Anda di halaman 1dari 8

Tinjauan pustaka

Minyak yang terdapat di alam dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu minyak mineral (mineral
oil), minyak nabati dan hewani yang dapat dimakan (edible fat) dan minyak atsiri (essential oil).
Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil,
volatile oil) dihasilkan oleh tanaman dan seringkali terdapat bersama-sama dengan resin dan
gum. Minyak atsiri tertentu seperti minyak almond diperoleh melalui prores hidrolisis suatu
glikosida. Minyak tersebut pada suhu kamar mudah menguap tanpa mengalami dekomposisi,
mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut
dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.(Eka Leliqia,Ni Putu dkk, 2006)

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga
minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil), atau minyak esensial (essential oil).
Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna, namun pada
penyimpanan lama warnanya berubah menjadi lebih gelap karena oksidasi. Untuk mencegahnya,
minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, diisi penuh, ditutup rapat serta disimpan di
tempat yang kering dan gelap (Gunawan & Mulyani, 2004).
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air yang berasal dari
tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses destilasi. Pada
proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau uap air. Minyak atsiri akan menguap dari
jaringan bersama uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan.
Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang suhunya relatif
rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat mudah dipisahkan
kerena kedua bahan tidak dapat saling melarutkan. (Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Industri Sumatera Barat,2011)

KOMPOSISI KIMIA
Secara umum, konstituen utama dalam minyak atsiri berdasarkan asal usul biosintesisnya ada 2
yaitu:
1. Turunan Terpen (Hidrokarbon) yang terbentuk lewat jalur biosinteis asam asetat-mevalonat
2. Senyawa aromatik (Oxygenated hydrocarbon) terutama fenil propanoid yang terbentuk lewat
jalur biosinteis asam sikhimat-fenil propanoid (Eka Leliqia dkk, 2006)
SIFAT FISIKA
Minyak atsiri dari tiap tanaman penghasilnya mempunyai bau yang khas. Minyak atsiri
yang baru diekstrak dan masih segar biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan,
kemerah-merahan, hijau atau biru. Jika minyak dibiarkan lama diudara dan kena cahaya matahari
pada suhu kamar, maka minyak tersebut dapat mengabsorpsi oksigen udara sehingga warnanya
dapat menjadi lebih gelap. Minyak atsiri juga cenderung mempunyai indeks bias tinggi, bersifat
optis aktif, mempunyai rotasi spesifik dan tidak dapat bercampur dengan air. Umumnya minyak
atsiri larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya, kurang larut dalam alkohol encer. (Eka
Leliqia dkk, 2006)
SIFAT KIMIA
Sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh konstituen kimia yang dikandungnya terutama
konstituen hidrokarbon tidak jenuh (terpen), dan senyawa senyawa yang tergolong senyawa
oxygenated hydrocarbon. Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri kerusakan
minyak yang mengakibatkan penurunan kualitas minyak atsiri. Ada beberapa proses yang dapat
mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri yaitu proses oksidasi, hidrolisa, resinifikasi
(polimerisasi) dan penyabunan. (Eka Leliqia dkk, 2006)

Tinjauan pustaka uji minyak atsiri


* Identifikasi Umum Minyak Atsiri
1.Pustaka : minyak atsiri akan menyebar,permukaan air tidak menjadi keruh (Depkes RI,1979)
2.Pustaka : Bila dibiarkan, minyak atsiri akan menguap sempurna tanpa meninggalkan noda
lemak (Depkes RI, 1979)
3.Pustaka : Identifikasi :
Kocok sejumlah minyak dengan larutan natrium klorida P jenuh volume sama,
biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah (Depkes RI, 1979)

4. Pustaka :
- Minyak Atsiri mudah larut dalam kloroform P dan eter P (Depkes RI, 1979)
- Oleum caryophylli larut dalam 2 bagian volume etanol,dapat bercampur dengan
etanol (96%) P dan dalam eter P (Depkes RI, 1979)
- Oleum cajuputi larut dalam 2 bagian etanol (80%) P, jika disimpan lama
kelarutannya berkurang (Depkes RI, 1979)
- Oleum menthae larut dalam 4 bagian volume etanol 70% P (Depkes RI, 1979)
- Oleum cinnamomi : dalam etanol larutkan 1 ml dengan 8 ml etanol (70%) P
(Depkes RI, 1979)
5. Deteksi senyawa fenol dalam minyak atsiri
Pustaka :
- Identifikasi A :
pada 10 ml larutan 2% 1 tetes larutan besi (III) klorida P.terjadi warna violet (Depkes RI,
1979)
- Penambahan besi (III) klorida yang terlarut dalam kloroform ke dalam suatu larutan fenol ke
dalam kloroform menghasilkan larutan berwarna (RATNA SARI,DIAH, 2010)hal 8

6. Reduksi volume minyak atsiri yang mengandung fenol dan turunannya


pustaka :- Garam fenolat larut dalam air sehingga volume berkurang (Harborne.
J.B.,1987.Metode Fitokimia, terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, 69-94,
142-158, 234-238. Bandung: ITB Press.Hal 78)
- Hasil positif : ditunjukkan volume bertambah,minyak atsiri tereduksi,volume NaoH
bertambah (oensjar,lita rahima dkk, 2013)

* Identifikasi komponen khusus minyak atsiri


1.Uji osazon untuk oleum cinnamomi
Pustaka : - terbentuk kristal osazon bentuk jarum (oensjar,lita rahima dkk, 2013)
- Oleum cinnamomi adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap kulit
batang dan kulit cabang kayu manis (Depkes RI, 1979)
2. Uji osazon untuk cinnamomi cortex
Pustaka : Kulit kayu manis adalah kulit bagian dalam yang diperoleh dari anak batang
cinnamomum zeylanicum. kadar minyak atsiri tidak kurang dari 1 % v/b (Depkes
RI, 1979)
3.Uji Terhadap Eugenol pada oleum caryophylli
pustaka : tidak terdapat bentuk pecahan kaca secara mikroskopis (oensjar,lita rahima dkk,
2013)
4. Uji felandren : Lada hitam kadar minyak atsiri mengandung felandren,dipenten,kariopilen
(Depkes,1980)

*. identifikasi minyak atsiri secara kromatografi


KLT adalah metode pemisahan fisika kimia bahan lapisan yang terdiri atas bahan-bahan
berbutir-butir (fase diam),ditetapkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau
lapisan yang cocok campuran yang akan dipecahkan berupa larutan, ditotolkan berupa
bercak atau puta.setelah plat atau pita ditaruh di dalam bejana tertutup rapat berisi larutan
pengembang yang cocok,pemisahan terjadi penambahan kapiler (stahl.ergon, 1985)
Lampu UV yang cocok untuk pengamatan dengan panjang gelombang pendek (254 nm )
& gelombang panjang (366 nm) (Depkes RI,1979)

Kromatografi Lapis Tipis.


Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng gelas atau
alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan
serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode
pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa
secara cepat, dengan menggunakan zat penjerap berupa serbuk halus yang
dipaliskan serta rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat
dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan dapat
didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung
dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis
pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat
digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada

kromatografi lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan yang diperoleh
pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang sama di
samping kromatogram zat yang di uji perlu dibuat kromatogram zat
pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda (Depkes RI,
1979, hal. 782).

Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap) dan
sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya
bekerjasama untuk mencapai pemisahan. Selain itu hal yang juga penting
adalah

memilih

kondisi

kerja

yang

optimum

yang

meliputi

sifat

pengembangan, jarak pengembangan , atmosfer bejana dan lain- lain . Jarak


pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan
angka Rf atau hRf.
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan dari titik awal
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat
ditentukan dua desimal. hRf

adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h),

menghasilkan nilai berjangka 0 100. Jika keadaan luar misalnya sifat


penjerap yang agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang agak
menyimpang, menghasilkan kromatogram yang secara umum menunjukkan
angka Rf lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti
dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi dari hRf yang
dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi, jika hRf lebih rendah maka
komponen polar pelarut harus dinaikkan (Stahl 1985).

Deteksi. untuk kromatografi lapis tipis, kemungkinan digunakan pereaksi agresif seperti asam
sulfat pekat yang disemprotkan jika tidak ada pereaksi lain misalnya reaksi warna. Pada proses
selanjutnya, pemanasan dalam oven pengering akan menyebabkan terbentuknya noda gelap
senyawa yang dipisahkan karena terjadinya pengarangan. (Roth and blaschike, 1988)

Daftar Pustaka :
1. Depkes RI.1979.Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.Hal
:21,167,453,454,458,484,782
2. Depkes RI.1979. Materia Medika Indonesia jilid III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.Hal
:148
3. Depkes RI.1980. Materia Medika Indonesia jilid IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.Hal
:105 dan 108
4. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat.2011. MINYAK ATSIRI
JAHE.Padang : Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.Hal :1
5. Eka Leliqia,Ni Putu, Ariantari, Ni Putu, Astuti, Ketut Widnyani dan Swastini, Dewa Ayu.2006.
Bahan Ajar Farmakognosi.Bukit Jimbaran : Jurusan Farmasi Universitas Udayana.Hal : 32,38,
45 dan 46
6.Gunawan,D ; Sri Mulyani.2004.Ilmu obat Alam.Jakarta : penebar swadaya hal 107
7. RATNA SARI,DIAH, 2010.Kimia organic alcohol & fenol, sifat fisik dari reaksi
kimia.Bandung : jurusan kimia FMIPA ITB.Hal 8

8. Harborne. J.B.,1987.Metode Fitokimia, terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, 69-94,


142-158, 234-238. Bandung: ITB Press.Hal 78
9. oensjar,lita rahima dkk, 2013.Identifikasi minyak atsiri,minyak lemak dan lemak. Surakarta :
Universitas Muhammadyah Surakarta hal : 6,7
10. stahl.ergon, 1985. Analisis obat secara kromatografi dan mikroskopik terj kosasih
padmawinata dan iwang sudiro.bandung : penerbit ITB hal 3,6,7
11. Roth, Herman, J., Blaschike, G., 1988, ANALISIS FARMASI, Gadjah Mada University
Press, Yogya hal 88

Anda mungkin juga menyukai