PPKN Word
PPKN Word
Disusun oleh :
1) Ayudya Amelia (13060116130030)
2) Risqi Apreliawan (13060116130032)
3) Vien Nisa Nabila (13060116140031)
A. DEMOKRATISASI
Robert Dahl tahun 1971, mengartikan demokratisasi sebagai proses perubahan dari rejim otoriter
menuju ke poliarkhi yang didalam nya member kesempatan berpartisipasi dan liberalisasi lebih
tinggi.
I.
II.
Juml
ah
Gel 1
1826-1926
(Gel. Panjang)
Nega
Gel Balik
1
1922-
Gel 2
1943-
Gel Balik
1962
2
1958-1975
Gel 3
1974
Gel Balik 3
1991-
1942
ra
Kategori A
Australia
Kanada
Finlandia
Eslandia
Irlandia
Selandia Baru
Swedia
Swiss
Inggris
AS
Negara ini
melakukan
proses
10
demokratis
Demokrati
Demokrati
Demokrati
Demokra
sejak
tis
Proses
Demokrati
Demokrati
Kembali
Proses
demokrasi
otoritarian
demokrat
Proses
Kembali
Proses
isme
Demokrati
is
Demokra
Demokratis
gelombang dan
mengawali
sejak saat itu
Kategori B
Chili
Kategori C
1
10
Demokratis
Demokratis
Australia
Belgia
Kolombia
Denmark
Perancis
Jerman Barat
Italia
Jepang
Belanda
Norwegia
ke
Demokratis
Otoritaria
nisme
Kategori D
Argentina
Cekoslovakia
Yunani
Hungaria
Uruguay
Kategori E
Jerman Timur
Polandia
Portugal
Spanyol
Kategori F
Estoria
Lativa
Uthuania
Kategori G
Proses
Demokratis
Proses
Demokratis
Proses
Demokratis
Demokrati
s
tis
Kembali
Proses
Kembali
Proses
Otoritaria
Demokrati
otoriariani
Demokra
nisme
sme
tis
Kembali
otoritarian
Demokratis
Proses
Otoriter
Otoriter
isme
Demokra
Demokratis
tis
Kembali
Di
Otoritaria
eliminasi
nisme
dari daftar
Proses
Demokrati
Demokra
Demokratis
Botswana
Gambia
Israel
Jamaika
Malaysia
Malta
Srilanka
Trinidad&Tob
demokrati
ago
Venezuela
mengawal
s sejak
gelomban
g ini dan
tis
i sejak
saat itu
Ktegori H
Bolvia
Brazil
Ekuador
India
Korea Selatan
Pakistan
Peru
Philipina
Turki
Kategori I
Nigeria
Kategori J
Burma
Fiji
Ghana
Guvana
Proses
9
Demokrati
s
Demokrati
s
Kembali
Ke
otoriraiani
sme
Proses
demokrat
Demokratis
is
Kembali
Proses
Kembali
otorirarian
demokrat
ototitarianis
isme
is
me
Otoriter
Otoriter
Proses
Demokratis
Proses
Kembali
demokrati
otoritarian
isme
Indonesia
Libanon
Kategori K
11
Bulgaria
Elsavador
Guatemala
Haiti
Honduras
Mongolia
Namibia
Nikaragua
Panama
Rumania
Senegal
demokrat
is
Kategori L
Sudan
Suriname
Kembali
Proses
Kembali
otoritarian
demokrat
otoriarianis
isme
is
me
III.
runtuh
Asia
(rejim Marcos) di Philipina runtuh oleh people power dan terbunuhnya
Benigno Aquino
(rejim otoriter Chun Do Hwan) di Korea Selatan, runtuh
Mongolia
Negara Komunis di Uni Soviet (superpower), lalu Eropa Timur seperti
Sebaliknya, petaka terjadi bila demokrasi dilaksanakan secara tanggung. Di satu pihak
partisipasi politik massal meningkat, kebebasan berpendapat meluas dan pers nyaris bebas lepas,
sementara di lain pihak lembaga pengatur kehidupan sipil belum cukup mapan, dan elit politik
yang berkuasa merasa terancam oleh adanya demokratisasi.
d. Demokrasi dan Korupsi
Ketika laju perkembangan demokratisasi ternyata berjalan seiring dengan korupsi, hal itu
membuat banyak pihak menjadi risau. Muncul tudingan bahwa demokrasi menjadi penyebab
suburnya korupsi. Kenyataannya, Negara-negara yang tengah menuju transisi demokrasi
memang biasanya menjadi sasaran empuk penyakit korupsi.
Jonathan Moran mengkategorikan beberapa Negara transisi, yang sekaligus juga massif
korupsi ialah :
1) Negara transisi dari kekuasaan otoriter;
2) Transisi dari bekas Negara komunis
3) Negara-negara dekolonisasi, dan
4) Negara baru.
