I
PENDAHULUAN
Tempat
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
yang berarti dapat menekan kerusakan oleh jamur akibat tingginya kadar air.
Hasil penelitian tersebut menyatakan aktivitas lipase menurun menjadi sebesar
1.8 mV/g dari pada dedak padi tanpa perlakuan (3.6 mV/g) yang berarti dengan
pemanasan dapat mengurangi adanya pemecahan lemak/minyak oleh enzim
lipase sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Imai (1998) ini juga
melaporkan perbandingan penyimpanan dedak padi pada pemanasan dan di
bawah suhu refrigerator 30C. Penyimpanan di bawah suhu refrigerator tidak
dilaporkan untuk kadar air dan aktivitas lipase. Namun pada kandungan asam
(AV) menurun setelah penyimpanan beberapa minggu mencapai 27 dari 121
untuk dedak padi tanpa perlakuan. Pemanasan maupun refrigerator dilaporkan
dapat menurunkan kandungan asam (AV).
Dedak padi merupakan komponen sampingan padi yang berasal dari
pemisahan endosperma beras pada proses penggilingan padi. Dedak padi sebagai
produk samping dari penggilingan padi dapat digunakan sebagai pakan ternak
dan potensial digunakan untuk komposisi makanan dan sumber minyak (Mc
Caskill dan Zhang, 1999). Oleh karena itu, harus stabil produksinya terutama
kandungan lipase, enzim yang menghidrolisis dengan cepat lemak/minyak dalam
bentuk FFA dan gliserol yang dapat menurunkan kualitas dedak padi secara
drastis (Enochain et. al, 1981). Kestabilan dedak padi dapat dilakukan dengan
cara penonaktifan enzim melalui perlakuan panas seperti ekstruksi atau
pemanasan menggunakan mikrowave (Randall et. al, 1985;Sayre et. al,
1985;Ramezanzadeh et. al, 2000). Penelitian yang dilaporkan Lakkakula et. al
(2003) menyatakan bahwa penyimpanan dedak padi yang sebelumnya dilakukan
pemanasan ohmik (pemanasan secara elektrik) dapat menurunkan kadar FFA
cukup tinggi sedangkan dengan pemanasan mikrowave kadar FFA menurun
lebih tinggi dalam hal ini juga dipengaruhi oleh kadar air pada awal perlakuan.
Penyimpanan dilakukan dengan waktu yang sama antara kedua perlakuan
sedangkan kestabilan dedak padi dapat terlihat setelah suhu mencapai 1000C.
Dedak padi sebagai pakan memiliki permasalahan penyimpanan yang
belum dapat dipecahkan. Selain dedak padi mudah mengalami ketengikan
karena kandungan lemaknya yang tinggi juga pakan ini mudah mendatangkan
serangga khususnya kutu. Masalah ini menjadi penting karena dedak padi
dengan produksinya yang tinggi, dapat melengkapi bahan pakan lain yang
produksinya kurang sehingga harus dijaga pada proses penyimpanannya.
2.1.3 Analisis Kandungan Nutrisi Dedak Padi
Hartadi dkk (1997) menyatakan bahwa dedak dengan kandungan serat
kasar 6-12 % memiliki kandungan lemak 14,1%, protein kasar 13,8%,
sedangkan menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung
energi metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat
kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta Mg 0,22%.
Tabel 1. Komposisi dedak menurut persyaratan mutu
Komposisi
Mutu I
Mutu II
Mutu III
12
12
12
11
10
11
14
16
11
13
15
15
20
20
0.04 0.3
0.04 0.3
0.04 - 0.3
P (%)
0.6 1.6
0.6 1.6
0.6 1.6
50
50
50
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, N. D. 2001. Enzim sebagai Alternatif baru dalam Peningkatan Kualitas
Pakan untuk Ternak. Program pascasarjana, IPB. Bogor.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi.
Obst, J.M. 1978. Nilai Nutrisi Rumput Gajah sebagai Ransum Dasar untuk
Pertumbuhan Domba di Indonesia. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Rasyaf, M. 2002. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke-9, Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2004. Seputar Makanan Ayam Kampung. Cetakan ke-8, Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Scott, M. L, M. C. Neisheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of Chiken. 3rd
Edition, Published M, L Scott and Associates: Ithaca. New York.
Shcalbroeck. 2001. Toxicologikal evalution of red mold rice. DFG- Senate
Comision on Food Savety. Ternak monogastrik. Karya Ilmiah. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sunarso, S. 1980. Pengaruh Tingkat Pemberian Bekatul dalam Ransum terhadap
Berat Karkas Domba Lokal Jantan. P3T Ciawi-Bogor. Bogor.
Yudono, B. F. Oesman, dan Hermansyah. 1996. Komposisi asam lemak sekam
dan dedak padi. Majalah Sriwijaya. Vol. 32. No. 2. 8-11.
10
ANALISIS AIR
11
12
karena adanya tenaga penyerapan, (3) Air terikat secara kimia, yaitu air yang
berada dalam bahandalam bentuk air kristal dan air yang terikat dalam sistem
dispersi koloid. Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti misalnya aktivitas enzim,
aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan, dan reaksireaksi nonenzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik,
penampakan, tekstur dan citarasa serta nilai gizinya. Cara mencegah pertumbuhan
mikroba dapat dilakukan dengan cara mengganggu lingkungan hidupnya, dengan
cara mengubah suhu, kadar air substrat (aw), pH, kadar oksigen, komposisi
substrat, serta penggunaan bahan pengawet anti mikroba (Muchtadi, 2003).
Di dalam analisis bahan pangan, biasanya kadar air bahan dinyatakan dalam
persen berat kering. Hal ini disebabkan perhitungan berdasarkan berat basah
mempunyai kelemahan yaitu berat basah bahan selalu berubah-ubah setiap saat,
sedangkan berat bahan kering selalu tetap. Metode pengukuran kadar air yang
umum dilakukan di Laboratorium adalah metode oven atau dengan cara destilasi.
Pengukuran kadar air secara praktis di lapangan dapat dilakukan dengan
menggunakan moisture meter yaitu alat pengukur kadar air secara elektronik
(Adnan, 2005).
Kadar air ialah jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan yang
dinyatakan dalam satuan persen atau perbedaan antara berat bahan sebelum dan
sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka
kadar airnya
disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Kadar air juga
merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya
13
awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang
dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
pangan (Haryanto 1992).
Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105 110C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi,
minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum
dengan suhu yang lebih rendah. Kdang-kadang pengeringan dilakukan tanpa
pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam eksikator dengan H 2SO4 pekat sebagai
pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno 2004).
Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung
dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan
dipanaskan pada suhu tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan
oleh berat konstan bahan setelah periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat
bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang terkandung. Metode ini terutama
digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi,
serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti
tepung-tepungan dan serealia (AOAC, 1984).
Metode ini dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven.
Berat sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat
konstan, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah
dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air
yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air
yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah itu dapat dilakukan
perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Crampton, 1959).
14
Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode
oven temperatur rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven
temperatur rendah menggunakan suhu (103 + 2)C dengan periode pengeringan
selama 17 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada saat oven menunjukkan
temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan, contoh bahan beserta cawannya
disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk menyesuaikan suhu media
yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu bahan
ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang
laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC, 1970). Selanjutnya metode oven
temperatur tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah,
hanya saja temperatur yang digunakan pada suhu 130-133C dan waktu yang
digunakan relatif lebih rendah (Crampton, 1959).
IV.
15
16
% Air =
=
B (C A)
x 100%
B
10,277( 16,9787,436)
10,277
x 100%
= 7,15 %
5.2 Pembahasan
Semua bahan pakan mengandung air termasuk pada dedak, bahkan
yang paling kering sekalipun. Untuk itu penting dalam mengetahui kadar air
pada dedak. Setiap bahan pakan yang paling kering sekalipun, masih
terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil. Haryanto,
(2002) yang menyatakan bahwa Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air
juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan
mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga
akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air adalah perbedaan
antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan
bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya.
Sampel yag diteliti yaitu dedak. Dedak merupakan hasil sampingan
proses pengolahan padi, dihasilkan dari proses pengelupasan kulit gabah
dan penyosohan beras pecah kulit. Untuk mengetahui kualitas dedak yang
bagus disamping melalui pengamatan fisik juga dilakukan degan analisis
komposisi kimia atau disebut analisis proksimat. Pemeriksaan fisik dedak
adalah dilakukan melalui baunya, tengik atau bau tidak normal pertanda
17
dedak mulai rusak. Bila berwarna coklat terang menunjukan kualitas baik
tetapi apabila berwarna keputih-putihan atau ke hijau-hijauan pertanda
dedak ini rusak. Kualitas dedak padi dapat diketahui secara kuantitatif yang
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan analisis proksimat.
Menurut Hartadi et. al. (1993) besarnya kadar air dedak 8-14%, bahan
kering (BK) 86-92%, lemak kasar 5-13%, protein kasar 8-14%, kadar abu
5%, BETN 23-70% dan energi termetabolis 2.998 kal/kg- 3498 kal/kg.
Setelah dilakukan percobaan pada praktikum ini pada perhitungan dari
datang yang telah didapatkan didapat hasil pengamatan pada bahan pakan
dedak yang menunjukan kadar air yang terkandung adalah sebesar 7,15%.
Sedangkan menurut literatur tersebut kandungan air pada dedak yang baik
adalah sekitar 12 %. Hal tersebut menunjukan bahwa hasil perhitungan tidak
masuk pada kisaran kadar air pada kisaran literatur. Pada hasil perhitungan,
memperlihatkan bahwa pada bahan/ sampel (dedak) terkandung air
sebanyak 7,15%. Namun apabila kadar air lebih sedikit maka bahan kering
presentasinya lebih besar. Adanya perbedaan ini dapat terjadi karena adanya
kesalahan dalam melakukan praktikum seperti ketidakakuratan dalam
penimbangan, saat pengambilan sampel yang tidak merata sesuai dengan
teknik sampling, ataupun kondisi dedak yang akan di amati.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC, 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official.
Agricultural Chemists. Washington DC. Hal. 1141.
Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan.
Penerbit Andi. Halaman 10, 15-16. Yogyakarta.
18
19
ANALISIS ABU
20
21
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam
organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik, misalnya
garam- garam asam mollat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat.Selain
kedua garam tersebut, kadang- kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan
kompleks yang bersifat organis. Apanila akan ditentukan jumlah mineralnya
dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karena biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa pembakaran garam mineral ttersebut yang dikenal dengan
pengabuan.
Analisis kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Abu terdiri dari mineral yang larut dalam
detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen Kandungan bahan organik
suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN).
Pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-600C dan Halim
(2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan
dengan tanur disebut dengan abu (ash). Bahan pakan ternak yang paling banyak
mengandung kadar abu adalah tepung kulit kerang dengan persentase 92.9000.
Ini disebabkan karena tepung kulit kerang memang terdiri bahan anorganik yang
terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
V.
22
3. Tanur listrik
4. Eksikator
5. Tang penjepit
4.2 Bahan
1. Dedak
4.3 Prosedur Percobaan
1. Mengeringkan cawan porselen ke dalam oven selama 1 jam pada suhu
100 105C.
2. Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang, mencatat
sebagai A gram.
3. Memasukkan sejumlah sampel kering oven 2 5 gram ke dalam cawan,
mencatat sebagai B gram.
4. Memanaskan dengan hot plate atau pembakar bunsen l sampai tidak
berasap lagi.
5. Memasukkan kedalam tanur listrik dengan temperatur 600 700C,
membiarkan beberapa lama sampai bahan berubah menjadi abu putih
betul. Lama pembakaran sekitar 3 6 jam.
6. Mendinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang
dengan teliti, mencatat sebagai C gram).
7. Mengitung kadar abunya
V.
23
Berat sampel
: 1,884 gram
24
13,85% hasil tersebut menunjukan bahwa kadar abu yang terdapat pada
dedak tersebut lebih kecil dibandingkan dengan literatur yang ada.
Ketidaksesuaian ini terjadi dikarenakan beberapa faktor seperti adanya
kesalahan saat melakukan pengamatan seperti ketidakakuratan pada saat
menimbang sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, W. 2011. Ilmu Gizi dalam Keperawatan. Trans Info Media. Jakarta.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, Tillman, A.D. 1993. Tabel
Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada
Press. Yogyakarta.
25
ANALISIS
PROTEIN KASAR
26
dapat
didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih merupakan
metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa metode telah
dikembangkan. Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung
nitrogen. Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10%
(kisaran 13 -19%). Metode yang sering digunakan dalam analisis protein adalah
metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destilasi, titrasi dan perhitungan.
Dalam analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya
harus dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya.
Apabila diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu maka
faktor proteinnya adalah 6,38 tetapi secara umum biasanya menggunakan 6,25.
(Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan FAPET IPB, 2012)
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan
protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak
selalu 16% (Sutardi, 2009).
27
28
organik, amoia dan CO2. Amonia akan digunakan bakteri dalam mensisntesis
protein mikrobia yang kemudian dicerna oleh ternak ruminansia di dalam perut
yang sebenarnya, yaitu abomasum (Kartadisastra, H.R., 1997). Kebutuhan protein
dalam pakan dapat dicukupi dengan memberi leguminasa. Sumber pakan yang
mengandung protein adalah leguminosa, daun turi, lamtorogung, biji-bijian
kedelai, bungkil dan kacang tanah (Akoso, B.T., 1996).
Semua protein tanaman dan hewan terdiri dari beberapa asam amino yang
merupakan satuan penyusun protein tubuh. Dengan alasan inilah, maka kebutuhan
tubuh adalah asam amino dan bukan protein. Bila asam amino yang termakan
berlebihan, dan melebihi kebutuhan, maka kelebihannya akan di-deaminasi dan
sisa non-nitrogennya dapat dijadikan cadangan energi. Grup amino yang ada
dibentuk oleh hati menjadi urea, NH2 CO NH2, yang dikeluarkan dari tubuh
melalui ginjal bersama-sama kemih. Urea adalah suatu produk yang teroksidasi
tak sempurna yang masih mengandung energi kira-kira 5,50 Kcal/gram bahan
kering. Bila digunakan untuk sumber energi, maka kira-kira 1,25 Kcal dari energi
dikeluarkan sebagai urea dari tiap unit protein, meninggalkan 4,25 Kcal/gram
bahan kering di dalam tubuh. Dari angka 4,25 ini selanjutnya berkurang menjadi
4,0 Kcal/gram karena tidak sempurnanya diganti protein dalam saluran
pencernaan.
Dedak padi pada musim panen melimpah, sebaliknya pada musim kemarau
berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat
29
dedak halus sebesar 12 - 13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%.
Namun menurut Hartadi et all (1997) kandungan protein kasar pada dedak sebesar
11,9 %.
IV.
30
31
100%
: 1,0 gram
: 0,1264 N
100%
100%
(NH4)2SO4
(Ammonium sulfat)
Destilasi:
(NH4)2SO4 + 2 NaOH
2 NH4OH
3NH3 + H3BO3
2 NH4OH + Na2SO4
NH3 + H2O
(NH4)3BO3 (Ammonium boraks)
32
Titrasi:
(NH)3BO3 + 3 HCl
5.2 Pembahasan
Penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena
analisis ini didasarkan pada penentuan kandungan nitrogen yang terdapat
dalam bahan. Kandungan nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan 6,25
sebagai angka konversi nilai nitrogen menjadi nilai protein. Nilai 6,25
diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung 16 % nitrogen
( perbandingan protein:nitrogen = 100:16 = 6,25:1). Komponen fraksi
protein kasar terdiri atas protein, asam amino bebas, amine nitrat, glikosida
yang mengandung n, vitamin b, asam nukleat, hcn, alkaloid, urea. Pada
analisis protein kasar terdapat kelemahan yaitu nitrogen yang terdapat dalam
bahan, selain terdapat dalam protein, juga terdapat dalam senyawa organik
lain, sehingga terhitung sebagai komponen fraksi protein kasar. senyawa
bukan protein yang mengandung nitrogen disebut senyawa npn (non protein
nitrogen) dan nilai 6,25 tidak selalu tetap, tergantung bahan yang dianalisis.
umumnya protein nabati kurang dari 6,25 sedangkan hewani lebih dari
6,25, namun apabila mendapat data mengenai angka konversi yang tepat
untuk bahan yang dianalisis, maka pakailah angka tersebut.
Penentuan kadar protein dilakukan melalui metode kjeldhal dengan tiga
tahapan utama, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Arief (2008),
melaporkan dalam jurnalnya bahwa kandungan protein kasar secara tidak
langsung dapat ditingkatkan oleh mikroba yang merupakan sel tunggal.
Protein merupakan zat organik yang mengandung karbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen, sulfur serta fosfor. Zat tersebut merupakan zat pakan
33
34
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, BT, 1996. Kesehatan Sapi, Panduan bagi Petugas Teknis,
Mahasiswa, Penyuluh dan Peterna., Jakarta. Kanisius.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Apriati, L. 1989. Palabilitas dan Kecernaan berbagai straw mix dari
rumput gajah (Pennisetum purpureum ) pada Sapi Peternakan Fries
Holland. Karya Ilmiah, IPB. Bogor.
Arief, Muhammad, dkk. 2008. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada
Pakan
Buatan
yang
Difermentasi
dengan
Probiotik.
35
Konsentrat
Pakan
Lengkap
Terhadap
Pertumbuhan
A.D.,
S.
Reksohadiprodjo,
S.
Prawirokusumo
dan
S.
36
ANALISIS
LEMAK KASAR
37
38
gugus senyawa lain, lemak banyak mengandung asam lemak jenuh (sedikit ikatan
rangkap), minyak banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (banyak ikatan
rangkap), reaksi dengan alkali akan menghasilkan asam lemak dan gliserol,
sehingga mudah teroksidasi.
Penetapan kadar lemak dengan ektraksi menggunakan pelarut pada bahan
merupakan analisis kadar lemak kasar karena tidak hanya lemak saja yang ikut
terekstraksi, tetapi juga fosfolipid, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen
larut lemak lainnya. Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya
jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau
lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan
larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti nhexane, benzene, chloroform, petroleum eter . (Sudarmadji, et all 1996).
Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lemak adalah
dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah
larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lemak berbeda-beda
maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua jenis lemak.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut organik, selain lemak juga terikut
fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain. Karena
itu hasil analisisnya disebut lemak kasar. Pada garis besarnya analisis lemak kasar
ada dua cara, yaitu cara kering (ekstraksi panas) dan cara basah (ekstraksi dingin).
Pada cara kering adalah untuk bahan pakan yang tidak mengandung kadar
air yang tinggi dan contoh dibungkus atau
(selongsong tempat contoh). Karena contoh tidak mengandung air yang tinggi
maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Apabila bahan contoh
masih mengandung air yang tinggi, maka bahan pelarut akan sulit masuk ke
39
dalam jaringan/sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air, selanjutnya ekstraksi
lemak kurang efisien. Selain itu adanya air akan menyebabkan zat-zat yang larut
dalam air akan ikut pula terekstraksi bersama lemak, sehingga hasil analisisnya
kurang mecerminkan yang sebenarnya. Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat
dikerjakan secara terputus-putus atau berkesinambungan. Ekstraksi secara
terputus-putus dapat dijalankan dengan alat soxhlet atau ASTM (America Society
Testing Material). Sedangkan ekstraksi secara berkesinambungan dengan alat
goldfish atau ASTM yang telah dimodifikasi.
Analisis lemak kasar secara basah (ekstraksi dingin), digunakan alat botol
babcock atau dengan mojonnier. Bahan yang dianalisis berbentuk cair atau bahan
yang mengandung kadar air yang tinggi. Prinsip soxhlet ialah ekstraksi
menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Metode soxhlet ini dipilih
karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari
yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang
digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju
ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut
yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi
senyawa yang tahan panas.
Menerut (Tejasari, 2005:114). Prinsip analisis lemak metode soxhlet
modifikasi adalah ekstraksi lemak dengan pelarut lemak yaitu petroleum ether.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi lemak harus memiliki derajat
polaritas yang sama dengan lemak yang akan dianalisis. Ekstraksi ini dapat
dilakukan secara terputus-putus. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke
dalam soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat
40
41
IV.
42
: 0,952 gram
: 0,777 gram
Berat selongsong + sampel + kapas + hekter setelah dioven (D) : 1,629 gram
Berat selongsong + sampel + kapas + hekter sebelum dioven (C):1,742 gram
% lemak kasar = C - D
B-A
100
1,742 - 1,629
0,777
= 14,54%
=
100
5.2 Pembahasan
Lemak merupakan sekelompok zat yang tidak larut air tetapi larut
dalam eter, kloroform, dan benzena. Ditinjau dari sudut jumlahnya maka
lemak merupakan bagian yang penting dari golongan zat dalam tubuh
hewan dan pakan, dimana lemak mengandung hidrogen dan karbon serta
oksigen juga asam stearat (C57H110O6) (Anggorodi, 1994). Menurut
Rahardjo, dkk (2004), lemak kasar merupakan campuran beberapa senyawa
(lemak, minyak, lilin, asam organik, pigmen sterol, vitamin ADEK yang
43
larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum ether, pethroleum benzen, dan
lainnya).
Pada analisis lemak kasar labu erlenmeyer yang sudah bersih dari lemak
dikeringkan dan di oven pada suhu 105 C, ekstraksi dilakukan dengan
kloroform yang akan bekerja melarutkan lemak, sehingga berkurangnya
berat sampel merupakan lemak yang terkandung pada sampel. Ekstraksi
dilakukan sampai cairan pada soxhlet berwarna bening, kemudian di oven
samapi kering lalu di stabilkan suhunya pada desikator. Sampel ditimbang
beratnya, setelah itu dilakukan perhitungan kadar lemak dan hasil yang
didapat berdasarkan praktikum adalah 11%.
Menurut Suparjo (2010) yang menyatakan bahwa kandungan lemak
suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses
ekstraksi suatu bahan pakan dalam tabung soxhlet dengan menggunakan
pelarut lemah. Praktikum pengujian kadar lemak kasar ini, sesuai dengan
pernyataan Suparjo bahwa kadar lemak kasar dapat ditentukan dengan
metode soxhlet dan menggunakan pelarut lemat, yaitu kloroform.
Sampel yang kami amati yaitu dedak. Dedak padi pada umumnya tidak
tahan disimpan dalam waktu yang lama karena mudah menjadi tengik. Hal
ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak. Dedak merupakan pakan
yang bersifat mudah rusak selama penyimpanannya melebihi waktu tertentu.
Menurut Murni (2008) lemak kasar pada dedak sekitar 7-9%, sedangkan
jika dibandingkan dengan hasil perhitungan dari data yang telah diberikan
terjadi perbedaan/selisih 5,54%, karena hasil perhitungannya adalah
14,54%. Artinya dedak pada praktikum ini mengandung lemak kasar
14,54%. Ketidaksesuaian ini terjadi karena adanya kesalahan pada saat
44
45
ANALISIS SERAT
KASAR
46
47
juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Sedangkan gum
banyak terdapat pada akasia.
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber,
metode deterjen, metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan
dan kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak
menunjukkan sifat serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila menggunakan
nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10 - 500%, kesalahan
terbesar terjadi pada analisis serealia dan terkecil pada kotiledon tanaman.
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF
atau Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya
dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk
mengukur komponen serat yang larut seperti pektin dan gum, harus menggunakan
metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami
kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.
Metode
enzimatik
merupakan
metode
fraksinasi
enzimatik,
yaitu
48
untuk membantu proses - proses yang terjadi di usus besar. Rata-rata negara di
dunia ini menetapkan sebanyak 30 gram kebutuhan akan serat setiap harinya.
Serat makanan didefinisikan sebagai sisa-sisa skeletal sel-sel tanaman yang
tahan terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat makanan
sering juga disebut sebagai unavailable carbohydrate sedangkan yang tergolong
sebagai available carbohydrate adalah pati dan dekstrin, karena zat-zat tersebut
dapat dihidrolisa dan diabsorpsi manusia, yang kemudian di dalam tubuh diubah
menjadi glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak.
Serat makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar
mengandung 3 macam polisakarida yaitu sellulosa, zat pektin dan hemisellulosa.
Selain itu juga mengandung zat yang bukan karbohidrat yakni lignin.
IV.
4.2 Bahan
49
1. H2SO4 1,25%
2. NaOH 1,25%
3. Aseton
4. Aquades panas
4.3 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, catat
sebagai A gram.
2. Menyiapkan cawan porselen kering oven.
3. Residu/sisa ekstraksi lemak masukan ke dalam gelas piala khusus
sebanyak 1 gram ,catat sebagai B gram.
4. Meanmbahkan asam sulfat 1,25% sebanyak 100 mL kemudian pasang
pada alat pemanas khusus tepat dibawah kondensor (reflux)
5. Mengalirkan air dan menyalakan listrik
6. Mendidihhkan bahan selama 5 menit dihitung saat mulai mendidih
7. Setelah cukup pemanasan, ambil dan saring dengan menggunakan
corong Buchner yang telah dipasang kertas saring (tidak perlu diketahui
beratnya)
8. Penyaringan menggunakan pompa vakum (pompa hisap) dan cuci bilas
menggunakan aquades panas sebanyak 100 mL
9. Residu yang terdapat dalam corong Buchner di kembalikan pada beaker
glass semula
10. Tambah NaOH 1.25% sebanyak 100 ml kemudian pasang kembali pada
alat pemanas khusus seperti semula
11. Lakukan seperti pada 6 - 7, tetapi menggunakan kertas saring yang telah
diketahui beratnya (lihat no 1)
50
Aseton 50 mL
13. Kertas saring dan sisanya (residu) dimasukan pada cawan porselen
menggunakan pinset
14. Keringkan dalam oven 100 - 105derajat selama 1 jam
15. Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang, catat sebagi
C gram
16. Panaskan dalam hotplate sampai tidak berasap lagi, kemudian masukan
dalam tanur listrik 600 - 700 derajat celcius selama 3 jam sampai
abunya berwarna putih. Disini serat kasar dibakar sampai habis
17. Dinginkan dalam eksikator selama 5 menit lalu timbang dan catat
sebagai D gram.
V.
C-D-A
B 100/
100 -%LK
25,770
- 25,459
- 0,268
100
100
51
Prinsip analisis serat kasar yaitu komponen dalam suatu bahan yang
tidak dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer
selama 30 menit adalah serat kasar dan abu. Serat kasar adalah karbohidrat
yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan asam sulfat
dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak
larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu. Selisih
antara residu dengan abu adalah serat kasar. Komponen fraksi dari serat
kasar yaitu hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Kelemahan dari analisis serat
kasar ini terdapat sebagian kecil senyawa organikyang tergolong fraksi serat
masih dapat larut dalam asam dan basa encer, sehingga mengurangi niali
kandungan serat, hal ini dikareankana selulosa dan hemiselulosa dengan
berat molekul rendah rentan untuk larut pada asam basa encer.
Fungsi larutan NaOH adalah sebagai basa yang akan menghidrolisis
kandungan dalam sampel kecuali serat kasar. Karena serat kasar adalah
bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu asam
sulfat
(H2SO4 1,25%)
dan
natrium
hidroksida
(NaOH
1,25%).
Penambahan H2SO4 1,25 % 0,3N bertujuan melarutkan zat lain yang dapat
larut dalam asam. Penambahan air berfungsi untuk meningkatkan kelarutan,
sedangkan pembilasan dengan menggunakan aseton bertujuan untuk
menghilangkan sisa sisa lemak.
Pada analisis serat kasar digunakan sampel yaitu dedak. Nilai
kandungan serat kasar ditentukan dari keragaman sifat fisik dan kimia gabah
terutama disebabkan oleh faktor genetik yang dibawa oleh masing masing
varietas. Hal ini sesuai dengan Ishaq (2001). Bila kandungan serat kasar
52
>18% maka tergolong dalam dedak kasar (Zuprizal, 2000). Pada erhitungan
analisis serat kasar diperoleh persentaase serat kasar dalam dedak 12.28%
maka apabila dibandingkan dengan Zuprizal, 2000 dedak yang dijadikan
sampel adalah dedak halus. Menurut (Hartadi, 1997) dan (Zuprizal, 2000)
presentase serat kasar adalah 6% - 30% , angka ini sesuai dengan hasil
perhitungan serat kasar pada praktikum ini. Maka dedak yang diteliti
memiliki kualitas zat gizi yang cukup bagus, faktor yang mempengaruhinya
adalah saat penggilingan atau pemisahan kulit padi dengan padi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Muhammad, dkk. 2008. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada Pakan Buatan yang Difermentasi dengan Probiotik.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, A. D. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan
untuk Indonesia Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Ishaq, A. Arifin Amril, Nancy Lahay. 22001. Pengaruh Jenis Penggilingan
dan Varietas Padi terhadap Kandungan Protein dan Serat Kasar
Dedak Padi yang telah Mengalami Penyimpanan Satu Bulan.
Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak. Vol 2 (2) 55-63.
Zuprizal. 2000. Komposisi Kimia Dedak Padi sebagai Bahan Pakan Lokal
dalam Ransum Ternak. Buletin Peternakan Edisi tambahan. 282286.
53
ANALISIS
ENERGI BRUTO
54
55
sumbu pembakar
d. Tabung gas oksigen yang dilengkapi dengan regulator dan selang inlet
e. Statif atau standar untuk tutup jaket atau tutup bejana bombb
f. Catu daya 23 volt, sebagai pemasok aliran listrik
4.2 Bahan
Oksigen dan kawat sumbu pembakar
4.3 Prosedur Percobaan
1. Menghubungkan ujung elektroda dengan kawat sumbu pembakar
56
57
V.
: 1,202 gram
T2
: 31,38OC
: 29,78OC
T 2 TI
Energi bruto =
X 2417
Berat Sampel
T1
31,38 29,78
X 2417
1,202
= 3237,41 cal/gr
=
5.2 Pembahasan
Energi merupakan bagian terbesar yang disuplai oleh semua bahan
pakan. Energi membuat hewan dapat melakukan suatu pekerjaan dan
proses-proses produksi lainnya. Energi pakan yang dikonsumsi ternak dapat
digunakan dalam 3 cara yaitu menyediakan energi untuk aktivitas, dapat
dikonversi menjadi panas, dan dapat disimpan sebagai jaringan tubuh.
