Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

Disusun oleh :
WAHYU CATUR HIDAYATI
N1.14.076

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO


PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
SEMARANG
2014

Laporan Pendahuluan
A. Pengertian
1. Suatu keadaan patofisiologi di mana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat
untuk kebutuhan tubuh (Wood, 1958, dalam Gray, 2002, hlm.81).
2. Suatu sindrom di mana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi
latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup (Cohn, 1988,
dalam Gray, 2002, hlm.81).
3. Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Smeltzer & Bare, 2001, hlm.805).
B. Etiologi (Smeltzer & Bare, 2001, hlm.806)
1. Kelainan otot jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateroskelrosis koroner, hipertensi arterial, dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Mmeningkatkan bebean kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi
untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara
normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup semiluner),

ketidakmampuan jantung mengisi darah (misalnya temponade pericardium,


perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV).
6. Faktor sistemik
Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis), hipoksia, dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis (respiratorik/metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktifitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal CO =
HR x SV dimana curah jantung (CO = Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung
(HR = Heart Rate) volum sekuncup (SV = Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistemik saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung pada masa itu utama
kerusakan dan tekanan serabut otot jantung volume sekuncup berkurang dan Scurah
jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang
dipompa pada saat kontraksi tergantung pada tiga factor yaitu preload, kontraktifitas dan
overload.
CO yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk
mempertahankan fungsi dua kali orang-orang tubuh vital.Respon awal adalah stimulus
kepada setiap saraf simpatis yang menimbilkan dua pengaruh utama yaitu meningkatkan
kecepatan dan kekuatan kontraksi miocorsium dan vasokonstriksi perifer. Vasokontriksi
perifer menggeser kea rah darah arteri ke organ-organ yang kurang vital seperti kulit
dalam ginjal dan juga ke organ-organ lain seperti otot. Kontraksi vena meninggalkan
peregangan serabut otot cardium meningkatkan kontraktilitas.
Pada respon berdampak perbaikan terhadap kardiak, namun selanjutnya meningkatkan
kebutuhan O2 untuk miokarsium dibawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang tidak
berada dalam kekurangan cairan untuk memulai status peningkatan volume ventrikel
dengan mempercepat preload dan kegagalan komponer.

Jenis kompensasi yang kedua terdiri dari pengaktifan system renin angiotensin,
penurunan darah dalam ginjal dan dampak dari kecepatan filtrosi glomerolus memicu
terlepasnya renin yang terinfeksi dengan angiotensin I dan II yang selanjutnya berdampak
vasokontriksi perifer dan peningkatan reabsorbsi Na dan H2O oleh ginjal. Kejadian ini
meningkatkan volume dan mempertahankan tekanan dalam waktu singkat. Namun
menimbulkan tekanan baik preload maupun afterload pada waktu jangka panjang.
Pada permulaan sebagian dari jantung mengalami kegagalan jantung dimulai dari vntrikel
kiri. Namun karena kedua ventrikel merupakan bagian dari system ventrikel, maka
ventrikel manapun dapat mengalami kegagalan. Gejala-gejala kegagalan jantung
merupakan dampak dari CO dan kongesti yang terjadi pada system vena atau sisetem
pulmonal atau system lainnya (Long, 1996, hlm.580).

D. Pathway
Disfungsi Miokard
(AMI) Miokarditis

Beban tekanan
berlebihan

Kontraktilitas

Beban systole

Beban sistolik
berlebihan

Peningkatan
keb.metabolis
me

Beban Volume
berlebihan

Preload

Kontraktilitas
Hambatan Pengosongan Ventrikel
COP
Beban jantung meningkat
Gagal jantung
kanan

GJ

Gagal pompa ventrikel kanan

Gagal pompa ventrikel kiri

Backward Failure

Forward Failure
Penurunan
Curah jantung

Suplai O2
otak

Renal flow

LVED

Penyempitan
Resti
Ggn.
pertukaran
lumen
Beban
Ventrikel
Kelebihan
Penumpukan
Suplai darah
Tek.
Vena pulmonalis

Hipertropy
Iritasi
mukosa
RAA
Syncope
gas
Reflek
Batuk

Intoleransi
aktivitas
Kanan

ventrikel
kanan
Volume
Cairan
Volume
cairan
ektrasel
Metab.
paru kanan
Asidosis
Ronkhi
basahkapilerventrikel
Retensi
Na + H2
O
jar.
anaerob
secret
Aldosteron
ADH
Edema
Paru
paruTek.
&
ATP
metabolik
Fatigue

Tekanan Diastole
Bendungan atrium kanan
Bendungan
vena sistemik
Pola nafas
Penimbunan
as.Hepatomegali
Laktat
Mendesak
diafragma
Lien
inefektif
Hepar
Splenomegali
Sesak
Nafas

E. Klasifikasi
1. Gagal jantung backward & forward
a. Gagal jantung backward (Backward failure)
Dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume darah
keluar, menyebabkan darah terakumulasidan meningkatkan tekanan dalam
ventrikel, atrium dan sistem vena baik untuk jantung sisi kanan maupun
jantung sisi kiri.
b. Gagal jantung forward (Forward failure)

Adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung, yang


kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan system
tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu berhubungan satu
sama lain (Udjianti, 2010, hlm.165).
2. Gagal jantung right-sided dan left-sided
Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi, dan kelainankelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal jantung kiri (left heart
failure). Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, cairan yang terbendung
akan berakumulasi secara sistemik: di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll,
dan menjadikan gambaran klinisnya sebagai gagal jantung kanan (right heart
failure) (Noer, 1996, hlm.976).
3. Gagal jantung low-output dan high-output

Curah jantung yang rendah pada penyakit jantung apapun (bawaan, hipertensi,
katup, koroner, kardiomiopati) dapat menimbulkan low-output failure. Sedangkan
pada penyakit-penyakit dengan curah jantung yang tinggi misalnya pada
tirotoksikosis, beri-beri, Pagets, anemia dan fistula arteri-vena, gagal jantung
yang terjadi dinamakan high-output failure (Noer, 1996. Hlm977).
4. Gagal jantung sistolik dan diastolic
a. Gagal jantung sistolik apabila gagal jantung yang terjadi sebagai abnormalitas
fungsi sistolik, yaitu ketidak mampuan mengeluarkan darah dari ventrikel.
b. Gagal jantung diastolik apabila abnormalitas kerja jantung pada fase diastolic,
yaitu pengisian darah pada ventrikel (terutama ventrikel kiri) misalnya pada
iskemia jantung yang mendadak, hipertrofi konsentrik ventrikel kiri dan
kardiomiopati restriktif (Noer, 1996. Hlm977).
F. Manifestasi klinis (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808)
1. Edema pada tungkai
2. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaranvena hepar.
3. Asites

Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkatsehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan
distress pernapasan.
4. Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
5. Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring,
karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.
6. Lemah
Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk
sampah,katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
G. Pemeriksaan Penunjang (Gray, 2002, hlm.87)
1. Radiografi toraks
Seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >50%) terutama
bila gagal jantung sudah kronis.
2. EKG
Memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%),
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi,
aritmia.
3. Ekokardiografi
Harus dilakukan semua pasein dengan dugaan klinis gagal jantung.
4. EKG ambulatory
Harus dilakukan jika diduga terdapat aritmia.
5. Tes darah
Direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi dimulai
6. Pencitraan radionuklida
Menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel (ventrikulograf) dan
sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh.
7. Tes latihan fisik
Seringkali dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan beberapa kasus
untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum.
H. Penatalaksanaan Medik (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 811-812)
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahanbahan farmakologis.

3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic, diet


dan istirahat.
Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah:
1. Penatalaksanaan farmakologis
a. Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung,
efek yang dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena
dan volume darah, peningkatan diuresis.
b. Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi
venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi
preload (darah vena yang kembali ke jantung).
c. Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel,yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat
2. Penatalaksanaan lain
a. Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
oksigen melaluiistirahat dan pembatasan aktivitas.
b. Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.
I. Komplikasi (Scribd, 2010, 8)
1. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
2. Episode tromboemboli
Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya gangguan
sirkulasi yangmenyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus
intrakardial dan intravaskuler.
3. Efusi perikardial dan tamponade jantung

Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini menyebabkan


penurunan curah jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir proses
ini adalah tamponade jantung.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari
proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga
didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara
lain:
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan klien
a. Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat
pembedahan,penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi
dan riwayat trauma.
b. Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit.
3. Pemeriksaan fisik (Doenges,1999,hal : 726-728)
a. Aktivitas atau istirahat

Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur
atau istirahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas
letargi/ disorientasi,koma,penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan
padaekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang
menurun atau tidak ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola
mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisiklien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/
infeksi nyeri tekanabdomen, diare).
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria
jika terjadihipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen
keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare).
e. Makanan atau cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari atau minggu.
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik
dengan peningkatan glukosa darah) halitosis atau bau manis, bau buah (nafas
aseton).
f. Neurosensorik
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas atau kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.

Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan


memori (baru,masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun,
aktivitas kejang (tahap lanjut dariketoasidosis).
g. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang atau nyeri.
Tanda: wajah meringis, sangat hati-hati.
h. Pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
(tergantung adanyainfeksi atau tidak).
Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi).
i. Keamanan
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: demam, diforesis kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan
umum atau rentang gerak, parestesia atau parolisis otot termasuk otot-otot
pernafasan (jika kadar kalium menurundengan cukup tajam).
j. Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme padawanita .
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan struktural. ditandai dengan ; frekuensi jantung ; Takikardia, bunyi
jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin
melemah, perubahan tekanan darah :hipotensi (gagal memompa), tekanan Nadi ;
mungkin sempit (tidak teraba), dan Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan
pengisian kapiler lambat.
Tujuan :
setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam curah jantung klien
normal
Kriteria hasil :

a. Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia

terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung.


b. Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina.

c. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.


Intervensi
Mandiri :
1) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah keserambi yang
disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.

4) Pantau TD
Rasional: Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi).
Rasional: Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2. Pola nafas inefektif berhubungan dengan menurunnya pengembangan paru akibat


splenomegaly dan hepatomegaly di tandai dengan takipnea, napas dangkal,
penggunaan otot asesori pernpasan, hepar ; pembesaran/dapat teraba dan lien :
pembesaran / dapat teraba.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam maka klien dapat
bernafas dengan efektif.
Kriteria hasil :
a. Menunjukakan pola nafas yang efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam
rentan normal.
b. RR : 16 22 /menit.

Intervensi
Mandiri :
1. Observasi pernafasan (frekuensi, irama dan kedalaman).
Rasional: Frekuensi nafas biasanya meningkat dan kedalaman nafas berfariasi
tergantung ekspansi paru.
2. Auskultasi bunyi paru.
Rasional: Bunyi nafas menurun apabila terdapat obstruksi atau saat ekspansi
paru menurun.
3. Beri posisi yang nyaman.
Rasional: Posisikan klien dengan posisi yang nayaman akan memungkinkan
ekpansi paru dan mempermudah pernafasan.
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan.
Rasional: Maksimalkan pernapasan dan menurunkan kerja nafas.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air. ditandai dengan

nokturia, penambhan berat badan signifikan,

pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi


garam/makanan yang telah diproses, penggunaan diuretic, penambahan berat
badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan
dn pitting).

Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam volume cairan klien
stabil.
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
b. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi
Mandiri :
1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine
dapat ditingkatkan selama tirah baring.
2. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis.
4. Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal
Kolaborasi :
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

memenuhi

4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.


Kelemahan

umum,

Tirah

keletihan/kelemahan,

baring

kelelahan

lama/immobilisasi.
selama

aktivitas

Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

Ditandai

dengan

Perawatan

diri,

insomnia, nyeri dada dengan

aktivitas, dispnea pada saat istirahat, perubahan tanda vital, dan adanya disrirmia,
Dispnea, dan pucat, berkeringat.
Tujuan:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat
melakukan aktivitas secara mandiri.
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri.
b. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh

menurunnya kelemahan dan kelelahan.


Intervensi
Mandiri :
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia,
dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
Kolaborasi
Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi).
Rasional:

Peningkatan

bertahap

pada

aktivitas

menghindari

kerja

jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung


dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

5. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan


membran kapiler-alveolus ditandai dengan Dispnea saat aktivitas, tidur sambil
duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan dan bunyi napas ;
krekels, ronkhi.
Tujuan :
setelah di lakukan tindakan kepeawatan selama klien di rawat di rumah sakit maka
tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil :
a. Klien mampu mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada
jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi
Mandiri :
1. Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional:

Menyatakan

adanya

kongesti

paru/pengumpulan

menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.


2. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Dorong perubahan posisi.
Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
2. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional: untuk menyeimbangkan kadar O2 dalam tubuh

secret

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010). Askep CHF. http://www.scribd.com/doc/60830231/Askep-CHF/ diperoleh


tanggal 06 September 2011
Doenges, Marlyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Gray, Huon H., Dawkins, K. D., Simpson, I., Morgan, J. (2002). Lecture Notes Kardiologi.
Jakarta : Erlangga
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Vol. 2. Bandung : Yayasan Alummi
Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Noer, Sjaifoellah. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI
Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Udjianti, Wajan J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai