Hadist Shahih (Ulumul Hadits)
Hadist Shahih (Ulumul Hadits)
HADITS SHAHIH
(Muhamad Ridwan Akbar)
Sosiologi C
(Drs. Fatchur Rahman. 1974. Ikhtishar Mushthalahul hadits.
Almaarif. Bandung)
Hadist shahih
I.
TARIF
kata Shahih (( dalam bahasa diartikan orang sehat
antonim dari kata as-saqim ( ( =orang yang sakit jadi yang
dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar
tidak terdapat penyakit dan cacat.
hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya,
diriwayatkan oleh orang adil dan dhobith(kuat daya ingatan)
sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz),
dan cacat (ilat).
Imam As-Suyuti mendifinisikan hadits shahih dengan
hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perowi
yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak berilat.
Defisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah
Imam Syafii memberikan penjelasan tentang riwayat yang
dapat dijadikan hujah, yaitu:
1.
2.
Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi
lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang
yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya
suatu sanad, biasanya ulama hadis menempuh tata kerja
sebagai berikut;
-
terdekat
cukup
3.
4.
Tidak Syadz
Maksudnya ialah hadits itu benar-benar tidak
syadz, dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang
terpercaya dan lainnya.
Menurut asy-Syafii, suatu hadits tidak dinyatakan
sebagai mengandung syudzudz, bila hadits itu hanya
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang
periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis
itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd
yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah
tersebut bertentengan dengan hadits yang dirirwayatkan
oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.
5.
Tidak Berilat
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya,
dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang
dapat menciderai pada ke-shahih-an hadits, sementara
dhahirnya selamat dari cacat.
4.
2.
Illat Hadit
Illat hadits, ialah suatu penyakit yang samar-samar, yang dapat
dinodai keshahihan suatu hadits. Misalnya meriwayatkan hadits
secara muttashil(bersambung) terhadap hadits mursal(yang gugur
seorang sahabat yang meriwayatkannya) atau terhadap hadits
munqathi (yang gugur salah seorang rawinya) dan sebaliknya.
Demikian juga, depat dianggap sautu illat hadits, yaitu suatu sisipan
yang tedapat pada matan hadits.
5.
Kejanggalan hadits
Kejanggalan suatu hadits itu, terletak kepada adanya
perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
maqbul (yang dapat di terima periwayatannya) dengan hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajah(kuat) dari padanya,
disebabkan dengan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan
dalam kedlabithan rawinya atau adanya segi-segi tarjih yang lain.
III.
IV.
1.
2.
3.
4.
5.
6.