Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Depresi Pasca-Stroke:
Diagnosis dan Tatalaksana
Ayu Susilawati, Ratep N*, Kusuma Putera**
PPDS 1 Neurologi, *SMF Psikiatri, **SMF Neurologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK
Depresi pasca-stroke (PSD) merupakan salah satu komplikasi stroke dengan prevalensi 9-60%. Patofisiologi PSD yaitu: hipotesis lokasi lesi, ukuran
infark, depresi vaskuler, faktor biokimia neuronal seperti hipotesis neurotransmiter, disfungsi imun, aktivasi aksis hipotalamik-pituitari-adrenal
dan hipotesis neurogenesis. Diagnosis depresi berdasarkan DSM IV TR. Alat skrining diagnosis depresi yang digunakan adalah: Patient Health
Questionnaire (PHQ) 2, PHQ 9, geriatric depression scale, hospital anxiety and depression scale, stroke aphasia depression quetionnnaire-10, aphasia
depression rating scale, visual analog mood scale (VAMS). Penatalaksanaan PSD meliputi cara nonfarmakologi dan farmakologi.
Kata kunci: depresi pasca-stroke, mood

ABSTRACT
Post stroke depression (PSD) is one of stroke complications with prevalence of 9-60%. Theories of pathophysiology involved: the hypothesis
of infarct location, infarct size, vascular depression, biochemical neuronal factor such as hypothesis of neurotransmitter, immune dysfunction,
hypothalamic-pituitary-adrenal axis activation and neurogenesis hypothesis. Diagnosis is based on DSM IV TR using diagnostic screening tools.
Screening diagnose of depression that is used: Patient Health Questionnaire (PHQ) 2, PHQ 9, geriatric depression scale, hospital anxiety and
depression scale, stroke aphasia depression quetionnnaire-10, aphasia depression rating scale, visual analog mood scale (VAMS). Treatment
consist of pharmacological and non-pharmacological methods. Ayu Susilawati, Ratep N, Kusuma Putera. Post Stroke Depression:
diagnosis and management.
Keywords: post stroke depression, mood

PENDAHULUAN
Depresi pasca-stroke (PSD) merupakan salah
satu komplikasi stroke yang ditandai oleh
abnormalitas mood, menyalahkan diri sendiri,
kesedihan, dan depresi. PSD merupakan faktor
utama yang dapat menghambat penyembuhan fungsi neurologi dan aktivitas harian
pada pasien stroke, dan berhubungan dengan
peningkatan mortalitas.
DEFINISI
Stroke adalah tanda klinis gangguan fungsi
serebral fokal atau global yang timbul
mendadak, yang berlangsung lebih dari
24 jam atau menimbulkan kematian yang
semata-mata disebabkan gangguan vaskuler
(WHO).5
Depresi adalah kelainan mental umum yang
Alamat korespondensi

ditandai oleh perasaan sedih, hilangnya minat


terhadap aktivitas dan berkurangnya energi
(WHO).5
EPIDEMIOLOGI
Insiden stroke iskemik sebesar 70-80%
dari seluruh kasus stroke sedangkan stroke
hemoragik lebih jarang.4 Laki-laki lebih
berisiko dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 1,33:1, 70% pasien stroke yang
selamat mengalami disabilitas permanen
dalam pekerjaan, 25% mengalami demensia
vaskuler.6
Kira-kira 40% pasien stroke iskemik terdiagnosis depresi pasca-stroke (PSD), studi lain
melaporkan insiden yang lebih tinggi yaitu
72%.2 Depresi menetap setelah 20 tahun pada
34% pasien stroke usia tua dan berhubungan

dengan keluaran kognitif dan fisik yang


buruk.3 PSD berdasarkan onsetnya dapat
dibagi menjadi: PSD onset dini bila depresi
terjadi dalam 3-6 bulan pasca-stroke dan PSD
onset lanjut bila terjadi dalam 24 bulan pascastroke. PSD onset dini berhubungan dengan
lesi yang besar sedangkan onset lanjut berhubungan dengan fungsi sosial yang lebih
buruk.4
Prevalensi depresi pasca-stroke (PSD) 9-60%.
Berdasarkan studi populasi, insiden PSD
sebesar 23-40%, sedangkan pada hospitalbased study sebesar 35-53%, dan pada studi
komunitas antara 9-23%.5 Prevalensi PSD
meningkat dengan meningkatnya umur,
prevalensi tertinggi terjadi sekitar 3-6 bulan
pasca-stroke dan tetap tinggi sampai 1-3
tahun kemudian. Menurut Ghoge, dkk.

email: susilawatiayu46@yahoo.com

CDK-223/ vol. 41 no. 12, th. 2014

901

TINJAUAN PUSTAKA
prevalensi depresi pasca-stroke adalah 1025% pada wanita dan 5-12% pada laki-laki;
adanya riwayat kelainan psikiatri dan kelainan
kognitif sebelum stroke menyebabkan
gejala depresi lebih berat; laki-laki memiliki
gangguan aktivitas harian serta fungsi sosial
lebih besar.7 Depresi mayor terjadi pada 25%
pasien stroke sedangkan depresi minor terjadi
sekitar 14-31%.4
PATOFISIOLOGI PSD
Hipotesis Lokasi Lesi
Robinson, dkk. melaporkan stroke hemisfer
kiri khususnya di regio frontal kiri dan basal
ganglia secara signifikan berhubungan
dengan depresi. Tetapi beberapa studi
lain menemukan hubungan lesi hemisfer
kanan dengan PSD dan penelitian lain tidak
menemukan hubungan antara lokasi lesi dan
risiko PSD.8,9 Lesi frontal kiri dan basal ganglia
kiri merupakan tipe lesi tersering pada pasien
depresi mayor.10
Hipotesis Ukuran Infark
Ukuran infark berhubungan dengan
timbulnya dan beratnya PSD. Infark luas
menyebabkan kerusakan berat pada area
yang memodulasi perilaku emosional dan
perubahan biokimia. Defisit neurologi
berat akibat infark luas dapat menjadi
faktor psikologis sosial yang berhubungan
dengan patogenesis PSD. Studi PSD di Cina
menunjukkan volume infark akut lebih
besar pada grup PSD dibandingkan kontrol
(p=0,029), dan Nys, dkk. melaporkan PSD
awal secara signifikan berhubungan dengan
ukuran lesi (p=0,008).8
Hipotesis Depresi Vaskuler
Berdasarkan hipotesis ini, lesi silent yang
mengganggu jalur kortiko-striato-pallidotalamo-kortikal menimbulkan gejala depresif.
Brodaty dan Santos menyatakan PSD
berhubungan dengan akumulasi patologi
vaskuler otak atau lesi pada area kritis ini.8
Hipertensi rentan menimbulkan kelainan
neurodegeneratif melalui mekanisme stres
oksidatif dan menimbulkan gejala depresi
melalui perubahan struktur limbik yang
diketahui mengatur emosi dan perilaku.4 Pada
pasien hipertensi terjadi perubahan dinding
pembuluh darah dan gangguan vasodilatasi
yang dimediasi oleh endotelium akibat
terbentuknya kolagen sehingga menyebabkan berkurangnya distensi pembuluh darah,

902

mengakibatkan berkurangnya cerebral blood


flow (CBF) dan reaktivitas serebrovaskuler.
Perubahan abnormal CBF regional pada
pasien hipertensi terjadi pada regio
subkortikal otak, yaitu struktur limbik dan
paralimbik.
Hipotesis Neurotransmiter
Perilaku emosional diatur oleh neurotransmiter seperti monoamin, dan disfungsi
monoamin dapat menimbulkan berbagai
gejala psikiatri termasuk depresi. Hipotesis
ini menjelaskan hipotesis lokasi lesi pada
patogenesis PSD. Lesi serebral menyebabkan
terputusnya proyeksi ascending dari midbrain
dan batang otak, melewati talamus dan
basal ganglia dan mencapai korteks frontal,
menyebabkan penurunan bioavailabilitas
biogenik amin termasuk serotonin (5-HT),
dopamin (DA) dan norepinefrin (NE) sehingga
menimbulkan gejala depresi. Gao, dkk. mengamati penurunan konsentrasi serotonin
plasma dan liquor cerebrospinal (LCS) pada
pasien PSD. Winter, dkk. menemukan bahwa
lesi neuron dopaminergik pada substansia
nigra pars kompakta dan area tegmentum
ventral tikus memperberat gejala perilaku
seperti depresi. Selain itu kadar reseptor 5-HT
dan messenger ribonucleotide acid (mRNA)
hipokampus pada model tikus dengan PSD
lebih rendah (Wang, dkk.).8,9
Hipotesis neurotransmiter dan sitokin merupakan 2 teori biologi utama PSD. Menurut
Robinson dan Bloom (1977), lesi iskemik yang
mengganggu akson asending mengandung
biogenik amin dari batang otak ke korteks
serebri menyebabkan penurunan ketersediaan
biogenik amin di struktur limbik lobus frontal
dan temporal serta basal ganglia. Teori
monoamin menyatakan bahwa depresi
berhubungan dengan kadar monoamin

yang rendah, khususnya 5-HT, NE dan


dopamin serta densitas tinggi reseptor global
untuk monoamin oksidase (MAO-A) yang
memetabolisme neurotransmiter ini. Serabut
serotonergik dan noradrenergik yang berasal
dari nuklei batang otak dan menginervasi
sistem limbik, korteks prefrontal dan struktur
lainnya berhubungan dengan regulasi
mood. Sistem kolinergik melalui reseptor
asetilkolin nikotinik, diperkirakan terlibat pada
etiologi depresi mayor. Perubahan sistem
dopaminergik mesolimbik menimbulkan
anhedonia. Seluruh jalur ini bisa terputus oleh
lesi stroke sehingga menimbulkan depresi.3
Hipotesis Disfungsi Imun
Depresi terbukti berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi seperti level
interferon gamma (IFN ), interleukin -1 beta
(IL-1), tumor necrotizing factor alfa (TNF-),
interleukin (IL)-6, IL-1 dan penurunan IL10. Kerusakan jaringan dan kematian sel
merupakan jembatan antara inflamasi dan
PSD. Pada model hewan depresi, terjadi
peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL1 dan TNF- di hipokampus dan striatum
yang merupakan area kritis kelainan mood,
dan dapat meningkatkan ukuran infark serta
pembentukan edema. Sitokin inflamasi
berperan penting pada pengaturan kematian sel, termasuk apoptosis dan
nekrosis, khususnya pada area rentan seperti
hipokampus. Meningkatnya kematian sel
akibat perluasan infark serebri berhubungan
langsung dengan gejala depresi. Studi pada
hewan depresi menunjukkan peningkatan
apoptosis pada hipokampus dan amigdala.
IL-1, IL-6 dapat mengganggu sistem
metabolisme glutamat dan meningkatkan
neurotoksisitas. Sitokin proinflamasi mempengaruhi sintesis dan metabolisme
neurotransmiter monoamin.8

Mekanisme fisiologis PSD:5

Mekanisme psikososial PSD:5

CDK-223/ vol. 41 no. 12, th. 2014

TINJAUAN PUSTAKA
Hipotesis Aktivasi Aksis Hipotalamikpituitari-Adrenal (HPA)
Fungsi aksis HPA secara normal adalah untuk
merespons stres lingkungan. Aktivasi aksis
HPA setelah stroke berupa peningkatan kadar
glukokortikoid seperti hiperkortisolisme.
Beberapa studi menunjukkan sitokin dapat
menginduksi resistensi hiperkortisolisme
dan glukokortikoid melalui inhibisi reseptor
glukokortikoid. Glukokortikoid dapat meningkatkan sitokin IL-1, IL-6 dan TNF yang
terbukti berhubungan dengan PSD dan
pengaturan fungsinya.8
Hipotesis Neurogenesis
Hipotesis ini menerangkan peranan kritis
neuron hipokampus dalam kontrol mood.
Studi pada pasien dan hewan depresi
menunjukkan penurunan neurogenesis
dan volume hipokampus. Hipokampus
sangat rentan terhadap sitokin, yang dapat
mengurangi neurogenesis hipokampus,
sedangkan plastisitas dan pengaturan
neurogenesis penting untuk kontrol
mood. Kadar Brain-Derived Neurotrophic
Factor (BDNF) yang rendah menyebabkan
penurunan neurogenesis pada hipokampus
sehingga menimbulkan PSD.8 Antidepresan
dapat meningkatkan neurogenesis pada
hipokampus.
GEJALA PSD
Gejala klinis PSD berupa perubahan mood
depresi, apatis, penurunan berat badan,
perubahan tidur, kelelahan, berkurangnya
rasa berguna dan anhedonia.8 Ada juga yang
membagi gejala PSD menjadi dua, yaitu gejala
somatik dan gejala psikologi. Gejala somatik
seperti berkurangnya nafsu makan, kelelahan,
melambatnya psikomotor, sedangkan gejala
psikologi berupa mood yang depresi.9
DIAGNOSIS PSD
Diagnosis menggunakan kriteria Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder, Text
Revision (DSM IV TR). Berdasarkan kriteria
depresi menurut DSM IV TR, disebut depresi
mayor jika terdapat lebih atau sama dengan
lima gejala dan depresi minor jika terdapat
dua gejala berikut yang menetap selama
lebih dari 2 minggu, dan menimbulkan
distres yang signifikan atau gangguan sosial,
pekerjaan, dan area fungsional lainnya serta
tidak disebabkan oleh efek fisiologi langsung,
seperti substansi (penyalahgunaan obat) atau
kondisi medis umum (seperti hipotiroid).11,12

CDK-223/ vol. 41 no. 12, th. 2014

Gejala-gejala itu adalah:11,12


1. Mood depresi sepanjang hari, hampir
setiap hari, dari laporan subjektif (rasa sedih,
empati) atau observasi yang dilihat orang
lain (penuh air mata), pada anak dan remaja
berupa mood iritabel.
2. Hilangnya minat dan/atau kesenangan
hampir seluruh hari, setiap hari terhadap
aktivitas (secara subjektif atau observasi).
3. Penurunan berat badan yang signifikan
tanpa diet atau peningkatan berat badan
(BB) (perubahan BB >5% dalam satu bulan),
penurunan atau peningkatan nafsu makan.
4. Insomnia/hipersomnia setiap hari.
5. Agitasi/retardasi psikomotor setiap hari.
6. Kelelahan/hilangnya tenaga hampir setiap
hari.
7. Rasa tak berguna/rasa bersalah yang
berlebih.
8. Menurunnya kemampuan berpikir/
konsentrasi/tidak tegas.
9. Berulangnya pikiran untuk mati, ide
bunuh diri tanpa rencana atau dengan
rencana spesifik.

menunjukkan perbaikan pada 95% pasien,


sedangkan pada studi dua sampel pasien
PSD (sebanyak 14 pasien dan 20 pasien)
kira-kira 40% pasien mengalami relaps gejala
depresinya setelah ECT jangka pendek dan
20% mengalami komplikasi medis. ECT
kurang direkomendasikan untuk pasien stroke
dengan depresi karena efek samping seperti
komplikasi kardiak, hilangnya memori dan
delirium, terutama pada pasien PSD berusia
lanjut.13

Alat skrining diagnosis depresi adalah: PHQ


2, PHQ 9, Geriatric Depression Scale, Hospital
Anxiety and Depression Scale, Stroke Aphasia
Depression
Questionnaire-10,
Aphasia
Depression Rating Scale11 dan Visual Analog
Mood Scale (VAMS).9

3. Psikoterapi (individual/grup)
Adanya gangguan kognitif, perjalanan
penyakit yang kronis dan perawatan berulang di rumah sakit dapat menimbulkan
gangguan emosional sehingga pasien memerlukan dukungan, perbaikan mekanisme
dan kemampuan mentolerir ketidakmampuan dan ketergantungannya. Terapis
dapat memberikan terapi suportif seperti
mengangkat kembali harga diri pasien yang
menurun dan meningkatkan fungsi keluarga
pasien pasca-stroke. Tujuan terapi keluarga
adalah untuk mengurangi disfungsi tingkah
laku anggota keluarga dalam berhubungan
dengan pasien.16

Faktor Risiko PSD


Beberapa faktor risiko depresi pasca-stroke
antara lain:11
1. Riwayat depresi sebelumnya pada pasien
dan keluarga
2. Gangguan fungsional
3. Menurunnya mobilitas
4. Disfungsi bicara dan bahasa, apraksia
5. Gangguan kognitif
6. Ketergantungan berat pada fungsi activity
daily living (ADL)
7. Dukungan sosial buruk (isolasi sosial)
8. Lokasi lesi
9. Jenis kelamin
PENATALAKSANAAN PSD
Nonfarmakologi:11
1. ECT (electroconvulsive therapy)
ECT digunakan sebagai terapi depresi berat
yang gagal dengan terapi antidepresan,14
dan untuk mencapai perbaikan cepat dalam
jangka pendek pada pasien depresi berat
yang tidak membaik dengan terapi obat.
Studi review retrospektif pada pasien PSD

2. Transcranial magnetic stimulation (TMS)


Studi TMS frekuensi tinggi (5-10Hz)
pada korteks prefrontal dorsolateral kiri
menunjukkan efek antidepresan, tetapi
memiliki efek samping berupa mudah
kejang. Stimulasi korteks prefrontal kanan
frekuensi rendah (1 Hz) juga memiliki
efek antidepresan melalui inhibisi korteks
prefrontal kanan yang akan mengkoreksi
ketidakseimbangan aktivitas interhemisfer
korteks prefrontal dorsolateral pada depresi.
TMS diberikan 1-2 kali seminggu.15

4. Cognitive behavioral therapy (CBT)


Menurut Lincoln dan Flannaghan cognitive
behavioral therapy dapat mengurangi gejala
depresi beberapa penderita stroke.7 CBT
digunakan untuk pasien dengan disfungsi
pikiran atau kepercayaan yang berhubungan
dengan mood yang rendah dan membangun
lebih banyak pikiran fungsional atau
kepercayaan pasien. Terapi ini tidak cocok
untuk pasien dengan gangguan kognitif
dan/atau afasia. CBT memberikan insight ke
arah psikoedukasi, kolaborasi empirisme,
problem solving aktif, penatalaksanaan
kualitas dukungan dan perbaikan adaptasi
gaya hidup baru setelah stroke. CBT dengan

903

TINJAUAN PUSTAKA
6-8 sesi selama 10-12 minggu, menghasilkan
perbaikan mood dan/atau berkurangnya
gejala depresi setelah 2 bulan. Psikoterapi
harus dikombinasi dengan obat antidepresan
untuk mengurangi gejala residual dan
risiko relaps pada pasien depresi berat serta
dilakukan pada pasien depresi sedang atau
berat yang menolak terapi antidepresan.13

Tabel 1 Obat antidepresan


65,87

Tricyclic antidepressants
Nortriptyline
The first choice among TCAs

Its use may be limited because of side effects


The best studied drug among TCAs
Dose: 20 mg
Side effect

5. Motivational interviewing
Merupakan collaborative person-centered form
of guiding untuk menimbulkan dan memperkuat motivasi pasien untuk berubah.
Motivational interviewing merupakan bentuk
evidence-based style of partnering pada pasien
dengan keunggulan memberikan nasehat.17
6. Community based groups/support groups
Tujuan terapi kelompok adalah untuk
mengurangi isolasi dan mendorong hubungan interpersonal. Terapi ini dapat memperbaiki harga diri, orientasi, tingkah laku,
pemecahan masalah, mengurangi depresi
dan ansietas. Terapi kelompok yang efektif
ditandai dengan terbentuknya lingkungan
terapeutik yang kohesif dan berkembangnya
hubungan saling mendukung sehingga dapat
memberi kesempatan perbaikan adaptasi
terhadap disabilitas yang menimbulkan
gangguan emosi.16
7. Terapi musik
Beberapa studi menemukan penurunan
gejala depresi pada pasien yang menerima
terapi musik dibandingkan dengan yang
tidak. Intervensi terapi berupa mendengarkan
musik dalam kelompok, pergerakan tubuh
dan melukis dengan musik serta improvisasi
menyanyi.18
8. Ecosystem focused therapy
Ecosystem focused therapy (EFT) merupakan
suatu intervensi sistematik yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan pasien
PSD dan ekosistemnya untuk melakukan
psychosocial storm sehingga terapi dapat
bermanfaat secara efektif dan efisien.19
9. Akupunktur
Studi intervensi akupuntur menunjukkan
hasil lebih baik dibandingkan terapi
konvensional, meningkatkan perbaikan
respons klinis dan gejala depresi. Terapi
akupuntur juga menguntungkan dalam
meningkatkan rehabilitasi stroke dan pengobatan kelainan neurologi pasca-stroke,

904

Anticholinergic effects: glaucoma, confusion,


urinary retention, and blurring of vision
Antiadrenergic activity: hypotension and dizziness
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
First-line agent in PSD treatment
Generally considered to be the preferred first-line
treatment for late-life depression
No strong data recommending one SSRI over
another
Paroxetine, fluvoxamine, and escitaloparm have not
been studied for either treatment or prevention of
PSD
Fluoxetine
Most studied SSRI in PSD
20 mg/d appears to be safe
Citaloparm
Most selective SSRI
Less potent, highly selective, may be ranked
second among SSRIs
Third most studied SSRI in PSD
Dose: 50 mg
Sertraline
Second most studied SSRI in both treatment and
prevention of PSD
Initial dose of 50 mg/d and later up to 200 mg/d
Abbreviations: TCAs= tricyclic antidepressants; PSD=
poststroke depression

seperti disabilitas ekstremitas, afasia, disfagia,


inkontinensia urin dan defekasi.20
10. Latihan/exercise
Aktivitas fisik dan latihan menginduksi
adaptasi neurogenesis. Menurut Ernst, dkk.
latihan dapat menurunkan gejala depresi
dengan meningkatkan neurogenesis otak
melalui peningkatan -endorphin, vascular
endothelial growth factor, brain derived
neurotrophic factor dan serotonin. Mekanisme
lain yang mungkin adalah latihan fisik
mampu memperbaiki mood dengan meningkatkan kadar endocannabinoids yang
berhubungan dengan analgesia, ansiolitik,
dan perasaan sejahtera. Perubahan aksis HPA
termasuk peningkatan adrenokortikotropin
(ACTH) dan penurunan produksi kortisol
berefek baik pada mood. Latihan memperbaiki konsep diri pasien depresi sehingga

menyebabkan penurunan gejala depresif.


Aktivitas fisik intensitas sedang seperti
berjalan selama 30 menit hampir setiap hari
per minggu dianjurkan pada pasien stroke.19
Farmakologi:11
Antidepresan digunakan untuk mencegah
munculnya PSD atau pengobatan kasus
baru. Pengobatan PSD menggunakan
selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
serotonine and norepinephrine reuptake
inhibitor (SNRI), tricyclic antidepresant (TCA),
stimulan methylphenidate, suplemen herbal.11
Antidepresan dapat juga mengurangi sekuele
pasca-stroke, meningkatkan penyembuhan
pasca-stroke dengan gangguan ADL dan
kognisi, dan mengurangi agresivitas serta
iritabilitas beberapa bulan pertama pascastroke.
Penggunaan antidepresan dimulai dosis kecil
untuk meminimalkan efek samping. TCA
menimbulkan efek samping kardiovaskuler
sedikit lebih besar dibandingkan SSRI, seperti
palpitasi jantung, nyeri dada, angina, aritmia,
hipertensi dan sinkop hipotensi. SSRI paling
direkomendasikan karena tolerabilitasnya
(efek samping kardiovaskuler rendah dan
kurangnya efek antikolinergik), tetapi
dapat menyebabkan disfungsi seksual,
peningkatan berat badan dan gangguan
tidur selama terapi jangka panjang.4 Efek
terapi antidepresan tampak dalam 3-4
minggu dan rekomendasi lama pemberian
selama 8 minggu sampai 6 bulan.21
Pengobatan antidepresan harus dilanjutkan
paling sedikit 4 bulan setelah penyembuhan
awal, tetapi harus diganti jika tidak ada
respons setelah 6 minggu. Terapi antidepresan dilanjutkan minimum 6 bulan pada
pasien yang menunjukkan respons, kemudian
diturunkan perlahan-lahan, pada kasus relaps
bisa dilanjutkan lebih lama. Antidepresan diberikan pada pasien depresi sedang sampai
berat sebelum intervensi psikologi, dilanjutkan selama 4-6 minggu (Tabel).13
PROGNOSIS
Penelitian PSD di rumah sakit menunjukkan
prognosis baik, tetapi pada penelitian
komunitas perbaikan baru terjadi setelah
satu tahun; penelitian lain mengatakan
penderita stroke dengan depresi selama
satu tahun akan sulit mengalami perbaikan.
Peningkatan angka kematian pada penderita

CDK-223/ vol. 41 no. 12, th. 2014

TINJAUAN PUSTAKA
depresi pasca-stroke berhubungan dengan
ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan
strokenya, tidak melakukan upaya promosi
kesehatan untuk mencegah berulangnya
stroke dan penyakit penyerta lain seperti
diabetes melitus.16
SIMPULAN
Faktor risiko depresi pasca-stroke antara lain
riwayat depresi sebelumnya pada pasien dan
keluarga, gangguan fungsional, menurunnya
mobilitas, disfungsi bicara dan bahasa,
apraksia, gangguan kognitif, ketergantungan
ADL besar, dukungan sosial buruk, lokasi lesi

dan jenis kelamin.11


Penatalaksanaan PSD berupa nonfarmakologi seperti electroconvulsive therapy (ECT),
transcranial magnetic stimulation (TMS),
psikoterapi
(individual/grup),
cognitive
behavioral therapy (CBT), motivational
interviewing,
community-based
groups/
support groups, terapi musik, ecosystem
focused therapy, akupunktur, latihan/exercise
dan farmakologi seperti antidepresan, yaitu
selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
serotonin and norepinephrine reuptake
inhibitor (SNRI), tricyclic antidepresant (TCA),

stimulan methylphenidate,11 serta prevensi


sekunder.22
Prognosis PSD baik, perbaikan terjadi setelah
1 tahun. Peningkatan angka kematian pada
penderita depresi pasca-stroke berhubungan dengan ketidakpatuhan pengobatan
strokenya dan adanya penyakit penyerta.16
SARAN
Penting untuk mendiagnosis dini depresi
pasca-stroke agar dapat dilakukan penatalaksanaan dini sehingga memperbaiki
prognosis dan keluaran klinis pasien stroke.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Yan H, Fang M, Liu XY. Role of microRNAs in stroke and pascastroke depression. The Scientific World J. [Internet] 2013. Available from: http://dx.doi.org/10.1155/2013/459692.

2.

Craft TKS, DeVries AC. Role of IL-1 in pascastroke depressive-like behavior in mice. Biol. Psychiatr. [Internet] 2006;60:812-8. Available from: http://champagnelab.psych.columbia.edu/docs/

3.

Loubinoux I, Kronenberg G, Endres M, Bard P S, Freret T, Filipkowski RK, et al. Pasca-stroke depression: mechanisms, translation and therapy. [Internet] 2012. Available from: http://

4.

Wong A. Neuropathology of pasca-stroke depression: Possible role of inflammatory molecules and indolamine 2,3 dioxygenase. [Internet] 2010. Available from: https://tspace.library.

5.

Qamar ZK. Depression among stroke patients and relation with demographic and stroke characteristics. [Internet] 2011. Available from: http://www.phmed.umu.se/digitalAssets/91/91835_

6.

Andri, Susanto M. Tatalaksana depresi pasca-stroke. Majalah Kedokt. Indon. [Internet] 2009;58(3). Available from: . http://www.researchgate.net/publication/236585976_Treatment_of_

7.

Suwantara JR. Depresi pasca-stroke: Epidemiologi, rehabilitasi dan psikoterapi. J Kedokteran Trisakti. [Internet] 2004;23(4). Available from: http://www.univmed.org/2004/01/10/depresi-

8.

Feng C, Fang M, Liu XY. The Neurobiological pathogenesis of pasca-stroke depression. [Internet] 2014. Available from: http://www.hindawi.com/journals/tswj/2014/521349/

9.

Berg A. Depression and its assessment among stroke patient and their caregivers. [Internet] 2009. Available from: https://helda.helsinki.fi/bitstream/handle/10138/19891/depressi.

tara1.pdf.

onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1582-4934.2012.01555.x/pdf.

utoronto.ca/.../Wong_Amy_201011_MSc_thesis.

zafarullah-khan-qamar.

Pasca-Stroke_Depression__Review_Article.

pasca-stroke-epidemiologi-rehabilitasi-dan-psikoterapi/

pdf?sequence=2.
10. Irfan U, Khalid S. Relation between cognitive impairment and depressive symptoms. J Med. Sci. [Internet] 2011;4(3):122-7. Available from: http://benthamscience.com/open/jms/articles/
V004/S30114JMS/122JMS.pdf.
11. Casal S. Pasca-stroke depression. 2013. scasal@stanfordmed.org
12. Watt DF, Panksepp J. Depresssion: An evolutionarily conversed mechanism to terminate separation distress? a review aminergic, peptidergic, and neural network perspectives. [Internet]
2009. Available from: http://www.pep-web.org/document.php?id=np.011.0007a.
13. Lokk J, Delbari A. Management of depression in elderly stroke patients. [Internet] 2010. Available from: http://www.researchgate.net/...depression...stroke_patients/.../e0b4952.
14. Bryson E. ECT in treatment-resistant depression. Am J Psychiatr. [Internet] 2012; 169:123844. Available from: http://www.academia.edu/2245293/ECT_in_Treatment-Resistant_Depression.
15. Gross M, Nakamura L, Pascual-Leone A., Fregni F. Has repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS) treatment for depression improved? a systematic review and meta-analysis
comparing the recent vs the earlier rTMS studies. Acta Psychiatr. Scand. [Internet] 2007;116:165-73. Available from: http://www.researchgate.net/...transcranial_magnetic_stimulation_
(rTMS).
16. Mardi S, Andri A. Treatment of post-stroke depression : Review article. [Internet] 2008. Available from: http://www.researchgate.net/publication/236585976_Treatment_of_Post-Stroke_
Depression__Review_Article.
17. Robinson WD. Treatment of depression in primary care: A motivational interviewing, Stepped-Care Approach. [Internet] 2013. Available from: http://www.consultant360.com/article/
treatment-depression-primary-care-motivational-interviewing-stepped-care-approach.
18. Maratos AS. Music therapy for depression (Review). Cochrane Database of Systematic Reviews 2008, Issue 1. [Internet] 2008 January 23. Available from: http://www.sciencedaily.com/
releases/2008/01/080122203158.htm.
19. Alexopoulos GS, Wilkins FM, Marino P, Kanellopoulos D, Reding M, Sirey JA, et al. Ecosystem focused therapy in pascastroke depression: a preliminary study. Int J Geriatr Psychiatry.
[Internet] 2012 Oct;27(10):1053-60. doi: 10.1002/gps.2822. Epub 2012 Jan 16. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22249997.
20. Zhang JZ, Yong Chen H, Yip KC, Ng R,Wong VT. The effectiveness and safety of acupuncture therapy in depressive disorders: Systematic review and metaanalysis. J Affect Disord.
[Internet] 2009. Available from: http://www.chifountain.com/.../the-effectiveness-and-safety-of-acupuncture.
21. Petrie WM. Depression after stroke. Vanderbilt University Medical Center. [Internet] 2009. Available from: http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/neuronursing/files/Dr%20%20
Petrie%20Presentation-%20Depression%20After%20Stroke.pdf.
22. Guideline Stroke. Jakarta: Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi); 2011

CDK-223/ vol. 41 no. 12, th. 2014

905

Anda mungkin juga menyukai