PENDAHULUAN
Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang
ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi
selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid
maternal. (1)
Salah satu gangguan pada tiroid adalah tirotoksikosis. Perlu dibedakan
antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme. Tirotoksikosis adalah
manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar
hipertiroid yang hiperaktif. Membedakan ini perlu, sebab terdapat tirotoksikosis
tanpa hipertiroidisme, yang bersifat self-limiting disease.
Pada kebanyakan kasus penyebab tirotoksikosis adalah penyakit Grave.
Penyebab lainnya adalah toxic nodular goiters, iatrogenik, induksi iodin, tiroiditis
subakut, hiperemesis gravidarum, mola hidatidosa atau koriokarsinoma.(2)
Gangguan fungsi tiroid selama periode reproduksi lebih banyak terjadi
pada wanita, sehingga tidak mengejutkan jika banyak gangguan tiroid ditemukan
pada wanita hamil. Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki karakteristik
tersendiri dan penanganannya lebih kompleks pada kondisi tertentu. Kehamilan
dapat mempengaruhi perjalanan gangguan tiroid dan sebaliknya penyakit tiroid
dapat pula mempengaruhi kehamilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Kelenjar tiroid adalah suatu kelenjar endokrin yang terdiri atas dua buah
lobus yang simetris, berbentuk konus dengan ujung di sebelah kranial kecil dan
ujung di sebelah kaudal besar. Kelenjar tiroid berada di bagian anterior leher, di
sebelah ventral bagian kaudal laring dan bagian kranial trakea, terletak
berhadapan dengan vertebra servikal 5 7 dan vertebra thorakal. Antara kedua
lobus tersebut dihubungkan oleh isthmus. Dari tepi superior isthmus berkembang
ke arah kranial lobus pyramidalis, yang dapat mencapai os hyoideum dan pada
umumnya berada di sebelah kiri linea mediana. Setiap lobus berukuran kira-kira 5
cm dibungkus oleh fascia propria dan fascia pretrachoalis.(4)
Kedua lobus bersama dengan isthmus memberi bentuk seperti huruf U
dan ditutupi oleh m.sterno-hyoideus dan m.sterno-thyreoideus. Isthmus kelenjar
tiroid difiksasi pada cincin trakea 2 sampai 4. Selain itu kelenjar tiroid difiksasi
pada trakea dan pada tepi kaudal kartilago krikoidea oleh penebalan fascia
pretrachealis yang disebut ligament of Berry.(4)
reseptor TSH
dan memberi
gambaran
biomekanik
hormon tiroid bebas (tidak terikat) pada umumnya dalam batas normal atau hanya
sedikit di atas normal selama trimester pertama. Efek perangsangan dari hCG
pada kehamilan normal tidak signifikan dan normalnya ditemukan pada
pertengahan awal kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis
tertentu, termasuk hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik, konsentrasi
hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi keadaan hipertiroid
dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar TSH ditekan7.
b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan
Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama kehamilan,
akibat peningkatan Glomerular Filtration Rate (GFR). Peningkatan GFR
menyebabkan meningkatnya pengeluaran iodine lewat ginjal yang berlangsung
pada awal kehamilan. Ini merupakan faktor penyebab turunnya konsentrasi iodine
dalam plasma selama kehamilan. Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan
pembesaran dan peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan hormon tiroid
yang cukup untuk mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang fisiologis,
merupakan kompensasi adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan iodin yang
berhubungan dengan kehamilan.
c. Thyroxine Binding Globulin
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG menyebabkan
peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi
fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon tiroid dalam serum diangkut oleh tiga
protein, yaitu ThyroxineBinding Globulin (TBG), albumin, dan Thyroxine Binding
Prealbumin (TBPA) atau transtiretin. Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki
afinitas yang lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3
dari hormon tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal, terjadi
peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal selama
kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini menggambarkan
peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada semua wanita hamil, namun
kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks tiroksin total (FTI) normal. Untuk
7
kadar
konsentrasi
TBG
merupakan
efek
langsung
estrogen
selama
kehamilan.
Estrogen
dari
merangsang
2.4 DEFINISI
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan
oleh kelenjar hipertiroid yang hiperaktif
2.5 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari tirotoksikosis yaitu penyakit Grave (hingga
mencapai 95%). Penyebab lainnya adalah goiter noduler, mola hidatidosa,
hiperemesis gravidarum, dan asupan hormon tiroid yang berlebih.(9, 10)
Penyakit Grave merupakan kelainan autoimun kompleks dengan tanda
tirotoksikosis, oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan eksoftalmus), dan dermopati
(miksedema pretibial). Hal ini dimediasi oleh immunoglobulin yang merangsang
tiroid. Pasien dengan riwayat penyakit Grave di mana cenderung terjadi remisi
pada kehamilan dan relaps kembali setelah bersalin.(3, 9)
Selain penyakit Grave, tirotoksikosis dalam kehamilan juga dapat
disebabkan oleh hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai
8
Gejala
Kecemasan
Tanda
Muscle wasting
emosi neuromuskular
Kebingungan
Hiperrefleksia
Koma
Tremor
paralisis periodik
Gastrointestinal
Hiperdefekasi
Reproduktif
Diare
Oligomenorea
Ginekomastia
Kelenjar tiroid
Libido menurun
Neck fullness
Spider angioma
Penyebaran
Kardiorespiratori
Tenderness
Palpitasi
Pembesaran
Fibrilasi atrium
Dyspneu
Takikardi sinus
Nyeri dada
Rambut rontok
Dermatologis
Diplopia
Palmar erythema
Exophtalmus
Iritasi mata
Ophtalmoplegia
Injeksi konjungtiva
2.7 DIAGNOSIS
Kehamilan, begitu juga hipertiroid adalah kondisi peningkatan laju
metabolisme. Fakta ini menyulitkan mengenali tanda dan gejala tipikal
tirotoksikosis yang biasanya mudah dikenali pada pasien yang tidak hamil.
misalnya gejala seperti amenorea, lemas, labilitas emosi, intoleransi terhadap
panas, mual dan muntah dapat terlihat baik pada pasien hamil dan juga hipertiroid.
Begitu juga tanda-tanda seperti kulit terasa hangat, takikardia, peningkatan
tekanan darah, dan bahkan struma kecil bersifat tidak pasti.(3)
Namun, ada manifestasi yang harus lebih diperhatikan, seperti kenaikan
berat badan yang rendah selama hamil dengan nafsu makan baik, adanya tremor,
dan manuver Valsava tanpa akselerasi laju jantung. Mengingat kebanyakan kasus
disebabkan oleh penyakit Grave, dicari tanda-tanda oftalmopati Grave (tatapan
melotot, kelopak tertinggal saat menutup mata, eksoftalmus) dan bengkak tungkai
bawah (pretibial myxedema). Rendahnya spesifitas tanda dan gejala membuat tes
laboratorium merupakan alat diagnosis yang paling baik untuk penyakit tiroid
pada ibu hamil.(3)
Secara umum, untuk diagnosis pasien wanita hamil dengan kelainan tiroid
yang datang dengan gejala dan tanda klinis dari salah satu yang telah dijelaskan di
atas, maka terdapat algoritma yang dapat digunakan.(11)
10
Indikasi pemeriksaan tiroid pada masa kehamilan adalah sebagai berikut.(3, 10)
11
bermanfaat pada wanita hamil karena nilainya yang tinggi merupakan respon
terhadap estrogen yang meningkatkan konsentrasi TBG. FT3 sebaiknya diperiksa
ketika nilai TSH rendah tetapi kadar FT4 normal. Peningkatan kadar T3
menunjukkan toksikosis T3. Pemeriksaan TSH saja sebaiknya tidak dijadikan
acuan dalam mendiagnosis hipertiroid dalam kehamilan. Pemeriksaan tambahan
pada pasien yang menderita penyakit Grave yaitu TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), di mana hampir selalu ditemukan memiliki hasil pemeriksaan
TSI yang positif.(1)
2.8 PENATALAKSANAAN
Propiltiourasil (PTU) dan metimazol adalah dua agen thioamide yang bisa
digunakan (100 mg PTU dengan 10 mg metimazol). Kedua obat ini efektif untuk
menghalangi sintesis hormon di dalam kelenjar tiroid. Konversi T4 menjadi T3
dihalangi oleh PTU. Dosis permulaan PTU adalah 100-150 mg tiap 8 jam dan
dapat mengontrol hipertiroid dalam waktu 4-8 minggu. Beberapa perubahan dapat
dilihat setelah pengobatan diberikan selama seminggu. Perubahan objektif yang
dilihat adalah penurunan jumlah nadi dan tirotoksikosis. Dosis PTU dapat
diberikan hingga 600-900 mg/hari.(5)
Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T4 dan T3 bebas dari ibu dalam
batas normal-tinggi dengan dosis terendah terapi anti-tiroid. Target batas kadar
hormon bebas ini akan mengurangi resiko terjadinya hipotiroid pada bayi.
Hipotiroid pada ibu sebaiknya dihindari. Obat-obat yang terpenting digunakan
untuk mengobati hipertiroid (propiltiourasil dan metimazol) menghambat sintesis
hormon tiroid. Penggunaan metimazol pada ibu hamil berhubungan dengan
sindrom teratogenik (embriopati metimazol) yang ditandai dengan atresia
esofagus atau koanal dan aplasia kutis kongenital.
12
Propanolol
misalnya,
digunakan
untuk
mengontrol
gejala-gejala
hipermetabolik yang berat. Dosis propranolol adalah 10-40 mg, yang diberikan
tiap 6 atau 8 jam. Hipermetabolik dapat dikontrol propranolol dalam waktu
13
beberapa hari sampai seminggu. Beta bloker dapat diberikan dalam waktu yang
singkat (beberapa minggu) dan sebelum kehamilan mencapai 34-36 minggu.(2, 5)
Pada pasien yang tidak adekuat diterapi dengan pengobatan antitiroid
seperti pada pasien yang alergi terhadap obat-obat, pembedahan merupakan
alternatif yang dapat diterima. Pembedahan pengangkatan kelenjar tiroid sangat
jarang disarankan pada wanita hamil mengingat resiko pembedahan dan anestesi
terhadap ibu dan bayi. Jika tiroidektomi subtotal direncanakan, pembedahan
sering ditunda setelah kehamilan trimester pertama atau selama trimester kedua.
Alasan dari penundaan ini adalah untuk mengurangi resiko abortus spontan dan
juga dapat memunculkan resiko tambahan lainnya. Dilaporkan insidensi abortus
yang dihubungkan dengan anestesi umum dan tiroidektomi pada trimester
kehamilan kira-kira 8%.(1, 5)
Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam pengobatan hipertiroid
selama kehamilan sejak diketahui bahwa zat tersebut dapat melewati plasenta dan
ditangkap oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran
kelenjar dan akhirnya berakibat pada hipotiroid yang menetap.(1)
2.9 KOMPLIKASI
Tirotoksikosis ibu yang tidak diobati secara adekuat meningkatkan risiko
bagi ibu untuk mengalami preeklampsia, gagal jantung kongestif, bahkan dapat
berujung kematian. Pada sebuah penelitian retrospektif, rata-rata komplikasi berat
pada pasien yang diobati dibandingkan dengan yang tidak adalah : preeklampsia
7% banding 14-22%; gagal jantung kongestif 3% banding 60%; badai tiroid
2% banding 21%.(1, 3, 10)
Komplikasi fetus dan neonatus di antaranya kelahiran prematur,
pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, kematian janin dalam
rahim, dan bayi yang mengalami tirotoksikosis atau hipotiroid.(1, 3, 10)
Faktor
Tirotoksikosis tidak
eutiroid
terkontrol
(n = 149)
(n = 90)
17 (11%)
15 (17%)
Komplikasi Maternal :
14
Preeklampsia
7 (8%)
Gagal jantung
Kelahiran preterm
12 (8%)
29 (32%)
11 (7%)
15 (17%)
0/59
6/33 (18%)
Kematian
Komplikasi Perinatal :
2
0
Goiter
Tabel 1. Komplikasi kehamilan pada 239 wanita dengan tirotoksikosis(1)
Pada kebanyakan kasus, bayi tetap eutiroid. Namun, pada sebagian dapat
terjadi hiper atau hipotiroidisme dengan atau tanpa gondok. Hipertiroidisme klinis
terjadi pada sekitar 1% neonatus yang lahir dari wanita dengan penyakit Grave.
Jika dicurigai terjadi penyakit tiroid pada janin maka tersedia sonogram untuk
mengukur volume tiroid secara sonogravis. Neonatus yang terpajan ke tiroksin ibu
secara berlebihan memperlihatkan gambaran klinis berikut.(1, 2)
1. Janin atau neonatus dapat memperlihatkan tirotoksikosis goitrosa
akibat penyaluran thyroid stimulating immunoglobulin melalui
plasenta. Hidrops non imun dan kematian janin pernah dilaporkan pada
2.
tirotoksikosis janin.
Terpajannya janin ke tionamid yang diberikan kepada ibu dapat
menyebabkan hipotiroidisme graitosa. Jika dijumpai hipotiroidisme
maka janin dapat diobati dengan mengurangi obat antitiroid ibu dan
15
Gambar 5. Bayi cukup bulan oleh wanita yang menderita tirotoksikosis selama 3
tahun. Ibunya diberikan metimazol 30 mg per hari dan eutiroid saat persalinan.
Laboratorium menunjukkan bayinya hipotiroid.(1)
Krisis tirotoksik, yang juga disebut badai tiroid, merupakan sebuah
kegawatdaruratan medis yang dapat timbul akibat hipermetabolik yang
berlebihan.
hipertiroid, tetapi memiliki resiko gagal jantung. Badai tiroid didiagnosis melalui
kombinasi gejala dan tanda seperti hiperpireksia, takikardi yang tidak
berhubungan dengan demamnya, gagal jantung kongestif, disaritmia, muntah,
diare, dan perubahan mental termasuk cemas, bingung, dan gelisah. Badai tiroid
ini dapat muncul akibat infeksi, penghentian terapi yang tiba-tiba, pembedahan,
dan persalinan. (1, 10)
Pengobatannya meliputi pemberian cairan intravena, hidrokortison,
propanolol, iodin oral, dan karbimazol atau propiltiourasil dalam dosis tinggi.
Terapi badai tiroid terdiri dari rangkaian pengobatan berupa:(1)
a. Terapi suportif secara umum sebaiknya dilakukan
b. Terapi spesifik :
1. PTU 1000 mg per oral atau melalui nasogastric tube.
Dilanjutkan dengan
17
BAB III
KESIMPULAN
Kehamilan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap regulasi fungsi
tiroid pada wanita sehat dan pada pasien dengan kelainan tiroid. Pengaruh ini
perlu dikenali dengan seksama, didiagnosis dengan jelas, dan diterapi dengan
tepat. Kelainan fungsi tiroid terjadi dalam 1-2% kehamilan, namun kelainan
fungsi tiroid subklinik baik itu hipertiroid mungkin lebih banyak yang tidak
terdiagnosis jika tidak diskrining lebih awal. Kehamilan meningkatkan kecepatan
metabolisme, aliran darah, denyut jantung, curah jantung, dan beberapa gejala
subjektif seperti kelelahan, dan intoleran terhadap panas yang dapat menunjukkan
kemungkinan adanya tirotoksikosis. Perubahan metabolik lain yang juga berefek
pada aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid adalah rangsangan langsung hCG terhadap
tiroid ibu yang kemudian berakibat peningkatan metabolisme tiroksin. Penyebab
utama tirotoksikosis dalam kehamilan diantaranya penyakit Graves dan hipertiroid
gestasional non-autoimun. Perjalanan penyakit Graves selama kehamilan berubahubah, dengan kecenderungan membaik pada trimester kedua dan ketiga, dan
mengalami eksaserbasi selama masa postpartum. Perubahan ini merupakan akibat
dari supresi sistem imun selama kehamilan. Dampak buruk akibat hipertiroid
dalam kehamilan seperti resiko preeklamsia yang tinggi dan gagal jantung
kongestif adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan
pengendalian kondisi yang rendah. Wanita hamil dengan hasil TSI positif atau
18
yang sedang menggunakan obat anti tiroid sebaiknya diperiksa juga kemungkinan
terjadinya kelainan fungsi tiroid pada fetus. Perlu diingat dalam mengobati pasien
hipertiroid bahwa semua obat-obat anti tiroid dapat melewati plasenta dan dapat
berefek terhadap fungsi tiroid fetus.
19
DAFTAR PUSTAKA
20