Terapi Cairan
Terapi Cairan
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dengan cairan
infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena untuk mengatasi
syok atau mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi.
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah,
selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang memerlukan
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga.2
2.2 Distribusi Cairan Tubuh
Cairan tubuh didistribusikan ke dalam dua kompartemen utama, yaitu kompartemen
intraselular dan ekstraseluler yang dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial, serta satu
kompartemen tambahan yaitu kompartemen transelular.Total cairan tubuh bervariasi menurut
umur, berat badan dan jenis kelamin. Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian
berkurang secara progresif dengan bertambahnya umur. 3,4,5
a. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular sebaliknya pada bayi hanya
setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.5
b.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan
tubuh terdapat di cairan ekstraselular. 5
Cairan ekstraselular dibagi menjadi : 4,5
o Cairan Interstitial
2
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada
orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma).
Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya
terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. 4,5
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. 4,5
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit4,5
- Elektrolit
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). 4,5
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama
dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel
tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini. 4,5
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter. Ekresi natrium dalam
urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari =
100mEq (6-15 gram NaCl). 6
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di
dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter,
kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter. 5,6
c. Kalsium
3
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat
faeces dan sekitar 20% lewat urine. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjarkelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam
gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel. 5,6
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan + 10
mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 5,6
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO4-). 5,6
a. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang
akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting
peranannya dalam keseimbangan asam basa. 5,6
Tabel 1. Kompartemen Cairan Tubuh
(mEq/L)
Kation Na
K
Ca
Mg
Total
Anion Cl
HCO3
HPO4
SO4
Asam
Organik
Protein
Total
Plasma
142
4
5
3
154
103
27
2
1
Interstitial
114
4
2,5
1,5
152
114
30
2
1
Interseluler
15
150
2
27
194
8
10
100
20
16
154
0
152
63
194
- Non elektrolit
4
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
2.3 Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit
atau traktus gastrointestinal.9 Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata
sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
kehilangan cairan ratarata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml
kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.7
Tabel 2. Keseimbangan Cairan Tubuh
Air masuk
Air keluar
Minuman: 800-1700 ml
Makanan: 500-1000 ml.
Hasil oksidasi: 200-300 ml.
Kebutuhan air pada orang dewasa setiap harinya adalah 30-35 ml/kgBB/24jam.
Kebutuhan ini meningkat sebanyak 10-15 % tiap kenaikan suhu 1 C.
Hiperventilasi
Aktivitas ekstrim
5
Dehidrasi hipotonik
o
Dehidrasi isotonik
o
Dehidrasi hipertonik
o
Sedang
6-8 % dari BB
Tachycardia
Berat
10 % dari BB
- Tachycardia.
Vena kolaps
Mukosa lidah Lidah lunak
kering
Urine
SSP
Turgor
Keriput
cowong
normal
Pekat
Tak ada kelainan
Pekat,
mata
Turgor
sangat
menurun
produksi - / oligouria
jumlah menurun
Apatis
Sangat menurun /
coma
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun
pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder
akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap
atau berkurang.7
c. Hiponatremia
Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (< 135 mEq/L) 9
Tatalaksana hiponatremia
Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik (3%) dengan kecepatan kira-kira 1
mL/kg per jam.
d. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L) 9
Tatalaksana hipernatremia
Hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian normal saline
sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan Dekstrosa 5%
atau NaCl hipotonik. 9
Hipernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika perlu dengan
dialisis. Kemudian Dekstrosa 5% diberikan untuk mengganti defisit air. 9
e. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (< 3,5 mEq/L)
Tatalaksana hipokalemia
Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCl) harus diberikan pada awal terapi diuretik.
Cek ulang kadar K+ 2 sampai 4 minggu setelah suplementasi dimulai. 9
Terapi intravena harus digunakan untuk hipokalemia berat dan pada pasien yang tidak
tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan pemberian sbb: 9
o
Jika kadar K+ serum > 2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan EKG, K+ bisa diberikan
dengan kecepatan 0 sampai 20 mEq/jam dengan pemberian maksimum 200 mEq
per hari.
Pada anak 0,5-1 mEq/kgBB/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis
maksimum dewasa.
