Anda di halaman 1dari 60

1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan pakan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap ternak. Sebagian
besar bahan pakan terdiri atas unsur-unsur pokok yaitu seperti air,
karbohidrat, lemak, mineral, dan protein. Kelima unsur tersebut dibutuhkan
oleh hewan ternak untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi, dan segala
aktivitas yang dilakukan setiap waktunya. Makanan atau pakan hewan
ternak tersebut berisi za-zar nutrisi dengan kandungan berbeda-beda. Oleh
karena itulah untuk mengetahui kadar zat-zat yang ada dalam suatu pakan
tersebut dilakukan analisis proksimat, untuk mengetahui kualitas dan
kuantitas kandungan yang ada dalam bahan pakan hewan ternak, serta untuk
mengetahui seberapa besar gizi yang terkandung didalamnya yang
dibutuhkan hewan ternak. Kualitas bahan pakan dan komponennya dapat
dinilai melalui tiga tahapan penilaian, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis.
Salah satu dari tahapan ini adapat dilakukan melalui analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk
mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan
ataupun bahan pangan. Komponen fraksi yang dianalis masih mengandung
komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak
masuk ke dalam fraksi yang dimaksud, itulah sebabnya mengapa analisis
proksimat menunjukan angka yang mendekati angka fraksi yang
sesungguhnya. Analisis proksimat berupa analisis kadar air, kadar abu,
bahan kering, analisis protei kasar, lemak kasar dan analisis serat kasar dan

energi. Pada setiap analisis memiliki metode-metode yang berbeda. Analisis


proksimat juga merupakan dasar dari analisis-analisis yang lebih lanjut.
Analisis proksimat bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas
suatu bahan pakan atan pangan dengan membandingkan nilai standar zat
pakan dengan hasil analisisnya. Dengan demikian, analisis proksimat
sangan bermanfaat bagi dunia peternakan, terutama dalam pemberian nutrisi
yang dapat memenuhi kebutuhan ternak. Maka dari itu setelah diuraikan
diatas, praktikum tentang analisis proksimat ini sangat penting untuk
menunjang pengetahuan tentang cara untuk mengetahui kadar nutrisi dalam
suatu bahan pakan.
1.2 Identifikasi Masalah
a. Berapakah kadar air pada bahan pakan dedak.
b. Berapakah kadar abu pada bahan pakan dedak.
c. Berapakah kadar lemak kasar pada bahan pakan dedak.
d. Berapakah kadar protein kasar pada bahan pakan dedak.
e. Berapakah kadar serat kasar pada bahan pakan dedak.
f. Berapakah kadar energi bruto pada bahan pakan dedak.
g. Berapakah kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen pada bahan pakan dedak.
1.3 Maksud dan Tujuan
a. Mengetahui kadar air pada bahan pakan dedak.
b. Mengetahui kadar abu pada bahan pakan dedak.
c. Mengetahui kadar lemak kasar pada bahan pakan dedak.
d. Mengetahui kadar protein kasar pada bahan pakan dedak.
e. Mengetahui kadar serat kasar pada bahan pakan dedak.
f. Mengetahui kadar energi bruto pada bahan pakan dedak.

g. Mengetahui kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen pada bahan pakan


dedak.
1.4 Waktu dan Tempat
Tanggal : 21, 28 Oktober dan 4 November 2015.
Waktu

: 07.30 - 09.30 WIB.

Tempat

: Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan


Ternak.

II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Deskripsi Bahan


2.1.1 Padi
Padi adalah tanaman yang paling penting di Indonesia karena makanan
pokok di Indonesia adalah nasi dari beras yang tentunya dihasilkan oleh tanaman
padi. Selain di Indonesia padi juga menjadi makanan pokok negara-negara di
benua Asia lainnya seperti China, India, Thailand, Vietnam dan lain-lain. Padi
merupakan tanaman berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian ini berasal
dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah
memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada
3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar
Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal
padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam. Hama yang
banyak menyerang tanaman ini adalah tikus, orong-orong, kepinding tanah
(lembing batu), walang sangit dan wereng coklat. Hama-hama itulah yang sering
menyebabkan padi gagal panen dan tentunya membuat petani merugi.
Negara produsen padi terkemuka adalah Republik Rakyat Cina (31% dari
total produksi dunia), India (20%), dan Indonesia (9%). Namun hanya sebagian
kecil produksi padi dunia yang diperdagangkan antar negara (hanya 5%-6% dari
total produksi dunia). Thailand merupakan pengekspor padi utama (26% dari
total padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Vietnam (15%) dan Amerika
Serikat (11%). Indonesia merupakan pengimpor padi terbesar dunia (14% dari
padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Bangladesh (4%), dan Brazil (3%).

2.1.2 Definisi Dedak Padi


Dedak merupakan hasil samping dari pemisahan beras dengan sekam
(kulit gabah) pada gabah yang telah dikeringkan melalui proses pemisahan
dengan digiling atau ditumbuk yang dapat digunakan sebgaia pakan ternak.
Proses pemisahan menjadi dedak ini akan mendapatkan 10% dedak padi, 50 %
beras dan sisanya hasil ikutan seperti pecahan butir beras, sekam dan
sebagainya, akan tetapi persentase ini tergantung pada umur dan varietas padi
yang ditanam (Grist, 1972). Hal ini juga didukung oleh produksi padi yang terus
meningkat yaitu mencapai 57 juta ton pada tahun 2007 sehingga perkiraan
produksi hasil samping dedak mencapai lebih dari 5 juta ton dedak (BPS, 2008).
Dedak berdasarkan komposisi tersebut mempunyai kadar lemak yang
cukup tinggi, hal ini yang mempengaruhi penyimpanannya karena 6-10% dedak
padi mudah mengalami ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang dibiarkan
pada suhu kamar selama 10-12 minggu dapat dipastikan 75-80% lemaknya
berupa asam lemak bebas, yang sangat mudah tengik (Amrullah, 2002). Selain
lemak kasar, dedak padi juga mengandung fitat tinggi dan serat kasar yang
cukup tinggi yang berasal dari pemisahan gabah menjadi beras dan ikutannya.
fitat dan serat kasar ini yang menyebabkan dedak padi penggunaannya sangat
terbatas pada ternak tertentu seperti ayam petelur dan pedaging karena
berpengaruh pada ketersediaan fosfor yang diperlukan oleh tubuh ternak.
Penyimpanan dedak padi telah dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya dilaporkan oleh Imai (1998) pada penelitiannya dengan perlakuan
panas pada dedak padi untuk mengurangi kerusakan. Pemanasan dilakukan
dengan penguapan pada tekanan 3-4 kg/cm2 dan disimpan pada suhu 350C
dapat mengurangi kadar air menjadi sebesar 8% dari kadar air dedak padi 12%

yang berarti dapat menekan kerusakan oleh jamur akibat tingginya kadar air.
Hasil penelitian tersebut menyatakan aktivitas lipase menurun menjadi sebesar
1.8 mV/g dari pada dedak padi tanpa perlakuan (3.6 mV/g) yang berarti dengan
pemanasan dapat mengurangi adanya pemecahan lemak/minyak oleh enzim
lipase sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Imai (1998) ini juga
melaporkan perbandingan penyimpanan dedak padi pada pemanasan dan di
bawah suhu refrigerator 30C. Penyimpanan di bawah suhu refrigerator tidak
dilaporkan untuk kadar air dan aktivitas lipase. Namun pada kandungan asam
(AV) menurun setelah penyimpanan beberapa minggu mencapai 27 dari 121
untuk dedak padi tanpa perlakuan. Pemanasan maupun refrigerator dilaporkan
dapat menurunkan kandungan asam (AV).
Dedak padi merupakan komponen sampingan padi yang berasal dari
pemisahan endosperma beras pada proses penggilingan padi. Dedak padi sebagai
produk samping dari penggilingan padi dapat digunakan sebagai pakan ternak
dan potensial digunakan untuk komposisi makanan dan sumber minyak (Mc
Caskill dan Zhang, 1999). Oleh karena itu, harus stabil produksinya terutama
kandungan lipase, enzim yang menghidrolisis dengan cepat lemak/minyak dalam
bentuk FFA dan gliserol yang dapat menurunkan kualitas dedak padi secara
drastis (Enochain et. al, 1981). Kestabilan dedak padi dapat dilakukan dengan
cara penonaktifan enzim melalui perlakuan panas seperti ekstruksi atau
pemanasan menggunakan mikrowave (Randall et. al, 1985;Sayre et. al,
1985;Ramezanzadeh et. al, 2000). Penelitian yang dilaporkan Lakkakula et. al
(2003) menyatakan bahwa penyimpanan dedak padi yang sebelumnya dilakukan
pemanasan ohmik (pemanasan secara elektrik) dapat menurunkan kadar FFA
cukup tinggi sedangkan dengan pemanasan mikrowave kadar FFA menurun

lebih tinggi dalam hal ini juga dipengaruhi oleh kadar air pada awal perlakuan.
Penyimpanan dilakukan dengan waktu yang sama antara kedua perlakuan
sedangkan kestabilan dedak padi dapat terlihat setelah suhu mencapai 1000C.
Dedak padi sebagai pakan memiliki permasalahan penyimpanan yang
belum dapat dipecahkan. Selain dedak padi mudah mengalami ketengikan
karena kandungan lemaknya yang tinggi juga pakan ini mudah mendatangkan
serangga khususnya kutu. Masalah ini menjadi penting karena dedak padi
dengan produksinya yang tinggi, dapat melengkapi bahan pakan lain yang
produksinya kurang sehingga harus dijaga pada proses penyimpanannya.
2.1.3 Analisis Kandungan Nutrisi Dedak Padi
Hartadi dkk (1997) menyatakan bahwa dedak dengan kandungan serat
kasar 6-12 % memiliki kandungan lemak 14,1%, protein kasar 13,8%,
sedangkan menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung
energi metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat
kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta Mg 0,22%.
Tabel 1. Komposisi dedak menurut persyaratan mutu
Komposisi

Mutu I

Mutu II

Mutu III

Air (%) Maksimum

12

12

12

Protein (%) Minimum

11

10

Serat Kasar (%) Maksimum)

11

14

16

Abu (%) Maksimum

11

13

15

Lemak (%) Maksimum

15

20

20

0.04 0.3

0.04 0.3

0.04 - 0.3

Asam Lemak bebas (%)


terhadap lemak maksimum
Ca (%)

P (%)

0.6 1.6

0.6 1.6

0.6 1.6

Aflatoksin (ppb) maksimum

50

50

50

Silica (%) maksimum

DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, N. D. 2001. Enzim sebagai Alternatif baru dalam Peningkatan Kualitas
Pakan untuk Ternak. Program pascasarjana, IPB. Bogor.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi.
Obst, J.M. 1978. Nilai Nutrisi Rumput Gajah sebagai Ransum Dasar untuk
Pertumbuhan Domba di Indonesia. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Rasyaf, M. 2002. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke-9, Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2004. Seputar Makanan Ayam Kampung. Cetakan ke-8, Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Scott, M. L, M. C. Neisheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of Chiken. 3rd
Edition, Published M, L Scott and Associates: Ithaca. New York.
Shcalbroeck. 2001. Toxicologikal evalution of red mold rice. DFG- Senate
Comision on Food Savety. Ternak monogastrik. Karya Ilmiah. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sunarso, S. 1980. Pengaruh Tingkat Pemberian Bekatul dalam Ransum terhadap
Berat Karkas Domba Lokal Jantan. P3T Ciawi-Bogor. Bogor.
Yudono, B. F. Oesman, dan Hermansyah. 1996. Komposisi asam lemak sekam
dan dedak padi. Majalah Sriwijaya. Vol. 32. No. 2. 8-11.

Andarwulan, N., F.Kusnandar & D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian


Rakyat. Jakarta.
Arlene, A. 2013. Ekstraksi Kemiri Dengan Metode Soxhlet Dan Karakterisasi
Minyak Kemiri. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 2.
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Panagan, Almunady.T. 2010. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah
(allium ascalonicum) terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam
Lemak Bebas Minyak Goreng Curah. Jurnal Penelitian Sains Edisi
Khusus Juni 2010 (C) 10:06-05
Setiadji. 2007. Kimia Organik. FTP UNEJ. Jember.
Sukartin, J. Kuncoro dan Maloedyn S. 2005. Gempur Penyakit dengan VCO.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Sudarmadji, Slamet. et all. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

10

ANALISIS AIR

11

III. TINJAUAN PUSTAKA


Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri
dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air merupakan
suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling
alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya.
Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Zat-zat ini sering
disebut pencemar yang terdapat dalam air (Linsley, 1991). Sifat biologis dari air
yaitu di dalam perairan selalu didapat kehidupan, fauna dan flora. Benda hidup ini
berpengaruh timbal balik terhadap kualitas air (Slamet, 2002).
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan
fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakannya, tekstur, serta cita rasa makanan kita, bahkan dalam bahan
makanan kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian
terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno, 1989).
Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat
higroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum
penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering,
misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air.
Penyerapan air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel,
alumunium oksida, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau barium
oksida (Nazaruddin, 2000).
Di dalam bahan pangan terdapat air dalam bentuk (1) Air bebas, yaitu air
yang berada di permukaan benda padat dan sifatnya mudah diuapkan, (2) Air
terikat, yaitu air yang terikat secara fisik menurut sistem kapiler atau air absorpsi

12

karena adanya tenaga penyerapan, (3) Air terikat secara kimia, yaitu air yang
berada dalam bahandalam bentuk air kristal dan air yang terikat dalam sistem
dispersi koloid. Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti misalnya aktivitas enzim,
aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan, dan reaksireaksi nonenzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik,
penampakan, tekstur dan citarasa serta nilai gizinya. Cara mencegah pertumbuhan
mikroba dapat dilakukan dengan cara mengganggu lingkungan hidupnya, dengan
cara mengubah suhu, kadar air substrat (aw), pH, kadar oksigen, komposisi
substrat, serta penggunaan bahan pengawet anti mikroba (Muchtadi, 2003).
Di dalam analisis bahan pangan, biasanya kadar air bahan dinyatakan dalam
persen berat kering. Hal ini disebabkan perhitungan berdasarkan berat basah
mempunyai kelemahan yaitu berat basah bahan selalu berubah-ubah setiap saat,
sedangkan berat bahan kering selalu tetap. Metode pengukuran kadar air yang
umum dilakukan di Laboratorium adalah metode oven atau dengan cara destilasi.
Pengukuran kadar air secara praktis di lapangan dapat dilakukan dengan
menggunakan moisture meter yaitu alat pengukur kadar air secara elektronik
(Adnan, 2005).
Kadar air ialah jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan yang
dinyatakan dalam satuan persen atau perbedaan antara berat bahan sebelum dan
sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka
kadar airnya

akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara

disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Kadar air juga
merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya

13

awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang
dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
pangan (Haryanto 1992).
Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105 110C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi,
minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum
dengan suhu yang lebih rendah. Kdang-kadang pengeringan dilakukan tanpa
pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam eksikator dengan H 2SO4 pekat sebagai
pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno 2004).
Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung
dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan
dipanaskan pada suhu tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan
oleh berat konstan bahan setelah periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat
bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang terkandung. Metode ini terutama
digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi,
serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti
tepung-tepungan dan serealia (AOAC, 1984).
Metode ini dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven.
Berat sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat
konstan, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah
dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air
yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air
yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah itu dapat dilakukan
perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Crampton, 1959).

14

Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode
oven temperatur rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven
temperatur rendah menggunakan suhu (103 + 2)C dengan periode pengeringan
selama 17 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada saat oven menunjukkan
temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan, contoh bahan beserta cawannya
disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk menyesuaikan suhu media
yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu bahan
ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang
laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC, 1970). Selanjutnya metode oven
temperatur tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah,
hanya saja temperatur yang digunakan pada suhu 130-133C dan waktu yang
digunakan relatif lebih rendah (Crampton, 1959).
IV.

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN


4.1 Alat
1. Oven listrik
2. Timbangan analitik
3. Cawan Alumunium
4. Eksikator
5. Tang Penjepit
4.2 Bahan
1. Dedak
4.3 Prosedur Percobaan
1. Mengeringkan Cawan alumunium dalam oven selama 1 jam pada suhu
100 - 105C.

15

2. Kemudian mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang


beratnya (mencatat sebagai A gram).
3. Menambahkan ke dalam cawan alumunium tersebut sejumlah
sampel/bahan lebih kurang 2-5 gram, timbang dengan teliti. Dengan
demikian berat sampel/bahan dapat diketahui dengan tepat (mencatat
sebagai B gram). Bila menggunakan timbangan analitik digital maka
dapat langsung diketahui berat sampelnya dengan menset zero balans,
yaitu setelah berat alumunium diketahui beratnya dan telah dicatat,
kemudian dizerokan sehingga penunjukan angka menjadi nol, lalu
sampel langsung dimasukan ke dalam cawan dan kemudian timbang
beratnya dan mencatat sebagai C gram.
4. Memasukan cawan + sampel ke dalam oven selama 3 jam pada suhu
100 - 105C sehingga seluruh air menguap. (Atau dapat pula
memasukan ke dalam oven dengan suhu 60C selama 48 jam).
5. Memasukkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang.
Mengulangi pekerjaan ini dari tahap no 4 dan 5, sampai beratnya tidak
berubah lagi. Mencatat sebagai D gram.
6. Setiap kali memindahkan cawan alumunium (baik berisi sampel atau
tidak, menggunakan tang penjepit).
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil Pengamatan
A : Berat cawan = 7,436 gr
B : Berat sampel = 10,277 gr
C : Berat Cawan + sampel setelah di oven = 16,978 gr
D : Berat cawan + sampel= 17,713 gr

16

% Air =
=

B (C A)
x 100%
B
10,277( 16,9787,436)
10,277

x 100%

= 7,15 %
5.2 Pembahasan
Semua bahan pakan mengandung air termasuk pada dedak, bahkan
yang paling kering sekalipun. Untuk itu penting dalam mengetahui kadar air
pada dedak. Setiap bahan pakan yang paling kering sekalipun, masih
terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil. Haryanto,
(2002) yang menyatakan bahwa Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air
juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan
mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga
akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air adalah perbedaan
antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan
bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya.
Sampel yag diteliti yaitu dedak. Dedak merupakan hasil sampingan
proses pengolahan padi, dihasilkan dari proses pengelupasan kulit gabah
dan penyosohan beras pecah kulit. Untuk mengetahui kualitas dedak yang
bagus disamping melalui pengamatan fisik juga dilakukan degan analisis
komposisi kimia atau disebut analisis proksimat. Pemeriksaan fisik dedak
adalah dilakukan melalui baunya, tengik atau bau tidak normal pertanda

17

dedak mulai rusak. Bila berwarna coklat terang menunjukan kualitas baik
tetapi apabila berwarna keputih-putihan atau ke hijau-hijauan pertanda
dedak ini rusak. Kualitas dedak padi dapat diketahui secara kuantitatif yang
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan analisis proksimat.
Menurut Hartadi et. al. (1993) besarnya kadar air dedak 8-14%, bahan
kering (BK) 86-92%, lemak kasar 5-13%, protein kasar 8-14%, kadar abu
5%, BETN 23-70% dan energi termetabolis 2.998 kal/kg- 3498 kal/kg.
Setelah dilakukan percobaan pada praktikum ini pada perhitungan dari
datang yang telah didapatkan didapat hasil pengamatan pada bahan pakan
dedak yang menunjukan kadar air yang terkandung adalah sebesar 7,15%.
Sedangkan menurut literatur tersebut kandungan air pada dedak yang baik
adalah sekitar 12 %. Hal tersebut menunjukan bahwa hasil perhitungan tidak
masuk pada kisaran kadar air pada kisaran literatur. Pada hasil perhitungan,
memperlihatkan bahwa pada bahan/ sampel (dedak) terkandung air
sebanyak 7,15%. Namun apabila kadar air lebih sedikit maka bahan kering
presentasinya lebih besar. Adanya perbedaan ini dapat terjadi karena adanya
kesalahan dalam melakukan praktikum seperti ketidakakuratan dalam
penimbangan, saat pengambilan sampel yang tidak merata sesuai dengan
teknik sampling, ataupun kondisi dedak yang akan di amati.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC, 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official.
Agricultural Chemists. Washington DC. Hal. 1141.
Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan.
Penerbit Andi. Halaman 10, 15-16. Yogyakarta.

18

Crampton, E.W., and L.E. Lloyd. 1959. Fundamental of Nutrition. San


Fransisco, W.H. Freeman and Company. pp 216 231.
Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, Tillman, A.D. 1993. Tabel
Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada
Press. Yogyakarta.
Haryanto, B. dan P. Pangloli., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu.
Kanisius. Yogyakarta.
Linsley, R.K. dan J. Franzini, 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah
Djoko Sasongko. Erlangga. Jakarta.
Muchtadi, D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah
timbulnya penyakit degeneratif. Teknologi dan Industri Pangan
12:1-2.
Nazaruddin, 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran
Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Slamet, Juli Soemirat, 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Winarno, F.G., (1989), Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

19

ANALISIS ABU

20

III. TINJAUAN PUSTAKA


Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Bahanbahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Astuti, 2011).
Abu merupakan residu anorganik dari hasil pengabuan. Kadar abu
ditentukan dengan cara mengukur residu setelah sampel dioksidasi pada suhu 500600C dan mengalami volatilisasi. Untuk pengabuan yang sempurna, pemanasan
dilakukan sampai warna sampel menjadi seragam dan berwarna abu-abu sampai
putih, serta bebas dari sisa sampel yang tidak terbakar.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan
perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Kandungan abu ditentukan dengan cara
mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600 oC
sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik
yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang
dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung
bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang
mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang
selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya
mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif (Anggorodi, 1994).
Abu adalah zat zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral

21

yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam
organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik, misalnya
garam- garam asam mollat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat.Selain
kedua garam tersebut, kadang- kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan
kompleks yang bersifat organis. Apanila akan ditentukan jumlah mineralnya
dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karena biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa pembakaran garam mineral ttersebut yang dikenal dengan
pengabuan.
Analisis kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Abu terdiri dari mineral yang larut dalam
detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen Kandungan bahan organik
suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN).
Pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-600C dan Halim
(2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan
dengan tanur disebut dengan abu (ash). Bahan pakan ternak yang paling banyak
mengandung kadar abu adalah tepung kulit kerang dengan persentase 92.9000.
Ini disebabkan karena tepung kulit kerang memang terdiri bahan anorganik yang
terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
V.

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN


4.1 Alat
1. Cawan porselen 30 mL
2. Pembakaran bunsen atau hot plate

22

3. Tanur listrik
4. Eksikator
5. Tang penjepit
4.2 Bahan
1. Dedak
4.3 Prosedur Percobaan
1. Mengeringkan cawan porselen ke dalam oven selama 1 jam pada suhu
100 105C.
2. Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang, mencatat
sebagai A gram.
3. Memasukkan sejumlah sampel kering oven 2 5 gram ke dalam cawan,
mencatat sebagai B gram.
4. Memanaskan dengan hot plate atau pembakar bunsen l sampai tidak
berasap lagi.
5. Memasukkan kedalam tanur listrik dengan temperatur 600 700C,
membiarkan beberapa lama sampai bahan berubah menjadi abu putih
betul. Lama pembakaran sekitar 3 6 jam.
6. Mendinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang
dengan teliti, mencatat sebagai C gram).
7. Mengitung kadar abunya
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil Pengamatan
Berat crusibel porselen (A) : 25,167 gram
Berat crusibel + sampel (B) : 27,051 gram

23

Berat sampel

: 1,884 gram

Berat crusibel + sampel setelah ditanur (C) : 25,428 gram


C A
% Air = B A 100%
25,24825,167
= 27,05125,167 100%
= 13,85 %
5.2 Pembahasan
Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600C selama 4-5
jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N)
habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah
abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam
bahan. Dengan perkataan lain, abu merupakan total mineral dalam bahan.
Pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-600C. Zat anorganik
yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash).
Penentuan kadar abu yaitu usaha untuk mengetahui kadar abu,
dalam analisis secara umum ditentukan dengan membakar bahan
pakan biasanya hanya zat-zat organik selanjutnya ditimbang, sisanya disebut
abu.
Kualitas dedak padi dapat diketahui secara kuantitatif yang dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan analisis proksimat. Kualitas dedak padi
dapat diketahui secara kuantitatif yang dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan analisis proksimat. Menurut Hartadi et. al. (1993) besarnya
kadar air dedak 8-14%, bahan kering (BK) 86-92%, lemak kasar 5-13%,
protein kasar 8-14%, kadar abu 5%, BETN 23-70% dan energi termetabolis
2.998 kal/kg- 3498 kal/kg. Setelah dilakukan percobaan pada praktikum kali
ini didapatkan hasil perhitungan dari data yang telah didapat yaitu sebesar

24

13,85% hasil tersebut menunjukan bahwa kadar abu yang terdapat pada
dedak tersebut lebih kecil dibandingkan dengan literatur yang ada.
Ketidaksesuaian ini terjadi dikarenakan beberapa faktor seperti adanya
kesalahan saat melakukan pengamatan seperti ketidakakuratan pada saat
menimbang sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, W. 2011. Ilmu Gizi dalam Keperawatan. Trans Info Media. Jakarta.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, Tillman, A.D. 1993. Tabel
Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada
Press. Yogyakarta.

25

ANALISIS
PROTEIN KASAR

26

III. TINJAUAN PUSTAKA


Kadar protein kasar pakan yang dianalisis metode Kjeldahl, walaupun tidak
terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk menentukan
nilai protein bahan pakan yang dapat didegradasi dan yang tidak

dapat

didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih merupakan
metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa metode telah
dikembangkan. Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung
nitrogen. Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10%
(kisaran 13 -19%). Metode yang sering digunakan dalam analisis protein adalah
metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destilasi, titrasi dan perhitungan.
Dalam analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya
harus dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya.
Apabila diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu maka
faktor proteinnya adalah 6,38 tetapi secara umum biasanya menggunakan 6,25.
(Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan FAPET IPB, 2012)
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan
protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak
selalu 16% (Sutardi, 2009).

27

Senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh


mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.
Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh
ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen
juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada
kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi protein
berkualitas rendah (Tillman et al., 1998).
Protein kasar adalah nilai hasil bagi dari total nitrogen ammonia dengan
faktor 16% (16/100) atau hasil kali dari total nitrogen ammonia dengan faktor
6,25 (100/16). Faktor 16% berasal dari asumsi bahwa protein mengandung
nitrogen 16%. Kenyataannya nitrogen yang terdapat di dalam pakan tidak hanya
berasal dari protein saja tetapi ada juga nitrogen yang berasal dari senyawa bukan
protein atau nitrogen nonprotein (non protein nitrogen /NPN). Dengan demikian
maka nilai yang diperoleh dari perhitungan diatas merupakan nilai dari apa yang
disebut protein kasar (Kamal, 1998).
Protein terutama terdiri atas asam amino penting yang merupakan
kebutuhan dasar untuk semua proses kehidupan. Protein mengandung unsur C, H,
O, N. beberapa protein juga mengandung sulfur, fosfat dan zat besi. Di dalam
tubuh, protein dipergunakan hewan untuk membangun semua bagian lunak tubuh
serta untuk pembentukan berbagai hormon dan enzim (Akoso, B.T., 1996).
Berdasarkan sumbernya, protein ada 2 yaitu golongan protein yang berasal
dari tanaman (dikenal dengan istilah protein nabati) dan protein yang berasal dari
hewan (dikenal dengan istilah protein hewani). Kedua golongan protein tersebut
di dalam alat pencernaan ternak ruminansia (rumen) dihidrolisis oleh bakteri
rumen menjadi asam amino yang selanjutnya menglami perubahan menjadi asam

28

organik, amoia dan CO2. Amonia akan digunakan bakteri dalam mensisntesis
protein mikrobia yang kemudian dicerna oleh ternak ruminansia di dalam perut
yang sebenarnya, yaitu abomasum (Kartadisastra, H.R., 1997). Kebutuhan protein
dalam pakan dapat dicukupi dengan memberi leguminasa. Sumber pakan yang
mengandung protein adalah leguminosa, daun turi, lamtorogung, biji-bijian
kedelai, bungkil dan kacang tanah (Akoso, B.T., 1996).
Semua protein tanaman dan hewan terdiri dari beberapa asam amino yang
merupakan satuan penyusun protein tubuh. Dengan alasan inilah, maka kebutuhan
tubuh adalah asam amino dan bukan protein. Bila asam amino yang termakan
berlebihan, dan melebihi kebutuhan, maka kelebihannya akan di-deaminasi dan
sisa non-nitrogennya dapat dijadikan cadangan energi. Grup amino yang ada
dibentuk oleh hati menjadi urea, NH2 CO NH2, yang dikeluarkan dari tubuh
melalui ginjal bersama-sama kemih. Urea adalah suatu produk yang teroksidasi
tak sempurna yang masih mengandung energi kira-kira 5,50 Kcal/gram bahan
kering. Bila digunakan untuk sumber energi, maka kira-kira 1,25 Kcal dari energi
dikeluarkan sebagai urea dari tiap unit protein, meninggalkan 4,25 Kcal/gram
bahan kering di dalam tubuh. Dari angka 4,25 ini selanjutnya berkurang menjadi
4,0 Kcal/gram karena tidak sempurnanya diganti protein dalam saluran
pencernaan.
Dedak padi pada musim panen melimpah, sebaliknya pada musim kemarau
berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat

disimpan lama. Keadaan ini

disebabkan karena aktifitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau


ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak padi
(Balitnak, 2010). Menurut Rasyaf (1992) sebagai bahan pakan asal nabati, dedak
mempunyai kandungan nutrisi yang juga cukup baik, dimana kandungan protein

29

dedak halus sebesar 12 - 13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%.
Namun menurut Hartadi et all (1997) kandungan protein kasar pada dedak sebesar
11,9 %.
IV.

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN


4.1 Alat
1. Labu kjedahl 300 mL
2. Satu set alat destilasi
3. Erlenmeyer 250 cc
4. Buret 50 cc skala 0,1 mL
5. Timbangan analitik
4.2 Bahan
1. Asam sulfat pekat
2. Asam chlorida (yang sudah diketahui normalitasnya)
3. Natrium hydroxida 40%
4. Katalis campuran (yang dibuat dari CuSO4.5H2O dan K2SO4 dengan
perbandingan 1 : 5)
5. Asam borax 5%
6. Indikator campuran (brom cresolgreen : methyl merah = 4 : 5, sebanyak
0,9 gram campuran dilarutkan dalam alkohol 100 mL)
4.3 Prosedur Percobaan
Destruksi
1. Menimbang sampel kering oven sebanyak 1 gram (menulis sebagai A
gram)
2. Memasukkan ke dalam labu kjedahl dengan hati-hati, kemudian
menambahkan 6 gram katalis campuran

30

3. Menambahkan 20 mL asam sulfat pekat


4. Memanaskan dalam nyala api kecil di lemari asam, bila sudah tidak
berbuih lagi, destruksi dilakukan dengan nyala api yang besar
5. Destruksi sudah dianggap selesai bila larutan sudah berwarna hijau
jernih, setelah itu mendinginkan
Destilasi
1. Menyiapkan alat destilasi selengkapnya, memasang dengan hati-hati,
jangan lupa batu didih, vaselin dan tali pengaman
2. Memindahkan larutan hasil destruksi ke dalam labu didih, kemudian
membilas dengan aquades sebanyak 50 mL
3. Memasang erlenmeyer yang telah diisi dengan asam boraks 5%
sebanyak 15 mL untuk menangkap gas ammonia dan telah diberi
indikator campuran sebanyak 2 tetes
4. Membasakan larutan bahan dari destruksi dengan menambah 40-60 mL
NaOH 40% melalui corong samping. Menutup kran corong segera
setelah larutan tersebut masuk ke labu didih
5. Menyalakan pemanas Bunsen dan mengalirkan ke dalam kran
pendingin tegak
6. Melakukan destilasi sampai semua nitrogen (N) dalam larutan dianggap
telah tertangkap oleh asam boraks yang ditandai dengan menyusutnya
larutan dalam labu didih sebanyak 2/3 bagian (atau sekurang-kurangnya
sudah tertampung dalam erlenmeyer sebanyak 15 mL)
Titrasi
1. Erlenmeyer berisi sulingan tadi diambil (jangan lupa membilas bagian
yang terendam dalam air sulingan)

31

2. Kemudian mentitrasi dengan HCl yang sudah diketahui normalitasnya


(mencatat sebagai B). Titik titrasi dicapai dengan ditandai dengan
perubahan warna hijau ke abu-abuan sampai mencatat jumlah larutan
HCl yang terpakai sebagai C mL.
Perhitungan:
% protein kasar = mL HCl N HCl 0,014 6,25
Berat sampel
V.

100%

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil Pengamatan
Berat sampel (A)

: 1,0 gram

Normalitas HCl (B)

: 0,1264 N

Volume titrasi HCl (C) : 9,23 mL


Jawab :
% protein kasar = mL HCl N HCl 0,014 6,25
Berat sampel
= 9,23 0,1264 0,014 6,25
= 10,20 % Berat sampel

100%
100%

Reaksi kimia yang terjadi:


Destruksi:
C, H, O, N, P, S + katalis campuran + H2SO4

(NH4)2SO4

(Ammonium sulfat)
Destilasi:
(NH4)2SO4 + 2 NaOH
2 NH4OH
3NH3 + H3BO3

2 NH4OH + Na2SO4

NH3 + H2O
(NH4)3BO3 (Ammonium boraks)

32

Titrasi:
(NH)3BO3 + 3 HCl

H3BO3 + 3 NH4Cl (Ammonium chlorida)

5.2 Pembahasan
Penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena
analisis ini didasarkan pada penentuan kandungan nitrogen yang terdapat
dalam bahan. Kandungan nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan 6,25
sebagai angka konversi nilai nitrogen menjadi nilai protein. Nilai 6,25
diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung 16 % nitrogen
( perbandingan protein:nitrogen = 100:16 = 6,25:1). Komponen fraksi
protein kasar terdiri atas protein, asam amino bebas, amine nitrat, glikosida
yang mengandung n, vitamin b, asam nukleat, hcn, alkaloid, urea. Pada
analisis protein kasar terdapat kelemahan yaitu nitrogen yang terdapat dalam
bahan, selain terdapat dalam protein, juga terdapat dalam senyawa organik
lain, sehingga terhitung sebagai komponen fraksi protein kasar. senyawa
bukan protein yang mengandung nitrogen disebut senyawa npn (non protein
nitrogen) dan nilai 6,25 tidak selalu tetap, tergantung bahan yang dianalisis.
umumnya protein nabati kurang dari 6,25 sedangkan hewani lebih dari
6,25, namun apabila mendapat data mengenai angka konversi yang tepat
untuk bahan yang dianalisis, maka pakailah angka tersebut.
Penentuan kadar protein dilakukan melalui metode kjeldhal dengan tiga
tahapan utama, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Arief (2008),
melaporkan dalam jurnalnya bahwa kandungan protein kasar secara tidak
langsung dapat ditingkatkan oleh mikroba yang merupakan sel tunggal.
Protein merupakan zat organik yang mengandung karbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen, sulfur serta fosfor. Zat tersebut merupakan zat pakan

33

utama, yang mengandung nitrogen, protein adalah essensial bagi kehidupan


karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup
(Anggorodi,1994). Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengganti
sel yang rusak.
Protein kasar merupakan nutrisi yang penting dalam menyusun ransum
pada ternak ruminansia. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan
pengganti sel yang rusak. Penetapan kebutuhan protein sehari-hari pada
unggas yang sedang tumbuh terdiri atas (1) protein yang diperlukan untuk
pertumbuhan jaringan, (2) protein untuk hidup pokok, dan (3) protein untuk
pertumbuan bulu. Unggas yang sedang berproduksi, penetapan kebutuhan
protein juga mempertimbangkan kebutuhan untuk sintesis telur (Sutardi
dkk, 2002).
Setelah dihitung kadar protein kasar dedak diperoleh hasil 10,20 %.
Standar protein kasar yang terkandung dalam dedak menurut Hartadi (1997)
adalah 11,9% dan menurut Rasyaf (1992) 12 - 13% . Sehingga kadar protein
kasar dedak pada perhitungan sangatlah rendah. Kadar protein kasar
dipengaruhi oleh jenis dari dedak yang berbeda karena dapat digolongkan
atas beberapa macam dedak misalnya dedak padi, dedak gandum, dsb.
Faktor yang lain karena cara penggilingan dedak yang berbeda-beda.
Dedak padi merupakan hasil ikutan dari penggilingan padi yang sangat
potensial digunakan sebagai bahan pakan unggas, karena penggunaannya
tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. (Tillman dkk.,2005).
Pada analisis protein, tahap pertama yang dilakukan ialah mendestruksi
atau memecah/meregangkan ikatan N yang ada dalam sampel bahan pakan.
Namun dalam praktiknya, hal yang harus dilakukan adalah menggunakan

34

larutan katalisator untuk mempercepat reaksi, sesuai dengan pernyataan


Apriati (1989) bahwa suatu bahan yang mempengaruhi laju reaksi kimia
tetapi pada akhirnya keluar tanpa mengalami perubahan. Kadar Nitrogen
merupakan kimia yang terkandung dalam 16% dari 100% protein (tiap
protein) dan sangat berguna bagi ternak dalam proses pertumbuhan
dikarenakan kandungan protein tinggi dapat dimanfaatkan sebagai sumber
nitrogen bagi mikroba rumen (Sudibyo, 2005).

DAFTAR PUSTAKA
Akoso, BT, 1996. Kesehatan Sapi, Panduan bagi Petugas Teknis,
Mahasiswa, Penyuluh dan Peterna., Jakarta. Kanisius.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Apriati, L. 1989. Palabilitas dan Kecernaan berbagai straw mix dari
rumput gajah (Pennisetum purpureum ) pada Sapi Peternakan Fries
Holland. Karya Ilmiah, IPB. Bogor.
Arief, Muhammad, dkk. 2008. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada

Pakan

Buatan

yang

Difermentasi

dengan

Probiotik.

Universitas Airlangga. Surabaya.


Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, Tillman, A.D. 1993. Tabel
Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak,
jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM.
Yogyakarta.

35

Kartadisastra. H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak


Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1992. Memelihara Ayam Buras. Kanisius. Yogyakarta.
Sudibyo, Nunung, dkk. 2005. Pengaruh Proporsi Limbah Daun Rami
dalam

Konsentrat

Pakan

Lengkap

Terhadap

Pertumbuhan

Kambing. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.


Sutardi, Toha. 2009. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tillman, A. D, H, Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo. 1998.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.
Tillman,

A.D.,

S.

Reksohadiprodjo,

S.

Prawirokusumo

dan

S.

Lebdosoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.
Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.
2012. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CV Nutrisi Sejahtera.
Bogor.

36

ANALISIS
LEMAK KASAR

37

III. TINJAUAN PUSTAKA


Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam zat pelarut organik non polar, seperti aseton, alkohol, eter, benzena,
kloroform dan sebagainya Lemak tersusun atas rantai hidrokarbon panjang
berantai lurus, bercabang, atau membentuk struktur siklis. Lemak esensial
merupakan prekursor pembentukan hormon tertentu seperti prostaglandin, lemak
juga berperan sebagai penyusun membran yang sangat penting untuk berbagai
tugas metabolisme, lemak juga dapat melarutkan berbagai vitamin, yaitu vitamin
A, D, E dan K. (Setiadji, 2007).
Menurut Buckle (1987), lemak dalam tubuh mempunyai peranan yang
penting, karena lemak cadangan yang ada yang ada dalam tubuh dapat melindungi
berbagai organ yang penting, seperti ginjal, hati dan sebagainya, tidak saja sebagai
isolator, tetapi juga kerusakan fisik yang mungkin terjadi pada waktu kecelakaan.
Lipid terdiri atas lemak dan minyak yang banyak dihasilkan hewan dan tanaman.
Lipid umumnya berupa trigliserida yang merupakan ester asam lemak dan gliserol
maupun gugus senyawa lain/komponen non lipid lain. Lipid memiliki sifat kimia
dan sifat fisik yang berbeda-beda. Pada suhu kamar, lemak berwujud padat dan
minyak berwujud cair, lemak padat berwarna putih kekuningan, dapat membentuk
kristal lemak, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non polar
seperti eter, alkohol, aseton, khloroform, benzene, lemak besifat plastis, lipid
jenuh (sedikit ikatan rangkap) memiliki titik lebur tinggi, lipid tidak jenuh
(banyak ikatan rangkap) memiliki titik lebur rendah, dan dapat melarutkan
beberapa jenis vitamin, yaitu vitamin A, D, E, dan K.
Lipid tersusun atas rantai hidrokarbon panjang berantai lurus, bercabang,
atau berbentuk siklis, terdiri atas ester asam lemak dengan gliserol atau dengan

