Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga
diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur
terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang
dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka
biasanya mengalami cidera multipel. 1
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat keparahan
cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai
tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma kecelakaan lalu
lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan
lunak dan devitalisasi.2
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan
area mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat
masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada
tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson
melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur yang positif
pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang memiliki hasil
kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitf. Oleh
karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut
dengan penanganan dini.

2,3,4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Fraktur


Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial.7

2.2. Proses Terjadinya Fraktur


Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan
tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi
dan tekanan memuntir (shearing).Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan
tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma bisa bersifat :

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan


terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat

komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.


Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa :

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik


Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,

dislokasi atau fraktur dislokasi


Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah

misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan

menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z


Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai


keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat
berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai
kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena
dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan
menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan
untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya
kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang
berada pada posisi yang kaku.

2.3. Etiologi Fraktur


Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor mempengaruhi
terjadinya fraktur:

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,


arah dan kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,


kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.

Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk
menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2)
stress berulang; (3) fraktur patologis.7
A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera7
Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat
secara langsung ataupun tidak langsung.

Dengan tenaga langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak juga
rusak. Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara transversal atau
membengkokkan tulang melebihi titik tupunya sehingga terjadi patahan dengan
fragmen butterfly. Kerusakan pada kulit diluarnya sering terjadi; jika crush
injury terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga dierikan;
kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun sebagian
besar fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga (perputaran, pembengkokkan,
kompresi, atau tekanan), pola x-ray menunjukkan mekanisme yang dominan:

Terpelintir mengakibatkan fraktur spiral;


Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;
Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular butterfly;
Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada beberapa
situasi tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik insersi ligament
atau tendon.
Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil jika
terkena gaya yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk yang
abnormal.

B. Fatigue atau stress fracture7


4

Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat
berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program
berat. Beban ini menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal
remodelingkombinasi dari esorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut
hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi
berulang dan dalam jangka panjang, resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian
tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama
terjadi pada individu dengan pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal
resorpsi dan pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi
kronik dan pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.
C. Fraktur patologis7
Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena
perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta, atau
Pagets disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis).

Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang batas
cedera yang menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue
5

fracture).10 Fraktur juga dapat disebabkan oleh trauma langsung bertenaga tinggi
seperti pada kecelakaan sepeda motor. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma tidak
langsung dimana gaya ditransmisikan melalui tulang dengan terpuntir atau
tertekuk.9 Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang
terbatas dan pola fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi
energi yang lebih besar sehingga menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih
berat dan kominutif yang berat. Kombinasi kedua mekanisme ini dapat terjadi. 8
Prognosisnya ditentukan oleh derajat keparahan cedera jaringan lunak, jenis
fraktur, yang keduanya bergantung pada jumlah tenaga yang ditangkap ekstrimitas
saat cedera.7

2.4. Tipe Fraktur


Fraktur untuk alasan praktis dibagi menjadi beberapa kelompok.5
A Fraktur komplit
Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur pada rontgen
dapat membantu memprediksi tindakan setelah reduksi: jika fraktur
transversal patahan biasanya akan tetap pada tempatnya setelah reduksi; jika
fraktu oblique atau spiral, tulang cenderung memendek dan kembali berubah
posisi walaupun tulang dibidai. Jika terjadi fraktur impaksi, fragmen
terhimpit bersama dan garis fraktur tidak jelas. Fraktur kominutif dimana
terdapat lebih dari 2 fragmen tulang; karena jeleknya hubungan antara
permukaan tulang, cenderung tidak stabil.
B Faktur inkomplit
Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap intak. Pada
fraktur greenstick tulang membengkok; hal ini terjadi pada anak-anak yang
tulangnya lebih lentur dibandingkan dewasa. Anak-anak juga dapat bertahan
terhadap cedera dimana tulang berubah bentuk tanpa terlihat retakan jelas
pada foto rontgen.

2.5. Klasifikasi Fraktur2

Klasifikasi etiologis
o Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba
o Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang
o Fraktur stres : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
pada suatu tempat tertentu

Klasifikasi klinis
o Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar
o Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without
(dari luar).7

2.6. Fraktur terbuka


Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan
dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga
ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek
yang tajam dari luar hingga kedalam. Fraktur terbuka sering timbul komplikasi
berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri
pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti
Staphylococus,

Propionibacterium

acne

Micrococus

dan

dapat

juga

Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukan gambaran
bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan
pada saat terjadinya fraktur. 5
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang, pasien
sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa, yang
memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain
dalam tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera:
Pertama, masalah mendasar dasar patah tulang; kedua, pemaparan dari patah
tulang terhadap lingkungan; dan kontaminasi dari situs fraktur. 4
2.6.1. Klasifikasi

Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :


Grade I

: kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam;


kontusio otot minimal; fraktur simple transverse atar short
oblique.

Grade II

: laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang


luas, kerusakan komponen minimal hingga sedang; fraktur
simple transverse atau short oblique dengan kominutif yang
minimal

Grade III

: kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit,


struktur neurovaskularl seringkali merupakan cidera oleh
energy yang besar dengan kerusakan komponen yang berat.
III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup
secara adekuat; fraktur segmental, luka tembak, periosteal
stripping yang minimal
III B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal
stirpping dan tulang terekspos, membutuhkan penutupan
flap

jaringan

lunak;

sering

berhubungan

dengan

kontaminasi yang massif


III C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan 1

The Orthopaedic Trauma Association (OTA) mengeluarkan klasifikasi fraktur dan


dislokasi, fraktur terbuka dikategorikan berdasarkan lima variabel utama, sebagai
berikut6 :
1. Luka kulit:
a. Laserasi dengan tepi yang dapat didekatkan
b. Laserasi dengan tepi yang tidak dapat didekatkan
c. Laserasi yang berkaitan dengan degloving luas
2. Cedera otot:
a. Tidak ada nekrosis otot, beberapa cedera otot dengan fungsi otot yang
masih baik
b. Hilangnya otot namun dapat berfungsi, terdapat beberapa nekrosis lokal
di zona cedera yang memerlukan eksisi,otot-tendon utuh
c. Otot mati, hilangnya fungsi otot, kompartemen eksisi parsial atau
lengkap, gangguan lengkap unit otot-tendon, defek otot tidak dapat
didekatkan
3. Cedera arteri:
a. Tidak ada gangguan pembuluh darah utama
b. Cedera pembuluh tanpa iskemia distal
c. Cedera pembuluh dengan iskemia distal
4. Kontaminasi:
a. Tidak ada atau kontaminasi minimal
b. Kontaminasi pada permukaan
c. Kontaminan melekatpada tulang atau dalam jaringan lunak; atau kondisi
lingkungan berisiko tinggi (lumbung, tinja, air kotor, dll)
5. Kehilangan tulang:
a. Tidak ada
b. Tulang hilang atau devaskularisasi fragmen tulang, tapi masih terdapat
beberapa hubungan antara fragmen proksimal dan distal
c. Kehilangan tulang segmental
2.6.2. Diagnosis Fraktur Terbuka
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, sehingga mekanisme cedera
harus selalu ditanyakan kepada pasien secara rinci.Gejala yang dirasakan, seperti
9

nyeri dan bengkak harus diperhatikan. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat
karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur
terjadi pada daerah lain. Perlu diperhatikan apakah ada trauma atau keluhan di
daerah lainnya. Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya10,11:
1.
2.

Syok, anemia atau pendarahan


Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau

3.

organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen


Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik muskuloskeletal yang lengkap harus mencakup inspeksi (look),
palpasi (feel), dan lingkup gerak (move)10 :
Inspeksi (Look)
o Bandingkan dengan bagian yang sehat
o Perhatikan posisi anggota gerak
o Keadaan umum penderita secara keseluruhan
o Ekspresi wajah karena nyeri
o Lidah kering atau basah
o Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
o Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka
o Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
o Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
o Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-

organlain
o Perhatikan kondisi mental penderita
o Keadaan vaskularisasi
Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
o Temperatur setempat yang meningkat.
o Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena.
o Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma , temperatur kulit.

10

o Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panjang tungkai.


Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi di bagian distal
cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah
dan saraf.

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis.10
Pemeriksaan Radiologis
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi10:
o Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta
kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan
bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmenserta

pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
11

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.


Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2):
Dua posisi proyeksi (minimal antero-posterior dan lateral)
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan

diatas sendi yang mengalami fraktur


Dua anggota gerak
Dua trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu

dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang


Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid
foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto

berikutnya 10-14 harikemudian.


o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian
tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan
jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera
tendon,ligamen, otot, tulang rawan dan tulang.
o Radioisotop scanning
o Tomografi
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
ditanyakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan
fraktur.1
2.6.3. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
Survei Awal
Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena itu sebelum
dilakukan pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan
sesuai dengan prinsip trauma. Survei awal bertujuan untuk menilai dan
memberikan pengobatan sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma yang dialami.
Fungsi-fungsi vital penderita harus dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan
penderita harus terdiri atas evaluasi awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital,

12

penanganan trauma dan identifikasi keadaan yang dapat menyebabkan kematian.


Survei awal pada kasus trauma adalah sebagai berikut 1,2:

A: Airway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila


terdapat obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila
dicurigai kelainan pada vertebra servikalis maka dilakukan pemasangan kolar
leher untuk penyangga. Pada beberapa keadaan kemungkinan terdapat
kesulitan untuk membedakan adanya benda asing dalam jalan napas, fraktur
mandibular dan maksila, robekan trakea atau laring dan trauma vertebra

servikalis.
B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan
daerah toraks untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti
ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi,
atau gangguan neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat
pernapasan berupa kantong yang disambung dengan masker atau pipa
endotrakeal. Kelainan yang dapat memberikan gangguan pernapasan,
misalnya: pneumotoraks, hemotoraks massif, kontusi pulmoner dengan flail

chest.
C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal:
Volume darah dan output jantung; perdarahan baik perdarahan luar maupun
perdarahan dalam, perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan.Ada tiga
tanda klinis yang dengan cepat menunjukkan tanda-tanda hipovolemik yaitu:
penurunan kesadaran, warna kulit yang pucat, perabaan nadi. Jangan
melakukan pengikatan dengan bahan seperti karet, verban dan sebagainya

karena dapat menyebabkan kematian anggota gerak tertentu.


D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah
satu survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil.
Menggunakan metode AVPU: A (alert / sadar), V (vokal / adanya respon
terhadap stimuli vokal), P (painful, danya respon terhadap rangsang nyeri), U

(unresponsive / tidak ada respon sama sekali).


E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara teliti
pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu
perlu dihindari terjadinya hipotermi.

13

Penatalaksanaan Fraktur Secara Umum


Ada enam prinsip umum pengobatan fraktur 10:
1.
2.
3.

Jangan membuat keadaan lebih jelek


Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
a. Menghilangkan nyeri : dengan imobilisasi fraktur dan pemberian analgetik
b. Memperoleh posisi yang baik dari fragmen : beberapa fraktur tan
pergeseran fragmen tulang atau pergeseran sedikit tidak memerlukan
reduksi
c. Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang : bila terjadi kerusakan
hebat, kemungkinan diperlukan usaha agar terjadi union misalnya dengan
bone graft
d. Mengembalikan fungsi secara optimal : perlu dilakukan latihanuntuk

4.
5.
6.

pencegahan atrofi pada anggota gerak


Mengingat hukum hukum penyembuhan secara alami
Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual

Prinsip pengobatan fraktur secara umum adalah 4R10 :

Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur): mengetahui dan menilai


keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Perlu
diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengobatan.
Reduction (reduksi fraktu apabila perlu). Restorasi fragmen fraktur dilakukan
untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Posisi yang baik adalah
alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Angulasi < 5 o pada
tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10o
pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan
over riding < 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima

dimanapun lokasinya.
Retention, imobilisasi fraktur.
Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Penanggulangan Fraktur Terbuka

14

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka10:

Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan


Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat

menyebabkan kematian
Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah

operasi
Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
Stabilisasi fraktur
Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
Lakukan bone graft autogenous secepatnya
Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka 4,10,12 :


