Anda di halaman 1dari 26

PENULISAN ILMIAH

UNIVERSITAS ANDALAS
PENULISAN KARYA ILMIAH
Oleh:
KELOMPOK 1
DELVALIANGGI
TRISNA OKTA MAGHFIRA
FIVI SUSANTI
GITA ANDRIANA
FANI PUTRI NANDES

1311211080
1311212088
1311211092
1311211093
1311211094

Dosen Pengampu :
dr. FAUZIAH ELYTHA,MSc

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Penulisan Ilmiah

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.Wb.
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah S.W.T. karena kami telah diizinkan untuk
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Penulisan Ilmiah yang berjudul Penulisan Karya
Ilmiah Salawat beriring salam juga kami kirimkan kepada junjungan nabi besar Muhammad
S.A.W. yang mana syafaatnya kami harapkan di yaumil akhir kelak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Penulisan Ilmiah
ibuk dr. FAUZIAH ELYTHA,MSc. serta semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh
kemampuan kami, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sehingga dapat menyempurnakan makalah ini.

Padang, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 : PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB 2 : PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Penelitian Epidemiologi...................................................................................................3
2.1.1 Pengertian..................................................................................................................3
2.1.2 Jenis Penelitian Epidemiologi...................................................................................4
2.2 Penelitian Epidemiologi Analitik.....................................................................................4
2.2.1 Pengertian Studi/Penelitian Epidemiologi Analitik..................................................4
2.3 Jenis Penelitian Epidemiologi Analitik............................................................................5
2.3.1 Studi Observasional..................................................................................................5
2.3.2 Studi Eksperimental................................................................................................20
BAB 3 : PENUTUP.................................................................................................................22
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................22
3.2 SARAN..........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................25

BAB 1 :
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam proses penulisan seorang ilmuan dihadapkan pada cara penggalian ilmu
pengetahuan melalui penelusuran pustaka. Ia akan mendalami suatu pengetahuan yang
imajinatif dan makin lama makin dalam mauk ke dasar lautan bacaan, sehingga ibarat
gunung es apa yang terjadinya mungkintampak kecil di permukaan laut, ternyata dasarnya
amat dalam dan luas.
Itulah sebabnya, di kalangailmuan dan serjana, kepustakaan merupakan suatu hal
yang sangat hakiki dan tak ternilai, dan menjadi tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidaklah dapat
dibayangkan bagaimana seorang sarjana dan ilmuan hidup tanpa tulisan-tulisan
Sebetulnya, segala sesuatu yang diperoleh seorang penulis, bukanlah semata-mata
hasil karyanya sendiri, tetpai praktis brsumber dari hasil pengamatan dan pen. Semuanya
galaman orang lain ditambah pengamatannya sendiri. Semuanya ini lalau dituangkan ke atas
kertas berupa karya tulis ilmiah. Banyak antropolog yang berpendapat:

sebagaimana

bahasa membedakan manusia dari binatang, begitu pula tulisan membedakan manusia
beradab dari manusia biadab.
Mengingat tukar-menukar pengetahuan antar para ilmuan seperti ini, maka seiarang
sarjana tidak diharapkan hanya menjadi anggota kelompok pemakai (konsumen ) saja dari
ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, ia juga dituntut menjadi penghasil (prosdusen) dalam
bidang ini. Dengan kata lain seorang sarjana bukan hya bisa membaca tulisan-tulisan karya
orang lain, tetapi mampu pula menulis sendiri karangan-karangan ilmiah.
Supaya bisa menulis dan menyusun buah pikiran secara ilmiah, penulisan haruslah
mengikuti cara-cara tertentu, sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Cara-cara
pembuatan karangan ilmiah sebtulnya hanya soal teknis dan dapat dipelajari dengan mudah.
Walaupun selama ini dikenal berbagai ketentuan dan pedomen penulisan ilmiah yang kadangkadang dirasakan tidak seragam, semua itu pada hakekatnya mempunyai tujuan yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang penulisan ilmiah?

2. Bagaimana sikap ilmiah seorang ilmuwan?


3. Bagaimana kewajiban profesional?
4. Bagaimana manfaat menulis bagi ilmuwan?
5. Bagaimana macam-macam karangan ilmiah?
6. Bagaimana langkah-langkah penyusunan karangan/penulisan ilmiah?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan permasalahan yang telah terpapar diatas, maka tujuan pembuatan makalah
ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang penulisan ilmiah
2. Untuk mengetahui sikap ilmiah seorang ilmuwan
3. Untuk mengetahui kewajiban profesional
4. Untuk mengetahui menulis bagi ilmuwan
5. Untuk mengetahui macam-macam karangan ilmiah
6. Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan karangan/penulisan ilmiah

7.
BAB 2 :
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Penulisan Ilmiah
Orang sering mengeluh tidak mampu menulis karena tidak punya bakat mengarang, tak
punya bahan dan setumpuk alasan lain. Sebetulnya orang yang berkecimpung dalam dunia
profesi apapun, termasuk dunia kedoktan gigi, pasti punya sesuatu untuk ditulis. Salah satu
masalah yang mungkin menjadi hambatan hanyalah ketidaktahuan bagaimana memilih
bagian-bagian yang menonjol dari sekian banyak bahan informasi maupun pengalaman yang
dimiliki.
Seorang sarjana hendaknya menyadari betul betapa tak ternilainya suatu kepustakaan
bagi dirinya, bagi penelitian yang akan atau sedang dilakukan, maupun bagi pengembangan
diri serta perkembangan profesi yang digelutinya. Hal ini berlaku pula di dunia kedokteran
gigi. Memang, menulis belum tentu mudah bagi setiap orang, namun bila kita menyadri
tugas-tugas kita sebagi anggota kelompok profesi, tidak layaklah kita mencari-cari alsan
karena ingin menghindari tugas.
Pengetahuan yang kita miliki bisa sangat bermanfaat untuk sesama dokter gigi, bila
pengetahuan ini dipublikasikan. Namun, bila kita menyimpangnya untuk diri sendiri saja,
pengetahuan ini tidak bermanfaat bagi siapa pun, karena tak seorang pun yang tahu, hal ini
akan menjadi lebih buruk lagi bila pengetahuan yang kita miliki itu sebetulnya tidak benar.
Dan lebih celaka lagi karena kita sama sekali tidak mengetahui adanya kesalahan ini.
Seorang sarjana sebagai ilmuan harus mampu menjadi penulis karya ilmiah, sejalan
dengan kemandirian dan sikap ilmiah yang harus dimilikinya. Mandiri, dalam arti bahwa ia
dapat menghasilkan sendiri hal-hal baru, sebagia hasil pengamatan, pengalaman maupun
penelitiannya sendiri. Tanpa semua ini, tak mungkinlah seorang mahasiswa atau bahkan
sarjana sekalipun, mampu menulis karya ilmiah.
Dalam menuangkan pengalaman dan pengamatan seseorang menjadi karya tulis ilmiah,
ada hal-hal yang perlu di perhatikan.
Pertama, sesuatu yang ditulis atau diuraiakn itu tidaklah mungkin dapat dipahami tanpa
keragu-raguan dan tanpa terjadi salah tafsir.
Kedua, berbeda dengan karya-karya sastra, penulisan karangan ilmiah harus mengikuti
kaidah-kaidah yang lazim berlaku. Itulah sebabnya sistematika penulisan karya ilmiah
ini perlu dipahan dan dikuasai.

2.2 Pengertian Karya Tulis Ilmiah


Menurut Munawar Syamsudin (1994), tulisan ilmiah adalah naskah yang membahas
suatu masalah tertentu, atas dasar konsepsi keilmuan tertentu, dengan memilih metode
penyajian tertentu secara utuh, teratur dan konsisten. Menurut Suhardjono (1995), tidak
semua karya tulis merupakan karya tulis ilmiah. Ilmiah artinya mempunyai sifat keilmuan.
Suatu karya tulis, apakah itu berbentuk laporan, makalah, buku, maupun terjemahan, baru
dapat disebut ilmiah apabila memenuhi tiga syarat, yakni :
1.

Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah.

2.

Menggunakan metode ilmiah atau cara berpikir ilmiah.

3.

Sosok penampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu tulisan
keilmuan.
Selanjutnya, yang dimaksud pengetahuan ilmiah adalah segala sesuatu yang kita ketahui

(pengetahuan) yang dihimpun dengan metode ilmiah (Kemeny dalam The Liang Gie, 1997).
Pengetahuan ilmiah ini selanjutnya disebut dengan ilmu. Para filsuf memiliki pemahaman
yang sama mengenai ilmu, yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan ilmiah yang
tersusun secara sistematis (The Liang Gie, 1997).
Selanjutnya berpikir ilmiah mengandung makna bahwa orang yang berpikir ilmiah selalu
memiliki sikap skeptis, analitis, dan kritis dalam menghadapi fenomena masyarakat yang
terjadi. Sementara itu, dengan metode ilmiah berarti bahwa ilmu pengetahuan diperoleh
dengan prosedur atau langkah-langkah dan struktur yang rasional (The Liang Gie, 1997).
Dalam kegiatan ilmiah tercermin adanya proses kerja yang menggunakan metode keilmuan
yang ditandai dengan adanya argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan, serta
dukungan fakta empirik. Di samping itu juga ada analisis kajian yang mempertautkan antara
argumentasi teoretik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji. Kegiatan
ilmiah dapat berupa : (1) Penelitian (research), (2) Pengembangan (development), dan (3)
Evaluasi (evaluation)
Karya ilmiah atau karangan ilmiah atau scientific paper adalah sebuah laporan yang
secara tertulis dan diterbitkan dengan memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang
telah dilakukan oleh seseorang atau dalam sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika
keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Atau karya ilmiah ini dapat
diartikan sebagai karangan yang mengungkapkan buah pikiran hasil pengamatan, dalam
bidang tertentu dengan sistematika penulisan bersantun bahasa yang kebenarannya dapat
dipertanggung jawabkan.
Menurut Munawar Syamsudin (1994), tulisan ilmiah adalah naskah yang membahas

suatu masalah tertentu, atas dasar konsepsi keilmuan tertentu, dengan memilih metode
penyajian tertentu secara utuh, teratur dan konsisten. Menurut Suhardjono (1995), tidak
semua karya tulis merupakan karya tulis ilmiah. Ilmiah artinya mempunyai sifat keilmuan.
Adapum jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau
simposium atau paper, artikel ilmiah, naskah publikasi, tugas akhir, skripsi, tesis, dan artikel
jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan.
Adapun ciri-ciri karya tulis ilmiah, antara lain:
1.

Struktur sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal
(pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal
merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok
yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian
penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang

2.

tindak lanjut gagasan tersebut.


Komponen dan substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya
ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel

3.

ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.


Sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan
menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif,

4.

tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.


Penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari
pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

2.3 Sikap Ilmiah seorang Ilmuwan


Sejauh ini dikenal tujuh hal yang menyangkut sikap ilmiah ilmuwan, yang sering kali
dilupakan dan diabaikan oleh sebagian sarjana, termasuk mereka yang sudah mencapai strata
pendidikan lebih tinggi, bahkan yang tetinggi sekalipun.
Pertama, sikap ingin tahu. Seorang yang bersikap ilmiah selalu bertanya-tanya
tentang berbagai hal yang dihadapinya. Ia selalu tertarik tidak saja kepada hal-hal yang lama,
tetapi terutama pada hal-hal yang baru. Walaupun hal-hal lama telah dibahas oleh para ahli
sebelumnya, mungkin saja untuk pengembangannya masih dibutuhkan pemikiran lebih
lanjut. Sebaliknya, hal-hal yang baru perlu ditelaah sehingga bila perlu dapat dibuat suatu
kesimpulan baru.

Kedua, sikap kritis. Orang yang bersikap ktitis tidak puas dengan jawaban tunggal.
Ia akan selalu berusaha mencari hal-hal yang ada dibalik suatu gejala, bahkan yang
melatarbelakangi fakta yang dihadapinya. Sikap ingin tahu ini merupakan motivasi kuat dan
positif untuk belajar. Rasa ingin tahu semacam ini menyebabkan seseorang mencari informasi
sebanyak mungkin, sebelum ia menetapkan pendapat yang akan dikemukannya. Ia selalu
berhati-hati sebelum melakukan suatu tindakan.
Ketiga sikap terbuka. Artinya, selalu bersedia mendengar keterangan dan
argumentasi orang lain, walaupun berbeda dalam pendirian. Orang dengan sikap seperti ini
tidak menutup mata terhadap adanya kemungkinan pendapat lain. Itulah sebabnya ia tidak
emosional dalam menghadapi kritik, sangkalan bahkan celaan terhadap pendapat yang
dikemukakannya.
Keempat, sikap obyektif. Seorang sarjana yang memiliki sikap obyektif akan
mampu mengesampingkan sikap prasangka pribadi (apriori) ataupun kecenderungan yang
tidak beralasan terhadap orang lain. Jadi ia selalu berfikir positif. Dengan demikian ia
mampu menyatakan sesuatu apa adanya, serta dapat melihat sesuatu secara nyata dan aktual.
Orang yang bersikap obyektif tidak dikuasai oleh pikiran atau perasaannya sendiri maupun
prasangka terhadap orang lain.
Kelima, rela menghargai karya orang lain. Berjiwa besar untuk mengahargai karya
orang lain, tanpa merasa dirinya kecil, merupakan sikap ilmiah yang amat penting.
Kecongcakan biasanya menyebabkan orang yang tak mampu bersikap obyektif. Kalau ia
berhasil membuat karya ilmiah, biasanya tulisan nya bernada sombong, memerintah ataupun
menggurui. Seorang yang berjiwa ilmiah pantang mengakui karya orang lain sebagai karya
orisinal yang berasal dari dirinya. Ia rela dan senang hati akan mengakui dan menyampaikan
ucapan terima kasih atas gagasan atau karya orang lain yang ia kutip atau bantuan dalam
bentuk apa pun yang telah diterimanya.
Keenam, berani mempertahankan kebenaran. Sikap ilmiah membuat orang berani
mengatakan kebenaran dan bila perlu sekaligus mempertahankannya. Kebenaran yang
dibelanya ini mungkin berupa tulisan atau hasil penelitiannya sendiri, mungkin pula hasil
penemuan karya orang lain. Dengan memiliki keberanian mengemukakan kebenaran, cara
berpikir dan sikapnya dalam melakukan penulisan menjadi konsisten.
Ketujuh, mempunyai pandangan jauh ke depan. Orang yang punya pandangan
jauh ke depan, selalu tanggap dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahua dan
teknologi. Karena sikap ini, ia selalu haus untuk membaca dan mengetahui lebih banyak.

Akhinya, ia akan menganggap bahwa membaca dan menulis sebagai suatu kebutuhan, serta
menulis karya ilmiah sebagai suatu kewajiban profesional.
Dalam kaitan dengan Sikap Ilmiah Imuwan tadi, menarik untuk mencatat apa yang
dikemukakan Martone sebagai : The Value of I dont Know ( Nilai dari Pernyataan Saya
Tidak Tahu). Ia menggambarkan bahwa dalam masa tumbuh kembangnya, seorang anak
balita ( bawah usia lima tahun) memiliki rasa ingin tahu yang amat besar. Hal ini disebabkan
oleh karena anak ini merasa Saya belum atau tidak tahu apa-apa, sehingga ia selalu
bertanya tentang segala sesuatu yang dilihat dan ingin diketahuinya. Setelah ia meningkat
besar dan menjadi remaja atau rang dewasa muda, mulailah rasa ingin tahunya berangsurangsur menyusut. Pada usia seperti ini, mulailah timbul perasaan Saya mulai banyak tahu
dan dengan demikian keinginannya untuk bertanya jadi berkurang. Makin ia dewasa, menjadi
sarjana, magister, bahkan mungkin doktor dan profesor, tidak mustahil persaan segala
tahunya makin menggumpal. Ia menjadi sombong karena merasa dirinya serba dan segala
tahu. Sebagai akibat yang lebih parah biasanya orang seperti ini kurang suka menerima
pendapat orang lain, karena merasa dirinya paling benar. Tentu saja sikap seperti ini bukan
sikap yang terpuji dan tidaklah patut dimiliki seorang sarjana dari lapisan pendidikan dan
bidang ilmu manapun juga. Inilah yang sering terjadi bila seorang sarjana tidak memiliki dan
menjiwai Sikap Ilmiah Ilmuwan.
Perlu diingat suatu hal yang sering disebut sebagai ciri-ciri seorang cendikiawan.
Seperti dimaklumi, ilmuwan kerap disebut cendikiawan, yang berarti seorang yang memiliki
sifat cendikia atau intelijen; dan berarti tajam pikiran dalam memahami masalah serta cakap
mencari jalan keluarnya. Cendekiawan adalah orang yang mampu berpikir dengan tajam
untuk memamahi masalah dan menyumbangkan jalan keluar dari masalah itu bagi kebaikan
orang banyak.
Jadi jelas, kaum cendikiawan atau intelejensia bukan hanya mereka yang bergelar
sarjana atau berkedudukan tinggi. Tanpa memandang kedudukannya, siapa pun dapat
memiliki sifat cendekia. Namun daam praktenya, cendekiawan memang berarti orang yang
terpelajar atau pandai.
Pengertian terpelajar sendiri juga perlu diluruskan. Banyak mahasiswa dan sarjana
yang baru lulus mengira bahwa ciri orang pandai adalah berbicara secara rumit dan sulit.
Mereka mengira bahwa ciri makalah yang ilmiah adalah adanya istilah-istilah yang hebat dan
bila perlu berbau asing. Padahal, ciri sebuah pemikiran yang pada satu pihak didukung oleh
penalaran yang mendasar, namun pada lain pihak tetap terbuka untuk diperbaiki atau diubah
lagi.

Sesungguhnya ciri utama cendekiawan adalah kejernihan pemikirannya dan yang


lebih penting lagi manfaat pemikiran itu bagi kepentingan umum. Seorang cendikiawan tidak
hanya pandai berpikir untuk kepentingan dirinya atau kepentingan golongannya sendiri,
tetapi untuk kepentingan semua golongan yang ada. Jika seandainya ada masalah yang
menyangkut pertikaian antara dua pihak, maka ciri pola pikir cendekiawan adalah sumbangan
pemikirannya yang membawa kebaikan dan mendamaikan kedua pihak.
Dalam istilah lebih populer, ciri pemikiran cendekiawan adalah inklusif (asal katanya
adalah to include = mengikutsertakan, merangkul, memasukkan) sebagai lawan kata dari
eksklusif ( yang berasal dari kata to exclude = menyisihkan, menyingkirkan, mengeluarkan).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ciri pemikiran cendekiawan ini adalah kontributif (
dari to contribute = menyumbang manfaat) bagi semua pihak. Cendekiawan yang bersifat
eksklusif dan deskriminatif sebetulnya menyangkal hakekat dirinya sendiri sebagai
cendekiawan.
2.4 Kewajiban Profesional
Sebetulnya ada sesuatu yang lebih dari sekedar keuntungan pribadi dalam hal karangmengarang, yaitu pemenuhan kewajiban profesional kita sebagai seorang ilmuwan,
khususnya sarjana kedokteran gigi.
Sering dikemukakan bahwa salah satu ciri khas dunia profesi adalah kepustakaan atau
literaturnya. Sebagai seorang profesional, kita mempunyai kewajiban membagi pengetahuan
serta pengalaman kita kepada sesama teman profesi. Dalam segi informasi ini, tidak
sepatutnya kita mempunyai rahasia profesi. Apapun yang kita ketahui, sepantasnya pula
diketahui oleh sejawat lain. Zaman dimana dikenal adanya cara kerja dan bahan ajaib
yang perlu dirahasiakan dianggap sudah berlalu.
Setelah mampu menguasai ilmu,apa lagi bila sudah mampu meneliti, seorang
ilmuwan harus menulis. Pengetahua yang dikuasainya itu haruslah dikomunikasikan kepada
orang lain. Tanpa ditulis komunikasi ini tak akan terjadi, dan pengetahuan tadi tidak akan
berkembang karena tidak diketahui apa lagi dipahami oleh masyarakat luas.
Ilmu pengetahuan dari dunia Timur sebetulnya tidak kalah mutunya dari dunia Barat,
namun mengapa yang berasal dari Barat jadi lebih menonjol? Sebab, para ahli dunia Timur
lebih enggan serta kurang banyak menulis dan menyebarluaskan ilmunya. Orang Timur
biasanya lebih dikenal sebagai penutur yang baik, dan bukan penulis. Setelah orang Barat
datang mempelajari ilmu-ilmu dari Timur, maka pengetahuan tentang Yoga, Akupunktur dsb.
Jadi lebih memasyarakat. Hal ini disebabkan karena setelah mempelajari dan menguasai ilmu

ini, mereka segera menulis karangan, bahkan buku-buku. Dengan cara ini, ilmu yang tadinya
tertutup dan diketahui secara tradisional, kini dapat dipelajari orang dari mana pun ia berasal.
Dalam dunia perguruan tinggi Barat dikenal ungkapan Publish or Perish, yang
artinya kurang lebih : barang siapa yang tidak menulis akan mati atau tercerabut dari
dunia perguruan tinggi. Jadi, seorang ilmuwan hendaknya selalu menulis : Scientist must
write.
2.5 Manfaat menulis bagi ilmuwan
Seorang ilmuan dituntut mampu mengutarakan pikiran, pendapat, dan gagasan dalam
bentuk tulisan. Menulis banyak sekali manfaatnya bagi seorang ilmuwan, sebagaimana
tampak dalam hal-hal berikut ini:
1.

Ia akan terlatik mengembangkan keterampilan membaca secara efektif, sebab


sebelum menulis, ia harus membaca dahulu berbagai kepustakaan yang cukup

2.

banyak dan mendalam.


Ia akan terlatih meramu hasil acan dari berbagai sumber tadi dan akhirnya mampu
menyajikan fakta lebih jelas, informative serta sistematis untuk menyajikan ke

3.

tingkat pemikiran yang lebih matang.


Ia akan memahami berbagai kegiatan penggalian dan penelusuran pustaka, mulai

4.

dari memakai katalog hingga menggunakan komputer.


Ia akan mampu berlatih menyusun hasil pemikiran dan penelitiannya menurut caracara yang lazim digunakan kalangan ilmuwan. Walaupun kita tidak mempunyai latar
belakang dasar-dasar penelitia, tidaklah ada alasan mengapa kita tidak melaporkan
pengalaman pribadi yang kita lakukan. Pengungkapan pengalaman seperti ini
mungkin dapat membantu memecahkan masalah utama yang dihadapi orang lain,

5.

karena tulisan ini dibaca oleh banyak orang.


Ia akan lebih mampu melihat kesalahan dirinya sendiri sebelum kesalahan ini dilihat
orang lain, karena prinsip penulisan ilmiah adalah Writing is Rewriting menulis
adalah menulis ulang. Mengapa demikian? Untuk bisa menuangkan pendapat,
pemikiran dan pengetahuan keatas kertas, seseorang haruslah memikirkan dahulu
setiap tindakannya secara logis. Dalam proses inilah, biasanya kita menyadari adanya
kesalahan, yang sebelumnya mungkin tidak terlihat. Kita dapa kembali ke jalan
yang benar bila ternyata benar-benar terdapat kesalahan dalam pemikiran,
pengamatan maupun cara kita bekerja. Patut pula diingat bahwa dengan menuangkan
pemikiran kita keatas kertas, maka kita dapat melihat ada atau tidaknya kesalahan
sendiri sebelum karangannya dikirim atau diterbitkan. Pada saat mengulang baca

hasil karya ilmiah, biasanya bisa terlihat adanya kesalahan, kekuranga maupun
6.

kelebihan pada naskah ini.


Ia akan meningkatkan pengetahuan dan memperluas cakrawala pandangan
masyarakat awam maupun sesama ilmuwa, karena telah mengemukakan sesuatu
mungkin belum diketahui masyarakat luas. Dilain pihak, pasti si penulis juga dapat
menolong dirinya sendiri untuk memahami masalah dan pemecahannya dengan lebih
baik. Ia akan membuka peluang dialog imajinatif dengan sesame ilmuawan pada saat

7.

menyusun karangannya, maupun dialog nyata setelah makalahnya dipublikasikan.


Ia akan memperoleh kepuasan batin maupun intelektual karena sudah memenuhi
kewajiban profesionalnya.

2.6 Macam-macam karangan Ilmiah


Salah satu dasar penggolongan karangan dibuat oleh Jones (1960), yang membagi
karangan menadi karangan ilmiah dan karangan non-ilmiah, berdasarkan fakta yang disajikan
dalam karangan itu, yaitu fakta umum dan fakta pribadi. Penggolongan bisa pula dilakukan
berdasarkan metodologi prnulisannya, menjadi karangan ilmiaah dan karangan tidak ilmiah.
Bila karangan menyajikan fakta umum maupun pribadi, namun disajikan tidak dengan
metoda yag baik dan benar, maka disebut sebagai karangan tidak ilmiah.
Ciri-ciri Karangan Ilmiah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Menyajikan fakta obyektif secara sistemtis


Pernyataannya cermat, tepat, tulus dan benar, serta tidak memuat terkaan.
Penulisannya tidak mengejar keuntungan pribadi.
Penyusunannya dilaksanakan secara sistematis, konseptual dan prosedural.
Tidak memuat pandangan-pandangan tanpa dukungan fakta.
Tidak emotif menonjolkan perasaan.
Tidak bersifat argumentatif, tetapi kesimpulannya terbentuk atas dasar fakta.

Ciri ciri Karangan Non-ilmiah:


a. Peenyajiannya lebih bersifat subyektif.
b. Mengandung usulan dengan efek dan kesimpulan yang diharapkan penulis.
c. Bersifat persuasif, sesuai dengan keyakinan penulis yang mengajak pembaca untuk
merubah pendapat.
d. Pandangan yang dikemukakan penulis tidak didukung fakta umum.
e. Motivasinya lebih mementingakan diri sendiri, karena itu isinya bisa melebihlebihkan sesuatu.
f. Kesimpulan penulis lebih bersifat argumentatif, sehingga kurang atau tidak
membiarkan fakta berbicara sendiri.

