Anda di halaman 1dari 3

Komitmen Wujudkan Green Mining

Agar kutukan anak cucu tersebut tidak terjadi maka perusahaan pertambangan
harus membuktikan komitmennya untuk mewujudkan perusahaan
pertambangan di Indonesia sebagai perusahaan Green Mining. Yaitu perusahaan
pertambangan yang tidak saja mampu menghijaukan kembali areal bekas
tambang dan areal lahan kritis di sekitarnya tetapi juga mampu meningkatkan
kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Memang masih ada perusahaan pertambangan yang belum secara tegas
menyatakan komitmennya untuk mewujudkan green mining. Hal itu yang
mendorong Menteri Kahutanan MS Kaban untuk mengajak kalangan pengusaha
pertambangan agar lebih peduli terhadap upaya rehabilitasi dan reklamasi areal
bekas penambangan. Penghijauan kembali areal hutan bekas penambangan
tidak hanya akan menjadikan perusahaan pertambangan yang bersangkutan
sebagai perusahaan green mining tetapi juga akan berperan menghambat makin
luasnya lahan kritis di Indonesia.
Data Departemen Kehutanan menyebutkan pada saat ini (awal 2009) luas areal
lahan kritis di Indonesia mencapai 23 juta hektar, sedangkan yang masuk
kategori agak kritis mencapai 40 juta hektar. Untuk mengatasi dan mencegah
meluasnya lahan kritis tersebut telah dilakukan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (Gerhan) sejak 2003 dan diharapkan akan mampu memulihkan lahan kritis
seluas lima hektar sampai 2009. Hingga Desember 2008, realisasi gerakan ini
sudah mencapai tiga juta hektar dengan menghabiskan dana APBN Rp 8,7 triliun.
Berbagai upaya telah dilakukan Departemen Kehutanan dan stake holder
kehutanan sehingga mampu menurunkan deforestasi dari 2,83 juta hektar
menjadi 1,08 juta hektar per tahun pada periode 2002 2005. Sementara itu,
upaya penghijauan dalam kerangka sumbangan Indonesia untuk dunia dalam
mengatasi perubahan iklim juga dilaksanakan Departemen Kehutanan melalui
gerakan menanam 100 juta pohon pada tahun ini, menyambung gerakan serupa
pada 2007 yang dilakukan dengan menanam 76 juta pohon yang realisasinya
melebihi target.

Tambang Ramah Lingkungan


Kalangan usaha pertambangan sebenarnya dapat berbuat banyak untuk
mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang lestari.
Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal beroperasinya
perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai perusahaan
pertambangan yang ramah lingkungan. Perusahaan pertambangan sebagai
perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam
seharusnya sejak awal mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial
masyarakat dalam kegiatan usahanya.
Perusahaan pertambangan seharusnya tidak hanya mengupayakan aspek
ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan aspek sosial. Ketiga
aspek yang menjadi pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan yang ramah

lingkungan tersebut harus menjadi perhatian yang seimbang oleh pelaku usaha
pertambangan.
Dalam aspek lingkungan, perusahaan pertambangan sejak awal seharusnya
memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah
dibuatnya, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 17
Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi AMDAL. Kegiatan usaha pertambangan umum dengan luas perizinan
(KP) di atas 200 hektar atau luas daerah terbuka untuk pertambangan di atas 50
hektar kumulatif per tahun wajib dilengkapi dengan AMDAL. Hal ini sangat
diperlukan untuk menghindari bukaan lahan yang terlalu luas.
Potensi dampak penting terhadap lingkungan dari usaha pertambangan umum
antara lain merubah bentang alam, ekologi dan hidrologi. Kemudian, lama
kegiatan usaha tersebut juga akan memberikan dampak penting terhadap
kualitas udara, kebisingan, getaran apabila menggunakan peledak, serta dampak
dari limbah cair yang dihasilkan. Untuk eksploitasi produksi batubara/gambut
lebih dari 250.000 ton/tahun, bijih primer lebih dari 250.000 ton/tahun dan bijih
sekunder/endapan alluvial lebih dari 150.000 ton/tahun semuanya wajib
dilengkapi dengan AMDAL.
Selain hal di atas, ada beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian
perusahaan pertambangan agar dapat menjadi perusahaan yang ramah
lingkungan. Pertama, perusahaan pertambangan harus mengelola sumber daya
alam dengan baik dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
Kedua, perusahaan pertambangan perlu meningkatkan pemanfaatan potensi
sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi,
rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi
ramah lingkungan.
Ketiga, perusahaan pertambangan perlu mendayagunakan sumber daya alam
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang
berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta
penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
Keempat, perusahaan pertambangan perlu menerapkan indikator-indikator yang
memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan
sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang
tidak dapat pulih.
Komitmen Green Mining
Selain menjadi perusahaan yang ramah lingkungan, perusahaan pertambangan
juga dituntut untuk memberikan dukungan terhadap upaya penghijauan melalui
gerakan menanam 100 juta pohon di Indonesia. Suksesnya gerakan menanam
100 juta pohon tidak mungkin semuanya diserahkan kepada pemerintah karena
keterbatasan kemampuannya. Menurut MS Kaban, kemampuan Departemen
Kehutanan hanya sekitar setengah, sisanya diharapkan dari partisipasi
masyarakat luas, termasuk dunia usaha pertambangan.

Pelaku pertambangan dapat berpartisipasi dan berperan penting dalam gerakan


menanam 100 juta pohon, misalnya dengan menanami areal seluas 250 hektar
di sekitar lokasi tambangnya. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara terus
menerus dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Dengan cara seperti itu, dunia usaha pertambangan tidak saja mendukung
gerakan menanam nasional tetapi juga mempunyai peran penting dalam
membantu memberikan lapangan kerja kepada masyarakat di sekitar lokasi
pertambangan. Ajakan Menteri Kehutanan seharusnya disambut baik kalangan
pelaku pertambangan dengan disertai komitmen yang kuat untuk mewujudkan
perusahaannya sebagai perusahaan Green Mining, yaitu perusahaan
pertambangan hijau yang tidak merusak tetapi justru membantu mewujudkan
kelestarian hutan di Indonesia.
Komitmen mewujudkan Green Mining tersebut sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh perusahaan pertambangan, namun banyak pula perusahaan yang
baru mulai melakukannya dengan mempelajari pelaksanaan penanaman yang
baik di Departemen Kehutanan. Kegiatan penanaman di areal bekas tambang
sudah lama dilakukan oleh sejumlah perusahaan besar, hanya saja secara teknis
penanamannya belum sepenuhnya dilakukan dengan benar, misalnya pemilihan
waktu penanaman yang tidak tepat.
Apabila semua perusahaan pertambangan peduli dengan reklamasi lahan bekas
tambangnya dan turut serta mendukung gerakan menanam 100 juta pohon
maka Indonesia akan menjadi negara di barisan depan dalam penghijauan lahan.
Pada saat ini, perusahaan pertambangan yang melakukan penambangan di areal
lahan hutan mencapai luas hampir 2 juta hektar. Apabila areal seluas itu mampu
dihijaukan kembali setelah selesai kegiatan usaha penambangan, maka
perusahaan pertambangan di Indonesia tidak hanya mampu mewujudkan Green
Mining tetapi juga berperan penting dalam upaya pelestarian hutan dan
lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai