Anda di halaman 1dari 12

BAB 8

HADITS SHAHIH
(Muhamad Ridwan Akbar)
Sosiologi C
(Drs. Fatchur Rahman. 1974. Ikhtishar Mushthalahul hadits.
Almaarif. Bandung)

Hadist shahih
I.

TARIF
kata Shahih (( dalam bahasa diartikan orang sehat
antonim dari kata as-saqim ( ( =orang yang sakit jadi yang
dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar
tidak terdapat penyakit dan cacat.
hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya,
diriwayatkan oleh orang adil dan dhobith(kuat daya ingatan)
sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz),
dan cacat (ilat).
Imam As-Suyuti mendifinisikan hadits shahih dengan
hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perowi
yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak berilat.
Defisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah
Imam Syafii memberikan penjelasan tentang riwayat yang
dapat dijadikan hujah, yaitu:
1.

2.

apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat


dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang
yang jujur memahami hadits yang diriwayatkan dengan
baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi
perubahan lafazhnya; mampu meriwayatkan hadits secara
lafazh, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits
secara lafazh, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama
dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas
dari tadlis (penyembuyian cacat),
rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi
shalallahu `alaihi wa sallam. atau dapat juga tidak sampai
kepada Nabi shalallahu `alaihi wa sallam.

Yang di maksud dengan hadist shahih menurut muhadditsin,


ialah :

hadits yang dinukil ( diriwayatkan ) oleh rawi yang adil,


sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak
berillat dan tidak janggal
II. Syarat- Syarat Hadits shahih
Berdasarkan definisi hadits shahih diatas, dapat dipahami
bahwa syarat-syarat hadits shahih dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1.

Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi
lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang
yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya
suatu sanad, biasanya ulama hadis menempuh tata kerja
sebagai berikut;
-

Mencatat semua periwayat yang diteliti,

Mempelajari hidup masing-masing periwayat,

Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para

periwayat dengan periwayat yang


dalam

terdekat

sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa


haddasani, haddasani, akhbarana, akhbarani, an,anna,
atau kasta-kata lainnya.
2.

Perawinya Bersifat Adil

Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang


Muslim, bersetatus Mukallaf (baligh), bukan fasiq dan
tidak pula jelek prilakunya.
Dalam menilai keadilan seorang periwayat
dilakuakan dengan salah satu teknik berikut:

cukup

keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli


tadil bahwa seorang itu bersifat adil, sebagaimana yang
disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-tadil.
ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil,
seperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafii, dan
Hambali.
khusus mengenai perawi hadits pada tingkat
sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat
adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan
muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat
dalam pembunuhan Ali dianggap fasiq, dan
periwayatannya pun ditolak.

3.

Perowinya Bersifat Dhobith


Maksudnya masing-masing perowinya sempurna
daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada
maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith dalam dada ialah terpelihara periwayatan
dalam ingatan, sejak ia manerima hadits sampai
meriwayatkannya kepada orang lain, sedang, dhobith
dalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu
periwayatan melalui tulisan.

Adapun sifat-sifat kedhobitan perowi, menurut


para ulama, dapat diketahui melalui:
-

kesaksian para ulama

berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari


orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.

4.

Tidak Syadz
Maksudnya ialah hadits itu benar-benar tidak
syadz, dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang
terpercaya dan lainnya.
Menurut asy-Syafii, suatu hadits tidak dinyatakan
sebagai mengandung syudzudz, bila hadits itu hanya
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang
periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis
itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd
yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah
tersebut bertentengan dengan hadits yang dirirwayatkan
oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.

5.

Tidak Berilat
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya,
dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang
dapat menciderai pada ke-shahih-an hadits, sementara
dhahirnya selamat dari cacat.

Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun pada matan


atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun
demikian, illat yang paling banyak terjadi adalah pada
sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadits yang
munqati atau mursal.

Menurut tarif muhadditsin tersebut, bahwa suatu hadits


dapat dinilai shahih apabila telah memenuhi lima syarat :
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatannya
3. Sanadnya tiada putus
4. Hadits itu tidak berillat dan
5. Tiada janggal
Ibnus Shalah berpendapat, bahwa syarat hadits shahih seperti
tersebut di atas, telah disepakati oleh para muhadditsin. Hanya saja,
kalaupun mereka berselisih tentang keshahihan suatu hadits,
bukanlah Karena syarat-syarat itu sendiri, melaikan Karena adanya
perselisihan dalam menetapkan terwujud tidaknya sifat-sifat
tersebut, atau Karena adanya perselisihan dalam masyarakat
sebagian sifat-sifat tersebut.
Ibnu As-Samany mengatakan, bahwa hadits shahih itu tidak
cukup hanya diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah ( adil dan dlabith)
saja, tetapi juga harus diriwatatkan oleh orang yang paham benar
tentang apa yang diriwayatkan, banya sekali hadits yang telah di
dengarkan nya dan kuat ingatannya.
Menurut jumhuruI-Muhadditsin, bahwa suatu hadits dinilai
shahih, bukan Karena tergantung banyaknya sanad. Suatu hadits
dinilai shahih cukup kiranya kalua sanadnya atau matannya shahih,
kendatipun rawinya itu hanya seorang saja pada tiap-tiap thabaqat.
1. Arti adil dalam periwayatan

Keadilalan seorang rawi, menurut ibnus-samany harus


memenuhi empat syarat :
1.
2.
3.

4.

selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan


maksiat.
Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan
santun.
Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapaat
menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan
penyesalan.
Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan
dengan dasar syara.
Pengarang Al-Irsyad mentarifkan perkataan adil itu adalah :
berpegangan teguh kepada pedoman adab-adab syara. Orang
orang yang selalu berpedoman kepada adab-adab syara. Baik
terhadap perintah-perintah yang harus dilakukan, maupun
larangan yabg harus ditinggalkan, disebut keadilan nya diridhai
oleh Allah. Adapun adab- adab menurut kebiasaan yang berlaku
di antara manusia yang berbeda kondisi dan situasinya, tidak
dapat dipakai dalam bidang periwayatan dan persaksian,
kendatipun jika seseorang meninggalkann adat kebiasaan
tersebut tercela oleh masyarakat, namun tidak tentu tercela oleh
agama.
Tarif adalah yang dapat mencakup kedua definisi tersebut
dikemukakan oleh Ar-Razi.
adalah ialah tenaga jiwa, yang mendorong untuk selalu
bertndak takwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi
kebiasaaan-kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil dan
meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang dapat menodai
perwiraan(muruah), seperti makan di jalan umum, buang air
kecil di tempat yang bukan disediakan untuknya dan
bergurauan yang berlebihan.

2.

Arti dlabith dan macamnya

Yang di maksud dengan dlabith ialah orang yang kuat


ingatannya, artinya bahwa ingatannya lebih banyak dari pada
lupanya, dan kebenarannya lebih banyak dari pada
kesalahannya. Kalua seseorang mempunyai ingatan yang kuat,
sejak dari menerima sampai kepada menyampaikannya kepada
orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan
dimana saja dikehendaki, disebut orang yang dlabithu shshadri.
Kemudian, kalua apa yang disampaikan itu berdasar pada
buku catatannya maka orang tersebut orang yang dlabithuikitab.
Dlabith adalah ibarat terkumpulnya beberapa hal, yakni :
1. Tidak pelupa
2. Hafal terhadap apa yang didiktekan kepada muridnya,
bila ia memberikan hadits dengan hafalan, dan terjaga
kitab nya di kelemahan, bila ia meriwayatkan dari
kitabnya
3. Menguasai apa yang diriwayatkan, memahami
maksudnya dan mengetahui makna yang dapat
mengalihkan maksud, bila ia meriwayatkan menurut
maknanya saja.
ads
3. Arti sanad bersambung-sambung
Yang di maksud dengan sanad bersambung-sambung, ialah
sanad yang selamat dari keguguran. Dengan kata lain, bahwa tiaptiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari gutu
yang memberinya.
4.

Illat Hadit
Illat hadits, ialah suatu penyakit yang samar-samar, yang dapat
dinodai keshahihan suatu hadits. Misalnya meriwayatkan hadits
secara muttashil(bersambung) terhadap hadits mursal(yang gugur
seorang sahabat yang meriwayatkannya) atau terhadap hadits
munqathi (yang gugur salah seorang rawinya) dan sebaliknya.
Demikian juga, depat dianggap sautu illat hadits, yaitu suatu sisipan
yang tedapat pada matan hadits.

5.

Kejanggalan hadits
Kejanggalan suatu hadits itu, terletak kepada adanya
perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
maqbul (yang dapat di terima periwayatannya) dengan hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajah(kuat) dari padanya,
disebabkan dengan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan
dalam kedlabithan rawinya atau adanya segi-segi tarjih yang lain.
III.

Klasifikasi Hadits Shahih


Hadits shahih terbagi kepada dua bagian :
1.
2.

Shahih li-dzatih dan


Shahih li-ghairih
Hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat seperti tersebut di
atas, disebut hadits shahih li-dzatih.
Kedlabithan seorang rawi yang kurang sempurna, menjadikan
hadits shahih li-dzatih turun menilainnya menjadi hadits hasan lidzatih.
Akan ketapi jika kekurangsempurnaan rawi tentang
kedlabithannya itu dapat ditutup, misalnya hadits hasan li-dzatih
tersebut mempunyai sanad lain yang lebih dlabith, naiklah hadits
hasan li-dzatih ini menjadi hadits shahih li-ghairih. Dengan
demikian hadits shahih li ghairih itu adalah hadits yang keadaan
rawi-rawinya kurang hafidh dan dlabith tetapi mereka masih
terkenal orang yang jujur, sehingga karenannya derajat hasan, lalu
didapati padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat. Hal- hal
tersebut yang dapat menutupi kekurangna yang menimpanya itu

IV.

Martabat Hadits Shahih


Kekuatan hadit shahih itu, berlebih kurang mengingat berlebih
kurangnya sifat kedlabithan dan keadilan rawinya. Hadits shahih
yang paling tingggi derajatnya, ialah hadits yang bersanad
ashahhul-asanid. Kemudian berturut-turut sebagai berikut.

1.

Hadits yang muttrafaq-alaihi atau muttafaq-ala shihharihi. Yaitu


shahih yang telah disepakati oleh kedua imam hadits bukhary
dan muslim, tentang sanadnya.
Al-hafidh ibnu hajar berpendapat, bahwa persepakatan
antara kedua iam bukhary dan muslim itu, maksudnya ialah
persesuaian keduannya dalam mentakhrijkan asal-hadits dari
shahaby, kendatipun tedapat perbedaan perbedaan dalam gaya
Bahasa (siyaqul-kalam) nya
Walaupun imam muslim meriwayatkan juga hadits yang
semakna dengan hadits tersebut, namun tidak lazim dikatakan
dengan muttafaq-alaihi, lantaran imam muslim mentakhrijkan
hadits yang semisal itu dati sahabat abu Hurairah r.a., bukan
dari Aisyah r.a.
Istilah muttafaq-alaihi, bukan berarti telah mendapat
permufakatan dari seluruh umat, sehingga harus diterima bulatbulat. Namun demikian, menurut ibnush-shalah bahwa hadits
yang telah disepakati oleh kedua imam tersebut, harus diterima
oleh seluruh umat islam, disebabkan sebagian besar umat islam
bisa menerimanya.
Pendapat ibmush-shalah ini, sungguh dapat dibenarkan,
mengingat kemasyhuran dan kemampian beliau amat mencakup
bidang ilmu hadis, dan beliau termasuk sponsornya. Demikian
juga ketelitian dan ketekunan beliau dalam menapis hadits
hadits shahih melebihi ulama-ulama lain yang terdahulu dan
yang terkemudian. Oleh Karena itu para muhadditsin, dan umat
islam, secara aklamasi menerima pentarjihan ibnush shalah,
bahwa semua hadits yang diriwayatkan oleh kedua imam
tersebut secara globalnya adalah ashahhush-shihah.

2.

Hadits yang hanya diriwayatkan oleh imam bukhary sendiri


sedang imam muslim tidak meriwayatkan. Para muhadditsin
menamainnya dengan infarada bihil-bukhary.
Walaupun imam at-tarmudzy dan imam Ibnu Majah pada
meriwayatkan hadits tersebut masing masing dalam sunannya,
namun Karena imam muslim tidak meriwayatkannya, maka
tetap dikatakan infarada bihil-bukhary.

3.

4.

5.

6.

Hadits yang hanya diriwayatkan oleh imam muslim sendiri,


sedang imam bukhiry tidak meriwayatkannya. Para muhadditsin
menamainnya dengan infarada bihi muslim.
Para imam hadits, seperti : Ahmad, Abu Dawud, AtTurmudzy, An-Nasaiy, Ibnu Majah, Asy-Syafiiy dan ibnu
khuzaimah juga meriwayatkan hadits tersebut. Hanya imam
bukhary saja yang tidak meriwayatkannya.
Karena itu hadits tersebut masih lazim dikatakan infarada
bihimuslim, jika dinisbatkan kepada dua imam hadits bukhory
dan muslim.
Hadits shahih yang diriterwayatkan menurut syarat-syarat
bukhary dan muslim, yang disebut dengan shahihun ala
syarthaIl-bukhary wa muslim, sedang kedua imam tersebut
tidak mentakhrijkannya.
Yang di maksud dengan istilah munurut syarat-syarat
bukhary dan muslim ialah, bahwa rawi-rawi hadits yang
dikemukakan itu, terdapat dalam kedua kitab shahih bukhary
dan muslim.
Demikian juga halnya, kalau dikatakan shahihunala
syarthii-bukhary atau syarthi muslim, artinya rawi-rawi yang
menjadi sanad hadits yang ditakhrijkan tersebut, terdapat dalam
kitab shahih bukhary atau shahih muslim.
Haduts shahih yang menurut syarat bukhary, sedang beliau
sendiri tidak mentakhrijkannya. Hadits yang demikian itu
disebut dengan shahihunala syarthil-bukhary.
Hadits shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua
imam bukhary dan muslim. Ini berarti bahwa si pentakhrij tidak
mengambul hadits dari rawi-rawi atau guru-guru bukhary dan
muslim, yang beliau sepakati bersama atay yang masih di
perselisihkan.

Faedah pembagian derajat-derajat hadits di atas, ialah untuk


mentarjihkan bila teryata terdapat taarudl(perlawanan)satu sama
lain.
Pentarjihan disini meksudnya ialah pentarjihan menurut globalnya,
bukan mentarjihan kesautan hadits dengan kesatuan hadits yang

lain. Yakni hadits yang dinilai dengan muttafaqalaih adalah lebih


rajah dan mempunyai drajat yang lebih tinggi dari pada hadits yang
hanya di takhrijkan oleh imam muslim sendiri dan seterusnya
menurut tertib tersebut di atas. Yang demikian itu andai kata terdapat
perlawanan satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai