Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH TENTANG CORAK HIDUP

MASYARAKAT PRA AKSARA


(Sistem Kepercayaan, Sosial, dan Kebudayaan)

Tahun ajaran 2016/2017


Kelompok 3:
-Azhahara Putri Kusuma W
-Irbatina Marwa Arief
-M Dian Apriansyah
-Nurrusyifa Puteri I
-Puji Handayani
-Tubagus Yopi Ramadhan N

Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah sejarah tentang Corak Hidup Masyarakat Pra aksara .
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar
kami
dapat
memperbaiki
makalah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah sejarah ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bogor , November 2016

Penyusun

Daftar Isi

Prasejarah, Sistem kepercayaan masyarakat praaksara Indonesia


Sistem kepercayaan masyarakat praaksara di Indonesia tidak terlepas dari
kepercayaan asli masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan keagamaan di
Indonesia, kepercayaan asli merupakan bentuk kerohanian yang khas dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kepercayaan asli sering disebut dengan
agama asli atau religi.
Kepercayaan manusia tidak terbatas pada dirinya sendiri saja, akan tetapi
pada benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitarnya.
Berdasarkan keyakinan tersebut, manusia menyadari bahwa makhluk halus atau
roh itu memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yaitu sifat yang membawa
kebaikan dan sidat yang mendatangkan keburukan.
Masyarakat praaksara Indonesia Jika diperhatikan, lukisan-lukisan yang
terdapat di gua-gua tidak hanya mempunyai nilai estetika, tetapi juga
mengandung makna etika magis. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa cap-cap
tangan dengan latar belakang cat merah memiliki arti kekuatan atau
perlindungan dari roh-roh jahat.
Seperti terdapat pada beberapa lukisan di Papua mempunyai kaitan
dengan upacara penghormatan nenek moyang, meminta hujan dan kesuburan,
serta memperingati suatu peristiwa yang sangat penting. Adanya keyakinankeyakinan itulah yang kemudian mendorong berkembang beberapa kepercayaan
di Indonesia, diantaranya animisme, dinamisme dan totemisme.
Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang.
Awal munculnya kepercayaan animisme ini didasari oleh berbagai
pengalaman dari masyarakat yang bersangkutan. Misalnya pada daerah di
sekitar tempat tinggal terdapat sebuah batu besar.
Masyarakat yang melewati batu besar tersebut mendengar keganjilan seperti
suara minta tolong, memanggil namanya, dan lain-lain. Namun begitu dilihat
mereka tidak menemukan adanya orang atau apapun. Peristiwa tersebut
kemudian terus berkembang hingga masyarakat menjadi peracaya bahwa batu
yang dimaksud mempunyai roh atau jiwa.
Dinamisme adalah suatu kepercayaan dengan keyakinan bahwa semua
benda mempunyai kekuatan gaib, misalnya gunung, batu, dan api.
Bahkan benda-benda buatan manusia seperti patung, tombak, jimat dan
lain sebagainya.

Totemisme merupakan keyakinan bahwa binatang tertentu merupakan


nenek moyang suatu masyarakat atau orang tertentu. Binatang yang
dianggap nenek moyang antara masyarakat yang satu dengan lainnya
berbeda-beda. Biasanya binatang nenek moyang tersebut disucikan, tidak
boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk upacara tertentu.
Masyarakat praaksara Indonesia Kepercayaan animisme dan dinamisme
menjadi kepercayaan asli bangsa Indonesia sebelum agama Hindu dan Budha
masuk ke Indonesia. Dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, kedua
kepercayaan itu sudah berakar kuat. Salah satu aspek yang dapat dikaitkan
dengan kedua kepercayaan tersebut adalah berupa peninggalan-peninggalan
zaman megalitikum.
Menhir atau arca, merupakan lambang dan tahta persemayaman roh leluhur.
Kedua jenis peninggalan itu digunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh
nenek moyang. Dolmen dan punden berundak berkaitan dengan aktivitas
upacara, karena dolmen digunakan sebagai tempat sesaji, sedangkan punden
berundak digunakan untuk tempat upacara.
Praktik-praktik kepercayaan animisme dan dinamisme itu juga terlihat dalam
penyelenggaraan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian.
Penyelenggaraan upacara kematian dilandasi dengan kepercayaan bahwa
kematian itu pada hakikatnya tidak membawa perubahan dalam kedudukan,
keadaan dan sifat seseorang. Dengan landasan itu, penguburan mayat selalu
disertai dengan bekal-bekal kubur dan arwah mayat yang disesuaikan dengan
kedudukannya ketika masih hidup.
Keyakinan akan adanya dunia arwah terlihat dari arah penempatan kepala
mayat yang diarahkan ke tempat asal atau tempat bersemayam roh nenek
moyang mereka. Tempat yang biasanya diyakini sebagai tempat roh nenek
moyang adalah tempat matahari terbit atau terbenam, dan tempat-tempat yang
tinggi, misalnya di gunung dan bukit.
Bukti mengenai hal ini terlihat dari hasil penggalian kuburan-kuburan kuno
di beberapa tempat di wilayah Indonesia, seperti Bali dan Kalimantan yang
menunjukkan arah kepala mayat selalu ke arah timur, barat atau ke puncakpuncak gunung atau bukit.