Di saat memasuki transisi demokrasi, Negara-negara tersebut memperlihatkan gejala yang
sama, yaitu :
1) Negara dalam keadaan lemah;
2) Proses demokratisasi politik yang drastis ternyata tidak berhasil mereduksi korupsi yang
sudah marak pada rejim sebelumnya;
3) Liberalisasi politik yang mendorong lahirnya kompetisi dan perburuan kekuasaan melalui
mekanisme dukungan politik, justru melahirkan peluang korupsi dalam bentuk money
politic
Kondisi tersebut masih ditunjang oleh lemahnya Negara untuk mengeliminir kejahatan
politik akibat supermasi hukum yang rentan, kelemahan kontrol aparat penegak hukum dan
perundang-undangan yang mandul.
Situasinya berbeda bila dibandingkan dengan di masa pemerintahan otoriter. Sentralisasi
kekuasaan dapat melahirkan penegakan hukum secara efektif dan efisien.
Walaupun berbagai tudingan terus diarahakan ke demokrasi, sementara krisis ekonomi
terus berlangsung dan korupsi makin mengganas, namun demokrasi tampaknya masih mendapat
kepercayaan di berbagai belahan dunia.
3. Prospek Demokrasi
Kubu skeptis sejak awal sudah mengingatkan betapa terjal jalan yang akan dilalui
demokrasi. Dikatakan bahwa demokrasi tidak mudah berkembang dalam realitas politik aktual.
Demokrasi baru bisa disemaikan jika tersedia masyarakat induvidualis yang kompetetif dan
berorientasi pasar. Robert Kaplan menemukan fakta bahwa demokrasi yang membawa
kemakmuram Eropa, ternyata tidak menyelamatkan bangsa Afrika. Sebaliknya justru
menjerumuskan mereka ke konflik antar suku dan agama yang berkepanjangan. Maraknya
kerusuhan sosial di Sudan dan Nigeria, juga di Haiti, Thailand, Birma, dan lain-lain yang
membuat militer kembali campur tangan dan sejumlah Negara berkembang kembali ke
otoriterisme menandakan bahwa demokrasi menjadi kian layu.
Sebaliknya, kubu optimistik justru berpendapat bahwa pasca Perang Dingin, orang mulai
melihat perang sebagai sesuatu yang usang. Mereka optimis bahwa sisa penghalang di jalan
liberalisme akan dapat disingkirkan dengan bantuan lembaga-lembaga intenasional.
Jika kubu skeptis memandang bahwa kawasan Timur Tengah dan kawasan sub-Sahara
Afrika yang mayoritas berpenduduk muslim sebagai penghambat laju demokratisasi, tidak
demikian dengan kubu optimistik, mereka berpendapat bahwa di Negara-negara islam tersebut
saat ini justru sedang tumbuh arus pluralis demokratis. Saat ini sebuah kelompok reformis Islam
yang baru tumbuh, sedang bergulat dengan isu utama Bagaimana memodernisasi dan
mendemokratisasi sistem politik dalam sebuah konteks islam.
Di tengah kontroversi antara sikap pro dan kontra terhadap demokrasi, perlu
dikemukakan beberapa fenomena menarik sehubungan dengan praktik-praktik demokrasi di
berbagai belahan dunia:
Pertama, ialah kisah sukses empat macan ekonomi Asia, yakni Taiwan, Korea Selatan,
Singapura, dan Hongkong yang dikenal kuat dengan tradisi otoriterisme, disamping Jepang,
Malaysia, dan Thailand. Fakta tersebut makin memperkuat kebenaran konsep Democratic
Developmental State (DOS) atau Negara Berkembang yang Demokratis. Intinya ialah
bagaimana berhasil memajukan pembangunan tanpa mengorbankan demokrasi.
Kedua, munculnya demokrasi Kosmopolitan, demokrasi ini timbul dari kondisi yang
beraneka ragam dan saling hubungan di antara rakyat dan bangsa yang berbeda-beda. Bermula
dari lahirnya pemerintahan trans-nasional, maka persoalan yang tadinya bersifat lokal, bahkan
urusan komunitas terbatas, bisa menjadai masalah global. Untuk memecahkan masalah tersebut
ternyata perlu kerjasama lintas Negara, sehingga terbentuk keputusan kolektif. Disini bukan
hanya Negara saja yang terlibat, tetapi juga organisasi antar pemerintah, kelompok penekan
internasional dll.
B. DEMOKRASI DI INDONESIA
Perkembangan demokrasi di Indonesia selalu mengalami pasang surut.
Masalahnya berkisar pada bagaimana menyusun system politik dengan kepemimpinan
yang cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi dan character and nation
building. Berikut secara garis besar perkembangan demokrasi di Indonesia.
1. Periode 1945-1959 (Demokrasi Parlementer)
Berdasarkan UUD 1945 Indonesia menganut system presidensial, namun dengan
adanya Konvensi Syahrir tahun 1946 sistem presidensial berubah menjadi system
parementer. System tersebut dikukuhkan dengan berlakunya Konstitusi UUD RIS dan
UUDS RI 1950.
Dalam periode ini peran parlemen dan partai-partai politik sangat dominan.
Maraknya konflik politik yang berkepanjangan dan kabinet yang jatuh bangun dalam
waktu yag relatif singkat juga mewarnai periode ini.