Anda di halaman 1dari 7

B.

PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI


Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting,
penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.
a Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat
matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga
menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan menurunkan
populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahanbahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.

Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan


Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi,
yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti
kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan
kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran
kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian
bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu,
pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan
dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna
yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.

b. Proses blansir
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam
air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk
makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna untuk ;

a.

membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal

b.

meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan

c.

membuang udara yang masih ada di dalam jaringan

d.

menginaktivasi enzim

e.

menghilangkan rasa mentah

f.

mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)

g.

mempermudah pengupasan

h.

memberikan warna yang dikehendaki

i.

mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.


Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan
terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,
serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,
terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim
lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran
yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan
baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta
medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan
pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam
lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air
mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah
yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :

a.

Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan

b.

Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin

c.

Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan

d.

Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.

Proses pengisian

a.

Pembuatan medium

Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan
gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk
untuk

sop

sayur

adalah

kuah

sop

yang

telah

dimasak

dengan

rempah-rempah.

Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang
akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan
mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b.

Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng


Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan
buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.

c.

Proses pengisian medium


Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada
saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.

Proses exhausting
Kaleng

yang

telah

diisi

dengan

buah

(dan

sirop)

kemudian

dilakukan

proses exhausting. Tujuanexhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gasgas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting
dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng
yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan
produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi
oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena
blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi
panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau

(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.


Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90 oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu
produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada setiap selang waktu tertentu
dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang
diinginkan tercapai atau tidak.

c. Proses penutupan kaleng


Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu
yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula
tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan
hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan
produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian
rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke
dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.

d. Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang
yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk
koktail buah dan cincau digunakan suhu 100C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60
menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis
sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan
sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat
berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme
sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada
sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang
berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk

mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk
memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan.
Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi,
untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah
100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan
dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100C tidak akan
efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan tekanan 1,05
bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan
mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a.

kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan lainlain)

b.

jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.

c.

karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).

d.

Medium pemanas.

e.

Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi

e.Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan
pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar,
proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup
uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kalengkaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik.
Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas
retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng

tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar
secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada
saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang
terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai
38-42C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.

f. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk
mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.

g. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas
sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.
Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam
keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa
dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:

Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.

Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan
sebagainya.

Penggelembungan karena adanya CO2.

Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.

Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan
selama pemanasan.

Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan
kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.

Fluktuasi tekanan atmosfer.

Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnyaClostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan
panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).

Anda mungkin juga menyukai