Simplisia adalah bahan alam yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia dibagi menjadi 3:
1. Simplisia Nabati, merupakan simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat
tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
2. Simplisia Hewani, merupakan simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia Pelikan atau Mineral, merupakan simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Sumber simplisia terdiri dari:
1. Tumbuhan Liar
Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau di tempat
lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias,
tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia.
Belum dapat dipastikan kebenaran, mutu (kualitas), dan jumlah (kuantitas).
Keuntungan: ekonomis
Kerugian:
Umur dan bagian tumbuhan, yang dipanen tidak tepat dan berbeda-beda mempengaruhi
kadar senyawa aktif. Ini berarti bahwa mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama,
tidak sama.
Lingkungan tempat tumbuh, yang berbeda seringkali mengakibatkan perbedaan kadar
kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan dipengaruhi tinggi tempat, keadaan tanah, dan
cuaca.
2. Tanaman Budidaya (Tumpangsari, TOGA, Perkebunan)
Tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.
Sudah dapat dipastikan keseragaman, kuantitas, lingkungan, biaya tinggi (pemeliharaan,
SDM, hama, perairan, dan pupuk).
Keuntungan:
Bibit unggul, sehingga simplisia yang dihasilkan memiliki kandungan senyawa aktif yang
tinggi.
Secara umum tahapan pengolahan dan pemanfaatan obat bahan alam adalah:
1. Praktek Pertanian yang Baik atau Good Agricultural Practices (GAP), proses penyediaan
bahan baku obat alam yang meliputi benih (berkualitas), tanah (pH, unsur hara), pemupukan,
pemeliharaan (penyiapan bahan baku), dan panen.
2. Cara Mengumpulkan yang Baik atau Good Collecting Practices (GCP), dilakukan dengan
Quality Control (QC) dan juga termasuk dalam proses penyediaan bahan baku obat alam
yang meliputi pencucian, pengeringan, pemotongan, pengemasan, dan transportasi.
3. Teknik Produksi yang Baik atau Good Manufacturing Practices (GMP), proses pengolahan
bahan alam menjadi obat terstandar meliputi proses pembuatan simplisia sampai dengan
Bahan alam: Laut dan Darat/Tanaman. Laut (Penelitan dasar fitokimia, standarisasi, uji
praklinis); Darat/Tanaman (Produk, bentuk sediaan, paten) Uji Klinis: Fitoterapi dan
Fitofarmaka.
Metabolisme adalah proses biokimiawi yang terjadi di dalam sel mahkluk hidup dalam rangka
mempertahankan hidupnya.
Reaksi metabolisme berlangsung secara enzimatik dalam kompartemen-kompartemen sel yang
dibatasi oleh membran lapis ganda.
Proses biosintesis, sangat kompleks tergantung ketersediaan enzim munculnya metabolit yang
berbeda pada tanaman (spesies) yang sama pada kondisi (habitat) yang berbeda, ini disebut
fenomena vikariasi-ras kimia.
Produk metabolisme:
1. Urutan terjadinya: met. Primer, sekunder, intermediet.
2. Efek yang timbul: zat aktif farmasetik, zat aktif farmakologik.
3. Isolasinya: zat aktif, zat inert.
4. Status keberadaan: genuine, artefak.
Pada umumnya senyawa aktif merupakan metabolit sekunder. Reaksi pembentukan metabolit
sekunder bervariasi antar satu jenis dengan lainnya, penanda spesifik.
Keanekaragaman metabolit, berdasarkan:
1. Struktur kimia: senyawa fenolik, terpenoid, asam-asam organik, lipid dan turunannya,
senyawa nitrogen, sakarida/turunannya, dan makromolekul.
2. Jalur biosintesis: metabolit yang dibentuk = via asam asetat-malonat; via asam mevalonat;
via asam sikimat; via asam amino.
3. Sifat fisika-kimia: volatil, asam-basa, kristal-minyak.
4. Sensorik: zat pahit, zat manis, zat pedas, zat kelat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan kimia pada bahan alam:
1. Faktor genetik (internal): faktor dalam (genetis), mutasi gen.
2. Faktor lingkungan (ekologi): faktor luar (geografis) = iklim, suhu, jenis tanah, curah hujan.
Iklim, cahaya, nutrisi, mineral; O2; H2O, umur, alelopati (pengaruh tanaman disekitarnya).
3. Faktor prosesing dan pengawetan: proses (panen dan pasca panen). Aktivitas enzim,
browning, oksidasi, evaporasi, polimerisasi.
4. Faktor penyimpanan.
Klasifikasi senyawa kimia:
Senyawa kimia dari bahan alam (struktur kimia, bio-aktivitas, kemo-taksonomi, biogenesis).
Saat panen yang tepat:
-
Panen awal: kadar bahan aktif rendah dan produksi tanaman berkurang.
Panen terlambat: mutu rendah karena jumlah daun berkurang dan batang tanaman sudah
berkayu.
Sistem kromatografi
Masalah dalam sistem klt: munculnya tail/noda panjang = senyawa pengganggu yang memiliki
kepolaran hampir sama dengan senyawa target, sehingga susah untuk menentukan nilai rf,
masalah utama dalam penetapan senyawa marker. Untuk mengatasinya diberi asam lemah (mis.
asam formiat) dalam eluen yang nantinya akan mengikat pengganggu tadi.
Yang mengakibatkan munculnya tail: eluen belum jenuh. Pengatasannya: mencelupkan kertas
saring dalam eluen selama 20-30 menit, apabila eluen telah bergerak naik keatas maka eluen
jenuh dan dapat dilakukan elusi.
Perbedaan kepolaran pada senyawa dan pengatasannya:
Flavonoid terdiri dari O-glikosida (polar) dan C-glikosida (non polar), sehingga sulit untuk
dilarutkan dengan pelarut non polar saja, untuk itu dipanaskan HCl untuk melarutkan senyawa
tersebut kemudian ditambahkan petroleum eter untuk pemisahan fase glikon (polar) dan aglikon
(non polar), sehingga dapat dilarutkan dalam pelarut non polar juga.
Jika diberi sinar UV 254 nm dan 366 nm, senyawa tidak tampak maka diberi pereaksi semprot
yang memiliki kromofor dengan cara derivatisasi.
1. Parameter Kadar Air, dilakukan dengan metode titrasi Karl-Fischer, atau metode destilasi
toluene (untuk bahan yang menguap).
2. Parameter Susut Pengeringan, prinsipnya pemanasan hingga bobot konstan, dan menghitung
bobot konstan (untuk bahan yang tidak menguap).
3. Parameter Kadar Abu, menghitung jumlah mineral dalam tanaman. Dihitung berat krus dan
berat hasil tanur (arang).
4. Parameter Residu Pestisida: untuk tanaman budidaya.
5. Parameter Cemaran Logam Berat
6. Kontaminasi Zat Asing (pasir, batu, logam, kotoran binatang, serangga, dan jamur). Caranya
serbuk simplisia ditimbang 100-500 g, ditapis, diamati dibawah kaca pembesar, sisihkan dan
timbang jumlah kontaminasi, lalu hitung.
7. Kontaminasi Mikrobiologis, maksimal 105 g atau ml untuk mikroba aerob meliputi
(maksimal 103 g atau ml untuk kapang dan khamir serta enterobakteria. E.coli tidak
terdeteksi per g atau ml. Salmonella sp. tidak terdeteksi per 10 g atau ml.
8. Parameter Cemaran Mikroba, Uji ALT (menghitung koloni bakteri), Uji Nilai Duga Terdekat
(MPN) Coliform.