Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) merupakan masalah yang
sering terjadi pada semua kalangan baik anak-anak maupun orang dewasa.
Saluran napas atas merupakan tempat infeksi tersering pada anak maupun orang
dewasa. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) terkadang juga dapat
menimbulkan keluhan lain seperti infeksi pada telinga. Salah satunya, yakni otitis
media.
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa pada
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel mastoid. Otitis media
terbagi menjadi 2, yakni nonsupuratif dan supuratif. Otitis media nonsupuratif
dapat dibedakan menjadi 2 yakni yakni otitis media akut barotrauma dan otitis
media kronis efusi. Sedangkan otitis media supuratif terbagi menjadi 2, yaitu otitis
media akut (OMA) dan otitis media supuratif kronik (OMSK) (Djaafar, 2012).
OMSK merupakan suatu keadaan dimana terjadinya perforasi pada
membran timpani dengan drainase persisten dari telinga tengah dalam rentang
waktu lebih dari 6-12 minggu. OMSK dibedakan dengan OMK tipe serosa dimana
OMK tipe serosa merupakan proses terjadinya efusi pada telinga tengah tanpa
terjadinya perforasi membran timpani dalam jangka waktu lebih dari 1-3 bulan
(Roland, 2015). Di negara Inggris, insiden OMSK terjadi sebanyak 0,9% pada
anak-anak dan 0,5% pada orang dewasa. Di negara Israel, insiden OMSK terjadi
sebanyak 0,039% pada anak-anak (Roland, 2015; Vikram, 2008).
OMSK merupakan kasus yang sering dijumpai di masyarakat. Oleh karena
itu, pada laporan kasus ini penting untuk membahas kembali mengenai OMSK
baik dari segi definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, hingga
penatalaksanaannya. Di samping itu, pada laporan kasus ini juga akan dibahas 1
kasus mengenai OMSK yang terjadi pada orang dewasa sehingga dapat
meningkatkan pemahaman kembali mengenai penyakit OMSK.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
Telinga terbagi menjadi 3 bagian, yakni telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luarnya
yaitu membran timpani, batas depannya yaitu tuba eustachius, batas
bawahnya yaitu vena jugularis, batas belakangnya yaitu aditus ad antrum
dan kanalis fasialis pars vertikalis, batas atasnya yaitu tegmen timpani, serta
batas dalamnya yaitu kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,
tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium (Soetirto, 2012).

Gambar 1. Anatomi Telinga (Roland, 2015)


Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani.
Membran timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm dengan bentuk
bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria).
Pars flaksida terdiri dari 2 lapisan, yakni bagian luar merupakan lanjutan
epitel mukosa kulit liang telinga dan bagian dalam yang dilapisi oleh sel

kubus bersilia. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah, yakni lapisan
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam (Soetirto, 2012).
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo, bermula adanya suatu refleks cahaya ke
arah bawah, yaitu pada arah jam 5 untuk membran timpani kanan, dan arah
jam 7 untuk membran timpani kiri. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar
yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
serabut, yaitu sirkuler dan radier sehingga menimbulkan refleks cahaya.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis di
umbo sehingga didapatkan bagian kuadran atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan, serta bawah-belakang untuk mengetahui letak perforasi
membran timpani. Di dalam telinga tengah, terdapat tulang pendengaran,
yaitu maleus (tulang martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang
sanggurdi) (Soetirto, 2012).

Gambar 2. Membran Timpani (Soetirto, 2012)


2.2. Definisi dan Etiologi
OMSK merupakan stadium dari penyakit telinga tengah dimana
terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid, serta membran
timpani yang intak sehingga dapat mengalami perforasi membran timpani
dengan atau tanpa ditemukan sekret yang hilang timbul. Sekret yang
dihasilkan dapat berupa encer, kental, bening, atau purulen. Istilah kronik
digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama lebih dari
6-12 minggu (Djaafar, 2012; Roland, 2015).
3

Etiologi OMSK dapat berupa lingkungan (kelompok sosioekonomi


yang rendah memiliki insiden OMSK lebih tinggi), genetik, riwayat terkena
otitis media sebelumnya, infeksi, infeksi saluran pernafasan atas, autoimun,
serta gangguan fungsi tuba eustachius. Infeksi penyebab OMSK dapat
berupa bakteri pseudomonas aeruginosa, staphylococcus aureus, proteus
species, klebsiella pneumoniae (Roland, 2015).
2.3. Klasifikasi OMSK
1. Tipe tubotimpani (jinak/rhinogen)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa sehingga gejala
klinik yang ditimbulkan bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini, yakni patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, serta pertahanan mukosa terhadap
infeksi yang gagal pada pasien dengan imunitas yang menurun. Secara
klinis, tipe tubotimpani terbagi atas penyakit yang aktif dan inaktif (Djaafar,
2012).
Pada penyakit aktif, terdapat sekret pada telinga sehingga menyebabkan
tuli pada telinga. Awalnya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas
atas melalui tuba eustachius, kemudian membentuk sekret dari mukoid
sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dan jarang ditemukan
polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan ke mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan kerusakan mukosa yang menetap
(Djaafar, 2012).
Pada penyakit inaktif, dapat dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduksi ringan hingga berat, vertigo, tinnitus, dan ada rasa penuh pada
telinga (Djaafar, 2012).

Gambar 3. OMSK tipe tubotimpani (jinak/rhinogen)


2. Tipe atikoantral (ganas/koleastoma)
Tipe ini dapat ditemukan adanya koleastoma dan lebih sering mengenai
pars flaksida dengan tanda khasnya terbentuknya kantong retraksi dengan
menumpuknya keratin sampai menghasilkan koleastoma. Koleastoma
merupakan massa amorf dengan konsistensi seperti mentega, berwarna putih
yang terdiri dari lapisan epitel pipih silindris yang telah nekrosis.
Koleastoma dapat dibagi atas 2 tipe, yakni koleastoma kongenital dan
koleasotoma didapat (Djaafar, 2012).
Pada koleastoma kongenital, dapat berkembang di belakang dari
membran timpani yang masih utuh, tidak ada riwayat otitis media
sebelumnya, serta dengan pada mulanya ada perubahan sel epitel
undifferential menjadi epitel skuamous selama perkembangan jaringan
embrional. Tipe koleastoma ini lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau pada bagian ostium temporalis di daerah apeks petrosa. Gejala yang
ditimbulkan dapat menyebabkan paresis fasialis, tuli sensorineural yang
berat unilateral, serta gangguan keseimbangan (Djaafar, 2012).
Pada koleastoma didapat, dapat berkembang dari suatu kantong retraksi
yang disebabkan oleh peradangan kronis pada bagian posterosuperior dari
pars tensa. Tanda khasnya adalah perforasi marginal pada bagian
posterosuperior pars tensa. Koleastoma ini terbentuk dari epitel kanal
aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani akibat perforasi membran

timpani atau melalui retraksi kantung membran timpani pars tensa. Jika tuba
tertutup dan terjadi retraksi dari membran pars flaksia, maka dapat
menimbulkan deskuamasi epitel yang tidak lepas sehingga epitel tersebut
hancur dan membentuk kista. Kista ini semakin lama, semakin besar dan
tumbuh terus-menerus ke dalam kavum timpani sehingga membentuk
koleastoma (Djaafar, 2012).

Gambar 4. OMSK tipe atikoantral (ganas/koleastoma)


2.4. Patogenesis
Patogenesis timbulnya OMSK berasal dari adanya infeksi yang akut
dengan inflamasi di daerah mukosa pada telinga tengah. Respon inflamasi
yang ditimbulkan dapat memicu edema mukosa. Jika edema mukosa ini
terus berlanjut, maka akan terjadi ulkus mukosa dan merusak struktur epitel
di daerah telinga tengah. Kerusakan pada daerah tersebut dapat membentuk
jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi polip atau koleastoma di
daerah telinga tengah. Jika siklus inflamasi ini terus berlanjut, hal ini dapat
mengakibatkan kerusakan struktur tulang di telinga tengah dan memicu
berbagai komplikasi dari OMSK (Roland, 2015).
P. Aeruginosa merupakan bakteri yang paling sering menimbulkan
OMSK pada hampir 48-94% kasus dimana bakteri ini menggunakan pili
untuk merusak struktur epitelium pada telinga tengah. Di samping itu,
bakteri ini dapat menghasilkan protease, lipopolisakarida, dan enzim lain

untuk mencegah mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan respon


terhadap infeksi bakteri (Roland, 2015).
2.5. Manifestasi Klinis
1. Telinga Berair (Otorrhea)
Sekret dapat berupa purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) bergantung pada stadium peradangan. Sekret yang bersifat mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik di telinga tengah dan mastoid.
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar berupa mukopus yang tidak
berbau busuk yang seringkali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah
oleh karena perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret
bersifat hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
adanya infeksi saluran nafas atas atau akibat kontaminasi dari liang telinga
luar setelah mandi atau berenang (Adams, 2001).
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor sehingga
memberi kesan adanya koleastoma dan produk degenerasinya. Produk
degenerasinya dapat terlihat berupa keping-keping kecil yang berwarna
putih dan mengkilap. Pada OMSK tipe ganas, unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang oleh karena rusaknya lapisan mukosa
secara luas. Sekret yang bercampur darah dapat berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga sehingga merupakan tanda adanya
koleaostoma yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan ke OMSK tipe tuberkulosis (Adams, 2001).
2. Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran yang didapat berupa tuli konduktif atau tuli
campuran. Tuli yang dirasakan dapat bersifat ringan hingga berat karena
daerah yang tersumbat atau terdapat koleastoma, dapat menghambat
transmisi bunyi ke fenestra ovalis. Kerusakan serta fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB
sehingga beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara
ke telinga tengah. Pada OMSK tipa berbahaya, didapat tuli konduktif yang
berat oleh karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi koleastoma
dapat bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran
yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati (Adams, 2001).