Kelebihan energi pakan yang dikonsumsi setelah terpenuhi untuk kebutuhan
pertumbuhan yang dikonsumsi setelah terpenuhi untuk kebutuhan
pertumbuhan normal dan metabolisme biasanya disimpan sebagai lemak.
Kelebihan energi tersebut tidak dapat dibuang (diekskresikan) oleh tubuh
ternak.
Energi disimpan didalam karbohidrat, lemak, protein, dari bahan pakan.
Semua bahan tersebut mengandung unsur kimia karbon (C) dan hidrogen
(H) dalam bentuk yang bisa dioksidasi menjadi CO 2 dan H2O yang
menunjukan energi potensial untuk ternak. Jumlah panas yang diproduksi
ketika pakan dibakar secara sempurna denganadanya oksigen dapat diukur
58
dengan alat calorimeter bomb, dan disebut energi bruto. Persentase EB yang
dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak dan digunakan untuk mendukung
proses metabolik bergantung pada kemampuan ternak untuk mencerna
bahan pakan.
Enenrgi bruto dalam pakan dapat ditentukan dengan alat bomb
calorimeter. Prinsip dari penentuan energi bruto ini adalah konversi energi
dalam pakan (karbohidrat, lemak, protein) menjadi energi panas dengan cara
oksidasi zat gizi tersebut melalui pembakaran. Bomb calorimeter dapat
digunakan untuk menentukan energi bruto dari pakan secara utuh atau
bagian-bagian pakan (misalnya glukosa, pati, selulosa), jaringan ternak dan
ekskret (feses, urin). Nilai energi bruto dalam suatu bahan pakan bergantung
pada proporsi karbohidrat, lemak, protein yang dikandung bahan pakan
tersebut. Air dan mineral tidak menyumbang energi pakan.
Nilai energi bruto pada karbohidrat sekitar 3,75- 4,25 kkal. Untuk
protein, lebih tinggi dari karbohidrat tetapi dalam tubuh ternak energi
protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini keluar dalam bentuk
ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung energi bruto 1,25 kkal
sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari
protein hampir sama dengan karbohidrat yaitu 4,25 kkal.
Menurut tim labolatorium ilmu dan teknologi pakan fakultas peternakan
IPB, kandungan energi bruto pada dedak yaitu 2529 cal/gram, namun
berasarkan hasil perhitungan total energi bruto didapat sebesar 3237,41
cal/gram. Selisih antara literatur dengan hasil perhitungan cukup tinggi,
ketidaksesuian ini mungkin disebabkan karena prosedur yang kurang
sempurna, atau karena sampel dedak digiling dari jenis padi yang bervariasi
59
dan hasil tahapan penggilingan gabah dalam mesin, kandungan serat kasar
dan energinya serta faktor lain diantaranya yaitu perlakuan pedagang dedak
yang mencampurkan dengan bahan lain selain dedak. Dengan nilai energi
bruto pada dedak, dedak dapat digunakan sebagai bahan pokok untuk
campuran ransum khususnya pada ayam (Haryono, 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Mc Donald, P. Dkk. 2010. Animal Nutrition Seven Edition. Person. New
York.
Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
IPB.2012. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CV Nutrisi
Sejahtera. Bogor.
60
VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Kadar air pada bahan pakan dedak yaitu 7, 15%.
2. Kadar abu pada bahan pakan dedak yaitu 15,85%.
3. Kadar lemak kasar pada bahan pakan dedak yaitu 14,54%.
4. Kadar protein kasar pada bahan pakan dedak yaitu 10,20%.
5. Kadar serat kasar pada bahan pakan dedak yaitu 12,28%.
6. Energi bruto pada bahan pakan dedak yaitu 3237,41 cal/gram.
6.2 Saran
1. Praktikan harus lebih memahami praktikum yang akan dilaksanakan,
terutama dalam hal prinsip, alat dan bahan yang digunakan, prosedur kerja
dan cara perhitungannya.
2. Praktikan harus menyimak ketika asisten laboratorium sedang menjelaskan.
3. Praktikan harus bersikap kritis ketika ada hal yang kurang dimengerti agar
ketika pembuatan laporan praktikum lebih memahami.