ABSTRACT
Regional Regulation No. 1, 1996 about Valley, Hill, and Mountain (Lereng, Bukit dan Gunung)
Management in Bandar Lampung and Determination Letter of Mayor No. 33, 1996 which explains
that Bandar Lampung has 11 hills as conservation areas. Those policies are purposed to conserve
conservation areas in order to have appropriate use which has been determined to conserve water
absorption areas and green areas in Bandar Lampung including Bukit Camang. The research result
might point that the evaluation of the implementation Bandar Lampung Governor in conserving
the conservation area in 2010 (A Case Study of Bukit Camang Damage in Bandar Lampung City) was
not succeed.Effectiveness that could be seen from the unsuccessful purpose in conserving the
conservation area, Efficiency or the resource that is expended in implementing the policies is still
lack both in human resource and the supporting facilities to conserve the area, Sufficiency in which
there is no supporting facilities and officers who specifically concern in doing monitoring those
policies implementation, Distribution has not given any positive effect in the policy
implementation by the stakeholders, Responsiveness which has not satisfying the society in
preventing the damage in conservation area because of lack in controlling the illegal mining
activity by approaching the society from the stakeholders and Accuracy in the result and objective
from the policy implementation where these policies have not been appropriate yet with the
objective which has been determined. In the implementation of policy to conserve the
conservation area, there are some obstacles. The first one is human resource. Second, it is still low
coordination among stakeholders in conserving Bukit Camang as a conservation area. And the last
one, there is also lack of participation from the society in supporting the policy.
Keywords: Policy Implementation, Conservation Area
PENDAHULUAN
Percepatan
laju
pembangunan
khususnya bidang ekonomi berdampak
pada terjadinya perubahan kegiatan dan
struktur perekonomian dari yang semula
mengandalkan sektor pertanian berubah ke
sektor industri. Pada dasawarsa terakhir
ini pembangunan dan industri yang kurang
terencana mulai menimbulkan berbagai
kekhawatiran berkenaan dengan masalah
kelestarian alam dan masalah lingkungan.
Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat
berpengaruh
pada
meningkatnya
kesejahteraan masyarakat yang berarti
secara
tidak
langsung
akan
ikut
meningkatnya daya beli masyarakat dalam
memenuhi berbagai kebutuhan hidup,
tetapi
disisi
lain
ternyata
juga
menimbulkan pencemaran serta kerusakan
lingkungan seperti pencemaran udara yang
dihasilkan oleh limbah industri jumlahnya
dari waktu ke waktu terus bertambah.
(Siagian, 2005; 28).
Berkembangnya
Kota
Bandar
Lampung memunculkan
permasalahan
akibat perkembangan yang tidak sesuai
dengan tata ruang yang telah direncanakan
dalam tata ruang Kota Bandar Lampung
seperti kawasan yang berubah fungsi dari
kawasan
konservasi
menjadi
pusat
pertokoan dan pemukiman. Kawasan
konservasi sebagai tempat yang dilindungi
menjadi rusak dikarenakan aktivitas
pertambangan yang dilakukan di daearah
545
546 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
tersebut tanpa memperhatikan aspek
lingkungan tetapi lebih berorientasi kepada
keuntungan atau laba.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor
1 Tahun 1996 tentang Pengelolaaan
Lereng, Bukit dan Gunung di Bandar
Lampung dengan Surat Keputusan (SK)
Wali Kota Nomor 33 Tahun 1996, yang
dikemudian direvisi melaui Peraturan
Daerah Nomor 4 tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Kota Bandar Lampung
dikatakan bahwa Kota Bandar Lampung
memiliki 11 bukit sebagai kawasan
konservasi
yakni;
Gunung
Sulah
(Sukarame); Gunung Kunyit ( Teluk Betung
Selatan); Gunung Sari ( Tanjung Karang
Pusat); Gunung Kucing ( Tanjung Karang
Barat); Gunung Banten (Kedaton); Gunung
Perahu ( Kedaton); Gunung Sukamenanti
(Kedaton); Bukit Klutum (Tanjung Karang
Timur); Bukit Randu (Tanjung Karang
Timur ) Bukit Kapuk (Tanjung Karang Timur
) dan Bukit Camang ( Tanjung Karang
Timur).
