Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dimana
hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya
reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari
paru-paru terhadap gas atau partikel.1,2
2.2 Epidermiologi
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada
tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian
di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Di Amerika Serikat
dibutuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun untuk menanggulangi
penyakit ini, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100
ribu orang meninggal. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat
Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%)
dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).
2.3 Faktor Risiko
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan
ditandai dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang
persisten. Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di
bronkus pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat
banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktorfaktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan
perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran
nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.1,16
2.4 PATOLOGI, PATOFISIO1OGI
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang
besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang,
terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu
bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang
ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai
dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa
fibrosis yang nyata.16
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar
dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran
nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang
Gambar 2.1. Gambaran Epitel Saluran Nafas pada PPOK dan Orang Sehat 4
yang
turut
memberikan
kontribusi
terhadap
hipertensi
pulmonal.16,25
2.6 DIAGNOSIS
Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk
kronik atau produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor
risiko PPOK sebaiknya dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di
< 80% prediksi, dan berdasarkan penilaian VEP1 tadi, dapat dinilai
derajat keparahan dari PPOK.27,28
Gambaran foto dada yang abnormal jarang tampak pada PPOK,
kecuali adanya bulosa pada paru. Perubahan radiologis yang mungkin
adalahadanya tanda hiperinflasi (pendataran diafragma dan peningkatan
volume udara pada rongga retrosternal), hiperlusensi paru dan
peningkatan corak vaskuler paru. Selain itu radiologis membantu dalam
melihat komorbiditas seperti gambaran gagal jantung. Untuk kepentingan
operatif, CT Scan paru juga memegang peranan penting.1
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP
( %).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <
75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
b. Pemeriksaan khusus
Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru
Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru
setelah pemberian kortikosteroid
Analisis gas darah