Secara ringkas, karangan atau tulisan ilmiah adalah karya tulis yang disusun berdasarkan
tulisan, pernyataan atau gagasan orang lain, baik yang telah, belum atau bahkan tidak
dipublikasikan sama sekali. Jadi pada hakekatnya penulis menyusun kembali hal-hal yang
telah dikemukakan orang lain, ditambah pengalamannya dan dalam gaya bahasanya sendiri.
Dengan demikian tulisan ini merupakan suatu uraian yang didukung informasi yang telah
diuji kebenarannya daan kemudian disajikan dengan cara yang lazim dan benar, sesuai
dengan metoda yang berlaku.
Dengan demikian, pada dasarnya karangan ilmiah mengemukakan fakta dan sebagian lagi
memuat pendapat, anggapan atau dugaan di samping kesimpulan dan rekomendasi serta
saran.

Semua

informasi

ini

perlu

diberi

tempat/kedudukan

yang

jelas,

tidak

dicampuradukkan. Hal ini berarti, boleh saja menulis perpaduan antara pendapat berbagai
ahli atau keterangan-keterangan lanyya, tetapi harus selalu dijaga jangan sampai keterangan
keterangan itu dijadikan satu begitu saja.
Dari berbagai kepustakaan ternyata dijumpai bermacam-macam cara penggolongan jenis
karangan ilmiah. pEnggolongan ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu,
seperti terlihat pada uraian di bawah ini.
Ditinjau dari cara penulisannya, kita melihat adanya Karaangan Ilmiah Murni, yang
biasanya ditujukan untuk konsumsi kalangan profesi atau cendekiawan. Sebaliknya,
Karangan Ilmiah Populer ditujuakn untuk masyrakat umum, dengan tujuan membangkitkan
motivasi terhadap suatau pemecahan masalah.
Ditinjau dari sumber utama yang digunakan sebagai dasar penulisannya, kita mengenal
Laporan Kasus, Laporan Penelitian serta Studi Kepustakaan.
Berdasarkan Bentuk Karanganya, dikenal adanya Makalah (= paper), skripsi, Tesis dan
Disertasi. Karena masing-masing jenis karangan tadi akan dibahas dalam pembicaraan
khusus,pada kesempatan ini hanya akan diberikan ilustrasi singkat saja.
1. Makalah (paper)
Makalah adalah segala bentuk karangan ilmiah tertulis, baik sebaagai hasil
pembahasan buku maupun sebagai hasil karangan tentang suatu pokok persoalan. Kita
mengenal berbagai bentuk makalah berikut ini, sebagaimana biasanya dijumpai dalam
jurnal/majalah ilmiah.
2. Studi Kepustakaan (penelaaahan teoritis)
Penelaahan gagasan berbagai ahli mengenai suatu masalah untuk diperbandingkan.
Kemudian ditarik kesimpulan menurut pandangan penulis.
3. Tinjauan Historik (historical review)
Disini dilakukan pencatatan cermat berdasrkan urutan perkembangan dari masalah
yang ditinjau. Dibuat sesingkat mungkin, tetapi lengkap dan didukung dengan acuan
yang memadai.
4. Deskripsi prosedur teknis praktis

Penggambaran suatu teknik dengan cara-cara teratur dan mudah dimengerti, secara
langkah demi langkah. Selain menyatakan tujuan daari penggunanaan cara teknis ini,
penggambaran ini juga memuat ringkasan tentang keuntungan dan kerugiannya.
Walaupun memberikan kemungkinan sejawat lain untuk menilai, cara ini hendaknya
jangan memberi suatu jaminan tentang efektivitasnya
5. Laporan Kasus
Uraian ini oleh penulisannya dimaksudkan sebagai laporan tentang suatu hasil
pengamatan/tindakan pemecahan masalah yang belum banyak diketahui orang.
Percobaannya cukup dilakukan pada satu atau beberapa kasus saja.
6. Laporan Penelitian
Suatu laporan tentag penelitian yang telah diselesaikan oleh penulis. Berbeda dengan
laporan kasus, di sini masalahnya diambil dari sekelompok anggota masyarakat.
Petcobaannya sendiri dilakukan dengan mengikuti suatu metodologi yang terarah dan
rinci.
7. Skripsi
Suatu karya tulis singkat yang didasari oleh penelitian berupa bahan-bahan bacan atau
observasi lapangan. Pembuatan karya tulis ini biasnya merupakn salah satu persyratan
wajib guna menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu, biasannya Program D-3
atau Strara Satu.
8. Tesis
Karya tulis ini hampir sama dengan skripsi, tetapi lebih mendalam dan merupakan
laporan suatu penelitian yang dilakukan dengan seksama sertaa menurut metodologi
penelitian. Tesis biasannya merupakan karya tulis akhir Program Strata Dua/ Magister
Spesialis Satu.
9. Disertasi
Istilah yang digunaan untuk karangan ilmiah yaang dibuat dalam mencapai gelar
tertinggi di sebuah universitas, yaitu Program Strara Tiga/Doktor. Biasanya ada
ketentuan ketentuan khusus daari universitas yang bersangkutan tentang persyaratan
yang berhubungan dengan prosedur ilmiah dn bentuk disertasinya.
Karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan, sesuai dengan Petunjuk Teknis
Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya menurut Suhardjono,
(1995) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
No.

Jenis Karya Tulis Ilmiah

Karya (tulis ) ilmiah hasil penelitian,


pengkajian, survey, dan atau evaluasi di

Pengelompokan
Karya Tulis Ilmiah
Laporan Kegiatan ilmiah

bidang pendidikan Laporan kegiatan


ilmiah
Karya tulis atau makalah yang berisi
2

tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan


sendiri dalam pendidikan, Tulisan Ilmiah
Tulisan ilmiah popular di bidang

pendidikan

dan

kebudayaan

yang

Tulisan Ilmiah

disebarluaskan melalui media massa


Prasarana yang berupa tinjauan, gagasan
4

atau ulasan ilmiah yang disampaikan

5
6

dalam pertemuan ilmiah


Buku pelajaran atau modul buku
Diktat pelajaran
Karya penerjemah buku pelajaran /

karya ilmiah yang bermanfaat bagi

Buku

pendidikan
Sumber: Suhardjono, 1995.
2.7 Langkah -langkah penyusunan karangan/penulisan ilmiah
1) Cara pemilihan dan pengungkapan masalah
Memilih masalah apa yang akan dikemukakan dalam suatu karangan ilmiah tidak
jarang menjadi kesulitan, terutama bagi penulis pemula. Karena itu, menginventarisasi
beberapa masalah sehingga diperoleh suatu daftar, biasanya akan membantu penulis
memilih masalah mana yang sebetulnya dan akhirnya akan diungkapkan. Melalui
daftar masalah, barulah kita teliti kembali masalah tadi satu per satu, dan hal ini dapat
dibantu dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.
Apakah masalah ini berguna dan cukup penting untuk dipersoalkan? Masalah
yang tidak perlu dipersoalkan lagi, sama sekali tak bermanfaat dibicarakan
2.

lebih lanjut.
Apakah membahas masalah ini akan menghasilkan sesuatu yang baru? Suatu
persoalan, betapapun menariknya untuk dibahas, bila tidak menghasilknan
suatu pemecahan masalah yang konkrit tidak ada gunanya dikemukakan dalam

3.

bentuk makalah ilmiah.


Apakah masalah yang akan ditulis itu menarik perhatian dan minat si
penulis? Suatu soal yang tidak menarik perhatin dan nimat si penulis, akan
menyulitkan pembahasan secara tuntas. Hendaknya selalu diingat, bila

seseorang harus menulis sesuatu yang bagi dirinya sendiri saja sudah tidak
4.

menarik, proses penulisannya juga pasti akan tersendat-sendat.


Apakah masalah yang akan dibahas ini cukup terbatas, artinya tidak terlalu
lebar, dan tak pula terlalu sempit? Menulis suatu topik yang besar atau lebar
akan membuat karangan jadi panjang sekali, untuk mencapai pembahasan
yang mendalam. Bila pembahasannya dangkal untuk masalah yang begitu
besar, tentu tidak diharapkan datang dari suatu karya ilmiah. Pembahasan

5.

karangan ilmiah haruslah terarah dan mendalam.


Apakah untuk pembahasan ini cukup tersedia data, sehingga memungkinkan
pelaksanaan tindakan pemecahan masalahnya? Pembahasan suatu topik
ilmiah perlu dukungan data dan kepustakaan yang cukup memadai. Tanpa ini,

6.

pembahasan akan menjadi terbatas dan tidak mustahil jadi dangkal.


Apakah masalah ini dapat dipecahkan dengan fasilitas yang ada dan
kemampuan diri penulis? Memecahkan masalah dengan dukungan fasilitas
dan kemampuan yang minim, tak akan mencapai hasil yang memuaskan.
Suatu contoh sederhana dapat dikemukakan, bila seseorang ingin menulis

tentang Amalgam. Perkembangan ilmu, teknologi, dan bahan kedokteran gigi


sudah demikian maju dan pesat. Bila judul yang dipilih adalah Amalgam, dan
karangannya sudah selesai, mungkin para pembaca mengharap dapat membaca
karangan yang membahas segala aspek yang berkaitan dengan amalgam. Dalam
hal ini, bahasannya meliputi sifat fisis, kimiawi, karakteristik lainnya, Macammacam Amalgam dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya serta
mungkin banyak hal lain kagi. Akhirnya karangan yang semula dimaksudkan
berupa karya ilmiah biasa saja, akan menjadi suatu buku tebal yang mirip buku
ajar.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, kadang-kadang pembahasan jadi sedikit
berubah dari rencana uraian semula. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya temuantemuan yang lebih baik, menarik dan penting, sehingga terasa sayang bila tidak
diungkapkan. Dengan masuknya temuan-temuan yang tak terduga sebelumnya ini,
mungkinsaja jalan atau alur pembahasan jadi berubah. Kejadian seperti ini dengan
sendirinya dapat mengubah isi karangan, sehingga judul yang semula sudah di
tetapkan, dirasa perlu untuk diubah lagi, supaya lebih sesuai dan mengena dengan
isi karangan secara keseluruhan.

Dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat diibaratkan dengan seseorang yang
ingin melakukan perjalanan, umpamanya dari Jakarta ke Bandung lewat Puncak.
Karena suatu sebab, pada saat tiba di Bogor, rute perjalanannya di ubah menjadi
lewat Sukabumi dan Cianjur. Jadi tidak lagi melalui Puncak. Dalam contoh seperti
ini, tentu saja Judul perjalanan tidak lagi Jakarta ke Bandung melalui
Puncak, melainkan Jakarta- Bandung lewat Sukabumi dan Cianjur. Hal serupa
dapat terjadi pada penyusunan karya ilmiah. Perubahan judul perlu dilakukan
karena selanjutnyanisi pembahasan tidak lagi tentang Puncak, tetapi jadi
mengenai Sukabumi dan Cianjur.
2) Memperoleh sumber informasi
Kita dapat menulis sesuatu, bila ada persoalan yang patut ditulis. Untuk itu
diperlukan adanya sumber informasi, secara ringkas dapat dikatakan ada empat
sumber informasi yang dapat kita manfaatkan.
1. Pengalaman atau pengamatan pribadi.
2. Pengalaman orang lain. Pengalaman orang lain ini dapat berupa publikasi dalam
bentuk media cetak, seperti buku, artikel dalam majalah, brosur dan lain-lain.
3. Publikasi bukan berupa media cetal. Termasuk kedalam kelompok ini adalah
kuliah, ceramah, seminar dan sebagainya.
4. Suatu bentu lain pengungkapan pengalaman seseorang, seperti wawancara atau
diskusi yang tidak dipublikasikan dapat pula dimanfaatkan sebagi sumber
informasi. Jenis ini sering disebut sebagai komunikasi pribadi (personal
communication).
Cara terbaik untuk menggali sumber informasi ini tentu saja dengan menempuh
semua kemungkinan yang ada.

3) Gaya dan cara penulisan yang efektif


Tujuan pembuatan karangan ilmiah adalah melaporkan informasi, pemikiran dan
pengalaman secara ringkas, jelas dan tegas. Dengan kreatifitas pengarangnya,
karangan ini tetap dapat dibuat menarik dan menyegarkan tanpa mengorbankan nilainilai ilmiah yang memang harus diutamakan. Karena itu karangan-karangan ilmiah
tidak perlu menjadi bacaan yang menjemukan semata-mata oleh karena bentuknya
yang sangat formal dan sebab isinya yang bersifat ilmiah.

Mengingat hal tersebut diatas, seorang penulis hendaknya mampu menyusun


karangan sedemikian rupa sehingga karyanya itu dibaca oleh banyak orang. Artikel
yang diterbitkan tetapi tidak dibaca orang sama sekali tidak bermanfaat, kecuali
barangkali untuk ego isi penulis sendiri. Biasanya gaya bahasa yang jelas lebih
efektif daripada kata-kata mulut yang disusun dalam kalimat yang kompleks.
Dalam aspek gaya dan cara penulisan yang efektif ini, Flesch mengingatkan dua
hal penting yaitu Readability (= ketedasan, keterbacaa) dan Ambiguity (-=ketaksaan,
kemaknaan lebih dari satu).
Aspek ketadasan dapat dilihat dari tabel Flesch berikut ini:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

KATA/KALIMAT
DRJ.KETEDASAN
</=8
Sangat mudah
11
Mudah
14
Agak mudah
17
Baku
21
Agak Sulit
25
Sulit
29/>
Sangat sulit
Contoh ketadasan dapat terlihat pada kalimat berikut ini, yang merupakan kalimat

beranak bercucu (bahkan bercicit):


Penjuluran lidah dapat juga disebabkan oleh karena pemberian susu dengan
botol dimana dot digunakan terlalu panjang dan ujung dot menyentuh sampai ke
tenggorokannya maka untuk mencegahnya anak meletakkan lidahnya pada langitlangit, tetapi hal ini berlangsung lama dan anak menemui kesulitan makan anak
meletakkan ujung lidahnya di depan untuk menahan dot di antara gum pad dan
lindah dan anak menelan dengan ini dan akan menetap sampai anak menjadi besar.
Jelas sekali kalimat seperti ini sulit dicerna dan perlu nafas panjang untuk
membacanya. Satu kalimat ini sebetulny lebih tepat dijadikan sebuah alinea. Marilah
kita bandingkan dengan kalimat perubahan berikut ini:
Penjuluran lidah dapat juga disebabkan oleh karena pemberian susu dengan
botol yang dotnya digunakan terlalu panjang. Karena panjangnya, ujung dot ini
menyentuh tenggorokan, sehingga untuk menghindarinya si anak meletakkan
lidahnya pada langit-langit.
Bila hal ini berlangsung lama, tentu saja si anak akan menemui kesulitan;
sebagai gantinya sekarang ia meletakkan ujung lidahnya di depan untuk menahan
dot di antara gum pad dan lidahnya, dengan cara inilah ia membiasakan dirinya
menelan; suatu kebiasaan yang akan menetap sampai ia menjadi besar.

Dengan menguraikan kalimat yang sangat panjang tadi menjadi beberapa kalimat
yang lebih pendek, maka pembaca jadi lebih mudah mengerti pesan yang ingin
disampaikan.
Dari aspek ketaksaan dapat dijumpai contoh-contoh di bawah ini.
1. Istri dokter yang nakal.
Dengan nada pengucapan tertentu, kalimat ini bisa berarti yang nakal itu adalah
isteri dokter, tetapi dengan cara pengucapan lain, bisa pula berarti yang nakal
adalah dokternya.

2. Orang dewasa ini kurang memiliki jiwa gotong royong.


Serupa dengan contoh 1m disini yang kurang memiliki jiwa gotong royong
adalah orang dewasa ini (bukan orang dewasa yang lain), namun bisa pula
diartikan bahwa dewasa ini orang kurang memiliki jiwa gotong royong.
3. Seorang proa 27 tahun, selama 3 tahun ini mempunyai suatu massa pada sisi kiri
lehernya yang tumbuh secara lambat.
Kalimat 3 bisa diartikan bawa sis kiri leher pasien tadi yang tumbuh secara
lambat (yang kanan tidak tumbuh lambat).
Mungkin yang dimaksud oleh si penulis sebetulnya massa pada sisi kiri
lehernya yang tumbuh lambat, sehingga bila demikian, kalimat ini seharusnya di
tulis sebagai berikut:
Seorang pria 27 tahun, selama 3 tahu ini mempunyai suatu massa yang tumbuh
secara lambat pada sisi kiri lehernya.
Hal-hal tersebut diatas perlu mendapat perhatian seksama dalam penulisan karangan,
karena berbeda dengan bahasa lisan yang mempunyai lebih banyak keleluesan, bahsa
tulisan lebih mengandalkan komunikasi semata-mata kepada ketertiban pengaturan tata
bahasa yang benar, termasuk ejaan dan tanda baca yang dipakai secara tepat.
Sebagai contoh keleluasaan bahasa lisan, ambillah kata Keluar. Kata tunggal yang
demikian sederhana ini bisa berbeda-beda maknanya bila disampaikan dalam bentuk
lisan, tergantung pada cara dan situasi orang mengucapkannya, lagu suara
pengucapannya, lawan bicara dan tempat pembicaraan berlangsung. Pengucapan kata tadi
bisa berarti:
1.
2.

Jawaban atas pertanyaan seseorang, yang menanyakan apakah si A berada di tempat.


Dengan suasana dan lawan bicara lain, pengucapan kata tadi dapat pula berarti
perintah seseorang kepada lawan bicaranya supaya si lawan bicara itu keluar dari
ruangan.
Sebaliknya, pada saat lain, pengucapan kata ini dapat juga berarti pengungkapan rasa

3.

heran atau tidak percaya seorang penanya atas jawaban yang menyatajan bahwa orang
yang dicarinya sedang keluar.
Dalam bahasa tulisan nada dan cara bicara pada bahasa lisan seperti ini menjadi sirna,
karena itu bahasa tulisan membutuhkan sarana lain untuk menutupi kekurangan ini, antara
lain dengan tanda-tanda baca yang lengkap dan tepat.
Suatu karangan tidak perlu panjang supaya dapat dikatakan baik. Membaca artikel
panjang menghabiskan waktu lebih lama, padahal waktu tersebut mungkin amat berharga

bagi para pembacanya. Karena itu amat bijaksana bila pengarang menganalisis siapa
pembacanya sehingga ia bisa lebih mengarahkan pembuatan artikelnya. Cara terbaik
untuk mencapai hal ini adalah meyakinkan bahwa bahan yang kita sajikan sudah diolah
dengan baik. Bagian demi bagian tulisan hendaknya jelas dan bersambungan dengan
rangkaian yang runtut dan logis. Ulasan dalam tiap bagian artikel itu sendiri mengalir
dengan mulus.
Dalam penulisan ilmiah, Boucher yang pernah menjadi Editor in Chief Journal of
Prosthetic Dentistry selama 25 tahun, juga mengingatkan perlunya pengembangan free
Speech. Pemanfaatan kebebasan bicara ini amat penting bagi perkembangan ilmu.
Sebagi pengimbang kebebasan ini, seoranf pengarang hendaknya bicara secara benar,
jujur dan akurat. Akurasi informasi yang disampaikan penting artinya, karena adanya
kekurangcermatan sedikit saja akan menyebabkan turunya keabsahan karangan tadi.
Lengkapnya suatu artikel akan ampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
timbul. Selai benar, tulisan juga hendaknya ringkas. Ringkas disini tidak berarti harus
pendek, tetapi memuat data yang tak lebih dan pulakurang daripada yang dibutuhkan
untuk menyampaikan pesan yang kita bawa.
Mengenai panjang pendeknya karangan ilmiah, tidak dijumpai adanya ketentuan yang
bersifat umum. Hal ini terutama bergantung pada jenis persoalan serta intensitas
pembahasannya.
Sekedar gambaran, ternyata bahwa sebuah makalah yang diketik dengan jarak dua
spasi, umumnya ditulis sebanyak 5-15 halaman kertas ukuran folio (20 x 34 cm atau 8 x
13,5 inci). Untuk suatu laporan penelitian, tentu bisa lebih panjang lagi. Pengetikan
dengan jarak 2 spasi sebanyak 35 baris tulisan per halaman kertas folio dalam bahasa
Indonesia, dapat memuat kurang lebih 350 buah kata.
4) Alur Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah bentuk apapun,hendaknya dianut suatu hakekat
dimana penulis merasakan adanya masalah yang perlu dikemukakan , serta dicari
dan dijelaskan/dikemukakan pemecahannya.Dengan demikian, bila pada awal tulisan
para pembaca merasakan adanya masalah, maka pada akhir karangan mereka sudah
memperoleh sajian bagaimana pemecahan masalah ini dilaksanakan.
Sebuah tulian barulah dapat dirasakan sifat ilmiahnya, apa bila mengandung
kebenaran secara obyektif, karena didukung informasi yang sudah teruji kebenarannya,
dengan data pengamatan yang tidak subyektif. Selain itu, karangan ini juga disajikan

secara mendalam, berkat penalaran dan analisis yang obyektif pula.Suatu karangan tidak
akan terasa ilmiah lagi, bila isinya hanya mengemukakan teori dan fakta mengenai ilmu
pengetahuan yang sudah lama diketahui umum berulang kali ditulis. Dalam ikatan ini
Flesch mengemukakan ungkapan yang menyatakan bahwa buku buku ilmiah itu berisi
suatu jawaban final atas suatau masalah, sebetulnya tidak benar. Sebab, ilmu pengetahuan
selalu berkembang dan mengoreksi dirinya sendiri, apa yang diabungkan sebagai
kebenaran yang bersifat ajaran (gospel) tidaklah dapaat disebut ilmiah.
Lebih lanjut menurut Connant (cit Flesch), per definisi, ilmu pengetahuan adalah
suatu rangkaian konsep yang salng berkaitan dan pola konseptual yang telah berkemang
sebagai hasil eksperimentasi serta observasi, dan mampu berbuah bagi eksperimentasi
dan observasi yang akan dilakukan kemudian. Prinsip ini hendaknya dipegang teguh
sebelum seseorang memulai menulis karya ilmiah. Tanpa pegangan seperti ini,
dikuatirkan karya ilmiah yang disusun dengan jerih payah penulisannya, tidak akan
mencapai tujuan yang diharapkan.
Setelah timbul minat untuk menulis, biasanya orang akan berusaha mencari topik atau
tema masalah yang akan dikemukakan dalam karya tulisnya. Selain kejelian mengangkat
suatu tema menjadi tulisan, ia juga harus punya bekal. Bekal ini akan diperoleh, bila
calon penulis selalu berusaha menelusuri khasanah kepustakaan yang begitu beragam dan
luas. Begitu beragam dan luas khasanah ini, sehingga mereka yang senang menggelutinya
akan merasa tambah haus dan tertarik untuk makin mendalam masalah-masalah tersebut.
Karena ittulah, dikenal suatu ungkapan sejak berabad lalu bahwa makin banyak kita
tahu, makin tahu pula kita, bahwa kita tidak banyak tahu(socrates). Ungkapan
filosofis ini juga dengan gamblang mengajarkan kepada semua ilmuwan untuk tetap
rendah hati. Senada dengan ungkapan ini, bangsa Indonesia sebetulnya juga memiliki
ungkapan yang tidak kalah filosofisnya, tetapi kadang-kadang diabaikan para sarjana
yaitu: seperti layak-nya ilmu padi, hendaknya makin berisi makin merunduk.
Dalam penlisan karya ilmiah ada suatu kiat yang berbunyi: think-plan-write-revise.
Dua tahap pertama, yaitu berpikir dan merencanakan merupakan langkah awal yang
penting dalam setiap proses penulisan. Dengan rencana yang telah dipersiapkan dengan
matamg, suatu tulisan akan dapat dikerjakan denggan baik.
Dari kiat yang dikemukakan pada bagian ini, yaitu think-plan-write-revise, tampak
jelas bahwa tulisan yang sudah disusun selalu membutuhkan peninjauan kembali (revisi).
Hanya dengan cara inilah, sebuah karya ilmiah dapat disempurnakan.

BAB 3 :
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam menuangkan pengalaman dan pengamatan seseorang menjadi karya tulis ilmiah,
ada hal-hal yang perlu di perhatikan.
Pertama, sesuatu yang ditulis atau diuraiakn itu tidaklah mungkin dapat dipahami tanpa
keragu-raguan dan tanpa terjadi salah tafsir.
Kedua, berbeda dengan karya-karya sastra, penulisan karangan ilmiah harus mengikuti
kaidah-kaidah yang lazim berlaku. Itulah sebabnya sistematika penulisan karya ilmiah
ini perlu dipahan dan dikuasai.
Tujuh hal yang menyangkut sikap ilmiah ilmuwan, diantaranya: sikap ingin tahu, sikap
kritis, sikap terbuka, sikap obyektif, rela menghargai karya orang lain, berani
mempertahankan kebenaran, mempunyai pandangan jauh ke depan.
Ciri-ciri Karangan Ilmiah:
1. Menyajikan fakta obyektif secara sistemtis
2. Pernyataannya cermat, tepat, tulus dan benar, serta tidak memuat terkaan.
3. Penulisannya tidak mengejar keuntungan pribadi.
4. Penyusunannya dilaksanakan secara sistematis, konseptual dan prosedural.
5. Tidak memuat pandangan-pandangan tanpa dukungan fakta.
6. Tidak emotif menonjolkan perasaan.
7. Tidak bersifat argumentatif, tetapi kesimpulannya terbentuk atas dasar fakta.
Ciri ciri Karangan Non-ilmiah:
1.
Peenyajiannya lebih bersifat subyektif.
2.
Mengandung usulan dengan efek dan kesimpulan yang diharapkan penulis.
3.
Bersifat persuasif, sesuai dengan keyakinan penulis yang mengajak pembaca
4.
5.

untuk merubah pendapat.


Pandangan yang dikemukakan penulis tidak didukung fakta umum.
Motivasinya lebih mementingakan diri sendiri, karena itu isinya bisa melebih-

6.

lebihkan sesuatu.
Kesimpulan penulis lebih bersifat argumentatif, sehingga kurang atau tidak
membiarkan fakta berbicara sendiri.

3.2 SARAN
Penulis berharap pembaca mendapatkan pengetahuan tentang penulisan ilmiah yang baik
dan benar serta sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Sehingga setelah membaca
makalah ini pembaca dapat mengaplikasikannya dalam pembuatan karya ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

A.G, Haryanto. 2000. Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Jakarta: Kedokteran
EGC.
Munawar Syamsudin, 1994, Dasar-dasar dan Metode Penultsan Ilmiah. Surakarta. Sebelas
Maret University Press.
The Liang Gie, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, Edisi ke dua, Yogyakarta, Liberty.
Suhardjono. 1995. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di bidang Pendidikan dan
Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Dikgutentis.

Anda mungkin juga menyukai