Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit
2.
Kelengkapan (completencess).
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun
yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai
contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa
utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
3.
usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu
kewajiban entitas.
4.
5.
Tingkat
materialitas
yang
ditentukan
rendah
berarti torelable
missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk
menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang
terjadi.
Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya
tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat
kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin
rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang
diperlukan.
Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti
yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran
laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam
menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan
waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh
melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.
Ukuran dan Karakteristik Populasi
Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk
mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit
pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.
Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus
diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel
bukti audit yang harus diambil dari populasinya.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual
yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi
yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi
yang seragam.
Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan
relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti
tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat
diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada.
Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai
keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan,
dapat bermanfaat:
1.
Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan
audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada
bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
2.
Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai
keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
3.
Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi
fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan
dengan yang diperoleh secara tidak langsung.
Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat
dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien,
semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa
informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu.
Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk
menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan
digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang
independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan
tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari
dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu
sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan
rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan
secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif.
Dalam
menelaah
bukti
subjektif,
seperti
estimasi
manajemen,
auditor
harus
2.
3.
1.
Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara
langsung.
2.
Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
3.
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat
maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan
merupakan bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.
Bukti Analitis dan Perbandingan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan
anggaran atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis
menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan.
Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding.
Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan
keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini
dilakukan untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya.
Bukti-bukti ini dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang
memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam.
Penilaian Bukti
Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit
tertentu telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak
memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk
memperoleh bukti kompeten yang cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan
keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti audit,
terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan dengan asersi dalam laporan
keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk mempercayai suatu asersi yang material,
maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti
kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan
pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.
PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT
Perancangan pengujian substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan
bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan
pengujian substantif meliputi penentuan:
1.
sifat pengujian
2.
waktu pengujian
3.
dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima untuk setiap asersi.
Jenis Prosedur Substantif
Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe
pengujian substantif yang dapat digunakan, yaitu:
Pengujian rinci atau detail saldo
Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo
akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang direncanakan
harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah
sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada
umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan
pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci
saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko,
semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
1.
2.
3.
Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku
pembantu.
Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah
benar.
Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan
mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak mengarahkan
pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan atas
kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya menggunakan
dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail
transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada
prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan
biaya daripada pengujian detail saldo.
Prosedur analitis
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang
dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan
oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari
evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang
masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data
keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling
sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.
Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal
di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang
sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini
mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi,
perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan
mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya
pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas
tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi
hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila
membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan
auditor.
Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit
lainnya.
2.
Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
3.
Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.
Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari
pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang
mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut.
Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan
memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien
pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam
mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:
1.
Sifat asersi.
2.
3.
4.
Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh
bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik
perencanaan audit harus ditujukan untuk:
1.
Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang
terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,
2.
Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji
pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan
informasi/kegiatan yang akan diaudit.
Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program
audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi yang
diuji dengan data pendukungnya.
Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian
pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan
keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program
audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai
dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan sementara
yang perlu diperdalam.
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:
1.
Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
2.
3.
4.
5.
Konfirmasi.
6.
Analisis.
7.
8.
1.
2.
1.
2.
3.
Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam
pembuatan laporan.
4.
5.
6.
Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas
pekerjaan yang dilakukan para asisten.
Isi Kertas Kerja
Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh
auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan
keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat
diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang
memperlihatkan:
1.
2.
3.
Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian
yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan diamatinya
standar pekerjaan lapangan ketiga.
Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja
Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih
tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas kerja
tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja
harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan akuntansi
klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja
dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpan dokumen.
DAFTAR REFERENSI
Halim, Abdul dan Totok Budi Santoso. 2004. Auditing 2. Yogyakarta: Uni Penerbit dan
Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
IAPI. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Jusup, Al. Haryono. 2002. Auditing, buku 2. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN.
http://www.scribd.com/doc/51208226/13/A-Pengertian-dan-Jenis-Program-Audit