Penururnan fungsi koklea terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya


infeksi akibat penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin
tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadi labirinitis supuratif, maka
dapat terjadi tuli sensorineural yang berat (Adams, 2001).
3. Otalgia
Nyeri telinga disebabkan oleh adanya drainase pus atau ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret di telinga tengah sehingga
dapat menembus lapisan duramater atau dinding sinus lateralis. Di samping
itu, nyeri telinga dapat disebabkan akibat komplikasi OMSK seperti
petrositis abses subperiosteal, atau trombosis sinus lateralis (Adams, 2001).
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang menunjukkan
adanya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh koleastoma. Vertigo
yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada penderita yang sensitif. Keluhan vertigo hanya terjadi pada perforasi
yang besar pada membran timpani sehingga menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo bisa juga disebabkan akibat
komplikasi di daerah serebelum (Adams, 2001).
2.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK, dapat ditemukan tuli
konduktif dan juga dapat ditemukan adanya tuli sensorineural sehingga
beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara di telinga tengah.
Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
koklea. Dengan menggunakan aurdiometri nada murni pada hantaran udara
dan tulang serta penilaian tutur, maka dapat dideteksi adanya kerusakan
tulang pendengaran dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga
tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, dapat
dilakukan observasi sebagai berikut (Adams, 2001) :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari
15-20 dB.
b. Kerusakan rangkaian tulang pendengaran dapat menyebabkan tuli
konduktif yang berkisar 30-50 dB apabila disertai perforasi.

c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran


timpani yang masih intak, menyebabkan tuli konduktif yang berkisar 5565 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, baik dalam keadaana
hantaran tulang yang masih baik maupun yang sudah rusak,
menunjukkan adanya kerusakan koklea yang parah.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk mengevaluasi mastoid
yang tampak sklerotik, adanya erosi tulang pendengaran, serta koleastoma.
Di samping itu, pemeriksaan radiologi juga berguna untuk mendeteksi
adanya kerusakan yang lebih luas akibat komplikasi dari OMSK. Proyeksi
yang digunakan adalah sebagai berikut (Adams, 2001) :
a. Proyeksi Schuller, memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari
arah lateral dan atas. Foto ini berfungsi untuk pembedahan karena dapat
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, dengan cara diambil dari arah anterior
telinga tengah sehingga akan tampak gambaran tulang pendengaran dan
atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mencapai
struktur yang lebih luas atau tidak.
c. Proyeksi Stenver, dengan memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosus dan memperlihatkan kanalis auditoris interna, vestibulum, dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukkan adanya pembesaran
akibat koleastoma.
d. Proyeksi Chause III, dapat memberikan gambaran atik secara
longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding
lateral atik. Poliomografi atau CT Scan dapat menggambarkan
kerusakan tulang oleh karena koleastoma.
3. Pemeriksaan Bakteriologi
Pada OMSK, bakteri yang sering dijumpai adalah Pseudomonas
Aeruginosa, Stafilokokus Aureus, Proteus sp, serta Klebsiella Pneumoniae.
Sedangakan pada OMA, bakteri yang sering dijumpai adalah Streptokokus
Pneumoniae, Haemophilus Influenza, dan Morexella Kataralis. Pada OMA,
infeksi yang didapat berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid, atau

faring. Sedangkan pada OMSK, infeksi yang didapat berasal dari luar yang
masuk akibat adanya perforasi membran timpani (Adams, 2001).
2.7. Penatalaksanaan
Terapi OMSK didasarkan pada faktor penyebab serta pada stadium
penyakitnya. Sekret telinga yang tidak kering dan dapat keluar terus
menerus. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perforasi membran timpani
yang menetap, terdapat sumber infeksi lainnya (nasofaring, hidung, dan
sinus paranasal), terbentuk jaringan patologik yang irreversibel di rongga
mastoid, serta gizi dan higienitas yang buruk. Prinsip terapi OMSK
tergantung dari tipe OMSK (Djaafar, 2012; Roland, 2015).
Pada OMSK tipe tenang, perlu diberikan pembersihan liang telinga
dan kavum timpani (aural toilet) dengan tujuannya membuat lingkungan
yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme oleh karena sekret
telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Aural toilet dapat dilakukan secara dry mopping, syringing, atau dengan
suction toilet. Untuk pemberian antibiotik topikal, tidak efektif diberikan
jika terdapat sekret yang banyak tanpa dibersihkan terlebih dahulu. Oleh
karena itu, penggunaan antibiotik topikal hendaknya diberikan sesudah
irigasi sekret yang profuse. Antibiotik topikal yang dapat diberikan pada
OMSK tipe tenang, yakni kloramfenikol, polimiksin B atau polimiksin E,
gentamisin, dan ofloksasin. Antibiotik sistemik dapat diberikan pada pasien
yang gagal dengan terapi topikal, akan tetapi harus didasarkan dari hasil
kultur kuman penyebab agar tidak terjadi resistensi kuman terhadap
antibiotik. Antibiotik golongan quinolon (ciprofloxacin dan ofloksasin)
mempunyai aktifitas terhadap pseudomonas sp yang efektif dan dapat
diberikan peroral, akan tetapi tidak dianjurkan diberikan pada anak usia 16
tahun ke bawah. Obat golongan metronidazol mempunyai efek bakterisida
untuk kuman anaerob, dana dapat diberikan pada OMSK tipe tenang yang
aktif dengan dosis 400 mg @8 jam selama 2 minggu atau 200 mg @8 jam
selama 2-4 minggu (Roland, 2015).
Pada OMSK tipe maligna, pengobatan yang tepat adalah operasi,
sedangkan pengobatan konservatif dengan medikamentosa merupakan
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Jenis-jenis pembedahan
yang dapat dilakukan, berupa mastoidektomi sederhana, mastoidektomi
10

