Disusun oleh :
WAHYU CATUR HIDAYATI
N1.14.076
Laporan Pendahuluan
A. Pengertian
1. Suatu keadaan patofisiologi di mana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat
untuk kebutuhan tubuh (Wood, 1958, dalam Gray, 2002, hlm.81).
2. Suatu sindrom di mana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi
latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup (Cohn, 1988,
dalam Gray, 2002, hlm.81).
3. Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Smeltzer & Bare, 2001, hlm.805).
B. Etiologi (Smeltzer & Bare, 2001, hlm.806)
1. Kelainan otot jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateroskelrosis koroner, hipertensi arterial, dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Mmeningkatkan bebean kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi
untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara
normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup semiluner),
Jenis kompensasi yang kedua terdiri dari pengaktifan system renin angiotensin,
penurunan darah dalam ginjal dan dampak dari kecepatan filtrosi glomerolus memicu
terlepasnya renin yang terinfeksi dengan angiotensin I dan II yang selanjutnya berdampak
vasokontriksi perifer dan peningkatan reabsorbsi Na dan H2O oleh ginjal. Kejadian ini
meningkatkan volume dan mempertahankan tekanan dalam waktu singkat. Namun
menimbulkan tekanan baik preload maupun afterload pada waktu jangka panjang.
Pada permulaan sebagian dari jantung mengalami kegagalan jantung dimulai dari vntrikel
kiri. Namun karena kedua ventrikel merupakan bagian dari system ventrikel, maka
ventrikel manapun dapat mengalami kegagalan. Gejala-gejala kegagalan jantung
merupakan dampak dari CO dan kongesti yang terjadi pada system vena atau sisetem
pulmonal atau system lainnya (Long, 1996, hlm.580).
D. Pathway
Disfungsi Miokard
(AMI) Miokarditis
Beban tekanan
berlebihan
Kontraktilitas
Beban systole
Beban sistolik
berlebihan
Peningkatan
keb.metabolis
me
Beban Volume
berlebihan
Preload
Kontraktilitas
Hambatan Pengosongan Ventrikel
COP
Beban jantung meningkat
Gagal jantung
kanan
GJ
Backward Failure
Forward Failure
Penurunan
Curah jantung
Suplai O2
otak
Renal flow
LVED
Penyempitan
Resti
Ggn.
pertukaran
lumen
Beban
Ventrikel
Kelebihan
Penumpukan
Suplai darah
Tek.
Vena pulmonalis
Hipertropy
Iritasi
mukosa
RAA
Syncope
gas
Reflek
Batuk
Intoleransi
aktivitas
Kanan
ventrikel
kanan
Volume
Cairan
Volume
cairan
ektrasel
Metab.
paru kanan
Asidosis
Ronkhi
basahkapilerventrikel
Retensi
Na + H2
O
jar.
anaerob
secret
Aldosteron
ADH
Edema
Paru
paruTek.
&
ATP
metabolik
Fatigue
Tekanan Diastole
Bendungan atrium kanan
Bendungan
vena sistemik
Pola nafas
Penimbunan
as.Hepatomegali
Laktat
Mendesak
diafragma
Lien
inefektif
Hepar
Splenomegali
Sesak
Nafas
E. Klasifikasi
1. Gagal jantung backward & forward
a. Gagal jantung backward (Backward failure)
Dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume darah
keluar, menyebabkan darah terakumulasidan meningkatkan tekanan dalam
ventrikel, atrium dan sistem vena baik untuk jantung sisi kanan maupun
jantung sisi kiri.
b. Gagal jantung forward (Forward failure)
Curah jantung yang rendah pada penyakit jantung apapun (bawaan, hipertensi,
katup, koroner, kardiomiopati) dapat menimbulkan low-output failure. Sedangkan
pada penyakit-penyakit dengan curah jantung yang tinggi misalnya pada
tirotoksikosis, beri-beri, Pagets, anemia dan fistula arteri-vena, gagal jantung
yang terjadi dinamakan high-output failure (Noer, 1996. Hlm977).
4. Gagal jantung sistolik dan diastolic
a. Gagal jantung sistolik apabila gagal jantung yang terjadi sebagai abnormalitas
fungsi sistolik, yaitu ketidak mampuan mengeluarkan darah dari ventrikel.
b. Gagal jantung diastolik apabila abnormalitas kerja jantung pada fase diastolic,
yaitu pengisian darah pada ventrikel (terutama ventrikel kiri) misalnya pada
iskemia jantung yang mendadak, hipertrofi konsentrik ventrikel kiri dan
kardiomiopati restriktif (Noer, 1996. Hlm977).
F. Manifestasi klinis (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808)
1. Edema pada tungkai
2. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaranvena hepar.
3. Asites
Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkatsehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan
distress pernapasan.
4. Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
5. Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring,
karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.
6. Lemah
Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk
sampah,katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
G. Pemeriksaan Penunjang (Gray, 2002, hlm.87)
1. Radiografi toraks
Seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >50%) terutama
bila gagal jantung sudah kronis.
2. EKG
Memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%),
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi,
aritmia.
3. Ekokardiografi
Harus dilakukan semua pasein dengan dugaan klinis gagal jantung.
4. EKG ambulatory
Harus dilakukan jika diduga terdapat aritmia.
5. Tes darah
Direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi dimulai
6. Pencitraan radionuklida
Menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel (ventrikulograf) dan
sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh.
7. Tes latihan fisik
Seringkali dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan beberapa kasus
untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum.
H. Penatalaksanaan Medik (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 811-812)
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahanbahan farmakologis.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari
proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga
didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara
lain:
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan klien
a. Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat
pembedahan,penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi
dan riwayat trauma.
b. Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit.
3. Pemeriksaan fisik (Doenges,1999,hal : 726-728)
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur
atau istirahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas
letargi/ disorientasi,koma,penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan
padaekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang
menurun atau tidak ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola
mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisiklien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/
infeksi nyeri tekanabdomen, diare).
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria
jika terjadihipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen
keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare).
e. Makanan atau cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari atau minggu.
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik
dengan peningkatan glukosa darah) halitosis atau bau manis, bau buah (nafas
aseton).
f. Neurosensorik
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas atau kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
4) Pantau TD
Rasional: Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi).
Rasional: Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
Intervensi
Mandiri :
1. Observasi pernafasan (frekuensi, irama dan kedalaman).
Rasional: Frekuensi nafas biasanya meningkat dan kedalaman nafas berfariasi
tergantung ekspansi paru.
2. Auskultasi bunyi paru.
Rasional: Bunyi nafas menurun apabila terdapat obstruksi atau saat ekspansi
paru menurun.
3. Beri posisi yang nyaman.
Rasional: Posisikan klien dengan posisi yang nayaman akan memungkinkan
ekpansi paru dan mempermudah pernafasan.
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan.
Rasional: Maksimalkan pernapasan dan menurunkan kerja nafas.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air. ditandai dengan
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam volume cairan klien
stabil.
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
b. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi
Mandiri :
1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine
dapat ditingkatkan selama tirah baring.
2. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis.
4. Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal
Kolaborasi :
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
memenuhi
umum,
Tirah
keletihan/kelemahan,
baring
kelelahan
lama/immobilisasi.
selama
aktivitas
Ditandai
dengan
Perawatan
diri,
aktivitas, dispnea pada saat istirahat, perubahan tanda vital, dan adanya disrirmia,
Dispnea, dan pucat, berkeringat.
Tujuan:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat
melakukan aktivitas secara mandiri.
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri.
b. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh
Peningkatan
bertahap
pada
aktivitas
menghindari
kerja
Menyatakan
adanya
kongesti
paru/pengumpulan
secret
DAFTAR PUSTAKA