8
f. Hiperkalemia
Definisi: kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Tatalaksana hiperkalemia
Kalsium glukonat dapat diberikan iv sebagai 10 ml larutan 10% selama 10 menit untuk
menstabilkan myocard dan sistem konduksi jantung. 9
Natrium bikarbonat membuat darah menjadi alkali dan menyebabkan kalium berpindah
dari ekstra ke intraseluler. Bic nat diberikan sebanyak 40 sampai 150 mEq NaHCO3 iv
selama 30 menit atau sebagai bolus iv pada kedaruratan. 9
2. Cairan pengganti :
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 3060 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit. 2,10
3. Cairan khusus :
Ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang dipakai seperti Natrium
bikarbonat, NaCl 3%. 2,10
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperative dan
postoperatif.
Faktor-faktor preoperatif: 4
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus
gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya
10
11
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif
(sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya
(perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan
trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan
berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan cairan saat pembedahan
a. perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
- botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump)
- dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang
penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparotomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
b. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal.
Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan
luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah
perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau
ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat.
Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat
merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat
merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
o Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
o Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar
aldosteron.
o Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan
12
4 ml/kgBB/jam
10 kg kedua
2 ml/kgBB/jam
Kg selanjutnya
1 ml/kgBB/jam
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang. 2,11
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi,
katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan 2 ml/kg/jam selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma
pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang
seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering
mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang
terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang
biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di
dalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Perkiraan
jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara
serial.9
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan kristaloid atau
koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya
diganti dengan transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin
ataupun hematokrit.11
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit
dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan
pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 65 ml/kgBB.
penggantian cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :
14
10% kedua
EBV 50 X 70 ml = 3500 ml
maka jika perdarahan 800 ml digantikan dengan
10% pertama (350 ml) = kristaloid 700-1400 ml
10% kedua (350 ml) = koloid 350 ml
100 ml = darah 100 ml
Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid,
120 mmhg
80 x/mnt
Hangat
Minimal
TANDANYA
100 mmhg
< 90 mmhg
100 x/mnt
> 120 x/mnt
Pucat
Dingin
600 ml
1200 ml
perdarahan
Estimasi infus
Minimal
1-2 liter
2-4 liter
Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari
pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan
protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan. 2,11
- Anak
BB 0-10 kg
1000 cc / 24 jam
BB 10-20 kg
BB > 20 kg
- Dewasa
50 cc / kgbb/ 24 jam.
b.
Na+
K+
c.
- Dewasa
BB (kg) x 20-30
- Anak berdasarkan umur
Umur (tahun)
<1
1-3
4-6
7-10
11-18
Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia dengan ketoasidosis
diabetik.
B. Cairan isotonik
osmolaritas cairannya mendekati serum = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah.
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi.
C. Cairan Hipertonik
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextroa, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari
intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah
yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari
ruang intravaskuler ke interstital berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar
dalam 24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume
ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. 5,12
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi
bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida. 5,12
2. Kolloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau
jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match. 5,12
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus
hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh
sebab itu pemberian infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan
kolaps kardiovaskuler. 5,12
19
21
BAB III
KESIMPULAN
Terapi cairan peri operatif meliputi pemberian cairan pada masa prabedah, selama
pembedahan dan pasca bedah. Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan
selama pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena
kombinasi dari faktorfaktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Selama pembedahan harus selalu dijaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
mengganti kehilangan cairan akibat pembedahan, kebutuhan dasar dan trauma pembedahan.
Selalu dipantau tanda-tanda fisik mengenai kelebihan atau kekurangan cairan. Terapi cairan
22
pasca bedah ditujukan untuk mengoreksi pemberian cairan sebelumnya dan memenuhi
kebutuhan cairan dan nutrisi untuk mempercepat penyembuhan.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume
dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai
usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk
terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh. 2003;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
3. Mulyono, I., Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in
Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
4. Setiabudi, M., Fisiologi Cairan Tubuh, dalam Simposium Terapi cairan pada Penderita
Gawat. 1986.
5 Hahn R, Prough DS, Svensen . Perioperative fluid therapy. USA: Informa
Healthcare Inc. 2007.
23
6. . Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.
Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002.
7. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:
McGraw-Hill; 1999:53-70.
8. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar [dikutip 17
Juni 2013]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
9. Keath S, Bate ST, Bown A, Lanham S. Anasthesia on the move. London: Hodder Arnold2012
10. Mulyono, I., Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in
Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
11. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.
12. Tonessen AS., Crystalloids and Colloid, in Miller, RD., Anesthesia, Ed 3rd, Vol. 2.
Livingstone, 1990. p : 1439-1465.
Churchill
24