Budaya Masa Pra-Sejarah Indonesia

Berbicara perkara kehidupan manusia, khususnya dalam arena prasejarah,


tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain yaitu lingkungan alam dan
budaya. Aspek lingkungan ini merupakan salah satu unsur penting pembentuk
suatu budaya masyarakat. Manusia masa prasejarah masih sangat
menggantungkan hidupnya pada alarn, oleh karena itu hubungan yang begitu
dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa
manusia harus senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati, salah
satunya tercermin dari hasil budaya. Untuk mendapatkan penjelasan tentang
kehidupan manusia masa prasejarah maka perlu mengintegrasikan antara
tinggalan manusia, tinggalan budaya, dan lingkungan alamnya. Dengan
demikian studi tentang hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan alam
masa prasejarah merupakan topik yang tetap aktual menarik, dan perlu
dikembangkan dalam disiplin ilmu arkeologi. Nilai-nilai budaya masa
prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang masalah-masalah dasar yang
sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia.
Konsep-konsep umum dan penting itu hingga kini masih tersebar luas di
kalangan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya masa prasejarah Indonesia
itu masih terlihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut:

1. Mengenal Astronomi
Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka
terutama pada saat berlayar waktu malam hari. Astronomi juga penting
artinya dalam menentukan musim untuk keperluan pertanian.
2. Mengatur Masyarakat
Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan
adanya aturan-aturan dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa
kuno di Indonesia telah memiliki aturan kehidupan yang demokratis. Hal
ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih seorang
pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat
melindungi masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat

dan dapat mengatur masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin


meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk daerah itu.

3. Sistem Macapat
Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian
J.L.A. Brandes tentang keadaan Indonesia menjelang berakhirnya zaman
prasejarah. Sistem macapat merupakan suatu tatacara yang didasarkan
pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-tengah
wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah
lapang (alun-alun) dan di empat penjuru terdapat bangunan-bangunan
yang penting seperti keraton, tempat pemujaan, pasar, penjara. Susunan
seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.
4. Kesenian Wayang
Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek
moyang. Jenis wayang yang dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang
orang dan wayang golek (boneka). Cerita dalam pertunjukkan wayang
mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dan setelah mendapat
pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana.
5. Seni Gamelan
Seni gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan
dapat mengiringi pelaksanaan upacara.
6. Seni Membatik
Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan
menggunakan alat yang disebut canting. Hiasan gambar yang diambil
sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya. Di
samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.
7. Seni Logam
Seni membuat barang-barang dari logam menggunakan teknik a Cire
Perdue. Teknik a Cire Perdue adalah cara membuat barang-barang dari

logam dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk mencetak logam


sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam
sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu
ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat
cetakan itu dituang logam yang sudah dicairkan dan setelah dingin
cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang dibutuhkannya.
Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari
perunggu.

A. KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PRA AKSARA DI


INDONESIA
Bila ditinjau dari sistem mata pencahariannya, perkembangan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat pra aksara melalui beberapa tahap, yaitu:
1. MASYARAKAT BERBURU DAN MERAMU
-Perkembangan masyarakat pada masa ini berjalan sangat lamban.
-Masyarakat hidup tergantung pada alam, makanan diperoleh dengan cara
berburu, mengumpulkan umbi-umbian dan menangkap ikan.
-Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil, hal ini untuk memudahkan
langkah dan gerak mereka dalam mengikuti binatang buruannya, atau
mengumpulkan makanan.
-Hidup berpindah-pindah tempat (nomadem).
-Menggunakan berbagai alat dari batu dan tulang.
-Pemilihan pemimpin dengan menggunakan sistem Primus Inter Pares.
Primus Inter pares adalah sistem pemilihan pemimpin melalui musyawarah
diantara sesamanya berdasarkan kelebihan yang dimiliki baik secara fisik
ataupun spiritual. Primus Inter pares biasanya berhubungan dengan wibawa
seorang tokoh merangkum kepercayaan, mutu tokoh (kemampuan
mengorganisasi, tingkat visioner, kemampuan merekam dan memahami mimpi
publik dalam program publik kemudian melaksanakannya, menghormati
keadilan, pandai mendengar, memecahkan masalah dan pandai
mempersatukan).
2. MASYARAKAT BERBURU DAN MERAMU TINGKAT LANJUT
-Mereka hidup masih tergantung dengan alam.

-Mulai lama tinggal disuatu tempat, didalam gua-gua (sedentair).


-Karena tidak lagi berpindah-pindah tempat, mereka memiliki waktu luang
untuk melakukan hal lain seperti membuat lukisan di dinding tua yang mereka
tinggali.
-Lukisan yang mereka buat masih berkaitan dengan kepercayaan awal.
Contohnya, penghormatan kepada arwah nenek moyang, menggambarkan
binatang buruan, atau binatang yang di anggap suci dan gambar telapak tangan
yang berwarna merah (sebagai penolak roh jahat dan upacara kesuburan).
3. MASYARAKAT BERCOCOK TANAM DAN BERTERNAK
-Mereka sudah hidup menetap, sudah ada perkampungan yang dekat dengan
mata air, seperti sungai.
-Adanya pembagian kerja secara sederhana antara laki-laki dan perempuan,
laki-laki tugasnya ada hubungannya dengan mengerjakan lahan, sedangkan
perempuan berkaitan dengan tugas-tugas penyelenggaraan rumah tangga.
-Dalam corak bercocok tanam mereka mulai menggarap tanahnya dan berusaha
menyimpan makanannya dengan cara mengawetkan. Bentuk kerja mereka
dengan cara berhuma, dan ladang berpindah.
4. MASYARAKAT PERUNDAGIAN
Perundagian adalah pertukangan, artinya orang yang memiliki ketrampilan
atau kemampuan dalam melakukan pekerjaan tertentu.
-Telah memiliki kehidupan yang menetap (sedenter).
-Hasil kebudayan berkembang dengan pesat, seperti benda-benda yang terbuat
dari perunggu, besi, dan gerabah yang sangat halus, serta perhiasaan/manikmanik yang terbuat dari batu-batuan, dan dari kulit kerang.
-Mata pencaharian adalah pertanian dan cara berladang dan bersawah,
masyarakat sudah mengenal perdagangan dengan barter.
-Sistem kepercayaan yang berkembang adalah pemujaan terhadap roh nenek
moyang, yang didahului persembahan terhadap roh nenek moyang
(ditemukannya bangunan pemujaan).
5. KEBUDAYAAN KAPAK LONJONG
Yaitu kapak yang penampangnya berbentuk lonjong atau belut telur, dengan
ujungnya yang lancip sebagai tempat tangkai yang diikat menyiku.
Persebarannya disekitar indonesia bagian timur (Sangihe, Talaud, Sulawesi,
Flores, dan Maluku). Kapak lonjong memiliki dua ukuran, yaitu ukuran kecil
(kleinbeil) dan ukuran besar (walzenbeil).

Selain itu ada pula ditemukan gerabah untuk keperluan rumah tangga dan
upacara yang di temukan di Bukit Kerang Sumatra dan Bukit Pasir Pantai
Selatan. Pendukung kebudayaan ini adalah ras melayu melanesoid.
B. KEBUDAYAAN MASYARAKAT AWAL DI INDONESIA
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, dapat berwujud
benda maupun abstrak. Kebudayaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat maupun secara keseluruhan.
Menurut Arnold J. Toynbe: Kebudayaan timbul dan berkembang sebagai upaya
manusia untuk menjawab tantangan yang ada pada sekitar.
Menurut Koentjaraningrat terdapat 7 unsur kebudayaan yang bersifat universal,
yaitu:
-Sistem religi
-Sistem sosial atau organisasi
-Sistem pengetahuan
-Bahasa
-Kesenian
-Sistem mata pencaharian
-Sistem peralatan hidup dan teknologi

Daftar Pustaka
http://sabilayola.blogspot.co.id/2013/09/kehidupan-sosialekonomi-masyarakat-pra.html
https://nchistoriaedu26.wordpress.com/sejarah/kehidupansosial-kebudayaan-dan-teknoogi-masa-prasejarah-diindonesia/
https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chromeinstant&ion=1&espv=2&ie=UTF8#q=corak+hidup+masyarakat+pra+aksara+sistem+sosial
http://www.sejarah-negara.com/sistem-kepercayaanmasyarakat-praaksara/
http://www.donisetyawan.com/corak-kehidupan-masyarakatpra-aksara/
Buku Sejarah Indonesia Kelas 10

Anda mungkin juga menyukai