Saat ini kawasan konservasi yang
seharusnya
menjadi
daerah
yang
dilindungi telah menjadi rusak diakibatkan
berbagai aktivitas yang seharusnya tidak
boleh dilakukan didaerah tersebut. Contoh
dari
bukit
tersebut
adalah
Bukit
Camang yang terletak di Kec. Tanjung
Karang Timur Bandar Lampung. Disamping
itu ada juga Bukit Kunyit, kedua Bukit ini
telah rusak akibat pertambangan galian C
yang berlangsung cukup lama. Disamping
Bukit Camang dan Bukit Kunyit, sudah ada
bukit yang beralih fungsi menjadi kawasan
perhotelan yakni Bukit Randu.
Pemerintah Kota Bandar Lampung
dalam hal ini instansi yang terkait yakni
Badan
Pengelola
dan
Pengendalian
Lingkungan Hidup (BPPLH) tidak pernah
mengeluarkan izin untuk dilakukannya
penambangan di Bukit Camang. Pemkot
Bandar Lampung pun tidak menarik
pendapatan asli daerah (PAD) melalui
bahan galian C dari penambangan di Bukit
Camang. Izin galian golongan C hanya
berlaku tiga bulan, dan izin harus
diperpanjang setelah masa berlakunya
habis. (Tribun Lampung, Kamis 7 Jan
2010).
Meskipun tidak ada izin untuk
melakukan penambangan di Bukit Camang.
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 547
ISSN : 2087-0825
548 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
Penelitian ini difokuskan pada :
1. Evaluasi
Pelaksanaan
Kebijakan
Pemerintah Kota Bandar Lampung
Dalam Menjaga Kawasan Konservasi
Tahun 2010 (Studi kasus kerusakan Bukit
Camang Kota Bandar Lampung).
Dengan menggunakan evaluasi kebijakan
publik menurut Dunn;
a)
Efektifitas
Kesesuaian
dengan
tujuan
yang
diinginkan yaitu terjaganya kelestarian
dan sesuai dengan peruntukan kawasan
konservasi Di Kota Bandar Lampung
b) Efisiensi
Usaha yang diperlukan untuk mencapai
hasil
yang
diinginkan
dalam
pelaksanaan kebijakan dalam menjaga
kawasan konservasi Di Kota Bandar
Lampung
c) Kecukupan
Pencapaian hasil yang dinginkan dapat
memecahkan masalah yang dapat
dilihat
dari
sumberdaya
yang
dikeluarkan
dalam
pelaksanaan
kebijakan menjaga kawasan konservasi
Di Kota Bandar Lampung.
d) Perataan
Manfaat kebijakan Pemkot Kota Bandar
Lampung yang dirasakan sebelum dan
sesudah adanya kebijakan yang
dilaksanakan dalam menjaga kawasan
konservasi Di Kota Bandar Lampung
e) Responsivitas
Respon atau penilaian masyarakat
terhadap
pelaksanaan
kebijakan
Pemkot Kota Bandar Lampung dalam
menjaga kawasan konservasi
f) Ketepatan
Kebijakan Pemkot Bandar Lampung
terhadap kawasan konservasi sudah
tepat atau tidak untuk masyarakat
2. Kendala yang dihadapi Pemerintah
Kota Bandar Lampung dalam
menjaga kawasan konservasi Di
Kota Bandar Lampung Tahun 2010
(Studi kasus kerusakan Bukit
Camang Kota Bandar Lampung).
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 549
550 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
Kota Bandar Lampung. Langkah yang
ditempuh oleh BPPLH Kota Bandar
Lampung yakni dengan cara mengirimkan
surat teguran sebanyak tiga kali kepada
para penambang ilegal di Bukit Camang
serta kepada pemilik yang mengaku
memiliki
tanah
disekitar
kawasan
konservasi
Bukit
Camang
untuk
menghentikan penambangan illegal dan
pemasangan plang sebagai eksekusi.
Pengawasan yang minim juga bisa
jadi satu faktor masih berlangsungnya
penambangan ilegal di Bukit Camang.
Disisi lain pendekatan yang digunakan
Pemerintah Kota Bandar Lampung belum
mampu mengena dimata para penambang
ilegal, hal ini dapat dilihat bahwa
Pemerintah Kota Bandar Lampung belum
berhasil merangkul para penambang
illegal.
LSM WALHI Lampung juga menilai
bahwa Pemkot B.Lampung dinilai lamban.
Ada
baiknya
Pemkot
B.Lampung
memberikan alternatif pekerjaan kepada
penambang karena sangat "butuh peran
pemerintah,"
Misalnya,
melibatkan
masyarakat yang saat ini jadi penambang
ke relawan kebersihan. Jika pemkot tidak
melakukan upaya itu, bukit di Bandar
Lampung akan habis tergerus. Pasalnya,
kerusakan hutan di bukit-bukit tersebut
telah mencapai 80 persen. (Kerusakan
Hutan di Bukit Mencapai 80 persen. Rabu,
28 September 2011. diakses tanggal 16
Oktober 2011 pukul 14.10 wib melalui
www. tribunlampung.com
f. Ketepatan Tujuan
Setiap kebijakan yang lahir akan
mempunyai tujuan yang akan dicapai,
dengan demikian tujuan tersebut dapat
menjadi
arah.
Demikian juga dalam
permasalahan lingkungan hidup di Kota
Bandar Lampung khususnya tentang
kawasan konservasi, tujuan yang sesuai
Perda
No.1 Tahun 1996 tentang
Pengelolaan Lereng, Bukit dan Gunung.
Kawasan konservasi di Kota Bandar
Lampung harus dijaga kelestariannya
sebagai daerah kawasan konservasi dan
fungsi lain seperti hutan kota dan daerah
resapan air.
Rusaknya kawasan konservasi Kota
Bandarlampung akan sangat berdampak ke
depan dalam jangka panjangnya, karena
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 551
kawasan konservasi
Lampung.
di
Kota
Bandar
ISSN : 2087-0825
552 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
kerusakan Bukit Camang akibat
penambangan ilegal
belum
mencukupi.
Hal
ini
dikarenakan minimnya SDM yang
khusus tersedia untuk bertugas secara
teknis dilapangan.
b. Lemah Koordinasi
Antar SKPD idealnya ada koordinasi
yang cukup intens dan berjalan secara
baik dalam jangka panjang, namun
didapati temuan
bahwa pemangku
kepentingan yang berwenang tidak
terdapat alur koordinasi sehingga
menimbulkan misskordinasi dalam
menangani kasus kerusakan Bukit
Camang. BPPLH Kota Bandar Lampung
dan BAPPEDA Kota Bandar Lampung.
c. Rendahnya Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dirasa masih
kurang
dalam
mendukung
pembangunanan yang berwawasan
lingkungan, mengingat ada oknum
masyarakat yang memiliki lahan dan
menguasai. Maksud oknum disini
adalah penambang ilega, kemudian
tetap
melakukan
penambangan
walaupun sudah diberikan himbauan
sampai tahap dengan melayangkan
surat teguran untuk menghentikan
aktivitas penambangan sampai dengan
menghentikan secara lansung ke
lokasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Gadjah Mada
Univerity Press; Yogyakarta.
Dewobroto, Kukuh.S.Ir. 1995. Kamus
Konservasi Sumberdaya Alam.
Penerbit Rineka Cipta; Jakarta
Handoko, H. 1995. Manajemen Edisi 2.
BPFE : Yogyakarta.
Indrawan, Mochamad. 2007. Biology
Konservasi. Buku. Penerbit Obor;
Jakarta.
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 553
Website
Hendrawan.
28
September
2011.
Kerusakan Hutan di Bukit Mencapai 80
persen Diakses tanggal 16 Oktober 2011
pukul 14.10 wib melalui http//www.
tribunlampung.co.id/
bandarlampung/
kerusakan-hutan-di-bukit-mencapai80persen.html
Benson. 30 September 2011. Bukit
Camang Jadi Bumerang. Diakses 16
oktober pukul 14.20 wib melalui http/
www.radarlampung.co.id/
metropolis/
bandarlampung/
bukit-camang-jadibumerang.html)
Undang-Undang No 17
Tahun 2007
Tentang pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2020-2025. Diakses pada
14 oktober
2010 pukul 15.16 Wib
melalui http// bappenas.go.id/../uu-no17-tahun-2007-tentang-pembangunanjangka-panjang-nasional-tahun
20052025.html
Titi Kurniati. 26 April 2008. Administrasi
Bagi
pembangunan,
ManajemenPembangunan.
Diakses
tanggal
19
Oktober 2010 pukul 15.27 Wib melalui
http://eprints.undip.ac.id/9849/1/adminis
trasi-bagi-pembangunan
manajemenpembangunan_%5BRead-Only%5D.html
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825