita yang tidak menyelesaikan kuesioner
penelitian utama diekslusi dari penelitian, sehingga menyisakan 1.509 perempuan
pada kelompok kontrol. Untuk analisis saat ini, pwnwliti mengeksklusi 157
subjek pada kelompok kasus dan 48 subyek kontrol yang tidak mengembalikan
FFQ, 26 kasus dan 3 subyek kontrol dengan >10% dari item FFQ hilang, dan 63
subjek kasus dan 44 subyek kontrol yang diperkirakan asupan energi sangat
25
ekstrim ( <700 atau >4000 kkal, batas ini meningkat dari yang digunakan dalam
SWH untuk mencerminkan peningkatan umum dalam asupan makanan selama 10
tahunsubjek pada kelompok antara 2 studi), meninggalkan kelompok akhir 1366
kasus dan 1414 subyek kontrol untuk dianalisis.
Rincian kondisi kesehatan dan informasi gaya hidup perempuan dalam
kedua studi diperoleh melalui wawancara tatap muka terstandar pada penelitian
SWH atau dengan kuesioner pada penelitian AOCS. Informasi tentang asupan
makanan dikumpulkan dengan menggunakan FFQs yang diisi sendiri
berdasarkan instrumen yang dikembangkan dan divalidasi di Amerika Serikat
oleh Willett et al (29) namun disesuaikan untuk dan divalidasi dalam pengaturan
Australia (30-32). FFQ meminta responden untuk mengingat seberapa sering,
rata-rata, mereka mengkonsumsi makanan dalam porsi standar pada tahun
sebelumnya (untuk kasus-kasus sebelum kanker mereka didiagnosis); respon
frekuensi berkisar dari tidak pernah sampai 4 kali /hari.
Frekuensi
rata-rata
konsumsi
masing-masing
kelompok
makanan
26
relatif,
penggunaan
terapi
penggantian
hormon,
ligasi
tuba,
27
yang
C. Hasil
Karakteristik subjek pada 2 penelitian ditampilkan dalam Tabel 1. Data
AustralianOvarian Cancer Study (AOCS) menunjukkan rata-rata umur kelompok
28
29
didapatkan pada AOCS dan analisis kombinasi (kombinasi OR untuk > 4 porsi
ikan per minggu dibandingkan dengan < 1 porsi ikan per minggu, P= 0.008; > 6
porsi ikan berlemak per minggu dibandingkan dengan < 1 porsi ikan berlemak
per minggu, P= 0.03). Kita juga mengamati penurunan risiko yang tidak
signifikan yang berhubungan dengan besarnya jumlah konsumsi ikan yang tidak
berlemak (nonfatty fish) pada SWH, tetapi tidak pada AOCS. Dua studi tersebut
menyatakan batas penurunan risiko kanker ovarium yang signifikan pada wanita
yang mengonsumsi > 4 porsi ikan yang tidak berlemak per bulan, walaupun
dengan meningkatan konsumsi diperoleh hasil tidak signifikan. Penyesuaian
tambahan untuk asupan buah-buahan, sayuran, produk susu, dan lemak tidak
merubah secara substansi hubungan dengan daging unggas, tetapi penyesuaian
untuk asupan sayuran, hubungan terbalik antara total ikan dan risiko sedikit
menguat dan menjadi tidak signifikan (kombinasi OR:0.83; 95% CI:0.67, 1.03).
Tabel 1. Perbandingan karakteristik subjek non diet dan gaya hidup dari
683 kasus dan 777 kontrol dalam SWH (1990-1993) dan 1366 kasus dan 1414
kontrol dalam AOCS (2002-2005), Australia
30
31
estimasi untuk daging merah sebagai hidangan campuran, estimasi pada dasarnya
tidak berubah.
Penggabungan hasil data SWH dan AOCS dengan 5 studi sebelumnya
yang menilai daging olahan (12, 14, 18, 24, 45) memberikan hubungan positif
yang signifikan dengan sebuah ringkasan keseluruhan RR 1.20 (95% CI: 1.07,
1.34) untuk kelompok asupan tertinggi dibandingkan dengan kelompok asupan
terendah tanpa heterogenitas yang signifikan (P= 0.88) (Figure 1C). Hasil untuk
studi kohort dan studi case-control tidak jauh berbeda. Sebuah studi sebelumnya
yang menilai asupan hati melaporkan OR sebesar 0.79; ketika kombinasi denga
AOCS dan SWH, RR gabungan sebesar 1.22 diperoleh untuk kelompok asupan
tertinggi dibandingkan dengan kelompok asupan terendah , walaupun terdapat
heterogenitas yang signifikan antara studi (P= 0.009) yang menunjukkan bahwa
estimasi tersebut tidak dapat diandalkan (Figure 1D).
