PENDAHULUAN
Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) merupakan masalah yang
sering terjadi pada semua kalangan baik anak-anak maupun orang dewasa.
Saluran napas atas merupakan tempat infeksi tersering pada anak maupun orang
dewasa. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) terkadang juga dapat
menimbulkan keluhan lain seperti infeksi pada telinga. Salah satunya, yakni otitis
media.
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa pada
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel mastoid. Otitis media
terbagi menjadi 2, yakni nonsupuratif dan supuratif. Otitis media nonsupuratif
dapat dibedakan menjadi 2 yakni yakni otitis media akut barotrauma dan otitis
media kronis efusi. Sedangkan otitis media supuratif terbagi menjadi 2, yaitu otitis
media akut (OMA) dan otitis media supuratif kronik (OMSK) (Djaafar, 2012).
OMSK merupakan suatu keadaan dimana terjadinya perforasi pada
membran timpani dengan drainase persisten dari telinga tengah dalam rentang
waktu lebih dari 6-12 minggu. OMSK dibedakan dengan OMK tipe serosa dimana
OMK tipe serosa merupakan proses terjadinya efusi pada telinga tengah tanpa
terjadinya perforasi membran timpani dalam jangka waktu lebih dari 1-3 bulan
(Roland, 2015). Di negara Inggris, insiden OMSK terjadi sebanyak 0,9% pada
anak-anak dan 0,5% pada orang dewasa. Di negara Israel, insiden OMSK terjadi
sebanyak 0,039% pada anak-anak (Roland, 2015; Vikram, 2008).
OMSK merupakan kasus yang sering dijumpai di masyarakat. Oleh karena
itu, pada laporan kasus ini penting untuk membahas kembali mengenai OMSK
baik dari segi definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, hingga
penatalaksanaannya. Di samping itu, pada laporan kasus ini juga akan dibahas 1
kasus mengenai OMSK yang terjadi pada orang dewasa sehingga dapat
meningkatkan pemahaman kembali mengenai penyakit OMSK.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
Telinga terbagi menjadi 3 bagian, yakni telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luarnya
yaitu membran timpani, batas depannya yaitu tuba eustachius, batas
bawahnya yaitu vena jugularis, batas belakangnya yaitu aditus ad antrum
dan kanalis fasialis pars vertikalis, batas atasnya yaitu tegmen timpani, serta
batas dalamnya yaitu kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,
tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium (Soetirto, 2012).
kubus bersilia. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah, yakni lapisan
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam (Soetirto, 2012).
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo, bermula adanya suatu refleks cahaya ke
arah bawah, yaitu pada arah jam 5 untuk membran timpani kanan, dan arah
jam 7 untuk membran timpani kiri. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar
yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
serabut, yaitu sirkuler dan radier sehingga menimbulkan refleks cahaya.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis di
umbo sehingga didapatkan bagian kuadran atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan, serta bawah-belakang untuk mengetahui letak perforasi
membran timpani. Di dalam telinga tengah, terdapat tulang pendengaran,
yaitu maleus (tulang martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang
sanggurdi) (Soetirto, 2012).
timpani atau melalui retraksi kantung membran timpani pars tensa. Jika tuba
tertutup dan terjadi retraksi dari membran pars flaksia, maka dapat
menimbulkan deskuamasi epitel yang tidak lepas sehingga epitel tersebut
hancur dan membentuk kista. Kista ini semakin lama, semakin besar dan
tumbuh terus-menerus ke dalam kavum timpani sehingga membentuk
koleastoma (Djaafar, 2012).
faring. Sedangkan pada OMSK, infeksi yang didapat berasal dari luar yang
masuk akibat adanya perforasi membran timpani (Adams, 2001).
2.7. Penatalaksanaan
Terapi OMSK didasarkan pada faktor penyebab serta pada stadium
penyakitnya. Sekret telinga yang tidak kering dan dapat keluar terus
menerus. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perforasi membran timpani
yang menetap, terdapat sumber infeksi lainnya (nasofaring, hidung, dan
sinus paranasal), terbentuk jaringan patologik yang irreversibel di rongga
mastoid, serta gizi dan higienitas yang buruk. Prinsip terapi OMSK
tergantung dari tipe OMSK (Djaafar, 2012; Roland, 2015).
Pada OMSK tipe tenang, perlu diberikan pembersihan liang telinga
dan kavum timpani (aural toilet) dengan tujuannya membuat lingkungan
yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme oleh karena sekret
telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Aural toilet dapat dilakukan secara dry mopping, syringing, atau dengan
suction toilet. Untuk pemberian antibiotik topikal, tidak efektif diberikan
jika terdapat sekret yang banyak tanpa dibersihkan terlebih dahulu. Oleh
karena itu, penggunaan antibiotik topikal hendaknya diberikan sesudah
irigasi sekret yang profuse. Antibiotik topikal yang dapat diberikan pada
OMSK tipe tenang, yakni kloramfenikol, polimiksin B atau polimiksin E,
gentamisin, dan ofloksasin. Antibiotik sistemik dapat diberikan pada pasien
yang gagal dengan terapi topikal, akan tetapi harus didasarkan dari hasil
kultur kuman penyebab agar tidak terjadi resistensi kuman terhadap
antibiotik. Antibiotik golongan quinolon (ciprofloxacin dan ofloksasin)
mempunyai aktifitas terhadap pseudomonas sp yang efektif dan dapat
diberikan peroral, akan tetapi tidak dianjurkan diberikan pada anak usia 16
tahun ke bawah. Obat golongan metronidazol mempunyai efek bakterisida
untuk kuman anaerob, dana dapat diberikan pada OMSK tipe tenang yang
aktif dengan dosis 400 mg @8 jam selama 2 minggu atau 200 mg @8 jam
selama 2-4 minggu (Roland, 2015).
Pada OMSK tipe maligna, pengobatan yang tepat adalah operasi,
sedangkan pengobatan konservatif dengan medikamentosa merupakan
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Jenis-jenis pembedahan
yang dapat dilakukan, berupa mastoidektomi sederhana, mastoidektomi
10
radikal,
miringoplasty,
timpanoplasty,
serta
timpanoplasty
dengan
: NKY
: 13 tahun
: Perempuan
: Pelajar
: Hindu
: Indonesia
: Belum menikah
: SMP
: Br. Dinas Kesimpang Kangin Abang, Karangasem
: 15037111
: 20 Juli 2015
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Pendengaran terganggu
Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis Pasien (Autoanamnesis)
Pasien datang ke Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah diantar oleh
bibinya pada tanggal 20 Juli 2015. Pasien duduk didepan pemeriksa denan
mengeluhkan sulit mendengar suara di sekelilingnya. Keluhan ini dirasakan
sejak ia masih kecil namun pasien tidak mengetahui sejak kapan ia kesulitan
12
13
14
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara yang kini sedang
menduduki kelas 1 SMP di salah satu SMP Negeri di Karangasem. Riwayat
merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
: 84 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Temperatur
: 37,5C
Berat badan
: 32 kg
Tinggi badan
: 130 cm
BMI
: 18,93
Status General
Kepala
: Normocephali
Muka
Mata
Leher
Thorak
: Cor
Ekstremitas
15
Kiri
Kanan
Perforasi
Discharge
SDE / + (total)
+ (mukopurulen) / -
Telinga
Daun telinga
Nyeri Tekan Tragus
Nyeri Tarik Aurikuler
Liang Telinga
Discharge
Membran Timpani
Kanan
Normal
Tidak ada
Tidak ada
SDE
Mukopurulen (+)
SDE
Kiri
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Lapang
Perforasi total
Tumor
Mastoid
Tes Berbisik
Tidak ada
Normal
Tidak Dilakukan
Tidak ada
Normal
Tidak Dilakukan
Kanan
Kiri
Negatif
Negatif
Tanpa Lateralisasi
Memanjang
