Anda di halaman 1dari 9

PENATAAN KAWASAN KONSERVASI DI DAERAH PERKOTAAN

Studi Kasus Di Bukit Camang Kota Bandar Lampung


MIP Hajad Andhrias Eka Putra *
Nana Mulyana dan Susana Indriyati Caturiani **
*Alumni Jurusan Ilmu Administrasi Negara
**Dosen Jurusan Administrasi Negara
FISIP Universitas Lampung

ABSTRACT
Regional Regulation No. 1, 1996 about Valley, Hill, and Mountain (Lereng, Bukit dan Gunung)
Management in Bandar Lampung and Determination Letter of Mayor No. 33, 1996 which explains
that Bandar Lampung has 11 hills as conservation areas. Those policies are purposed to conserve
conservation areas in order to have appropriate use which has been determined to conserve water
absorption areas and green areas in Bandar Lampung including Bukit Camang. The research result
might point that the evaluation of the implementation Bandar Lampung Governor in conserving
the conservation area in 2010 (A Case Study of Bukit Camang Damage in Bandar Lampung City) was
not succeed.Effectiveness that could be seen from the unsuccessful purpose in conserving the
conservation area, Efficiency or the resource that is expended in implementing the policies is still
lack both in human resource and the supporting facilities to conserve the area, Sufficiency in which
there is no supporting facilities and officers who specifically concern in doing monitoring those
policies implementation, Distribution has not given any positive effect in the policy
implementation by the stakeholders, Responsiveness which has not satisfying the society in
preventing the damage in conservation area because of lack in controlling the illegal mining
activity by approaching the society from the stakeholders and Accuracy in the result and objective
from the policy implementation where these policies have not been appropriate yet with the
objective which has been determined. In the implementation of policy to conserve the
conservation area, there are some obstacles. The first one is human resource. Second, it is still low
coordination among stakeholders in conserving Bukit Camang as a conservation area. And the last
one, there is also lack of participation from the society in supporting the policy.
Keywords: Policy Implementation, Conservation Area

PENDAHULUAN
Percepatan
laju
pembangunan
khususnya bidang ekonomi berdampak
pada terjadinya perubahan kegiatan dan
struktur perekonomian dari yang semula
mengandalkan sektor pertanian berubah ke
sektor industri. Pada dasawarsa terakhir
ini pembangunan dan industri yang kurang
terencana mulai menimbulkan berbagai
kekhawatiran berkenaan dengan masalah
kelestarian alam dan masalah lingkungan.
Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat
berpengaruh
pada
meningkatnya
kesejahteraan masyarakat yang berarti
secara
tidak
langsung
akan
ikut
meningkatnya daya beli masyarakat dalam
memenuhi berbagai kebutuhan hidup,

tetapi
disisi
lain
ternyata
juga
menimbulkan pencemaran serta kerusakan
lingkungan seperti pencemaran udara yang
dihasilkan oleh limbah industri jumlahnya
dari waktu ke waktu terus bertambah.
(Siagian, 2005; 28).
Berkembangnya
Kota
Bandar
Lampung memunculkan
permasalahan
akibat perkembangan yang tidak sesuai
dengan tata ruang yang telah direncanakan
dalam tata ruang Kota Bandar Lampung
seperti kawasan yang berubah fungsi dari
kawasan
konservasi
menjadi
pusat
pertokoan dan pemukiman. Kawasan
konservasi sebagai tempat yang dilindungi
menjadi rusak dikarenakan aktivitas
pertambangan yang dilakukan di daearah
545

546 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
tersebut tanpa memperhatikan aspek
lingkungan tetapi lebih berorientasi kepada
keuntungan atau laba.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor
1 Tahun 1996 tentang Pengelolaaan
Lereng, Bukit dan Gunung di Bandar
Lampung dengan Surat Keputusan (SK)
Wali Kota Nomor 33 Tahun 1996, yang
dikemudian direvisi melaui Peraturan
Daerah Nomor 4 tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Kota Bandar Lampung
dikatakan bahwa Kota Bandar Lampung
memiliki 11 bukit sebagai kawasan
konservasi
yakni;
Gunung
Sulah
(Sukarame); Gunung Kunyit ( Teluk Betung
Selatan); Gunung Sari ( Tanjung Karang
Pusat); Gunung Kucing ( Tanjung Karang
Barat); Gunung Banten (Kedaton); Gunung
Perahu ( Kedaton); Gunung Sukamenanti
(Kedaton); Bukit Klutum (Tanjung Karang
Timur); Bukit Randu (Tanjung Karang
Timur ) Bukit Kapuk (Tanjung Karang Timur
) dan Bukit Camang ( Tanjung Karang
Timur).
Saat ini kawasan konservasi yang
seharusnya
menjadi
daerah
yang
dilindungi telah menjadi rusak diakibatkan
berbagai aktivitas yang seharusnya tidak
boleh dilakukan didaerah tersebut. Contoh
dari
bukit
tersebut
adalah
Bukit
Camang yang terletak di Kec. Tanjung
Karang Timur Bandar Lampung. Disamping
itu ada juga Bukit Kunyit, kedua Bukit ini
telah rusak akibat pertambangan galian C
yang berlangsung cukup lama. Disamping
Bukit Camang dan Bukit Kunyit, sudah ada
bukit yang beralih fungsi menjadi kawasan
perhotelan yakni Bukit Randu.
Pemerintah Kota Bandar Lampung
dalam hal ini instansi yang terkait yakni
Badan
Pengelola
dan
Pengendalian
Lingkungan Hidup (BPPLH) tidak pernah
mengeluarkan izin untuk dilakukannya
penambangan di Bukit Camang. Pemkot
Bandar Lampung pun tidak menarik
pendapatan asli daerah (PAD) melalui
bahan galian C dari penambangan di Bukit
Camang. Izin galian golongan C hanya
berlaku tiga bulan, dan izin harus
diperpanjang setelah masa berlakunya
habis. (Tribun Lampung, Kamis 7 Jan
2010).
Meskipun tidak ada izin untuk
melakukan penambangan di Bukit Camang.
ADMINISTRATIO

Namun, faktanya dilapangan salah satu


bukit yang ada di Bandar Lampung ini telah
rusak parah akibat penambangan yang
cukup lama dari aktivitas penambang liar.
Ironinya penambangan liar ini dilakukan
oknum masyarakat sekitar kawasan Bukit
Camang dan dijadikan sumber mata
pencaharian secara individu.
Isu pelestarian lingkungan merupakan
permasalahan klasik, dimana telah lama
ada kerusakan lingkungan walaupun
demikian dari waktu ke waktu belum
banyak mendapatkan perhatian. Bahkan,
isu pelestarian lingkungan juga diangkat
saat kampanye dalam Pemilihan Umum
kepada daerah Walikota Bandar Lampung
Periode 2010-2015 lalu,
akan
tetapi
setelah
pesta demokrasi ini selesai
kembali tidak mendapat perhatian dan
tertutup oleh kebijakan lain. (Lampost,
edisi Sabtu 5 Juni 2010). Padahal proses
pembangunan dewasa ini, harus juga
mementingkan aspek lingkungan, hal ini
dapat dilakukan dengan mengedepankan
pembangunan berwawasan lingkungan yang
sudah mendesak dan mesti diterapkan
untuk menghindari agar tetap terjaga
kawasan konservasi di Kota Bandar
Lampung.
Menurut Wijatnika, S.Sos selaku
Ketua Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI
Lampung, kerusakan bukit di Kota Bandar
Lampung dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan kerusakan, yakni; kerusakan
ringan, kerusakan sedang dan kerusakan
parah. Adapun yang pertama kerusakan
ringan adalah kerusakan yang
belum
mempengaruhi
fungsi sebagai kawasan
konservasi, seperti daerah penyangga dan
resapan air, contoh; Gunung Banten ( Kec.
Kedaton), Gunung Kucing ( Kec. Tanjung
Karang Barat) Kedua, tingkat kerusakan
sedang;
kerusakan
yang
mulai
mempengaruhi
bentuk
dari
bukit,
misalnya; Bukit Randu ( Kec. Tanjung
Karang Timur ) dan; Ketiga tingkat
kerusakan parah; kerusakan yang tidak
hanya mempengaruhi bentuk dari bukit
tapi juga berdampak hilangnya fungsi
sebagai kawasan konservasi karena lahan
semakin tergerus oleh aktivitas manusia,
misalnya; Bukit Camang (Kec. Tanjung
Karang Timur), Gunung Kunyit (Kec. Teluk

ISSN : 2087-0825

MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 547

Betung Selatan), Gunung Sukamenati (Kec.


Kedaton).
Kota Bandar Lampung sebagai Ibu
Kota Provinsi Lampung idealnya bisa
menjadi percontohan bagi daerah lain di
Provinsi Lampung, akan tetapi dalam
pengelolaan lingkungan lingkungan hidup
belum berhasil, dimana kawasan konservasi
di Kota Bandar Lampung telah mengalami
kerusakan yang cukup parah. Dengan
demikian dibutuhkan dukungan peran serta
masyarakat dan stakeholder untuk supaya
kelestarian kawasan konservasi tetap
terjaga, mengingat banyak akibat yang
ditimbulkan karena rusaknya lingkungan
hidup seperti dapat menimbulkan bencana
banjir, longsor dan kekeringan.
Orientasi ekspolitasi kekayaan alam
untuk
kepentingan
ekonomi
tanpa
memperhatikan
aspek
lingkungan
merupakan salah satu bentuk pengingkaran
terhadap alam yang bisa kita lihat.
Pembangunan
berkelanjutan
yang
berwawasan lingkungan dapat menjadi
perhatian dalam pengelolaan kawasan
hijau di Kota Bandar Lampung, dengan
tidak hanya meningkatkan pembangunan
gedung fisik semata melainkan juga turut
berperan serta menjaga lingkungan.
Hal ini diperlukan tindakan nyata
untuk menjaga kawasan konservasi Kota
Bandar Lampung yang masih tersisa,
karena kawasan konservasi merupakan
pertahanan terakhir untuk menjaga agar
Kota Bandar Lampung terhindar dari
bencana yang bisa timbul dikarenakan
rusaknya lingkungan. Pada dasarnya
kebijakan
yang
dikeluarkan
oleh
Pemerintah
Kota
(Pemkot)
Bandar
Lampung tentang perlindungan kawasan
konservasi Kota Bandar Lampung bertujuan
untuk menjaga daerah resapan air serta
sebagai paru-paru bagi Kota Bandar
Lampung, disamping tetap menjaga agar
Kota Bandar Lampung tetap hijau ditengah
pesatnya laju pembangunan.
Seiring perkembangan waktu bukitbukit di Kota Bandar Lampung yang
merupakan Kawasan Konservasi mengalami
kerusakan yang cukup parah. Oleh karena
itu, maka perlu dilakukan evaluasi terkait
dengan
semakin
rusaknya
kawasan
konservasi yang seharusnya terbebas dari
campur tangan aktivitas manusia, evaluasi
ADMINISTRATIO

penting dilakukan dikarenakan


tidak
semua
kebijakan seperti kawasan
konservasi ini
meraih hasil yang
diinginkan.
Evaluasi
pelaksanaan
kebijakan Pemerintah Kota
Bandar
Lampung
dalam
menjaga
kawasan
konservasi di Kota Bandar Lampung
memiliki arti penting untuk mengetahui
sebab kegagalan maupun kendala yang
dihadapi dari suatu kebijakan dalam
meraih dampak yang diinginkan sehingga
dapat dijadikan sebuah pegangan untuk
mengubah atau memperbaiki kebijakan
tersebut dimasa yang akan datang.
Dengan demikian diharapkan ke
depan tidak ada lagi bukit rusak seperti
kasus kerusakan bukit camang dan
beberapa bukit yang seharusnya menjadi
kawasan konservasi alam dan akhirnya
akan ikut berdampak luas bagi masyarakat
jika mengalami kerusakan yang parah.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, tipe penelitian
mengunakan
penelitian
deskriptif
kualitatif. Sementara itu geografis dan
praktis seperti waktu, biaya dan tenaga
perlu
juga
dipertimbangkan
dalam
menentukan lokasi penelitian (Moleong,
2004).
Lokasi yang diambil dalam penelitian
ini ditentukan dengan sengaja (purposive)
yaitu Badan Pengendali dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (BPPLH) Kota Bandar
Lampung, dikarenakan BPPLH merupakan
lembaga yang mengurus terkait kebijakan
lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung.
Adapun untuk mewakili kerusakan
bukit-bukit di Kota Bandar Lampung, maka
peneliti memilih Bukit Camang
Kec.
Tanjung Karang Timur Kota Bandar
Lampung. Dengan alasan bahwa dari
sebelas bukit yang ada di Kota Bandar
Lampung, sebagian besar mengalami
kerusakan yang parah, hanya ada tiga bukit
yang layak akan. Bukit Camang selain
kerusakan
parah
dan
berdasarkan
pengamatan masih terdapat aktivitas
penambangan.

ISSN : 2087-0825

548 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
Penelitian ini difokuskan pada :
1. Evaluasi
Pelaksanaan
Kebijakan
Pemerintah Kota Bandar Lampung
Dalam Menjaga Kawasan Konservasi
Tahun 2010 (Studi kasus kerusakan Bukit
Camang Kota Bandar Lampung).
Dengan menggunakan evaluasi kebijakan
publik menurut Dunn;
a)

Efektifitas
Kesesuaian
dengan
tujuan
yang
diinginkan yaitu terjaganya kelestarian
dan sesuai dengan peruntukan kawasan
konservasi Di Kota Bandar Lampung
b) Efisiensi
Usaha yang diperlukan untuk mencapai
hasil
yang
diinginkan
dalam
pelaksanaan kebijakan dalam menjaga
kawasan konservasi Di Kota Bandar
Lampung
c) Kecukupan
Pencapaian hasil yang dinginkan dapat
memecahkan masalah yang dapat
dilihat
dari
sumberdaya
yang
dikeluarkan
dalam
pelaksanaan
kebijakan menjaga kawasan konservasi
Di Kota Bandar Lampung.
d) Perataan
Manfaat kebijakan Pemkot Kota Bandar
Lampung yang dirasakan sebelum dan
sesudah adanya kebijakan yang
dilaksanakan dalam menjaga kawasan
konservasi Di Kota Bandar Lampung
e) Responsivitas
Respon atau penilaian masyarakat
terhadap
pelaksanaan
kebijakan
Pemkot Kota Bandar Lampung dalam
menjaga kawasan konservasi
f) Ketepatan
Kebijakan Pemkot Bandar Lampung
terhadap kawasan konservasi sudah
tepat atau tidak untuk masyarakat
2. Kendala yang dihadapi Pemerintah
Kota Bandar Lampung dalam
menjaga kawasan konservasi Di
Kota Bandar Lampung Tahun 2010
(Studi kasus kerusakan Bukit
Camang Kota Bandar Lampung).

ADMINISTRATIO

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pencapaian hasil dari pelaksanaan
kebijakan mengenai kawasan konservasi
Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun
2010 (Studi Kasus Kerusakan Bukit
Camang),
yang dapat dilihat dari
perbedaan antara sebelum dan sesudah
adanya pelaksanaan kebijakan ini, maka
diperlukan untuk melakukan evaluasi
kebijakan tersebut. Evaluasi diperlukan
untuk melihat kesenjangan antara harapan
dan kenyataan. Tujuan pokok dari evaluasi
kebijakan publik adalah untuk melihat
seberapa
besar
kesenjangan
antara
pencapaian dan harapan suatu kebijakan
publik (Winarno, 2008: 224).
Tolok ukur yang berkaitan dengan
evaluasi dapat dilihat berdasarkan pada
tipe evaluasi menurut Dunn dalam Nugroho
(2008;473):
a. Efektifitas
Hal ini menyangkut, apakah suatu
alternatif kebijakan mencapai hasil yang
di inginkan, yang salah satu nya dapat
dilihat dari kesesuaian hasil dengan tujuan
yakni
menjaga
kawasan
konservasi.
Mengacu Perda No. 1 Thn 1996 tentang
Pengelolaan Lereng, Bukit dan Gunung di
Kota Bandar Lampung yang berisi bahwa
lereng, bukit dan gunung yang telah
ditetapkan sebagai kawasan konservasi di
Kota Bandar Lampung harus dijaga
kelestariannya.
Bahwa banyak kawasan konservasi
yang sejati nya menjadi daerah yang
dilindungi, saat ini menjadi rusak dan
hancur. kebijakan Pemkot Bandar Lampung
dalam menjaga kawasan konservasi tidak
berjalan sebagaimana seperti diharapkan,
yang terjadi di lapangan adalah terdapat
individu/ sekelompok oknum yang tidak
bertanggung jawab Adapun yang dimaksud
dengan oknum disini adalah penambang
ilegal yang melakukan penambangan di
Bukit Camang. Dari ke sebelas bukit yang
telah ditetapkan menjadi kawasan yang
seharusnya dilindungi hanya tersisa tiga
yang masih terlihat hijau dan sisa nya
sudah
dalam kondisi rusak parah.
Mengakibatkan berubah nya kondisi fisik
bukit apabila dilihat secara langsung
melalui pengamatan mata secara manual
sangat memprihatinkan, telah mengalami

ISSN : 2087-0825

MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 549

kerusakan lebih dari separuh dari total


keseluruhan Bukit Camang.
b. Efisiensi
Efisiensi berkenaan dengan jumlah
usaha yang diperlukan untuk menghasilkan
tingkat efektifitas yang dikehendaki,
adapun yang dimaksud dalam hal ini adalah
umtuk
mencapai
efektifitas
yang
diinginkan untuk terlaksana nya kebijakan
agar tujuan dari pelaksanaan kebijakan
tentang kawasan konservasi di Kota Bandar
Lampung.
Yakni dengan melihat sumberdaya
manusia serta sumberdaya lain seperti
fasilitas yang ada untuk sebagai penunjang
keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan
itu.
Sumberdaya
manusia
dalam
pelaksanaan kebijakan kawasan konservasi
merupakan salah satu penunjang, karena
secara otomatis tanpa adanya sumberdaya
yang mendukung dapat dipastikan bahwa
kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Adapun dari segi sumberdaya manusia
yang telah dikeluarkan dalam pelaksanaan
kebijakan
kawasan konservasi belum
dirasakan
memadai
karena
tidak
tersedianya SDM atau petugas khusus yang
menangani apabila terjadi kerusakan
dikawasan konservasi. Menurut Edward
dalam Winarno (2008:139), akibat dari
kekurangan personil adalah inefisiensi
dalam pelaksanaan kebijakan dan semakin
teknisnya kebijakan yang dilaksanakan,
semakin besarnya keahlian maka semakin
besar pula personil yang mempunyai
keahlian dibidangnya dalam hal ini akan
menghambat pelaksanaan dari kebijakan
itu sendiri.
c. Ketercukupan
Berkenaan dengan pencapaian
hasil yang dinginkan memecahkan masalah
yang dapat dilihat dari sumberdaya yang
dikeluarkan dalam pelaksanaan kebijakan
menjaga kawasan konservasi di Kota
Bandar Lampung.
Mengenai
dengan
ketercukupan
pelaksanaan kebijakan kawasan konservasi,
dari
segi
aspek
sumberdaya yang
dikeluarkan dalam pelaksaan kebijakan
yang dapat dilihat baik sumberdaya
manusia maupun fasilitas pendukung lain
seperti kendaraan operasional. Tidak
tersedianya tim SDM
khusus yang
menangani kawasan konservasi dan tidak
ADMINISTRATIO

tersedianya kendaraan operasional khusus


sebagai
sarana
pendukung
dalam
pelaksanaan kebijakan ini dan beberapa
alat yang dibutuhkan seperti alat ukur dari
laboraturium.
d. Perataan
Perataan berkaitan dengan distribusi
manfaat dari kebijakan yang telah dibuat.
Suatu kebijakan yang telah dibuat dan
dalam proses pelaksaannya pasti memiliki
manfaat yang dapat dirasakan. Dalam
hubungannya dengan masyarakat perataan
manfaat dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat sekitar apabila kawasan
konservasi rusak, seperti daerah tersebut
menjadi rawan kekeringan air dan bencana
longsor.
Adapun kaitannya dengan manfaat
yang diterima masyarakat apabila kawasan
konservasi terdapat beberapa manfaat
kawasan konservasi. ( Zain, 1998; 12): (i)
Terjaga kondisi alam dan lingkungan,
berarti upaya konservasi dilakukan dengan
memelihara agar kawasan konservasi tidak
rusak; (ii)Terhindar dari bencana alam
akibat perubahan alam , sumberdaya alam
pada umumnya menyebabkann perubahan
berupa kerusakan maupun penurunan
jumlah dan mutu sumberdaya alam; (iii)
Mampu
mewujudkan
keseimbangan
lingkungan baik mikro maupun makro
berarti dalam ekosistemnya terdapat
hubungan yang erat antar mahluk hidup.
Masyarakat
menilai
tidak
ada
perubahan manfaat yang signifikan dalam
kebijakan kawasan konservasi ini. Salah
satunya
adalah
dengan
masih
berlangsungnya aktivitas penambangan
ilegal yang belum berhasilnya Pemerintah
Kota Bandar Lampung menindak oknum
yang merusak Bukit Camang, dengan
demikian
sebagian
masyarakat
beranggapan
bahwa
ada
tidaknya
kebijakan ini tidak memberikan pengaruh.
e. Responsivitas
Dalam
suatu
penanganan
dari
permasalahan
terkait
kebijakan
diperlukan suatu langkah untuk merespon
segala yang timbulkan dari kebijakan
tersebut. Pemangku kepentingan dalam
hal ini BPPLH Kota Bandar Lampung
melakukan langkah untuk merespon
terkait rusaknya kawasan konservasi di
ISSN : 2087-0825

550 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
Kota Bandar Lampung. Langkah yang
ditempuh oleh BPPLH Kota Bandar
Lampung yakni dengan cara mengirimkan
surat teguran sebanyak tiga kali kepada
para penambang ilegal di Bukit Camang
serta kepada pemilik yang mengaku
memiliki
tanah
disekitar
kawasan
konservasi
Bukit
Camang
untuk
menghentikan penambangan illegal dan
pemasangan plang sebagai eksekusi.
Pengawasan yang minim juga bisa
jadi satu faktor masih berlangsungnya
penambangan ilegal di Bukit Camang.
Disisi lain pendekatan yang digunakan
Pemerintah Kota Bandar Lampung belum
mampu mengena dimata para penambang
ilegal, hal ini dapat dilihat bahwa
Pemerintah Kota Bandar Lampung belum
berhasil merangkul para penambang
illegal.
LSM WALHI Lampung juga menilai
bahwa Pemkot B.Lampung dinilai lamban.
Ada
baiknya
Pemkot
B.Lampung
memberikan alternatif pekerjaan kepada
penambang karena sangat "butuh peran
pemerintah,"
Misalnya,
melibatkan
masyarakat yang saat ini jadi penambang
ke relawan kebersihan. Jika pemkot tidak
melakukan upaya itu, bukit di Bandar
Lampung akan habis tergerus. Pasalnya,
kerusakan hutan di bukit-bukit tersebut
telah mencapai 80 persen. (Kerusakan
Hutan di Bukit Mencapai 80 persen. Rabu,
28 September 2011. diakses tanggal 16
Oktober 2011 pukul 14.10 wib melalui
www. tribunlampung.com
f. Ketepatan Tujuan
Setiap kebijakan yang lahir akan
mempunyai tujuan yang akan dicapai,
dengan demikian tujuan tersebut dapat
menjadi
arah.
Demikian juga dalam
permasalahan lingkungan hidup di Kota
Bandar Lampung khususnya tentang
kawasan konservasi, tujuan yang sesuai
Perda
No.1 Tahun 1996 tentang
Pengelolaan Lereng, Bukit dan Gunung.
Kawasan konservasi di Kota Bandar
Lampung harus dijaga kelestariannya
sebagai daerah kawasan konservasi dan
fungsi lain seperti hutan kota dan daerah
resapan air.
Rusaknya kawasan konservasi Kota
Bandarlampung akan sangat berdampak ke
depan dalam jangka panjangnya, karena
ADMINISTRATIO

semestinya kawasan konservasi yang ada


merupakan pertahanan terakhir bagi
lingkungan Kota Bandar Lampung. Rusak
nya kondisi bukit Camang merupakan salah
satu contoh buruk yang dapat kita lihat
dalam pengelolaan lingkungan hidup di
Kota Bandar Lampung. Kerusakan bukitbukit tersebut telah mencapai 80 persen.
berpengaruh juga dalam penyediaan Ruang
Terbuka Hijau yang hakikat nya adalah
pemberiaan ruang bagi masyarakat untuk
dapat lebih merasakan kondisi ekologis
alam yang baik.
Selain merusak lingkungan akibat
aktifitas
penambangan
ilegal
yang
dilakukan di Bukit Camang juga sudah
merenggut korban jiwa, karena mereka
hanya berbekal
menambang dengan
peralatan tradisonal dan seadanya.
Sejauh ini upaya penataan yang
dilakukan
Pemerintah
Kota
Bandar
Lampung terkendala oleh beberapa hal di
antaranya:
a. Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia di BPPLH Kota
Bandar Lampung secara kuantitas sudah
mencukupi namun dalam kaitan kerusakan
Bukit Camang akibat penambangan illegal
dirasakan belum mencukupi. Hal ini
dikarenakan minimnya SDM yang khusus
tersedia untuk bertugas secara teknis
dilapangan, sehingga dalam penanganan
kerusakan lingkungan hidup terutama
dalam pengawasan di kawasan konservasi
seperti kasus kerusakan Bukit Camang di
Kota Bandar Lampung tidak bisa berjalan
maksimal.
b. Lemah Koordinasi
Koordinasi
antar
SKPD
sangat
diperlukan
untuk
membantu
dalam
mendukung terwujudnya tujuan dari suatu
kebijakan. Semestinya antar SKPD ada
koordinasi yang cukup intens dan berjalan
secara baik dalam jangka panjang,
didapati temuan
bahwa pemangku
kepentingan
yang
berwenang
tidak
terdapat alur koordinasi yang jelas dalam
menangani kasus kerusakan Bukit Camang.
BPPLH Kota Bandar Lampung dan BAPPEDA
Kota
Bandar
Lampung
terjadi
misskoordinasi dalam merespon rusaknya
kasus Bukit Camang yang merupakan

ISSN : 2087-0825

MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 551

kawasan konservasi
Lampung.

di

Kota

Bandar

c. Rendahnya Partisipasi Masyarakat


Dalam setiap pelaksanaan suatu
kebijakan masyarakat mempunyai peran
serta dalam kebijakan tersebut, karena
masyarakat secara langsung ikut terkena
dampak dari kebijakan yang telah dibuat.
ini BPPLH Kota Bandar Lampung telah
berupaya
untuk
menjaga
kawasan
konservasi di Kota Bandar Lampung namun
partisipasi masyarakat dirasa masih kurang
dalam mendukung pembangunanan yang
berwawasan lingkungan, mengingat ada
oknum masyarakat yang mengaku memiliki
lahan dan menguasai. kemudian tetap
melakukan penambangan walaupun sudah
diberikan himbauan sampai tahap dengan
melayangkan
surat
teguran
untuk
menghentikan
aktivitas
penambangan
sampai dengan menghentikan secara
lansung ke lokasi akan tetapi itikad baik
tersebut belum direspon positif oleh
penambang dan pemilik
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian mengenai
Evaluasi
Pelaksanaan
Kebijakan
Pemerintah Kota B. Lampung Dalam
Menjaga Kawasan Konservasi Tahun 2010
(Studi Kasus Kerusakan Bukit Camang)
diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Efektifitas
Dari ke sebelas bukit yang telah
ditetapkan menjadi kawasan yang
seharusnya dilindungi hanya tersisa tiga
yang masih terlihat hijau dan sisa nya
sudah
dalam kondisi rusak parah.
Mengakibatkan kerusakan lebih dari
separuh dari total keseluruhan Bukit
Camang. Kebijakan tidak efektif.
b. Efisiensi
Dengan melihat sumberdaya manusia
serta sumberdaya lain seperti fasilitas
yang ada untuk sebagai penunjang
pelaksanaan
kebijakan
belum
mendukung, seperti tidak ada tim SDM
khusus
dalam
menjaga
kawasan
konservasi.
c.Ketercukupan
Ketercukupan pelaksanaan kebijakan
kawasan konservasi, dari segi aspek
ADMINISTRATIO

sumberdaya yang dikeluarkan dalam


pelaksaan kebijakan yang dapat dilihat
baik sumberdaya manusia maupun
fasilitas
pendukung
lain
seperti
kendaraan operasional belum mencukupi.
d. Perataan
Berkaitan dengan distribusi manfaat dari
kebijakan yang telah dibuat. Dalam
hubungannya
dengan
masyarakat
perataan manfaat dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat sekitar apabila
kawasan konservasi rusak, seperti daerah
tersebut menjadi rawan kekeringan air
dan bencana longsor. Sebaliknya jika
terjaga, akan dapat manfaat yang
dirasakan.
e.
Responsivitas
Respon
BPPLH
sebagai
pemangku
kepentingan yang terkait dalam kasus
rusaknya Bukit Camang dengan upaya
mengirimkan surat teguran sebanyak tiga
kali kepada para penambang ilegal serta
kepada pemilik yang mengaku memiliki
tanah
di
Bukit
Camang
untuk
menghentikan
penambangan
dan
pemasangan plang sebagai eksekusi.
Pengawasan yang minim dan pendekatan
yang
belum
berhasil
merangkul
penambangjuga bisa jadi satu faktor
masih
berlangsungnya penambangan
ilegal di Bukit Camang.
f. Ketepatan Tujuan
Dalam Perda No.1 Tahun 1996 tentang
Pengelolaan Lereng, Bukit dan Gunung.
Kawasan konservasi di Kota Bandar
Lampung harus dijaga kelestariannya
sebagai daerah kawasan konservasi dan
fungsi lain seperti hutan kota dan daerah
resapan air. Rusak nya kondisi bukit
Camang merupakan salah satu contoh
buruk yang dapat kita lihat dalam
pengelolaan lingkungan hidup di Kota
Bandar Lampung. Kerusakan bukit-bukit
tersebut telah mencapai 80 persen.
Kegiatan penataan yang dilakukan
oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung
masih terkendala oleh:
a. Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia di BPPLH Kota
Bandar Lampung secara kuantitas
sudah mencukupi namun dalam kaitan

ISSN : 2087-0825

552 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.2, Juli-Desember 2012
kerusakan Bukit Camang akibat
penambangan ilegal
belum
mencukupi.
Hal
ini
dikarenakan minimnya SDM yang
khusus tersedia untuk bertugas secara
teknis dilapangan.
b. Lemah Koordinasi
Antar SKPD idealnya ada koordinasi
yang cukup intens dan berjalan secara
baik dalam jangka panjang, namun
didapati temuan
bahwa pemangku
kepentingan yang berwenang tidak
terdapat alur koordinasi sehingga
menimbulkan misskordinasi dalam
menangani kasus kerusakan Bukit
Camang. BPPLH Kota Bandar Lampung
dan BAPPEDA Kota Bandar Lampung.
c. Rendahnya Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dirasa masih
kurang
dalam
mendukung
pembangunanan yang berwawasan
lingkungan, mengingat ada oknum
masyarakat yang memiliki lahan dan
menguasai. Maksud oknum disini
adalah penambang ilega, kemudian
tetap
melakukan
penambangan
walaupun sudah diberikan himbauan
sampai tahap dengan melayangkan
surat teguran untuk menghentikan
aktivitas penambangan sampai dengan
menghentikan secara lansung ke
lokasi.

Islamy, Irfan. 2003. Prinsip Prinsip


Perumusan Kebijaksanaan Negara
PT. Bumi Aksara; Jakarta.
Kagungan, D dan Tresiana, T. 2004. Buku
Ajar Administrasi Pembangunan.
Program Studi Ilmu Administrasi
Negara FISIP Unila.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Balai
Pustaka ; Jakarta.
Keban, Y. 2008. Enam Dimensi Strategis
Administrasi Publik Konsep Teori
dan Isu. Gava Media : Yogyakarta.
Komorotomo, Wahyudi. 1992. Etika
Administrasi Negara. Rajawali
Press:Jakarta
Milles, M.B, Micheal H. 1992. Analisis Data
Kualitatif. UI-Press: Jakarta.
Moleong,Lexy J. 2004. Metode Penelitian
Kualitatif. Remaja Rosdakarya ;
Bandung.
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy ; Teori
Kebijakan, Analisis Kebijakan
Proses Kebijakan, Implementasi,
Evaluasi. PT. Elexmedia
Komputindo Gramedia; Jakarta.
Riyadi. 2003. Perencanaan Pembangunan
Daerah. Gramedia Pustaka Utama
: Jakarta.
Salim,Emil. 1993. Pembangunan
Berwawasan Lingkungan.
LP3ES; Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Gadjah Mada
Univerity Press; Yogyakarta.
Dewobroto, Kukuh.S.Ir. 1995. Kamus
Konservasi Sumberdaya Alam.
Penerbit Rineka Cipta; Jakarta
Handoko, H. 1995. Manajemen Edisi 2.
BPFE : Yogyakarta.
Indrawan, Mochamad. 2007. Biology
Konservasi. Buku. Penerbit Obor;
Jakarta.

ADMINISTRATIO

Siahaan, Marihot P. 2005. Pajak Daerah


dan Restribusi Daerah. Penerbit
Rajawali Press; Jakarta
Siagian, Sondang P. 2005. Administrasi
Pembangunan (Konsep, Dimensi,
dan
Strateginya). PT Bumi
Aksara; Jakarta.
Sugiyono.
2008.
Metode
Penelitian
Pendidikan,
Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta : Bandung.
Wahab, Solichin Abdul. 1997. Evaluasi
Kebijakan Publik. IKIP: Malang

ISSN : 2087-0825

MIP Hajad, Nana Mulyana, Susana : Penataan Kawasan Konservasi Di Daerah Perkotaan 553

Widjaja, A.W. 1999. Etika Administrasi


Negara. Bumi Aksara; Jakarta
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik
Teori dan Proses (Edisi Revisi).
Media Presindo ; Yogyakarta
WWF.1993.
Strategi
Kehidupan
Berkelanjutan. Gramedia Pustaka
Utama; Jakarta
Zain,Alam Setia. 1998. Aspek Pembinaan
Kawasan Hutan dan Stratifikasi
Hutan Rakyat. Rineka Cipta;
JakartaSumber lain;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Daerah nmor 4 tahun 2004
Tentang Rencana Tata Ruang dan
Wilayah Kota Bandar Lampung.
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1996
tentang Pengelolaaan Lereng,
Bukit dan Gunung di Bandar
Lampung.
Lampung Post. 2010. Kerusakan Bukit
Bandar Lampung . Jumat 8 Januari
2010
Lampung Post. 2010. Calon Tak Kuasai
Lingkungan. Sabtu, 5 Juni 2010

Website
Hendrawan.
28
September
2011.
Kerusakan Hutan di Bukit Mencapai 80
persen Diakses tanggal 16 Oktober 2011
pukul 14.10 wib melalui http//www.
tribunlampung.co.id/
bandarlampung/
kerusakan-hutan-di-bukit-mencapai80persen.html
Benson. 30 September 2011. Bukit
Camang Jadi Bumerang. Diakses 16
oktober pukul 14.20 wib melalui http/
www.radarlampung.co.id/
metropolis/
bandarlampung/
bukit-camang-jadibumerang.html)

Undang-Undang No 17
Tahun 2007
Tentang pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2020-2025. Diakses pada
14 oktober
2010 pukul 15.16 Wib
melalui http// bappenas.go.id/../uu-no17-tahun-2007-tentang-pembangunanjangka-panjang-nasional-tahun
20052025.html
Titi Kurniati. 26 April 2008. Administrasi
Bagi
pembangunan,
ManajemenPembangunan.
Diakses
tanggal
19
Oktober 2010 pukul 15.27 Wib melalui
http://eprints.undip.ac.id/9849/1/adminis
trasi-bagi-pembangunan
manajemenpembangunan_%5BRead-Only%5D.html

Radar Lampung. Wajah Kota 2010. Selasa,


25 Mei 2010
Tribun Lampung. 2010. BPPLH Harus
Berani Action. Kamis, 7 Januari
2010.
Tribun Lampung. 2010. Skenario
Permanen Untuk Tata Bukit. Rabu,
13 Januari 2010.
Tribun Lampung. 2011. Ancaman Serius
Bagi Sumur Warga Akibat 8 Bukit
Gundul. Senin, 12 September 2011
Tribun Lampung. 2011. Pemerintah Kota
Tidak Akan Beli Bukit Camang.
Sabtu, 1 Oktober 2011

ADMINISTRATIO

ISSN : 2087-0825

Anda mungkin juga menyukai