Tabel 2. Odd ratio (OR) untuk asosiasi antara asupan daging total, daging
merah, daging olahan, liver, daging unggas, ikan dan makanan laut dengan risiko
kanker ovarium pada 683 kasus dan 777 kontrol pada SWH (1990-1993) serta
1366 kasus dan 1414 kontrol pada AOCS (2002-2005), Australia, dan analisis
kombinasi
32
Tabel 3. Studi yang dieksklusi dari meta analisis terkait hubungan antara
asupan daging/ikan dan risiko kanker ovarium
Tabel 4. Studi kohort yang termasuk dalam meta analisis terkait hubungan antara
asupan daging/ikan dan risiko kanker ovarium
33
34
D. Pembahasan
Tidak adanya hubungan antara asupan total daging atau daging merah
dengan risiko kanker ovarium di SWH dan AOCS sesuai dengan hasil penelitian
kohort Susanna C. Larsson and Alicja Wolk pada tahun 2005 dan sesuai dengan
studi kasus-kontrol berbasis populasi lainnya (McCann et al., 2001; McCann et
al., 2003; Yen et al., 2003; Shu et al., 1989). Sangat mungkin bahwa hubungan
positif antara konsumsi daging perkapita dengan angka kematian kanker ovarium
pada studi ekologis oleh Armstrong et al pada tahun 1975 merupakan sebuah
perancu, sedangkan peningkatan risiko yang terlihat dalam studi kasus-kontrol
berbasis rumah sakit mungkin dihasilkan dari penggunaan subyek kontrol rumah
sakit yang mungkin intake makannya tidak akurat untuk mewakili populasi
(Tavani, 2008; Zhang, 2002; Mori, 1988; La Vecchia, 1987).
Hubungan antara konsumsi daging olahan dan kanker ovarium masih
jarang dievaluasi. Hasil temuan positif dari SWH dan AOCS sesuai dengan
35
penelitian besar case-control pada orang-orang Italia oleh Bosetti et al tahun 2001
dan sesuai dengan penelitian kohort yang dilakukan oleh Larsson tahun 2005 dan
Schulz tahun 2007, meskipun pada penelitian case-control Pan tahun 2004
terhadap orang-orang Kanada tidak menunjukkan adanya hubungan.
Hasil meta-analisis pada penelitian ini menggabungkan semua data yang
menunjukkan bukti hubungan antara asupan tinggi asupan daging olahan dan
risiko kanker ovarium, dengan asosiasi positif yang signifikan terlihat dalam hasil
dari kedua studi kohort dan kasus-kontrol. Dianalisis sebelumnya dari SWH,
Kolahdooz et al tahun 2009 diamati 2 kali lipat peningkatan risiko kanker
ovarium untuk pola diet tinggi daging dan lemak. Kedua daging merah dan olahan
berkontribusi substansial pola ini diet, namun hasil penelitian ini menunjukkan
hubungan dengan kanker ovarium mungkin karena kurang tingginya konsumsi
daging merah dan lebih banyak pada komponen lain dari daging dan lemak seperti
daging olahan.
Dalam SWH dan AOCS, ada hubungan yang kuat antara asupan hati yang
tinggi dan risiko kanker ovarium yang muncul karena adanya konsentrasi retinol
yang dalam hati. Satu-satunya penelitian lain yang meneliti hubungan antara hati
dan kanker ovarium menunjukkan penurunan resiko yang tidak signifikan,
meskipun asupan hati pada penelitian tersebut lebih rendah, dan ada beberapa
kasus dalam kategori asupan tertinggi membatasi kekuatan untuk mendeteksi
hubungan tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kemungkinan penurunan resiko
kanker ovarium dengan konsumsi unggas. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya pada studi kasus-kontrol berbasis rumah sakit oleh Bosetti tahun
2001, Yen tahun 2003, dan Zhang pada tahun 2002. Hasil ini juga sesuai dengan
hasil studi kasus-kontrol berbasis populasi oleh Cramer tahun 1984 dan McCann
tahun 2003. Akan tetapi hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian kohort oleh
Schulz tahun 2004 dan Kiani tahun 2006. Kombinasi dari semua data
menunjukkan sedikit hubungan terbalik yang signifikan, meskipun hal tersebut
sangat heterogen antara hasil yang disatukan dari penelitian kohort dan penelitian
case-control.
36
dibandingkan
45%) dan proporsi tinggi kandungan asam lemak tak jenuh ganda (15%
dibandingkan <10%). Biarpun, hubungan antara lemak dan resiko kanker ovarium
belum jelas penyebabnya, sekalipun meta-analisis dari sebagian besar data kasuskontrol menunjukkan hubungan positif, analisis yang disatukan dari 12 penelitian
kohort menunjukkan tidak ada hubungan antara total, asam lemak jenuh tunggal,
asam lemak jenuh ganda, asam lemak jenuh trans atau asupan sayuran lemak dan
resiko kanker ovarium dan hanya sebuah hubungan positif yang lemah untuk
asupan lemak jenuh.
Mekanisme lain yang mungkin proses asupan tinggi daging dapat
meningkatkan resiko kanker melalui pembentukan endogen dari nitroso
compounds. Bukti mengenai efek dari N-nitroso compounds pada resiko kanker
ovarium masih jarang, meskipun satu penelitian case-control di China melaporkan
tidak ada hubungan dengan asupan makanan hewani asin yang mengandung kadar
tinggi nitrites dan nitrates. Meskipun demikian, peneliti menuliskan bahwa
konsumsi dari daging tersebut rendah di china, karena harganya relatif mahal.
Secara umum, data mengenai hubungan dengan asupan ikan tidak
konsisten. SWH dan AOCS menyebutkan adanya hubungan terbalik dengan
konsumsi ikan total dan ikan berlemak, dengan efek lemah atau tidak berefek
yang terlihat untuk ikan bebas lemak dan kerang-kerangan. Pada meta-analisis ini,
diamati batas bawah hubungan terbalik yang signifikan dengan asupan total ikan,
meskipun datanya sangat beragam.
Bukti lebih lanjut mendukung hipotesis bahwa konsumsi ikan dapat
mengurangi risiko berasal dari penelitian kohort baru-baru ini yang menunjukkan
bahwa vegetarian yang juga mengkonsumsi ikan memiliki risiko lebih rendah
37
terkena kanker ovarium dibandingkan dengan pemakan daging (RR: 0,37; 95%
CI: 0,18,0,77) dan jika dibandingkan vegetarian yang tidak makan ikan (RR: 0,69;
95% CI:0,45, 1,07). Secara keseluruhan, hubungan terbalik antara ikan dan kanker
ovarium secara biologis masuk akal karena ikan, khususnya ikan berlemak,
merupakan sumber yang baik dari omega-3 asam lemak, yang mungkin memiliki
sifat anti kanker dalam kaitannya dengan berbagai jenis kanker termasuk kanker
ovarium. Sebuah meta-analisis menunjukkan hubungan terbalik antara asupan
omega-3asam lemak tak jenuh ganda dan kanker ovarium.
Namun, hasil metaanalisis selanjutnya yang dilakukan oleh Jiang et al
tahun 2014 menunjukkan bahwa total konsumsi ikan tidak berhubungan secara
bermakna dengan risiko kanker ovarium. Kandungan polyunsaturated omega-3
asam lemak dalam ikan dianggap mampu mengurangi risiko beberapa jenis
kanker (Fernandez et al., 1999). Namun, di sisi lain, senyawa karsinogenik dan
mutagenik Nnitroso dan amina heterosiklik dalam olahan ikan dapat
meningkatkan risiko kanker (Lijinsky, 1999; Rohrmann, 2009).
Seperti halnya studi epidemiologi lain, data dari SWH dan AOCS memiliki
sejumlah kekuatan dan keterbatasan. Kekuatan utama adalah penggabungan
jumlah dari peserta, penggunaan subyek populasi kontrol, dan tingkat respon
tinggi untuk kasus-kasus. Alasan umum untuk bukan partisipan adalah sakit atau
kematian, dengan demikian bias seleksi bisa saja timbul jika ada item makanan
dalam penelitian yang mempengaruhi kelangsungan hidup. Kelemahan dari
penelitian ini adalah respon yang rendah pada kelompok kontrol, khususnya pada
AOCS (47%).
Untuk meminimalkan kemungkinan recall bias, responden ditanya tentang
konsumsi pangan 1 tahun sebelum penelitian, atau pada kasus 1 tahun sebelum di
diagnosis dan kasus direkrut sesegera mungkin setelah didiagnosis. Hasil metaanalisis juga dapat menjadi bias jika studi yang menemukan hubungan asosiatif
lebih banyak diterbitkan dibandingkan dengan penelitian yang menunjukkan tidak
ada hubungan. Bias juga dapat terjadi jika hasil studi individu yang digunakan
pada meta-analisis mempunyai bias tersendiri. Penelitian ini menunjukkan tidak
ada bukti statistik pada bias publikasi.
38
39
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang
beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal,
endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun
biologis yang beraneka ragam
2. Kanker ovarium ganas terdiri dari 90 95 % kanker epitel ovarium,
dan selebihnya 5 10 % terdiri dari tumor germ sel dan tumor sex
cord-stroma.
3. Etiologi kanker ovarium masih belum jelas, namun diketahui kanker
ovarium dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehamilan dan
paritas, genetik, usia, penggunaan alat kontrasepsi oral, ligase atau
pengikatan tuba, ras, indeks masa tubuh, dan pengaruh bahan industri
4. Selain itu, faktor resiko asupan tinggi daging olahan diketahui dapat
berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi dari kanker ovarium,
sedangkan asupan tinggi daging unggas atau ikan mungkin
berhubungan dengan risiko yang lebih rendah terkena kanker ovarium.
40
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2010. Cancer Facts and Figures 2010. [OnlineAvailable
at:http://documents.cancer.org/acs/groups/cid/documents/ webcontent/003130pdf.pdf [Accessed: 10th Agustus 2010].
Armstrong B, Doll R. Environmental factors and cancer incidence and mortality
in different countries, with special reference to dietary practices. Int J
Cancer 1975;15:61731.
Bell J, Brady MF, Young RC, et al. 2006. Randomized phase III trial of three
versus six cycles of adjuvant carboplatin and paclitaxel in early stage
epithelial ovarian carcinoma: a Gynecologic Oncology Group study.
Gynecol Oncol 102:432.
Busman, B., 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz M.F., Andriono, Siafuddin A.B.
(editor) Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Bosetti C, Negri E, Franceschi S, et al. Diet and ovarian cancer risk: a casecontrol study in Italy. Int J Cancer 2001;93:9115.
Beral, V. 2008. Ovarian Cancer and Oral Contraceptives: Collaborative Reanalysis of
Data from 45 Epidemiological Studies Including 23,257 Women with Ovarian
Cancer and 87,303 Controls. Cancer Medical Journal. 371 (9609), 303-314.
Chi DS, Abu-Rustum NR, Sonoda Y, et al. 2005. The safety and efficacy of
laparoscopic surgical staging of apparent stage I ovarian and fallopian tube
cancers. Am J Obstet Gynecol 192:1614
Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C., 2007. Gonadotropins and
Ovarian Cancer. Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461.
Copeland, L.J., 2007. Epithelial Ovarian Cancer, in : Clinical Gynecologic
Oncology, 7th Ed. Mosby Elsevier inc. p.317-371.
Coleman, R.L., Gershenson, D.M., 2007. Neoplastic Disease of the Ovary, in :
Katz, V.L., Lentz, G.M., Lobo, R.A., Gershenson, D.M. Comprehensive
Ginecology, 5th Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. p.
Covens AL. 2000. A critique of surgical cytoreduction in advanced ovarian cancer.
Gynecol Oncol 78:269.
Cramer DW, Welch WR, Hutchison GB, Willett W, Scully RE. Dietary animal fat
in relation to ovarian cancer risk. Obstet Gynecol 1984;63:8338.
Cuningham, F.G., et al. 2010. Williams Obstetrics, 23rd Edition, United States :
The McGraw-Hill
Czyz, A.H. 2008. Ovarian Cancer- Risk factors: Imaginis. [Online] Available at:
http://www.imaginis.com/ovarian-cancer/ovarian-cancer-risk-factors-1
[Accessed: 19th September 2010].
Djuana, A., Rauf, S., Manuaba. 2001. Pengenalan Dini Kanker Ovarium. Makalah
Ilmiah PIT XII POGI Palembang.
41
Earle CC, Schrag D, Neville BA, et al: Effect of surgeon specialty on processes of
care and outcomes for ovarian cancer patients. J Natl Cancer Inst 98:172,
2006
Eisenkop SM, Spirtos NM. 2001. The clinical significance of occult
macroscopically positive retroperitoneal nodes in patients with epithelial
ovarian cancer. Gynecol Oncol 82:143
Edwards, Robert P, Paul Blackburn, et al. 2014. Ovarian Cancer. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/ovarian_cancer/page9_em.htm#ovarian_c
ancer_prevention pada tanggal 26 Maret 2015.
Fauzan, R. 2009. Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian
kanker ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan
pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007 (tesis). Jakarta: Universitas
Indonesia.
Fernandez E, Chatenoud L, La Vecchia C, Negri E, Franceschi S (1999) Fish
consumption and cancer risk. Am J Clin Nutr 70: 8590.
Fleischer A. Ovarian cancer. In: Fleischer AC, Javitt MC, Jeffrey RB Jr, et al.
Clinical Gynecologic Imaging. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams &
Wilkins; 1996:107.
Granstrom, C., 2008. Population Attributable Fraction for Ovarian Cancer in
Swedish Women by Morphologic Type. 98 (1),199-205. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681. Accessed on:
October 10th, 2010.
Green, Andrew E, Agustin A Garcia, Samina Ahmed, et al. 2014. Ovarian
Cancer. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/255771overview pada tanggal 26 Maret 2015.
Griffiths CT. 1975. Surgical resection of tumor bulk in the primary treatment of
ovarian carcinoma. Natl Cancer Inst Monogr 42:101
Goff BA, Mandel LS, Drescher CW, Urban N, Gough S, Schurman KM, et al.
Development of an ovarian cancer symptom index: possibilities for earlier
detection. Cancer. Jan 15 2007;109(2):221-7.
Havrilesky, L.J. and Berchuck, A., 2001. Molecular Alteration in Sporadic Cancer,
in: Ovarian cancer 2nd Ed. Lippincott Williams and Wilkins Publisher.p.
Helm,
C
William.
2015.
Ovarian
Cysts .
diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/255865-overview pada tanggal 29
maret 2015.
Iyer VR, Lee SI. MRI, CT, and PET/CT for ovarian cancer detection and adnexal
lesion characterization. AJR Am J Roentgenol. Feb 2010;194(2):311-21.
Jiang, Pei-yue, Zhong-bo Jiang, Ke-xin Shen, Ying Yue. Fish Intake and
Ovarian Cancer Risk: A Meta-Analysis of 15 Case-Control and Cohort
Studies. Plos One April 2014 Volume 9 Issue 4
Joedosepoetro, Soetomo. 2009. Tumor Jinak pada Alat Genital dalam Ilmu
Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal: 346351.
42
Kolahdooz F, Ibiebele TI, van der Pols JC, Webb PM. Dietary patterns and
ovarian cancer risk. Am J Clin Nutr 2009;89:297304.
Kiani F, Knutsen S, Singh P, Ursin G, Fraser G. Dietary risk factors for ovarian
cancer: the Adventist Health Study (United States). Cancer Causes Control
2006;17:13746
Karst, A.M and Drapkin, R. 2010. Ovarian cancer Pathogenesis : A Model in
Evolution. Journal of Oncology. Vol 2010. Article ID 932371, 13
Kapoor,
Dharmesh.
2015.
Endometriosis.
diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/271899-overview pada tanggal 29
maret 2015.
Karyana, K. 2005. Profil Kanker Ovarium di Rumah Sakit Sanglah Denpasar
periode Januari 2002 sampai Desember 2004 (tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
Larsson SC, Wolk A. No association of meat, fish, and egg consumption with
ovarian cancer risk. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2005;14: 10245.
La Vecchia C, Decarli A, Negri E, et al. Dietary factors and the risk of epithelial
ovarian cancer. J Natl Cancer Inst 1987;79:6639.
Lahmann, P.H. 2009. Anthropometric Measures and Epithelial Ovarian Cancer Risk
in The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. NCBI
Journal. Vol 19. 1982-1492.
Lijinsky W (1999) N-Nitroso compounds in the diet. Mutat Res 443: 129138.
McCann SE, Freudenheim JL, Marshall JR, Graham S. Risk of human ovarian
cancer is related to dietary intake of selected nutrients, phytochemicals and
food groups. J Nutr 2003;133:193742.
Mori M, Miyake H. Dietary and other risk factors of ovarian cancer among
elderly women. Jpn J Cancer Res 1988;79:9971004.
Morgan RJ Jr, Alvarez RD, Armstrong DK, et al: NCCN Clinical Practice
Guidelines in Oncology. Ovarian cancer, including fallopian tube cancer and
primary peritoneal cancer. Version 2. 2011. www.nccn.org. Accessed May
12, 2011
Nagell, J.R., Gershenson, D.M., 2008. Ovarian Cancer : Etiology, Screening, and
Surgery, in: Te Linde Operative Gynecology,10th Ed. Florida: Lippincott
Williams and Wilkins.p.1308-1339.
Ollendorf,
Arthur
T.
2014.
Cervicitis.
diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/253402-overview pada tanggal 29
maret 2015.
Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Pan SY, Ugnat AM, Mao Y, Wen SW, Johnson KC. A case-control study of diet
and the risk of ovarian cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev
2004;13:15217.
43
Pothuri, B., Mario, M.L., Douglas, A., Levine, Agnes, V., Adam, B., Olshen,
Arroyo, C., Bogomolniy, F., Olvera, N., Lin, O., Robert, A., Soslow,
Robson, M.E., Offit K., Barakat, R., Boyd, J., 2010. Genetic Analysis of the
Early Natural History of Epithelial Ovarian Carcinoma. PloS ONE 5(4):
e10358. doi:10.1371/journal,pone.0010358.
Rohrmann S, Hermann S, Linseisen J (2009) Heterocyclic aromatic amine intake
increases colorectal adenoma risk: findings from a prospective European
cohort study. Am J Clin Nutr 89: 14181424.
Ryerson AB, Eheman C, Burton J, McCall N, Blackman D, Subramanian S, et al.
Symptoms, diagnoses, and time to key diagnostic procedures among older
U.S. women with ovarian cancer. Obstet Gynecol. May 2007;109(5):105361.
Schulz M, Nothlings U, Allen N, et al. No association of consumption of animal
foods with risk of ovarian cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev
2007;16:8525.
Shu XO, Gao YT, Yuan JM, Ziegler RG, Brinton LA. Dietary factors and
epithelial ovarian cancer. Br J Cancer 1989;59:926.
Sihombing, M, Sirait, A.M. 2007. Survival Rate of Ovarium Cancer. Puslitbang
Biomedis dan Farmasi, Balitbangkes RI. Majalah Kedokteran Indonesia Vol
: 57, Nomor : 10, Oktober 2007.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo...(dkk), EGC, Jakarta.
Tavani A, La Vecchia C, Gallus S, et al. Red meat intake and cancer risk: a study
in Italy. Int J Cancer 2000;86:4258
Teng,
Nelson.
2015.
Adnexal
Tumors.
diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/258044-overview#a0112
pada
tanggal 29 maret 2015
Trimbos JB, Parmar M, Vergote I, et al: International Collaborative Ovarian
Neoplasm trial 1 and Adjuvant Chemo Therapy in Ovarian Neoplasm trial:
Two parallel randomized phase III trials of adjuvant chemotherapy in
patients with early-stage ovarian carcinoma. J Natl Cancer Inst 95:105, 2003
Tozzi R, Kohler C, Ferrara A, et al: Laparoscopic treatment of early ovarian
cancer: surgical and survival outcomes. Gynecol Oncol 93:199, 2004
U.S. Preventive Services Task Force. Screening for ovarian cancer:
recommendation statement. AHRQ: Agency for Healthcare Research and
Quality.
Available
at
http://www.ahrq.gov/clinic/3rduspstf/ovariancan/ovcanrs.htm.
Accessed
January 25, 2010.
Whitney, C.W. 2011. Gynecologic Oncology Group Surgical Procedures Manual.
Gynecologic
Oncology
Group.
Available
at:
https://gogmember.gog.org/manuals/pdf/surgman.pdf. Accessed May 12
44
45