radikal,

miringoplasty,

timpanoplasty,

serta

timpanoplasty

dengan

pendekatan ganda (Djaafar, 2012).


2.8. Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi apabila barrier pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati sehingga memungkinkan terjadinya infeksi
yang menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama yang dilewati
adalah mukosa kavum timpani yang mirip seperti mukosa saluran napas.
Bila barrier ini runtuh, masih ada barrier kedua, yakni dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid. Bila barrier ini ikut runtuh, maka struktur
lunak di telinga tengah akan terkena sehingga runtuhnya periosteum akan
menyebabkan terjadinya abses subperiosteal. Apabila infeksi mengarah ke
dalam, maka akan menyebabkan paresis nervus fasialis atau labirinitis. Pada
OMS akut atau akibat eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui
osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus yang OMSK,
penyebaran terjadi melalui erosi tulang, atau melalui toksin yang dihasilkan
oleh kuman melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus
perlimfatik, dan duktus endolimfatik (Helmi, 2012).
Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi komplikasi OMSK,
menjadi komplikasi di telinga tengah (perforasi membran timpami persisten,
erosi tulang pendengaran, paralisis nervus fasialis), komplikasi di telinga
dalam (fistula labirin, labirinitis supuratif, tuli sensorineural), komplikasi
ekstradural (abses ekstradural, trombosis sinus lateralis, petrositis),
komplikasi ke susunan saraf pusat (meningitis, abses otak, dan
hidrosefalus).
Souza dkk (1999) mengemukakan klasifikasi lain dari komplikasi
OMSK, menjadi komplikasi intratemporal dan komplikasi ekstratemporal.
Komplikasi intratemporal meliputi komplikasi di telinga tengah (paresis
nervus fasialis, kerusakan tulang pendengaran, perforasi membran timpani),
komplikasi ke rongga mastoid (petrositis, mastoiditis koalesen), komplikasi
ke telinga dalam (labirinitis, tuli sensorineural). Sedangkan komplikasi
ekstratemporal meliputi komplikasi intrakranial (abses ekstradural, abses
subdural, abses otak, meningitis, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalus),
dan komplikasi ekstrakranial (abses retroaurikular, abses bezold, dan abses
zigomatikus).
11

Shambough dkk (2003) mengemukakan klasifikasi lain dari


komplikasi OMSK, menjadi komplikasi intratemporal, ekstratemporal, dan
intrakranial. Komplikasi intratemporal meliputi perforasi membran timpani,
mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, dan petrositis.
Komplikasi ekstratemporal meliputi abses subperiosteal. Sedangkan
komplikasi intrakranial meliputi abses otak, tromboflebitis, hidrosefalus
otikus, empiema subdural, dan abses subdural.
2.9. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila
dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Hilangnya fungsi
pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui proses
pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan dapat disebabkan akibat
kelalaian dalam menangani pasien sehingga dapat menimbulkan kematian
akibat komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera
(Roland, 2015).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Agama
Suku Bangsa
Status Pernikahan
Pendidikan
Alamat
No. RM
Tanggal Pemeriksaan

: NKY
: 13 tahun
: Perempuan
: Pelajar
: Hindu
: Indonesia
: Belum menikah
: SMP
: Br. Dinas Kesimpang Kangin Abang, Karangasem
: 15037111
: 20 Juli 2015

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Pendengaran terganggu
Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis Pasien (Autoanamnesis)
Pasien datang ke Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah diantar oleh
bibinya pada tanggal 20 Juli 2015. Pasien duduk didepan pemeriksa denan
mengeluhkan sulit mendengar suara di sekelilingnya. Keluhan ini dirasakan
sejak ia masih kecil namun pasien tidak mengetahui sejak kapan ia kesulitan
12

untuk mendengar. Kesulitan mendengar dirasakan pada kedua telinga


dimana pasien hanya mampu mendengar suara apabila sumber suara
terdengar keras. Kesulitan mendengar dirasakan oleh pasien seperti ada
sesuatu didalam telinga yang menutupi pendengaran pasien.
Pasien juga mengeluhkan kedua telinga nya sering mengeluarkan
cairan kental berwarna putih kehijauan yang berbau serta lengket setiap hari
sejak ia masih kecil dan sempat hilang sebelumnya. Cairan tersebut
dikatakan tidak disertai dengan keluarnya darah, namun timbul setiap hari.
Keluarnya cairan dikatakan oleh pasien muncul pertama kali beberapa
minggu setelah ia mengorek-ngorek kuping dengan menggunakan cotton
bud saat ia masih kecil, namun pasien tidak mengetahui dengan pasti kapan
timbulnya cairan tersebut.
Keluhan nyeri, suara mendengung, ataupun rasa gatal saat dilakukan
pemeriksaan disangkal oleh pasien, namun pasien menyebutkan bahwa
ketika SD ia pernah memiliki riwayat merasakan nyeri ditelinga nya yang
dirasakan seperti tertusuk-tusuk oleh sesuatu. Riwayat nyeri telinga tersebut
sebelumnya dirasakan terus menerus sepanjang hari, tidak disertai rasa
pusing berputar, adanya rasa telinga berdenging serta tidak membaik dengan
beristirahat.
Saat ini pasien dalam keadaan tidak adanya pilek, batuk ataupun
demam. Pasien tidak pernah mengalami riwayat mimisan atau keluarnya
darah dari hidung pasien. Nafsu makan pasien dikatakan tidak mengalami
penurunan dan BAB serta BAK dalam batas normal.
Anamnesis Bibi Pasien (Heteroanamnesis)
Bibi pasien mengatakan bahwa pasien kesulitan mendengar sejak ia
masih kecil. Dikatakan oleh bibinya bahwa ketika pasien bermain ke rumah
bibinya di Denpasar dari Karangasem saat kelas 1 SD, ia sering memanggil
pasien dengan cara berteriak agar bias didengarkan oleh pasien. Pasien juga
dikatakan oleh bibinya bahwa ia sering mengorek-ngorek telinganya sendiri
sehabis mandi di salah satu sungai di Denpasar saat ia masih kecil.
Mengorek telinga sendiri dikatakan oleh bibinya tidak sampai mengeluarkan
darah saat itu. Bibi pasien juga menyebutkan bahwa ketika pasien masih
kecil, pasien sering sakit-sakitan dengan ditandai seringnya pilek dengan

13

kualitas bersin-bersin selama kurang lebih 4 kali setiap harinya selama


kurang dari 5 hari dalam seminggu.
Keluhan lainnya yakni bibi pasien sering melihat pasien batuk-batuk
saat pasien masih SD. Akibatnya, bibi pasien sering memberikan air minum
untuk mengurangi batuk yang timbul. Pasien juga dikatakan sering
mengalami demam sejak kecil. Riwayat demam pada saat ia masih kecil
dikatakan berkurang dengan beristirahat dan mulai dirasakan sejak batuk
pasien bertambah keras.
Saat ini bibi pasien mengatakan pasien sudah tidak pernah lagi demam,
batuk, ataupun pilek seperti ketika ia masih kecil.
Riwayat Pengobatan
Terkait dengan keluhan sulit mendengar, pasien mengaku belum
pernah berobat sama sekali ketika ia di Karangasem. Riwayat alergi obat
disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan
sering kambuh sejak SD. Riwayat perdarahan pada telinga disangkal pasien.
Riwayat keluar cairan pada telinga dialami oleh pasien sejak ia masih SD
dan bersifat hilang timbul. Pasien pernah mengalami riwayat batuk, pilek,
dan demam ketika masih kecil. Riwayat alergi makanan disangkal oleh
pasien. Riwayat sakit tenggorokan, gangguan suara, sesak nafas, penyakit
jantung, DM, dan penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien. Riwayat
sakit di daerah wajah dan rasa adanya cairan yang mengalir di tenggorokan
disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti yang
dialami pasien saat ini. Riwayat sakit telinga, keluar cairan, dan keluhan
telinga lain pada keluarga disangkal oleh pasien. Tidak ada anggota keluarga
yang menderita batuk pilek serta demam selama seminggu terakhir. Riwayat
penyakit sistemik dalam keluarga seperti hipertensi, diabetes, tumor, asma,
dan penyakit lainnya disangkal oleh pasien. Dikatakan oleh pasien bahwa
adiknya yang berumur 3 tahun (anak ke-5) di keluarga saat ini memiliki
riwayat sulit berbicara

14

Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara yang kini sedang
menduduki kelas 1 SMP di salah satu SMP Negeri di Karangasem. Riwayat
merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg


Nadi

: 84 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Temperatur

: 37,5C

Berat badan

: 32 kg

Tinggi badan

: 130 cm

BMI

: 18,93

Status General
Kepala

: Normocephali

Muka

: Simetris, parese nervus fasialis -/

Mata

: Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor

Leher

: Kaku kuduk (-)


Pembesaran kelenjar limfe -/Pembesaran kelenjar parotis -/Kelenjar tiroid (+)

Thorak

: Cor

: S1S2 tunggal, reguler, murmur ()

Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Abdomen

: Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas

: Edema -/-, akral hangat +/+

15

Status Lokalis THT


Telinga

Kiri

Kanan

Perforasi
Discharge

SDE / + (total)
+ (mukopurulen) / -

Telinga
Daun telinga
Nyeri Tekan Tragus
Nyeri Tarik Aurikuler
Liang Telinga
Discharge
Membran Timpani

Kanan
Normal
Tidak ada
Tidak ada
SDE
Mukopurulen (+)
SDE

Kiri
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Lapang
Perforasi total

Tumor
Mastoid
Tes Berbisik

Tidak ada
Normal
Tidak Dilakukan

Tidak ada
Normal
Tidak Dilakukan

Tes Garpu Tala


Rinne
Weber
Schwabach

Kanan
Kiri
Negatif
Negatif
Tanpa Lateralisasi
Memanjang
Memanjang

Kesan :
Tuli Konduksi

Hidung

Anterior

Posterior

16

Kanan

Kiri

Kanan
Decongesti

Decongesti
Hidung
Hidung Luar
Kavum Nasi
Septum
Discharge
Mukosa
Tumor
Konka
Sinus
Koana

Kiri

Kanan
Normal
Lapang
Tidak ada deviasi
Sekret (-)
Merah muda
Tidak ada
Normal
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi

Kiri
Normal
Lapang
Tidak ada deviasi
Sekret (-)
Merah muda
Tidak ada
Normal
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi

Tenggorok

Tonsil
Kiri

Tonsil
Kanan

Tenggorok
Mukosa faring
Tonsil

Hiperemi (-)
T1/T1 hiperemis, tanpa detritus, abses peritonsilar

Dinding belakang faring


Dispneu
Sianosis
Suara
Stridor

(-/-)
Granulasi (-), post nasal drip (-)
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada

17

3.4. Resume
Pasien datang ke Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah diantar oleh
bibinya pada tanggal 20 Juli 2015 mengeluhkan sulit mendengar suara di
sekelilingnya. Keluhan ini dirasakan sejak ia masih kecil namun pasien
tidak mengetahui sejak kapan ia kesulitan untuk mendengar. Kesulitan
mendengar dirasakan pada kedua telinga dimana pasien hanya mampu
mendengar suara apabila sumber suara terdengar keras. Kesulitan
mendengar dirasakan oleh pasien seperti ada sesuatu didalam telinga yang
menutupi pendengaran pasien. Pasien juga mengeluhkan kedua telinga nya
sering mengeluarkan cairan kental berwarna putih kehijauan yang berbau
serta lengket setiap hari sejak ia masih kecil dan sempat hilang sebelumnya.
Cairan tersebut dikatakan tidak disertai dengan keluarnya darah, namun
timbul setiap hari. Keluarnya cairan dikatakan oleh pasien muncul pertama
kali beberapa minggu setelah ia mengorek-ngorek kuping dengan
menggunakan cotton bud saat ia masih kecil, namun pasien tidak
mengetahui dengan pasti kapan timbulnya cairan tersebut. Pasien memiliki
riwayat batuk, pilek, dan demam ketika masih kecil, namun kini sudah tidak
ada lagi.
Hasil pemeriksaan fisik telinga, didapatkan adanya kelainan berupa
perforasi total pada membran timpani telinga kiri sedangkan yang kanan
susah dievaluasi. Terlihat adanya sekret mukopurulen berwarna hijau yang
keluar dari telinga kanan namun pada telinga kiri tidak ada. Dari hasil
pemeriksaan tes garpu tala, didapatkan Rinne telinga kanan dan kiri negatif.
Hasil tes Weber menunjukkan tanpa lateralisasi. Schawabach telinga kanan
dan telinga kiri memanjang. Pada pemeriksaan hidung, tidak didapatkan
kelainan. Pada pemeriksaan tenggorok, tidak didapatkan kelainan.
3.5. Diagnosis Kerja
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Aurikula D/S Fase aktif
3.6. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa:
- Toilet telinga dan evaluasi KAE Dextra
Medikamentosa :
-

Amoxicilin 500 mg tab PO @ 8 jam

18

Usulan Pemeriksaan Penunjang :


- Kultur sekret bakteri telinga dan uji sensitifikasi.
- Audiometri
KIE :
- Hindari air masuk ke telinga ketika mandi
- Hindari aktivitas yang berhubungan dengan air yang memungkinkan air
masuk ke telinga seperti berenang
- Nutrisi tinggi kalori tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan
- Hindari menggunakan alat yang berhubungan dengan penggunaan telinga
secara bergantian seperti penggunaan Headset
- Kontrol ke poli THT setelah 5 hari pengobatan untuk melihat
perkembangan penyakit.
3.7. Prognosis
Dubius at bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Otitis media merupakan peradangan pada telinga tengah dimana dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling sering adalah sumbatan tuba
eustachius akibat infeksi. Selain itu, otitis media dapat juga merupakan suatu
komplikasi akibat penyakit lain, seperti rhinitis, sinusitis, faringitis, otitis eksterna,
dan lainnya. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa nyeri pada telinga,
pendengaran berkurang, pusing, dan kadang dapat disertai telinga yang
mendengung.
Pada kasus ini, didapatkan keluhan pasien, yakni telinga kanan dan kiri yang
sulit mendengar dan terasa seperti ada sesuatu yang mengganjal. Keluhan
dirasakan sejak kecil namun pasien mengaku lupa kapan pertama kali keluhan
tersebut timbul. Di samping itu, pasien juga mengeluhkan kedua telinga nya
sering mengeluarkan cairan kental berwarna putih kehijauan yang berbau serta
lengket setiap hari sejak ia masih kecil dan sempat hilang sebelumnya. Cairan
tersebut dikatakan tidak disertai dengan keluarnya darah, namun timbul setiap
hari. Pasien juga mempuyai riwayat batuk, pilek, dan demam yang sering terjadi
ketika ia masih kecil. Akan tetapi, saat datang ke dokter, keluhan batuk, pilek,
ataupun demam dirasakan tidak ada oleh pasien. Pasien pernah mengalami

19

penyakit ini sebelumnya, cairan yang keluar sempat menghilang, namun kambuh
kembali seperti sekarang. Selain itu, pasien menyebutkan bahwa ketika SD ia
pernah memiliki riwayat merasakan nyeri ditelinga nya yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk oleh sesuatu. Riwayat nyeri telinga tersebut sebelumnya dirasakan
terus menerus sepanjang hari, tidak disertai rasa pusing berputar, adanya rasa
telinga berdenging serta tidak membaik dengan beristirahat. Saat pemeriksaan,
riwayat nyeri telinga dikatakan sudah tidak ada. Riwayat alergi dan penyakit
sistemik disangkal oleh pasien.
Diagnosis OMSK didapatkan melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
telinga yang dilakukan. Anamnesis adanya riwayat telinga yang berair, nyeri di
kedua telinga pernah timbul sejak ia duduk di bangku SD, telinga yang
mendengung, serta mempunyai riwayat OMA sebelumnya, menunjukkan
terjadinya infeksi pada telinga tengah yang sudah kronis. Infeksi pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang selanjutnya
menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah sehingga dapat bermanifestasi
sebagai rasa penuh pada telinga yang dirasakan oleh pasien. Sumbatan tuba
auditiva yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa
telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik sehingga
kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah yang memicu rasa nyeri di
daerah telinga tengah.
Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan general pasien, ditemukan dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan fisik telinga, didapatkan adanya kelainan berupa
perforasi total pada membran timpani telinga kiri sedangkan yang kanan susah
dievaluasi. Terlihat adanya sekret mukopurulen berwarna hijau yang keluar dari
telinga kanan namun pada telinga kiri tidak ada. Dari hasil pemeriksaan tes garpu
tala, didapatkan Rinne telinga kanan dan kiri negatif. Hasil tes Weber
menunjukkan tanpa lateralisasi. Schawabach telinga kanan dan telinga kiri
memanjang. Pada pemeriksaan hidung, tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan tenggorok, tidak didapatkan kelainan. Dari hasil tersebut,
didapatkan bahwa telinga kanan pasien mengalami gangguan pendengaran tuli
konduksi akibat gejala dari OMSK. Namun, tes ini perlu diulang kembali untuk
mengkonfirmasi hasil tes pada ruangan kedap suara agar diperoleh hasil tes yang
akurat.

20

Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, sudah dapat ditentukan


diagnosis ke arah OMSK. Penyebab yang mungkin sebagai pencetusnya OMSK
pada pasien ini adalah riwayat batuk, pilek, dan demam yang pernah dialami oleh
pasien ketika ia masih SD. Akan tetapi, dari pemeriksaan rinoskopi anterior tidak
didapatkan adanya sekret ataupun hiperemi pada konka nasalis kanan dan kiri.
Setelah diagnosis ditegakkan, terapi yang dapat diberikan pada pasien
berupa terapi non-medikamentosa, medikamentosa, dan terapi edukasi. Untuk
terapi non-medikamentosa dilakukan pembersihan pada liang telinga yang
terdapat sekret mukopurulen (toilet telinga (Aural toilet)) dengan menggunakan
kapas yang telah dicelupkan dalam larutan H2O2 3%. Hal ini bertujuan untuk
membersihkan KAE yang terselubung oleh mukopurulen atau deskuamasi dari
epitel KAE agar infeksi tidak meluas sehingga memperparah fungsi pendengaran.
Pengobatan medikamentosa, sesuai literatur dapat diberikan antibiotik
golongan penicillin yaitu amoxicillin. Amoxicilin bekerja membunuh bakteri
gram positif dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hal ini dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui bahwa pasien tidak memiliki
riwayat alergi terhadap antibiotik ini. Dosis yang diberikan pada pasien adalah
1500 mg per hari yang dibagi kedalam 500 mg tablet dan diberikan setiap 8 jam.
Untuk lebih memastikan bahwa kelainan yang terjadi merupakan suatu
proses infeksi oleh bakteri berdasarkan epidemiologi, pemeriksaan kultur bakteri
sekret telinga dapat diusulkan. Dari pemeriksaan ini diharapkan untuk
menemukan etiologi definitif dari OMSK sehingga penanganan OMSK dapat
lebih tepat dengan penggantian antibiotik yang sesuai dengan etiologi
penyebabnya. Sedangkan KIE pada pasien ini lebih mengarah kepada pencegahan
terhadap masuknya air kedalam telinga yang dapat memperparah kondisi pasien
dan diharapkan untuk kontrol kembali dengan tujuan meninjau kembali
perkembangan kesehatan pasien

21

BAB V
PENUTUP
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan stadium dari penyakit
telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid, serta
membran timpani yang intak sehingga dapat mengalami perforasi membran
timpani dengan atau tanpa ditemukan sekret yang hilang timbul. Sekret yang
dihasilkan dapat berupa encer, kental, bening, atau purulen. Istilah kronik
digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama lebih dari 6-12
minggu (Djaafar, 2012; Roland, 2015).
Etiologi OMSK dapat berupa lingkungan (kelompok sosioekonomi yang
rendah memiliki insiden OMSK lebih tinggi), genetik, riwayat terkena otitis
media sebelumnya, infeksi, infeksi saluran pernafasan atas, autoimun, serta
gangguan fungsi tuba eustachius. Infeksi penyebab OMSK dapat berupa bakteri
pseudomonas aeruginosa, staphylococcus aureus, proteus species, klebsiella
pneumonia.
Keluhan yang biasa dialami pasien antara lain adanya sesuatu yang
menyumbat pada telinga pasien yang disertai dengan kehilangan kemampuan
pendengaran, adanya sekret yang hilang timbul pada pasien, serta adanya riwayat
Otitis Media Akut (OMA) dengan adanya perforasi pada membrane telinga seperti
nyeri telinga, demam, hingga keluarnya cairan dari telinga.. Penyakit ini sering
diawali oleh infeksi pada daerah nasofaring yang kemudian mengalami infeksi
ascending pada tuba eustachius seperti adanya riwayat batuk dan pilek dalam
waktu yang lama.
Secara umum terapi yang dapat dilakukan pada pasien dapat dibagi kedalam
terapi

non-medikamentosa,

medikamentosa,

dan

terapi

edukasi.

Terapi

medikamentosa yang terpenting adalah mencegah infeksi menjadi lebih luas. Oleh
karena itu mengetahui patogen diperlukan untuk dapat menangani penyakit ini
secara efisien.

22

DAFTAR PUSTAKA
Adams, G.L., Boies, L.R., Higler, P.A. 2001. Boiess Buku Ajar Penyakit THT Ed.
6. Jakarta: EGC.
Djaafar, Z.A., Helmi., Restuti, R.D. 2012. Kelainan Telinga Tengah. In Soepardi,
E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh.
Jakarta: FKUI.
Helmi., Djaafar, Z.A., Restuti, R.D. 2012. Komplikasi Otitis Media Supuratif. In
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh.
Jakarta: FKUI.
Roland, P.S., Isaacson, B., Meyers, A.D., Jain, A., Knight, J.R., Li, J.C., Parry, D.,
et al. 2015. Chronic Suppurative Otitis Media. eMedicineMedscape.
Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview

(Akses : 16 Juni 2015)


Shambough, G.E., Glasscock, M.E., 2003. Aural Complication of Otitis Media. In
Surgery of the Ear 5th ed. W.B Saunders Company. p.435-461.
Soetirto, I., Hendarmin, H., Bashiruddin, J. 2012. Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Telinga. In Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti,
R.D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI.
Souza, C., Stankiewicz. J.A., Pellitteri, P.K. 1999. Textbook of pediatric
otorhinolaryngology-head and neck surgery. London: Singular Publishing
Group Inc: p.115-135.
Vikram, B.K., Khaja, N., Udayashankar, S.G., Venkatesha, B.K., Manjunath, D.
2008. Clinico-epidemiological study of complicated and uncomplicated
chronic suppurative otitis media. J Laryngol Otol;122(5): p.442-446.

23

Anda mungkin juga menyukai