1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas.
Debridemen adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka
menjadi bersih. Pada Gustilo tipe I dan II, untuk melakukan debridemen yang
adekuat, luka lama dapat diperluas, jika diperlukan dapat membentuk irisan
yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit, fasia serta tendon ataupun
jaringan yang sudah mati. Debridemen yang adekuat merupakan tahapan yang
penting untuk pengelolaan. Debridemen harus dilakukan sistematis, komplit
serta berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk fraktur terbuka,
menggunakan cairan normal saline.Direkomendasikan dilakukan debridemen
dalam waktu 6 jam.
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Stabilisasi

fraktur

merupakan

hal

yang

penting

dalam

mengurangi

kecenderungan untuk infeksi dan membantu dalam penyembuhan jaringan


lunak. Metode fiksasi tergantung pada derajat kontaminasi, rentang waktu

15

terjadinya traumahingga operasi, dan kerusakan jaringan lunak. Fraktur dengan


luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka dengan
fiksasi eksterna tulang. Fraktur tipe II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skingraft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan
serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa
hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed
primary closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesudah tindakan operasi.
Pemberian antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada
fraktur terbuka. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah
golongan sefalosporinuntuk Gustilo tipe I, kombinasi dengan golongan
aminoglikosida untuk tipe II. Pada tipe III diberikan kombinasi sefalosporin,
penisilin, dan aminoglikosida.
Organisme yang paling sering menginfeksi fraktur terbuka yaitu Stafilokokus
aureusdan Stafilokokus koagulasi negatif. Infeksi yang terjadi kemudian di
rumah sakit, biasanya nosocomial dan bisanya disebabkan oleh bakteri gram
negatif. Organisme yang biasanya menginfeksi pada luka tusuk di kaki yaitu
Pseudomonas aerogenosa. Fraktur terbuka yang terjadi di lahan pertanian yang
melibatkan jaringan dalam tanpa debridemen biasanya melibatkan infeksi
Clostridium. Methicillin resistant staph.aureus (MRSA) telah diisolasi
biasanya didapatkan dari komunitas dan nosocomial; berkaitan dengan tingkat
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Lanezolid and Vankomisin efektif
terhadap some MRSA. Antibiotik lain yang efektif, yaitu tetrasiklin, rifampisin,

16

klindamisin dan trimethoprim-sulfametoksazole tetapi harus dilakukan kultur


terlebih dahulu.
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).Dosis

toksoid

yaitu

0.5ml,

tidak

tergantung

usia.Dosis

imunoglobulin pada anak <5 tahun yaitu 75 unit, 125 unit untuk 5-10 tahun,
dan 250 unit untuk anak >10 tahun. Diberikan secara intramuskular.
Pembedahan pada Fraktur Terbuka

Debridemen
Prinsip debridemen adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di
sekitar fraktur dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non
viabel dan material asing, seperti pasir yang melekat pada jaringan lunak.
Dilakukan penilaian pada sekitar jaringan sekitar tulang, cedera pembuluh
darah, tendon, otot, saraf. Debridement jaringan otot dipertimbangkan jika otot
terkontaminasi berat dan kehilangan kontraktilitas. Debridement pada tendon
mempertimbangkan kontraktilitas tendon, sedangkan debridement pada kulit
dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc
dilakukan serial debridement yang diulang dalarn selang waktu 24-72 jam
untuk tercapainya debridement definitif.
Sebelum dilakukan debridemen, diberikan antibiotik profilaksis yang dilakukan
di ruangan gawat darurat. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya
dipakai sefalosforin golongan pertama. Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan
saat operasi adalah google, boot dan sarung tangan tambahan. Sebelum
dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu drapping
area operasi. Debridemen dilakukan pertama kali pada daerah kulit. Kemudian
rawat perdarahan di vena dengan melakuan koagulasi. Buka fascia untuk
menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C, Color,
Contractility,

Circulation

and

Consistency.

Lakukan

pengangkatan

17

kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal


medulary dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal.
Irigasi dilakukan dengan normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10
liter untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan
reposisi. Bisa digunakan ekternal fiksasi pada fraktur grade III.
Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan
lunak yang hilang, luka-luka kompleks (complex wound) dapat ditutupi dengan
menggunakan metode yang berbeda, yakni :
a. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur.
Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan
ditempatkan di atas luka.
b. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini
sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap
membutuhkan bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk
memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. Pada
fraktur tipe III yang tidak bisa dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka
terbuka, hingga luka dapat ditutup sempurna.4,10,12

Perawatan Pasca Bedah


Antibiotika post operasi dilanjutkan hingga 2-3 hari pasca debridemen. Kultur
pus, jika ada pus, lakukan kultur pus. Pada fraktur terbuka grade yang
memerlukan debridemen ulangan, maka akan dilakukan debridemen ulangan
hingga jaringan cukup sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa dimulai.
Pada penutupan luka yang tertunda, dilakukan pemasangan split thickness skin
flap, vascularized pedicle flaps (seperti gastrocnemeus flap) dan free flaps
seperti fasciocutaneus flaps atau myocutaneus flaps. Dilakukan penilaian
terhadap kondisi jaringan setiap hari dan pemberian antibiotika, hingga
jaringan sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa dimulai.4

Terapi Definitif Fraktur Terbuka


18

Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk
mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur
terbuka biasanya digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini
memerlukan operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke
posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan
melampirkan pelat logam ke permukaan luar tulang. Karena fraktur terbuka
dapat disertai kerusakan jaringan dan cedera tambahan, mungkin diperlukan
waktu sebelum operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman.13
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan
untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin
atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah
tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup
dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini
merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi
yang tepat.4,13

Amputasi
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Pada kasus yang berat
digunakan Mangled Extremity Score. Untuk skor <7 biasanya dapat
diselamatkan. Sedangkan skor 7 atau lebih biasanya konsisten dengan kejadian
amputasi. Immediate amputation biasanya diindikasikan pada keadaan berikut9:
o Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia
sudah terjadi >8 jam
o Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang
tersisa untuk revaskularisasi sangat minimal
o Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir
perbaikan tidak lebih baik dari penggunaan prostesis
o Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan
mengurangi efek sistemik/life saving

19

o Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya


penyakit kronik yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan
vaskular perifer berat dan neuropati
o Kondisi bencana / mass disaster
Tabel. Mangled Extremity Score
MANGLED EXTREMITY SEVERITY SCORE
Skeletal/ soft tissue injury:
Low energy (stab; simple fracture; pistol gunshot wound)
Medium energy (open or multiple fractures, dislocation)
High energy (high speed MVA or rifle GSW)
Very high energy (high speed trauma + gross contamination)
Limb ischemia
Pulse reduced or absent but perfusion normal
Pulseless; paresthesias, diminished capillary refill
Cool, paralyzed, insensate, numb
Shock
Systolic BP always > 90 mm Hg
Hypotensive transiently
Persistent hypotension
Age (in years)
<30
30-50
>50
*Score doubled for ischemia> 6hours
MVA- Motor Vehicle Accident, GSW- Gun- shot Wounds

Score
1
2
3
4
1*
2
3*
0
1
2
0
1
2

2.6.4. Penyembuhan Fraktur7,10


Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami
kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi
konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang
secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga

20

merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses
penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta
tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek,
sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus dibedakan.
Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:
1.

1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi
sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu
daerah cincin avaskuler tulang yang matipada sisi sisi fraktur segera
setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 3 minggu.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal


Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel

21

osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk suatu


kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna
sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan
yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari
diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam
jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan
yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor
ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam
kalsium membentuk suatu tulang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai
woven bone. Pada pemeriksaan radiologis pertama terjadi penyembuhan
fraktur.

22

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)


Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara
bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 8 dan berakhir
pada minggu ke 8 12 setelah terjadinya fraktur.

5. Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi
secara osteoklasik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan
kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat
berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem harvesian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang
sumsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan
berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.

2.6.5. Komplikasi Fraktur


Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri

atau akibat

penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.


a. Komplikasi umum7,9
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan.Ketiga macam komplikasi tersebut dapat terjadi
23

dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu
akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme.
Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam
(DVT), tetanus atau gas gangren.

b. Komplikasi Lokal7
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut
komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1.Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2.Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi
pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga
terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
Pada Jaringan lunak
1.Lepuh, Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial
karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan
melakukan pemasangan elastik.
2.Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol.
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma

24

dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau
thrombus.
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
retraksi dan perdarahan berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan
mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu
melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh
darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah
tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang
putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
tungkai

atas

maupun

tungkai

bawah

sehingga

terjadi

penekanan

neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat


terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu
aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri),
Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.5
Komplikasi lanjut5,6
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
Delayed union
25

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujungujung fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila
lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union)
Tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur
tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan
melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union)
Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai
kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak
akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum
yang

luas, hilangnya

vaskularisasi

fragmen-fragmen fraktur, waktu

imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai,
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan
atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek

26

waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.
Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada
penderita dengan kekakuan sendi menetap.

BAB III
KESIMPULAN
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Penyebabnya bias berupa
trauma langsung dan tidak langsung. Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari
hasil anamnesa, pemeriksaan fisik serta penunjang berupa pemeriksaan rafiologis.
Tujuan dari tata laksana fraktur terbuka adalah untuk mengurangi resiko infeksi,
terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.. Beberapa hal
yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat.

27

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Konsensus Skizofrenia
    Konsensus Skizofrenia
    Dokumen94 halaman
    Konsensus Skizofrenia
    Fika Amalia
    67% (3)
  • Referat Transfusi Darah
    Referat Transfusi Darah
    Dokumen32 halaman
    Referat Transfusi Darah
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • BAB I Stroke
    BAB I Stroke
    Dokumen2 halaman
    BAB I Stroke
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • EPILEPSI
    EPILEPSI
    Dokumen18 halaman
    EPILEPSI
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Tugas 1
    Tugas 1
    Dokumen1 halaman
    Tugas 1
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • CASE REPORT Thalasemia Naya
    CASE REPORT Thalasemia Naya
    Dokumen14 halaman
    CASE REPORT Thalasemia Naya
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen50 halaman
    Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Stroke
    Daftar Pustaka Stroke
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka Stroke
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Epilpsi
    Epilpsi
    Dokumen17 halaman
    Epilpsi
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Case Repor1
    Case Repor1
    Dokumen8 halaman
    Case Repor1
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab III-tinjauan Pustaka
    Bab III-tinjauan Pustaka
    Dokumen19 halaman
    Bab III-tinjauan Pustaka
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • TB Paru Anak
    TB Paru Anak
    Dokumen20 halaman
    TB Paru Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka 2
    Tinjauan Pustaka 2
    Dokumen17 halaman
    Tinjauan Pustaka 2
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Via
    Jurnal Via
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Via
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Itp Fix
    Itp Fix
    Dokumen28 halaman
    Itp Fix
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Case Report CKD 3
    Case Report CKD 3
    Dokumen1 halaman
    Case Report CKD 3
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Dokumen25 halaman
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Dokumen25 halaman
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Case Report - CKD 1
    Case Report - CKD 1
    Dokumen8 halaman
    Case Report - CKD 1
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Follow Up Pasien Dokter Muda
    Follow Up Pasien Dokter Muda
    Dokumen3 halaman
    Follow Up Pasien Dokter Muda
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab III Diare
    Bab III Diare
    Dokumen20 halaman
    Bab III Diare
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii KDS
    Bab Iii KDS
    Dokumen15 halaman
    Bab Iii KDS
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Camp Akk
    Camp Akk
    Dokumen15 halaman
    Camp Akk
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Campakkk
    Campakkk
    Dokumen12 halaman
    Campakkk
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Referat Struma Fix
    Referat Struma Fix
    Dokumen36 halaman
    Referat Struma Fix
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Referat Morbili
    Referat Morbili
    Dokumen12 halaman
    Referat Morbili
    Dwi Listyowati
    Belum ada peringkat
  • Morbili 2
    Morbili 2
    Dokumen24 halaman
    Morbili 2
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Campak Vaksinasi
    Campak Vaksinasi
    Dokumen28 halaman
    Campak Vaksinasi
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ikterus Obstruktif
    Tugas Ikterus Obstruktif
    Dokumen21 halaman
    Tugas Ikterus Obstruktif
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat