Anda di halaman 1dari 24

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu kegawatdaruratan yang membutuhkan
penatalaksanaan sesegera mungkin. Akibat buruk yang akan ditimbulkan jika
penatalaksanaan trauma terlambat adalah timbulnya berbagai komplikasi yang salah
satunya menyebabkan kebutaan. Trauma ini terjadi akibat terpaparnya bahan kimia
baik yang bersifat asam dengan pH < 7 atau basa dengan pH > 7, yang dapat
meyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan
jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia
tersebut.3
Trauma asam dan basa pada mata dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi
dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan
pertanian, serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma asam
dan basa pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma
merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.3,5,6
Berdasarkan data rumah sakit di Amerika Serikat, trauma kimia yang
digolongkan menjadi asam dan basa berperan dalam 7% trauma mata yang disebabkan
pekerjaan. Lebih dari 60% trauma terjadi di tempat kerja, 30% terjadi di rumah, dan
10% hasil dari penyerangan. 90% diantara trauma tersebut disebabkan paparan yang
tidak disengaja. Sebanyak 20% trauma kimia menyebabkan gangguan penglihatan, dan
sekitar 15% dari itu mengalami trauma kimia berat yang membutuhkan rehabilitasi.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki cenderung 3 kali lebih mudah mengalami trauma
kimia dibanding wanita. Rentang usia yang sering adalah sekitar 16-45 tahun.5
Trauma asam basa pada mata adalah suatu keadaan emergensi yang
membutuhkan pertolongan segera tanpa melakukan penilaian klinis terlebih dahulu.
Penatalaksanaan emergensinya adalah irigasi sebanyak-banyaknya menggunakan
normal saline atau ringer laktat sekitar 15-30 menit atau sampai pH mata kembali
normal. Setelah itu lakukan eversi mata untuk melihat apakah ada bagian mata atau
1

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

benda asing yang tertinggal untuk segera dibuang serta dilakukan debridement pada
jaringan nekrotik agar proses re-epitelisasi dapat terjadi. Dapat juga diberikan terapi
obat-obatan pada derajat 1 dan 2 menggunakan antibiotic salep serta steroid topical
atau cyclopegic bila diperlukan. Sedangkan untuk derajat 3 atau 4 tindakan
pembedahan bisa dipertimbangkan. 1,3
Untuk mendiagnosis apakah trauma disebabkan oleh asam basa atau tidak dapat
ditegakkan dengan anamnesis dengan menanyakan proses terjadinya trauma, kapan
terjadi, bahan kimia apa, durasi berapa lama dan tindakan apa yang sudah dilakukan
dan pemeriksaan fisik berupa edema kelopak, perdarahan konjungtiva, defek serta
perforasi kornea, inflamasi pada COA,penurunan tajam penglihatan. 4
1.2

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang

bahaya trauma asam dan basa pada mata dan bagaimana langkah awal penanganan
terhadap kasus ini. Selain itu, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu
syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi Mata

Gambar 2.1. Anatomi Mata


(Dikutip dari American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. The Basic and Clinical Science Course, Section 2. 2014. p.37)
2.1.1

Palpebra
Palpebra atau kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra
merupakan alat menutup mata yang berguna utuk melindungi bola mata terhadap trauma,
trauma sinar, dan pengeringan bola mata. Palpebra mempunyai lapisan kulit yang tipis,
longgar, dan elastik dengan sedikit folikel rambut serta tanpa lemak subkutan.6,7
Palpebra terdiri dari 4 lapisan jaringan utama yang dibagi dalam 2 lamela. Lamela
anterior terdiri dari kulit dan otot orbicularis okuli, sedangkan lamella posterior terdiri dari
lempeng tarsal dan konjungtiva palpebral. 8
Panjang tepian bebas palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm. Tepian ini
dipisahkan oleh garis kelabu (sambungan mukokutan) menjadi tepian anterior dan
posterior.Tepian anterior yaitu bulu mata, Glandula Zeiss, dan Glandula Moll. Tepian
posterior yaitu berkontak dengan bola mata dan sepanjang tepian ini terdapat muara-muara
3

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

kecil kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (Glandula Meibom atau Tarsal). Pada ujung
tepian posterior palpebra terdapat penonjolan kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat
pada palpebra superior dan inferior. Punctum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah
melalui kanalikulus ke sakus lakrimalis.7
Aliran darah palpebra merupakan cabang dari arteri lakrimalis dan arteri ophtalmica
melalui cabang-cabang palpebra medial dan lateralnya. Anastomosis diantara arteri palpebra
lateralis dan medialis membentuk cabang-cabang tarsal yang terletak di dalam jaringan
areolar submuskular. Aliran darah vena dari palpebra mengalir ke dalam vena ophtalmica dan
vena-vena membawa darah dari dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam plexus pra
dan pasca tarsal.7,8
Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua nervus trigeminus
(V).Cedera dari saraf ini menyebabkan gangguan pada fungsi berkedip dan terpaparnya
kornea. Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratroklearis, infratroklearis, dan nasalis eksterna
adalah cabang-cabang divisi ophtalmica nervus kranial kelima. Nervus infraorbitalis,
zygomaticofasialis, dan zygomatiotemporalis merupakan cabang-cabang divisi kedua nervus
trigeminus.6,7,8

Gambar 2.2. Anatomi Palpebra (Potongan Sagittal)


(Dikutip dari Crick,R.P., Khaw,P.T. Practical Anatomy and Physiology of the Eye and Orbit.
In : A Textbook of Clinical Ophthalmology Third Edition. 2007. London : World Scientific
Publishing. p26)
2.1.2. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
4

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan anterior sclera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva selain konjungtiva tarsal, berhubungan longgar dengan
jaringan dibawahnya, oleh karenanya bola mata mudah digerakkan. Konjungtiva terbagi 3,
yaitu: 7,9
-

Konjungtiva palpebralis yang melapisi permukaan posterior kelopak mata dan


melekat erat ke tarsus.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat


berkali-kali sehingga memungkinkan bola mata bergerak.

Konjungtiva forniks adalah daerah perpindahan antara konjungtiva palpebralis dan


konjungtiva tarsalis.

Secara histologi, lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel
epitel silindris bertingkat, superfisial, dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel
goblet yang menghasilkan mukus. Sel-sel epitel basal dapat mengandung sel pigmen. Stroma
konjungtiva dibagi menjadi lapisan adenoid (superfisial) dan lapisan fibrosa (profunda), yang
mana lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum germativum. Pada stroma ini terdapat
kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring). Konjungtiva diperdarahi oleh
arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. 6,7,8
Fungsi utama dari konjungtiva adalah untuk melindungi kornea dengan beberapa
fungsi lainnya, yaitu : 9
a. Selama membuka dan menutupnya palpebral, secara bersamaan akan menglubrikasi kornea
dengan air mata.
b. Melindungi bagian mata yang terbuka dari infeksi karena konjungtiva mengeluarkan
limfosit dan makrofag untuk melawan infeksi tersebut.
c. Memproduksi mucin dari sel-sel goblet yang berfungsi untuk membasahi bola mata
terutama kornea.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Gambar 2.3. Anatomi Konjungtiva


(Dikutip dari Crick,R.P., Khaw,P.T. Practical Anatomy and Physiology of the Eye and Orbit.
In : A Textbook of Clinical Ophthalmology Third Edition. 2007. London : World Scientific
Publishing. P30)
2.1.3. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, serat-serat kolagen, avaskular dengan ukuran 1112 mm horizontal dan 10-11 mm vertical. Kornea berkontribusi besar untuk memberikan
dioptric sebesar 74 % atau 43.25 D dari seluruh 58.6 D kekuatan dioptric manusia normal.
Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor akuos, dan air mata.2
Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu : 2,3,7
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri dari atas 5 lapis epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih
yaitu satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat
mitosis sel, dan sel mudah ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden, ikatan
ini menghambat pengaliran air,elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang melekat erat padanya. Bila terjadi gangguan akan
mengakibatkan erosi rekuren.

2. Kapsul Bowman
6

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak
mempunyai daya regenarasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya,pada permukaan terdapat anyaman yang teratur sedangkan di bagis perifer serat
kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea di hasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang
terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40m. Endotel
melekat pada membran descment melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
Terdapat batas antara kornea dan seklera yaitu limbus, limbus adalah daerah peralihan
berkas kolagen teranparan dari kornea keserat- serat seklera yang berwarna opak keputihan.
Limbus sangat banyak menerima perdarahan dan pembuluh darah nya berperan penting
dalam proses inflamasi kornea. Di daerah limbus dilapisan stroma, salura-saluran tak teratur
berlapis endotel, yakni jalinan rabekula, menyatu mambentuk kanal schlemm yang
mengalirkan cairan dari kamera oculi anterior, kanal schlemm berhubungan dengan sistem
vena di bagian luar.1,2
Kornea di pesarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf silier longus berjalan suprakoroid, masuk kedalam stroma
kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung schwannya.2

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Gambar 2.4. Lapisan kornea


(Diambil dari Bowling, B. Cornea. In : Kanskis Clinical Opthalmology: A Systematic
approach Eight Edition. 2016. Australia: Elsevier.p 168)
2.1.4. Traktus Uvealis
Traktus uvealis terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid. Struktur ini berperan dalam
mendarahi retina. 7
-

Iris
Iris adalah bagian terdepan dari traktus uvealis serta perpanjangan korpus siliaris
ke anterior. Iris mengandung banyak pembuluh darah dan jaringan ikat serta
mengandung melanosit dan sel pigmen untuk memberi warna pada mata. Iris
berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, yaitu pupil.
Iris memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang berisi akuos
humor. Didalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Iris
mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. 2,7

Korpus Siliaris
Korpus siliaris terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata
(2mm), dan zona posterior yang datar, pars plana (4mm). Prosessus siliaris berasal
dari pars plikata, berfungsi sebagai pembentuk akuos humor. Muskulus siliaris
berfungsi untuk mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat
mempunyai berbagai fokus baik untuk melihat objek dekat maupun jauh. 2,7

Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea yang mempunyai ketebalan 0.25 mm,
diantara retina dan sclera. Koroid terdiri atas 3 lapisan pembuluh darah, yaitu :
8

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

1. Lapisan paling dalam yaitu choriocapillaris


2. Lapisan tengah yaitu pembuluh darah kecil
3. Lapisan paling luar yaitu pembuluh darah besar 2,7

Gambar 2.5. Anatomi Traktus Uvealis


(Diambil dari Riordan-Eva, P., Witcher, J.P. Anatomy and Embryology of Eye. In : Vaughan &
Asburys General Ophthalmology 17th Edition. 2007. London : McGraw-Hill Company. P11)

2.1.5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna dan terletak di posterior chamber dan pupil. Tebalnya sekitar 4mm dan
diameternya 9mm. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula zinni. Di sebelah anterior lensa terdapat akuos humor, disebelah posteriornya,
vitreus. Lensa terdiri atas kapsul lensa, subkapsul, dan serat lensa. 65% lensa terdiri atas air,
sekitar 35% nya protein. 2,7
9

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Gambar 2.5. Lapisan Lensa


(Dikutip dari American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. The Basic and Clinical Science Course, Section 2. 2014. p.63)

2.1.6. Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Lapisan-lapisan retina, mulai
dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: membran limitan interna, lapisan serat saraf,
lapisan sel ganglion, lapisan pleksiform dalam, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform luar,
lapisan inti luar, membran limitans eksterna, lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar
batang dan kerucut, dan epitel pigmen retina. 7
Struktur paling luar adalah epitel pigmen retina yang mempunyai beberapa fungsi
seperti : metabolism vitamin A, sebagai barrier antara pembuluh darah dengan pembuluh
darah, fagositosis segmen terluar fotoreseptor, menyerap cahaya, pertukaran panas,
membentuk basal lamina pada membrane Bruch, sebagai media transport aktif material yang
masuk dan keluar melalui epitel pigmen retina.2

10

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Gambar 2.6. Lapisan retina


(Dikutip dari American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. The Basic and Clinical Science Course, Section 2. 2014. p.70)
2.1.7. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua
pertiga volume dan berat mata. Vitreus sangat penting untuk metabolisme hasil metabolit dari
jaringan intraocular seperti lensa, korpus siliaris dan retina. Vitreus jumlahnya sekita 4.0 ml
dan mengandung air 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat,
yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada viterus karena kemampuannya mengikat
banyak air. 7

2.2. Defenisi
Trauma kimia pada mata adalah suatu keadaan emergensi yang dapat menyebabkan
iritasi mata dan kerusakan serius pada komponen mata akibat zat basa ataupun zat asam kuat.
Oleh karena itu, trauma ini membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat untuk
penatalaksanaan nya.5
Trauma asam adalah trauma berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7
yang menimbulkan iritasi pada permukaan mata serta koagulasi protein permukaan sebagai
barrier pelindung agar zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi.1,6
Trauma basa adalah trauma berasal bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma
basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahanbahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat
11

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina.1,5,6
2.3.

Epidemiologi
Trauma akibat kerja menyebabkan 7-10% trauma pada mata. Trauma umumnya

terjadi pada perkerja muda yang berusia antara 20 hingga 40 tahun. Perbandingan antara
trauma yang disebabkan oleh asam dengan trauma yang disebabkan oleh basa adalah 1:2
hingga 1:3. 10
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami
gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan
sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap
hari lebih dari 2000 pekerja di Amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma
mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan
pekerjaan terjadi setiap tahunnya, dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio
terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat
kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan
1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan
trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara
internasional, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut
United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan
meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)
dengan umur rata-rata 31 tahun.6,11
2.4.

Etiologi
Trauma kimia pada mata dapat disebabkan oleh bahan kimia yang bersifat asam dan

bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7
dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7. Bahan yang bersifat basa seperti
ammonia adalah bahan yang paling dekstruktif, dan dapat masuk hingga lapisan mata yang
dalam. Tingkat keparahan trauma tergantung pada jenis bahan kimia, konsentrasinya, dan
lamanya paparan yang terjadi. 10,12

12

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Tabel 1. Jenis bahan kimia asam dan basa


(Dikutip dari Tsai, J.C., et al. Trauma In : Oxford American Handbook of Ophthalmology.
2011. New York : Oxford University Press. P85)
2.5.

Patofisiologi Trauma Asam dan Basa

2.5.1. Trauma Asam Pada Mata


Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, asam sulfit, asam hidroklorida, zat
pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai
mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering
dari luka bakar kimia pada mata. Asam hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminium, dan cairan pembersih yang kuat.13
Pada trauma asam, terjadi denaturasi asam dan presipitasi protein pada jaringan yang
terkena. Bahan asam lebih sedikit menyebabkan kerusakan jaringan dibanding bahan yang
bersifat basa, karena kapasitas buffer jaringan yang berfungsi sebagai barrier untuk penetrasi
protein presipitan. Asam tidak secara langsung menyebabkan kehilangan substansi
proteoglikan di kornea, meskipun asam juga dapat menyebabkan inflamasi berat seperti
kerusakan pada matriks kornea. Asam kuat menyebabkan koagulasi spontan dari protein yang
kemudian berperan sebagai barrier yang mencegah penetrasi zat lebih dalam.1,14
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan
ground glass dari stromakorneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada
mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan dari pada trauma yang
diakibatkan oleh zat kimia basa.13,14
13

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

2.5.2. Trauma Basa pada Mata


Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan
memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada
bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan
dehidrasi.1,14
Mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh trauma basa, yaitu : 14
1. Terjadi proses disosiasi dan saponifikasi asam lemak membran sel, yang menyebabkan
kerusakan struktur membran sel dari jaringan.
2. Lebih higroskopis, dimana zat basa mengambil air dari sel,

yang berperan dalam

terjadinya nekrosis total.


3. Basa bergabung dengan lipid dari sel-sel untuk membentuk suatu senyawa larut, yang
menghasilkan suatu kondisi perlunakan dan gelatinisasi.
Efek di atas mengakibatkan peningkatan penetrasi basa ke dalam jaringan, hal ini
berlangsung terus selama beberapa hari. 14
2.6.

Diagnosis Trauma Asam dan Basa Pada Mata

2.6.1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui jenis bahan kimia dan proses terjadinya trauma
tersebut, durasi paparan terhadap bahan kimia, kapan terjadinya trauma tersebut, serta
pengobatan apa yang telah diberikan. 4
2.6.2. Gejala Klinis
Lesi pada mata yang disebabkan trauma asam, yaitu : 14
1.

2.

Konjungtiva
-

Nekrosis segera yang diikuti oleh pengelupasan epitel

Terbentuk simblefaron akibat proses fibrosis.

Kornea
-

Nekrosis dan pengelupasan kornea


14

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Tingkat kerusakan bergantung dari konsentrasi asam dan durasi kontak. Pada
kasus berat, seluruh kornea mungkin terkelupas yang diikuti dengan
pembentukan stafiloma.
Gambaran klinis pada trauma basa dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 14
1.

Tahap nekrosis iskemia akut


-

Konjungtiva mengalami edema, kongesti, nekrosis luas dan pelepasan sekret


purulen yang berlebihan

Pada kornea terjadi pengelupasan luas dari epitel, edema dan opasifikasi
stroma.

Inflamasi hebat pada iris, terjadi pada kasus berat, dimana kedua iris dan
korpus siliaris diganti oleh jaringan granulasi.

2.

3.

Tahap reparasi
-

Epitel konjungtiva dan kornea mengalami regenerasi

Neovaskularisasi kornea

Inflamasi iris mereda

Tahap komplikasi
-

Pengembangan simblefaron

Ulkus kornea berulang, yang dapat berkembang menjadi katarak dan


glaukoma sekunder.

Beberapa hal yang sering dikeluhkan penderita, yaitu : 5


-

rasa nyeri yang hebat,

mata merah,

sensasi seperti adanya benda asing di mata,

penglihatan menurun,

pengeluaran air mata yang berlebihan, dan

fotofobia

2.6.3. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada mata yang terkena trauma umumnya dilakukan setelah mata
sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal
atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum
dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pada pemeriksaan dapat ditemukan
beberapa hal berikut: 15,17
-

Kelopak mata : edematous


15

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN
-

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Konjungtiva : kehilangan lapisan epitel, kemosis, dan perdarahan.


Derajat iskemia limbus :
Derajat I : Tidak ada atau sedikit
Derajat II : <50 % dari limbus
Derajat III : 50-100% iskemia limbus, tetapi konjungtiva proksimal masih intak
Dejajat IV : 50-100% iskemia limbus disertai kehilangan konjungtiva proksimal

Kornea : defek pada epitel kornea, opasifikasi kornea, perforasi kornea

COA : inflamasi, biasa terjadi pada trauma basa yang dalam, peningkatan Tekanan
Intra Okuli (TIO).

Lensa : keruh, penurunan tajam penglihatan

Retina : Retinopati mungkin terjad akibat penetrasi dari zat basa kedalam sklera 21

2.6.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma asam dan basa pada mata, diantaranya
adalah : 15,18
-

Pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.


Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal.

Pemeriksaan bagian anterior mata dengan slit lamp bertujuan untuk mengetahui
lokasi luka.

2.7
2.7.1

Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek

Pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular.

Penatalaksanaan
Tatalaksana Emergensi
Trauma asam dan basa pada mata termasuk kegawatdaruratan oftalmologi, sehingga

membutuhkan penanganan segera tanpa harus dilakukan pemeriksaan lengkap terlebih


dahulu. Tatalaksana emergensi yang dapat diberikan, yaitu : 3,19
-

Irigasi mata
Hal ini berperan dalam mengurangi durasi paparan bahan kimia yang mengenai mata, dan
menormalkan pH mata secepat mungkin, ini berpengruh terhadap prognosis akibat trauma
tersebut. Sebelum irigasi, dapat diberikan anastesi topikal agar pasien lebih koperatif, dan
spekulum untuk membuka kelopak mata agar lebih mudah diirigasi. Irigasi dapat
dilakukan dengan air biasa jika tidak tersedia larutan steril seperti salin atau ringer laktat.
Irigasi dilakukan selama 15 hingga 30 menit sampai pH kembali netral. pH pada
permukaan okular mata diperiksa dengan meletakkan satu strip kertas indikator pada
16

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

forniks.
-

Eversi kelopak mata, lalu gunakan moistened cotton-tipped aplikator dan jewelers
forsep untuk membersihkan partikel-partikel yang terperangkap di forniks.

Debridema area epitel kornea yang nekrosis dengan menggunakan bantuan slit lamp
agar residu kimia dapat dikeluarkan dan kornea dapat reepitelisasi.

Rawat inap di rumah sakit diperlukan untuk trauma berat.

2.7.2. Medikamentosa
Pada trauma yang lebih ringan, dapat diberikan salep antibiotik topikal selama 1
minggu, dengan steroid topikal dan siklopegik jika perlu. Tujuan utama pemberian obat pada
trauma yang berat adalah untuk mengurangi inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel, dan
mencegah ulserasi kornea. Untuk trauma derajat sedang hingga berat, tetes mata preservatif
dapat diberikan. Beberapa obat yang dapat diberikan adalah: 1,3
a. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil, serta uveitis anterior.
Namun steroid juga dapat mengganggu penyembuhan stroma dengan mengurangi sintesis
kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Oleh karena itu, steroid topikal hanya
diberikan secara inisial (biasanya 4-8kali sehari, dengan konsentrasi sesuai derajat
trauma), lalu harus di tappering off setelah 7-10 hari ketika ulkus kornea sudah steril.
b. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior.
c. Antibiotik topikal diberikan sebagai profilaksis terhadap infeksi bakteri.
d. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan skorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea.
Natrium askorbat 10 % topikal dapat diberikan setiap 2 jam, sebagai tambahan untuk
dosis sitemik dapat diberikan 1-2gram vitamin C (L-ascorbid acid) 4 kali sehari.
e. Asam sitrus menghambat aktivitas neutrofil, mengurangi intensitas respon inflamasi, dan
menghambat kolagenase. Sodium citrate topikal 10% diberikan selang 2 jam selama 10
hari, dan dapat pula diberikan secara oral sebanyak 2gram 4 kali sehari. Hal ini bertujuan
untuk mengeliminasi fagosit yang normalnya terjadi 7 hari setelah trauma. Askorbat dan
sitrat dapat dikurangi sejalan dengan penyembuhan epitel.
d. Tetrasiklin efektif dalam menghambat kolagenase dan aktivitas neutrofil serta
mengurangi ulserasi. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik.
2.7.3. Pembedahan
Pembedahan segera, diperlukan untuk memicu revaskularisasi dari pembuluh darah
limbus, memperbaiki sel-sel limbus, dan menstabilisasi forniks. Prosedur yang dapat
17

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

dilakukan, yaitu: 3
Pengembangan kapsul Tenon dengan penjahitan limbus bertujuan untuk menstabilkan
vaskularisasi limbus serta membantu mencegah perkembangan ulkus kornea.
Transplantasi sel stem limbus dari pasien lain atau dari donor betujuan untuk memulihkan
epitel kornea normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis.
Pembedahan lanjut, dengan menggunakan metode berikut: 1,3
1. Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus konjungtival bands dan simblefaron.
2. Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
3. Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
4. Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
5. Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil
dari graft konvensional sangat buruk.
Berikut ini gambaran sekuele lanjut dari trauma kimia: 3

Gambar 2.7. Conjungtival bands

Gambar 2.8. Symblepharon

18

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

Gambar 2.9. Cicatrical entropion

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

Gambar 2.10. Corneal scarring

(Diambil dari Bowling, B. Cornea. In : Kanskis Clinical Opthalmology: A Systematic


approach Eight Edition. 2016. Australia: Elsevier.p 884)

2.8

Komplikasi
Komplikasi dari trauma asam dan basa pada mata bergantung pada berat ringannya

trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: 10
1.

Conjunctival burns : jaringan sikatriks,simblefaron, dan keratokonjungtivitis sika

2.

Significant limbal ischemia : kongjuntivalisasi, vaskularisasi,dan kornea yang


opak

3.

Full-thickness burns : hipotonus, kerusakan iris, ciliare, dan lensa, dapat


memberat menjadi phtisis bulbi, prognosis sangat buruk

4.

Periorbital burns : derajat 1, 2, dan 3 trauma kimia dari jaringan periorbital

Tabel 2. Tingkat Keparahan Trauma Basa (Klasifikasi Roper-Hall)


(Dikutip dari Tsai, J.C., et al. Trauma In : Oxford American Handbook of Ophthalmology.
19

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

2011. New York : Oxford University Press. P85)


2. 9.

Prognosa
Prognosa trauma kimia bergantung pada tingkat keparahannya, yang berdasarkan

faktor-faktor berikut ini : 16,20


1. pH : Substansi kimia yang bersifat basa umumnya menyebabkan trauma yang lebih
berat dibanding bahan yang bersifat asam.
2. Keterlibatan kornea : area permukaan, durasi kontak dengan bahan kimia
3. Keterlibatan limbus : reepitelisasi kornea bergantung pada perpindahan sel-sel stem
limbus
4. Berhubungan dengan trauma lainnya : trauma tajam, trauma panas

20

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

BAB 3
KESIMPULAN
Trauma asam dan basa pada mata adalah suatu kegawatdaruratan. Trauma yang
berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7 dan bahan yang bersifat basa dengan pH
> 7 ini dapat merusak struktur bola mata. Pada trauma basa bahan-bahan dapat masuk secara
cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina.
Sementara pada trauma asam, terjadi denaturasi asam dan presipitasi protein pada jaringan
yang terkena. Bahan asam lebih sedikit menyebabkan kerusakan jaringan dibanding bahan
yang bersifat basa, karena kapasitas buffer jaringan yang berfungsi sebagai barrier untuk
penetrasi protein presipitan.
Diagnosis trauma asam dan basa pada mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidak mutlak dilakukan karena
trauma

kimia

pada mata

merupakan

kasus

gawat

darurat sehingga

diperlukan

penatalaksanaan segera. Gejala klinis yang sering dikeluhkan penderita yaitu, rasa nyeri yang
hebat, sensasi seperti adanya benda asing di mata, penglihatan menurun, pengeluaran air mata
yang berlebihan, fotofobia, dan mata merah.
Penatalaksanaan awal penting diberikan segera, yaitu irigasi mata dengan segera
sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat-obatan. Pembedahan
segera, diperlukan untuk memicu revaskularisasi dari pembuluh darah limbus, memperbaiki
sel-sel limbus, dan menstabilisasi forniks.
Komplikasi dari trauma asam dan basa pada mata bergantung pada berat ringannya
trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Sedangkan untuk prognosa trauma ini bergantung
pada tingkat keparahannya, yang berdasarkan faktor-faktor seperti pH, keterlibatan kornea,
keterlibatan limbus serta hubungan dengan trauma lainnya.

21

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. External Disease and Cornea. The Basic and
Clinical Science Course, section 8. 2014. p339-344
2. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of Ophthalmology.
The Basic and Clinical Science Course, section 2. 2014.
3. Bowling, Brad. Trauma. In : Kanskis Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach
Eight Edition. 2016. Australia: Elsevier. p881-885
4. Scott, Robert. 2011. The Injured Eye. Philosophical Transactions Of The Royals Society
B. Vol.366, p251-60
5. Ventocilla, M. Ophthalmologic Approach to Chemical Buns. Medscape. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1215950-clinical#b1
6. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2012.
7. Riordan-Eva, P., Withcer, J.P. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam : Vaughan &
Asburys Oftalmologi Umum Edisi 17. 2007. Jakarta : EGC. p5-14
8. Crick,R.P., Khaw,P.T. Practical Anatomy and Physiology of the Eye and Orbit. In : A
Textbook of Clinical Ophthalmology Third Edition. 2007. London : World Scientific
Publishing. p25-31
9. Negussie, D., et al. Basic Anatomy and Physiology of The Eye. In : Lecture Notes Of
Ophthalmology. 2004. Ethiopia : University of Gondar. P3-8
10. Schlote,T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. Cornea . In : Pocket Atlas of
Ophthalmology. 2006. New York: Thieme. p102
11. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diunduh pada
tanggal 20 November 2016. http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/
12. Olver,J., Cassidy,L., Jutley, G., Crawley, L. Ophthalmic Trauma Principles and
Management of Chemical Injuries. In : Ophthalmology at a Glance Second Edition. 2004.
London: Wiley Blackwell. P36-37
13. American Academy of Ophthalmology. Treating Acute Chemical Injuries of the Cornea.
Diunduh pada 21 November 2016. http://www.aao.org/eyenet/article/treating-acutechemical-injuries-of-cornea
14. Khurana, A.K. Ocular Injuries.In : Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. 2007.
22

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

New Delhi: New Age International. p414-415


15. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. New classification for ocular surface burns. British
Journal of Ophthalmology . 2001. 85:1379-1383
16. Morgan, J.S. Chemical burns of the eye: causes anda management. British Journal of
Ophthalmology . 1987. 71: 854-857
17. Smith, Guy T., Dart, John K. G. External Eye Disease. In: Jackson, Timothy L.
Moorfileds Manual of Opthalmology. 2008. USA: Mosby Elsevier. p139-141
18. James, B., Chew, C., Bron, A. Trauma. In : Lecture Notes on Ophthalmology Ninth
Edition. 2003. USA : Blackwell. p195
19. Riordan-Eva, P., Withcer, J.P. Ocular and Orbital Trauma. In : Vaughan & Asburys
General Ophthalmology 17th Edition. 2007. London : The McGraw-Hill Company. p353354
20. Tsai, J.C., et al. Trauma . In : Oxford American Handbook of Ophthlmology. 2011. New
York : Oxford University Press. p84-86
21. Trief, Danielle., et all. 2015. Chemical (Alkali and Acid) Injury Of The Conjungtiva and
Cornea.

American

Academy

http://eyewiki.aao.org/Chemical(Alkali

Of

Ophtalmology.

and Acid)

Inury of the

Diakses
Conuntiva

dari
and

Cornea#History

23

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN

NAMA
: APRIANTO J.
SINAGA
NIM
: 110100254

24

Anda mungkin juga menyukai