Memanjang
Kesan :
Tuli Konduksi
Hidung
Anterior
Posterior
16
Kanan
Kiri
Kanan
Decongesti
Decongesti
Hidung
Hidung Luar
Kavum Nasi
Septum
Discharge
Mukosa
Tumor
Konka
Sinus
Koana
Kiri
Kanan
Normal
Lapang
Tidak ada deviasi
Sekret (-)
Merah muda
Tidak ada
Normal
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Kiri
Normal
Lapang
Tidak ada deviasi
Sekret (-)
Merah muda
Tidak ada
Normal
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tenggorok
Tonsil
Kiri
Tonsil
Kanan
Tenggorok
Mukosa faring
Tonsil
Hiperemi (-)
T1/T1 hiperemis, tanpa detritus, abses peritonsilar
(-/-)
Granulasi (-), post nasal drip (-)
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada
17
3.4. Resume
Pasien datang ke Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah diantar oleh
bibinya pada tanggal 20 Juli 2015 mengeluhkan sulit mendengar suara di
sekelilingnya. Keluhan ini dirasakan sejak ia masih kecil namun pasien
tidak mengetahui sejak kapan ia kesulitan untuk mendengar. Kesulitan
mendengar dirasakan pada kedua telinga dimana pasien hanya mampu
mendengar suara apabila sumber suara terdengar keras. Kesulitan
mendengar dirasakan oleh pasien seperti ada sesuatu didalam telinga yang
menutupi pendengaran pasien. Pasien juga mengeluhkan kedua telinga nya
sering mengeluarkan cairan kental berwarna putih kehijauan yang berbau
serta lengket setiap hari sejak ia masih kecil dan sempat hilang sebelumnya.
Cairan tersebut dikatakan tidak disertai dengan keluarnya darah, namun
timbul setiap hari. Keluarnya cairan dikatakan oleh pasien muncul pertama
kali beberapa minggu setelah ia mengorek-ngorek kuping dengan
menggunakan cotton bud saat ia masih kecil, namun pasien tidak
mengetahui dengan pasti kapan timbulnya cairan tersebut. Pasien memiliki
riwayat batuk, pilek, dan demam ketika masih kecil, namun kini sudah tidak
ada lagi.
Hasil pemeriksaan fisik telinga, didapatkan adanya kelainan berupa
perforasi total pada membran timpani telinga kiri sedangkan yang kanan
susah dievaluasi. Terlihat adanya sekret mukopurulen berwarna hijau yang
keluar dari telinga kanan namun pada telinga kiri tidak ada. Dari hasil
pemeriksaan tes garpu tala, didapatkan Rinne telinga kanan dan kiri negatif.
Hasil tes Weber menunjukkan tanpa lateralisasi. Schawabach telinga kanan
dan telinga kiri memanjang. Pada pemeriksaan hidung, tidak didapatkan
kelainan. Pada pemeriksaan tenggorok, tidak didapatkan kelainan.
3.5. Diagnosis Kerja
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Aurikula D/S Fase aktif
3.6. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa:
- Toilet telinga dan evaluasi KAE Dextra
Medikamentosa :
-
18
19
penyakit ini sebelumnya, cairan yang keluar sempat menghilang, namun kambuh
kembali seperti sekarang. Selain itu, pasien menyebutkan bahwa ketika SD ia
pernah memiliki riwayat merasakan nyeri ditelinga nya yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk oleh sesuatu. Riwayat nyeri telinga tersebut sebelumnya dirasakan
terus menerus sepanjang hari, tidak disertai rasa pusing berputar, adanya rasa
telinga berdenging serta tidak membaik dengan beristirahat. Saat pemeriksaan,
riwayat nyeri telinga dikatakan sudah tidak ada. Riwayat alergi dan penyakit
sistemik disangkal oleh pasien.
Diagnosis OMSK didapatkan melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
telinga yang dilakukan. Anamnesis adanya riwayat telinga yang berair, nyeri di
kedua telinga pernah timbul sejak ia duduk di bangku SD, telinga yang
mendengung, serta mempunyai riwayat OMA sebelumnya, menunjukkan
terjadinya infeksi pada telinga tengah yang sudah kronis. Infeksi pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang selanjutnya
menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah sehingga dapat bermanifestasi
sebagai rasa penuh pada telinga yang dirasakan oleh pasien. Sumbatan tuba
auditiva yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa
telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik sehingga
kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah yang memicu rasa nyeri di
daerah telinga tengah.
Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan general pasien, ditemukan dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan fisik telinga, didapatkan adanya kelainan berupa
perforasi total pada membran timpani telinga kiri sedangkan yang kanan susah
dievaluasi. Terlihat adanya sekret mukopurulen berwarna hijau yang keluar dari
telinga kanan namun pada telinga kiri tidak ada. Dari hasil pemeriksaan tes garpu
tala, didapatkan Rinne telinga kanan dan kiri negatif. Hasil tes Weber
menunjukkan tanpa lateralisasi. Schawabach telinga kanan dan telinga kiri
memanjang. Pada pemeriksaan hidung, tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan tenggorok, tidak didapatkan kelainan. Dari hasil tersebut,
didapatkan bahwa telinga kanan pasien mengalami gangguan pendengaran tuli
konduksi akibat gejala dari OMSK. Namun, tes ini perlu diulang kembali untuk
mengkonfirmasi hasil tes pada ruangan kedap suara agar diperoleh hasil tes yang
akurat.
20
21
BAB V
PENUTUP
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan stadium dari penyakit
telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid, serta
membran timpani yang intak sehingga dapat mengalami perforasi membran
timpani dengan atau tanpa ditemukan sekret yang hilang timbul. Sekret yang
dihasilkan dapat berupa encer, kental, bening, atau purulen. Istilah kronik
digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama lebih dari 6-12
minggu (Djaafar, 2012; Roland, 2015).
Etiologi OMSK dapat berupa lingkungan (kelompok sosioekonomi yang
rendah memiliki insiden OMSK lebih tinggi), genetik, riwayat terkena otitis
media sebelumnya, infeksi, infeksi saluran pernafasan atas, autoimun, serta
gangguan fungsi tuba eustachius. Infeksi penyebab OMSK dapat berupa bakteri
pseudomonas aeruginosa, staphylococcus aureus, proteus species, klebsiella
pneumonia.
Keluhan yang biasa dialami pasien antara lain adanya sesuatu yang
menyumbat pada telinga pasien yang disertai dengan kehilangan kemampuan
pendengaran, adanya sekret yang hilang timbul pada pasien, serta adanya riwayat
Otitis Media Akut (OMA) dengan adanya perforasi pada membrane telinga seperti
nyeri telinga, demam, hingga keluarnya cairan dari telinga.. Penyakit ini sering
diawali oleh infeksi pada daerah nasofaring yang kemudian mengalami infeksi
ascending pada tuba eustachius seperti adanya riwayat batuk dan pilek dalam
waktu yang lama.
Secara umum terapi yang dapat dilakukan pada pasien dapat dibagi kedalam
terapi
non-medikamentosa,
medikamentosa,
dan
terapi
edukasi.
Terapi
medikamentosa yang terpenting adalah mencegah infeksi menjadi lebih luas. Oleh
karena itu mengetahui patogen diperlukan untuk dapat menangani penyakit ini
secara efisien.
22
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G.L., Boies, L.R., Higler, P.A. 2001. Boiess Buku Ajar Penyakit THT Ed.
6. Jakarta: EGC.
Djaafar, Z.A., Helmi., Restuti, R.D. 2012. Kelainan Telinga Tengah. In Soepardi,
E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh.
Jakarta: FKUI.
Helmi., Djaafar, Z.A., Restuti, R.D. 2012. Komplikasi Otitis Media Supuratif. In
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh.
Jakarta: FKUI.
Roland, P.S., Isaacson, B., Meyers, A.D., Jain, A., Knight, J.R., Li, J.C., Parry, D.,
et al. 2015. Chronic Suppurative Otitis Media. eMedicineMedscape.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview
23