38

gugus senyawa lain, lemak banyak mengandung asam lemak jenuh (sedikit ikatan
rangkap), minyak banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (banyak ikatan
rangkap), reaksi dengan alkali akan menghasilkan asam lemak dan gliserol,
sehingga mudah teroksidasi.
Penetapan kadar lemak dengan ektraksi menggunakan pelarut pada bahan
merupakan analisis kadar lemak kasar karena tidak hanya lemak saja yang ikut
terekstraksi, tetapi juga fosfolipid, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen
larut lemak lainnya. Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya
jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau
lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan
larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti nhexane, benzene, chloroform, petroleum eter . (Sudarmadji, et all 1996).
Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lemak adalah
dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah
larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lemak berbeda-beda
maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua jenis lemak.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut organik, selain lemak juga terikut
fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain. Karena
itu hasil analisisnya disebut lemak kasar. Pada garis besarnya analisis lemak kasar
ada dua cara, yaitu cara kering (ekstraksi panas) dan cara basah (ekstraksi dingin).
Pada cara kering adalah untuk bahan pakan yang tidak mengandung kadar
air yang tinggi dan contoh dibungkus atau

ditempatkan dalam "thumble"

(selongsong tempat contoh). Karena contoh tidak mengandung air yang tinggi
maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Apabila bahan contoh
masih mengandung air yang tinggi, maka bahan pelarut akan sulit masuk ke

39

dalam jaringan/sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air, selanjutnya ekstraksi
lemak kurang efisien. Selain itu adanya air akan menyebabkan zat-zat yang larut
dalam air akan ikut pula terekstraksi bersama lemak, sehingga hasil analisisnya
kurang mecerminkan yang sebenarnya. Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat
dikerjakan secara terputus-putus atau berkesinambungan. Ekstraksi secara
terputus-putus dapat dijalankan dengan alat soxhlet atau ASTM (America Society
Testing Material). Sedangkan ekstraksi secara berkesinambungan dengan alat
goldfish atau ASTM yang telah dimodifikasi.
Analisis lemak kasar secara basah (ekstraksi dingin), digunakan alat botol
babcock atau dengan mojonnier. Bahan yang dianalisis berbentuk cair atau bahan
yang mengandung kadar air yang tinggi. Prinsip soxhlet ialah ekstraksi
menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Metode soxhlet ini dipilih
karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari
yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang
digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju
ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut
yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi
senyawa yang tahan panas.
Menerut (Tejasari, 2005:114). Prinsip analisis lemak metode soxhlet
modifikasi adalah ekstraksi lemak dengan pelarut lemak yaitu petroleum ether.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi lemak harus memiliki derajat
polaritas yang sama dengan lemak yang akan dianalisis. Ekstraksi ini dapat
dilakukan secara terputus-putus. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke
dalam soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat

40

pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet.


Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan. Pelarut
yang memiliki titih didih lebih rendah akan diuapkan dan dikondensasi saat
melewati kondensor lalu pelarut akan jatuh membasahi bahan dan lemak bahan
akan terekstraksi sekitar 4-6 jam, ditunggu hingga pelarut turun kembali dan
sisa/residu lemak akan dioven untuk menguapkan sisa pelarut lalu ditimbang
hingga dicapai berat konstan kemudian dapat ditentukan persentase kadar
lemaknya yaitu nisbah berat lemak terhadap berat sampel dikali 100%.
Ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena
pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak.
Dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil
ekstrak yang lebih tinggi. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan
tidak berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi. (Whitaker 1915).
Menentukan kadar lemak dengan soxhlet menurut (Andarwulan dkk., 2011)
yaitu Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup
dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut
dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor
ditasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dituangkan ke dalam labu lemak
secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks
minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna
jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung.
Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada
suhu 105C, untuk menguapkan sisa pelarut yang mungkin masih tertinggal.
Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga
diperoleh bobot tetap.

41

IV.

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN


4.1 Alat
1. Satu set alat sokhlet
2. Kertas saring bebas lemak
3. Kapas dan biji hekter
4. Eksikator
5. Timbangan analitik
4.2 Bahan
1. Kloroform
4.3 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan kertas saring yang telah kering oven
2. Membuat selongsong penyaring yang dibuat dari kertas saring.
Menimbang dan mencatat beratnya sebagai A gram. Memasukkan
sampel sekitar 2-5 gram ke dalam selongsong kemudian meimbang dan
mencatat veratnya sebagai B gram. Menutup dengan kapas kemudian di
hekter, lalu menimbang dan mencatat kembali sebagai C gram. Berat
sampel adalah B A gram
3. Selongsong penyaring berisi sampel dimakukkan kedalam alat soxhlet.
Memasukan pelarut lemak (kloroform) sebanyak 100-200 ml kedalam
labu didihnya. Melakukakn ekstraksi dengan menyalakan pemanas
hotplate dan mengalirkan air pada bagian kondensornya.
4. Ekstraksi dilakukan selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu mengambil
solngsong barisi sampel yang telah diekstraksi dasn mengeringkannya
kedalam oven selama 1 jam pada suhu 105C. Kemudian dimasukkan

42

kedalam eksikator 15 menit dan kemudian menimbang kembali dan


mencatat beratnya sebagai D gram.
5. Kloroform yang terdapat dalam labu didih, didestilasi sehingga
tertampung di penampung soxhlet. Kloroform yang tertampung
disimpan untuk digunakan kembali.
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil Pengamatan
Berat selongsong (A)

: 0,952 gram

Berat selongsong + sampel (B) : 1,729 gram


Berat sampel

: 0,777 gram

Berat selongsong + sampel + kapas + hekter setelah dioven (D) : 1,629 gram
Berat selongsong + sampel + kapas + hekter sebelum dioven (C):1,742 gram
% lemak kasar = C - D
B-A

100

1,742 - 1,629
0,777
= 14,54%
=

100

5.2 Pembahasan
Lemak merupakan sekelompok zat yang tidak larut air tetapi larut
dalam eter, kloroform, dan benzena. Ditinjau dari sudut jumlahnya maka
lemak merupakan bagian yang penting dari golongan zat dalam tubuh
hewan dan pakan, dimana lemak mengandung hidrogen dan karbon serta
oksigen juga asam stearat (C57H110O6) (Anggorodi, 1994). Menurut
Rahardjo, dkk (2004), lemak kasar merupakan campuran beberapa senyawa
(lemak, minyak, lilin, asam organik, pigmen sterol, vitamin ADEK yang

43

larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum ether, pethroleum benzen, dan
lainnya).
Pada analisis lemak kasar labu erlenmeyer yang sudah bersih dari lemak
dikeringkan dan di oven pada suhu 105 C, ekstraksi dilakukan dengan
kloroform yang akan bekerja melarutkan lemak, sehingga berkurangnya
berat sampel merupakan lemak yang terkandung pada sampel. Ekstraksi
dilakukan sampai cairan pada soxhlet berwarna bening, kemudian di oven
samapi kering lalu di stabilkan suhunya pada desikator. Sampel ditimbang
beratnya, setelah itu dilakukan perhitungan kadar lemak dan hasil yang
didapat berdasarkan praktikum adalah 11%.
Menurut Suparjo (2010) yang menyatakan bahwa kandungan lemak
suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses
ekstraksi suatu bahan pakan dalam tabung soxhlet dengan menggunakan
pelarut lemah. Praktikum pengujian kadar lemak kasar ini, sesuai dengan
pernyataan Suparjo bahwa kadar lemak kasar dapat ditentukan dengan
metode soxhlet dan menggunakan pelarut lemat, yaitu kloroform.
Sampel yang kami amati yaitu dedak. Dedak padi pada umumnya tidak
tahan disimpan dalam waktu yang lama karena mudah menjadi tengik. Hal
ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak. Dedak merupakan pakan
yang bersifat mudah rusak selama penyimpanannya melebihi waktu tertentu.
Menurut Murni (2008) lemak kasar pada dedak sekitar 7-9%, sedangkan
jika dibandingkan dengan hasil perhitungan dari data yang telah diberikan
terjadi perbedaan/selisih 5,54%, karena hasil perhitungannya adalah
14,54%. Artinya dedak pada praktikum ini mengandung lemak kasar
14,54%. Ketidaksesuaian ini terjadi karena adanya kesalahan pada saat

44

melakukan prosedur kerja, misalnya ketidakakuratan saat menimbang


sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., F.Kusnandar & D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian
Rakyat. Jakarta.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi.
Rahardjo, T. 2001. Ilmu Teknologi Bahan Pakan. UNSOED. Purwokerto
Setiadji. 2007. Kimia Organik. FTP UNEJ. Jember.
Sudarmadji, Slamet. et all. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Suparjo. 2010. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Jambi.
Jambi.
Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Whitaker, M.C. 1915. The Journal of Industrial and Engineering Chemistry.

45

ANALISIS SERAT
KASAR

46

III. TINJAUAN PUSTAKA


Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietery
fiber) dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah
pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat,
membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk
disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan
lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus
untukdapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus
besar menjadi lebih lamban.
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu
asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%). Serat kasar
merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa
setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada
kondisi yang terkontrol. Pengukuran serat kasar dapat dilakukan dengan
menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam
asam sulfat. Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi
kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan
ekstrak tanpa nitrogen (Arif, 2008).
Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana
komponen seratmakanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber,
SDF), dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF). Serat yang
tidak larut dalam air ada 3 macam, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat
tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan.
Sedangkan serat yang larut dalam air adalah pektin, musilase, dan gum. Serat ini

47

juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Sedangkan gum
banyak terdapat pada akasia.
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber,
metode deterjen, metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan
dan kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak
menunjukkan sifat serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila menggunakan
nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10 - 500%, kesalahan
terbesar terjadi pada analisis serealia dan terkecil pada kotiledon tanaman.
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF
atau Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya
dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk
mengukur komponen serat yang larut seperti pektin dan gum, harus menggunakan
metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami
kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.
Metode

enzimatik

merupakan

metode

fraksinasi

enzimatik,

yaitu

penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan enzim pepsin


pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan total, serat makanan
larut dan serat makanan tidaklarut secara terpisah. Ternyata dari hasil
penyelidikan memperlihatkan bahwa serat sangat baik untuk kesehatan, yaitu
membantu mencegah sembelit, mencegah kanker, mencegah sakit pada usus besar,
membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam
darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan masih banyak
lagi. Serat makanan tidak dapat diserapdalam usus halus dan tidak dapat masuk
dalam sirkulasi darah, serat ini akan dibawa oleh usus halus masuk kedalam usus
besar dengan gerakan peristaltik usus. Kehadiran serat pada usus besar ini baik

48

untuk membantu proses - proses yang terjadi di usus besar. Rata-rata negara di
dunia ini menetapkan sebanyak 30 gram kebutuhan akan serat setiap harinya.
Serat makanan didefinisikan sebagai sisa-sisa skeletal sel-sel tanaman yang
tahan terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat makanan
sering juga disebut sebagai unavailable carbohydrate sedangkan yang tergolong
sebagai available carbohydrate adalah pati dan dekstrin, karena zat-zat tersebut
dapat dihidrolisa dan diabsorpsi manusia, yang kemudian di dalam tubuh diubah
menjadi glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak.
Serat makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar
mengandung 3 macam polisakarida yaitu sellulosa, zat pektin dan hemisellulosa.
Selain itu juga mengandung zat yang bukan karbohidrat yakni lignin.
IV.

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN


4.1 Alat
1. Gelas piala khusus 600 ml
2. Cawan porselen 30 ml
3. Corong Buchner (4.5 cm)
4. Satu set alat pompa vakum
5. Eksikator
6. Kertas saring bebas abu (merek whatman no 41)
7. Tanur listrik
8. Hot plate
9. Tang penjepit
10. Timbangan analitik

4.2 Bahan

49

1. H2SO4 1,25%
2. NaOH 1,25%
3. Aseton
4. Aquades panas
4.3 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, catat
sebagai A gram.
2. Menyiapkan cawan porselen kering oven.
3. Residu/sisa ekstraksi lemak masukan ke dalam gelas piala khusus
sebanyak 1 gram ,catat sebagai B gram.
4. Meanmbahkan asam sulfat 1,25% sebanyak 100 mL kemudian pasang
pada alat pemanas khusus tepat dibawah kondensor (reflux)
5. Mengalirkan air dan menyalakan listrik
6. Mendidihhkan bahan selama 5 menit dihitung saat mulai mendidih
7. Setelah cukup pemanasan, ambil dan saring dengan menggunakan
corong Buchner yang telah dipasang kertas saring (tidak perlu diketahui
beratnya)
8. Penyaringan menggunakan pompa vakum (pompa hisap) dan cuci bilas
menggunakan aquades panas sebanyak 100 mL
9. Residu yang terdapat dalam corong Buchner di kembalikan pada beaker
glass semula
10. Tambah NaOH 1.25% sebanyak 100 ml kemudian pasang kembali pada
alat pemanas khusus seperti semula
11. Lakukan seperti pada 6 - 7, tetapi menggunakan kertas saring yang telah
diketahui beratnya (lihat no 1)

50

12. Cuci/bilas berturut-turut dengan:


-

Air panas 100 mL

Asam sulfat panas 0,3N (1,25%) 50 mL

Air panas 100 mL

Aseton 50 mL

13. Kertas saring dan sisanya (residu) dimasukan pada cawan porselen
menggunakan pinset
14. Keringkan dalam oven 100 - 105derajat selama 1 jam
15. Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang, catat sebagi
C gram
16. Panaskan dalam hotplate sampai tidak berasap lagi, kemudian masukan
dalam tanur listrik 600 - 700 derajat celcius selama 3 jam sampai
abunya berwarna putih. Disini serat kasar dibakar sampai habis
17. Dinginkan dalam eksikator selama 5 menit lalu timbang dan catat
sebagai D gram.
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil Pengamatan
Berat sampel = 0.350 gram
Berat kertas saring = 0.268 gram
Berat cawan + kertas saring + residu oven = 25.770 gram
Berat cawan + kertas saring + residu setelah ditanur = 25.459 gram
% serat kasar =
=

C-D-A
B 100/
100 -%LK
25,770
- 25,459
- 0,268

0,35 100/ 100 - 0,1454


= 12,28%
5.2 Pembahasan

100
100

51

Prinsip analisis serat kasar yaitu komponen dalam suatu bahan yang
tidak dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer
selama 30 menit adalah serat kasar dan abu. Serat kasar adalah karbohidrat
yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan asam sulfat
dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak
larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu. Selisih
antara residu dengan abu adalah serat kasar. Komponen fraksi dari serat
kasar yaitu hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Kelemahan dari analisis serat
kasar ini terdapat sebagian kecil senyawa organikyang tergolong fraksi serat
masih dapat larut dalam asam dan basa encer, sehingga mengurangi niali
kandungan serat, hal ini dikareankana selulosa dan hemiselulosa dengan
berat molekul rendah rentan untuk larut pada asam basa encer.
Fungsi larutan NaOH adalah sebagai basa yang akan menghidrolisis
kandungan dalam sampel kecuali serat kasar. Karena serat kasar adalah
bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu asam
sulfat

(H2SO4 1,25%)

dan

natrium

hidroksida

(NaOH

1,25%).

Penambahan H2SO4 1,25 % 0,3N bertujuan melarutkan zat lain yang dapat
larut dalam asam. Penambahan air berfungsi untuk meningkatkan kelarutan,
sedangkan pembilasan dengan menggunakan aseton bertujuan untuk
menghilangkan sisa sisa lemak.
Pada analisis serat kasar digunakan sampel yaitu dedak. Nilai
kandungan serat kasar ditentukan dari keragaman sifat fisik dan kimia gabah
terutama disebabkan oleh faktor genetik yang dibawa oleh masing masing
varietas. Hal ini sesuai dengan Ishaq (2001). Bila kandungan serat kasar

52

>18% maka tergolong dalam dedak kasar (Zuprizal, 2000). Pada erhitungan
analisis serat kasar diperoleh persentaase serat kasar dalam dedak 12.28%
maka apabila dibandingkan dengan Zuprizal, 2000 dedak yang dijadikan
sampel adalah dedak halus. Menurut (Hartadi, 1997) dan (Zuprizal, 2000)
presentase serat kasar adalah 6% - 30% , angka ini sesuai dengan hasil
perhitungan serat kasar pada praktikum ini. Maka dedak yang diteliti
memiliki kualitas zat gizi yang cukup bagus, faktor yang mempengaruhinya
adalah saat penggilingan atau pemisahan kulit padi dengan padi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Muhammad, dkk. 2008. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada Pakan Buatan yang Difermentasi dengan Probiotik.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, A. D. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan
untuk Indonesia Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Ishaq, A. Arifin Amril, Nancy Lahay. 22001. Pengaruh Jenis Penggilingan
dan Varietas Padi terhadap Kandungan Protein dan Serat Kasar
Dedak Padi yang telah Mengalami Penyimpanan Satu Bulan.
Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak. Vol 2 (2) 55-63.
Zuprizal. 2000. Komposisi Kimia Dedak Padi sebagai Bahan Pakan Lokal
dalam Ransum Ternak. Buletin Peternakan Edisi tambahan. 282286.

53

ANALISIS
ENERGI BRUTO

54

III. TINJAUAN PUSTAKA


Kata energi berasal dari bahasa yunani yaitu en = in yang artinya dalam dan
ergon, yang artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk
kerja.energi ada beberapa macam, diantaranya adalah energi mekanik, energi
cahaya, energi panas, energi nuklir, energi aliran panas, molekuler atau energi
kimia yang sangat berperan sekali dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.
(Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan FAPET IPB, 2012)
Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan kedalam
bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolik yang dapat menimbulkan kerja
atau panas. Menurut La Voiser dan La Place tahun 1780 dari perancis menyatakan
bahwa panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan
makanan yang disuplai dapat dijadikan energi akibatnya, nilai energi yang
dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi
hewan tersebut. Pembakaran bahan makanan tersebut menggunakan dan
menghasilkan energi bruto. (Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan FAPET
IPB, 2012)
CHO + O2 CO2 + H2O + gas + panas. Pengukuran energi bruto
menggunakan alat bomb calorimeter (perubahan suhu akubat pembakaran pakan
dengan oksigen). Kandungan energi bruto pada dedak yaitu 2529 cal/gram. (Tim
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan FAPET IPB, 2012)
IV.

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN


4.1 Alat
Seperangkat alat bomb calorimeter
a. Bejana bomb yang terdiri dari :
1. Wadah, sebagai tempat

55

2. Tutup yang dilengkapi :


-

elektroda dan kabel elektroda,

katup inlet, untuk mengalirkan oksigen kedalam bejana bomb

katup outlet, untuk mengalirkan gas pembakaran

cawan atau mangkuk pembakaran, untuk menyimpan sampel

sumbu pembakar

drat pengunci, untuk mengencangkan tutup bomb.

b. Bejana air, sebagai tempat bejna bombb.


c. Jacket yang terdiri dari :
1. Wadah, sebagai tempat penyimpanan bejana air yang berisi bejana
bomb.
2. Tutup yang dilengkapi ;
-

Batang pengaduk air, unutk mengaduk

Elektromotor, untuk menggerakan pengaduk air

Thermometer skala kecil yang dilengkapi teropong pembacaan, untuk


mengukur suhu.

d. Tabung gas oksigen yang dilengkapi dengan regulator dan selang inlet
e. Statif atau standar untuk tutup jaket atau tutup bejana bombb
f. Catu daya 23 volt, sebagai pemasok aliran listrik
4.2 Bahan
Oksigen dan kawat sumbu pembakar
4.3 Prosedur Percobaan
1. Menghubungkan ujung elektroda dengan kawat sumbu pembakar

56

2. Menimbang 1 gram sampel dan memasukan kedalam mangkuk


pembakaran lalu simpan tepat dibawah sumbu pembakar (percobaan
ini dilakukan pada statif/standar)
3. Memasukan tutup bomb ke wadahnya lalu mengencangkan dengan
drat pengunci
4. Mengisi bejana bomb dengan oksigen sebesar 30 atm melalui katup
selang inlet ke katup inlet
5. Mengisi bejana air dengan aquades sebanyak 2 kg
6. Masukan bejana bomb ke bejana air yang berisi aquades
7. Memasukan bejana air berisi bejana bomb kedalam wadah jaket, lalu
menutunya dengan penutup jaketnya
8. Menyambungkan kabel elektroda ke catu daya 23 volt
9. Menjalankan motor listrik yang akan menjalankan pengaduk air yang
terhubung ke bejana air. Pengadukan dilakukan selama 5 menit. Pada
menit ke 6, mencatat suhunya sebagai T1
10. Menekan tombol catu daya sebagai pemicu pembakaran didalam
bomb
11. Mengamati perubahan suhu sampai suhu tidak naik lagi (konstan) dan
mencatatnya sebagai T2
12. Mencabut kabel elektroda ke catu daya
13. Mengangkat tutup jaket
14. Mengeluarkan bejana air dan bejana bomb
15. Mengeluarkan gas pembakaran melalui katup outlet
16. Membuka drat pengunci dan membuka tutup bomb.

57

V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil Pengamatan
Berat sampel

: 1,202 gram

T2

: 31,38OC

: 29,78OC
T 2 TI
Energi bruto =
X 2417
Berat Sampel
T1

31,38 29,78
X 2417
1,202
= 3237,41 cal/gr
=

5.2 Pembahasan
Energi merupakan bagian terbesar yang disuplai oleh semua bahan
pakan. Energi membuat hewan dapat melakukan suatu pekerjaan dan
proses-proses produksi lainnya. Energi pakan yang dikonsumsi ternak dapat
digunakan dalam 3 cara yaitu menyediakan energi untuk aktivitas, dapat
dikonversi menjadi panas, dan dapat disimpan sebagai jaringan tubuh.
Kelebihan energi pakan yang dikonsumsi setelah terpenuhi untuk kebutuhan
pertumbuhan yang dikonsumsi setelah terpenuhi untuk kebutuhan
pertumbuhan normal dan metabolisme biasanya disimpan sebagai lemak.
Kelebihan energi tersebut tidak dapat dibuang (diekskresikan) oleh tubuh
ternak.
Energi disimpan didalam karbohidrat, lemak, protein, dari bahan pakan.
Semua bahan tersebut mengandung unsur kimia karbon (C) dan hidrogen
(H) dalam bentuk yang bisa dioksidasi menjadi CO 2 dan H2O yang
menunjukan energi potensial untuk ternak. Jumlah panas yang diproduksi
ketika pakan dibakar secara sempurna denganadanya oksigen dapat diukur

58

dengan alat calorimeter bomb, dan disebut energi bruto. Persentase EB yang
dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak dan digunakan untuk mendukung
proses metabolik bergantung pada kemampuan ternak untuk mencerna
bahan pakan.
Enenrgi bruto dalam pakan dapat ditentukan dengan alat bomb
calorimeter. Prinsip dari penentuan energi bruto ini adalah konversi energi
dalam pakan (karbohidrat, lemak, protein) menjadi energi panas dengan cara
oksidasi zat gizi tersebut melalui pembakaran. Bomb calorimeter dapat
digunakan untuk menentukan energi bruto dari pakan secara utuh atau
bagian-bagian pakan (misalnya glukosa, pati, selulosa), jaringan ternak dan
ekskret (feses, urin). Nilai energi bruto dalam suatu bahan pakan bergantung
pada proporsi karbohidrat, lemak, protein yang dikandung bahan pakan
tersebut. Air dan mineral tidak menyumbang energi pakan.
Nilai energi bruto pada karbohidrat sekitar 3,75- 4,25 kkal. Untuk
protein, lebih tinggi dari karbohidrat tetapi dalam tubuh ternak energi
protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini keluar dalam bentuk
ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung energi bruto 1,25 kkal
sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari
protein hampir sama dengan karbohidrat yaitu 4,25 kkal.
Menurut tim labolatorium ilmu dan teknologi pakan fakultas peternakan
IPB, kandungan energi bruto pada dedak yaitu 2529 cal/gram, namun
berasarkan hasil perhitungan total energi bruto didapat sebesar 3237,41
cal/gram. Selisih antara literatur dengan hasil perhitungan cukup tinggi,
ketidaksesuian ini mungkin disebabkan karena prosedur yang kurang
sempurna, atau karena sampel dedak digiling dari jenis padi yang bervariasi

59

dan hasil tahapan penggilingan gabah dalam mesin, kandungan serat kasar
dan energinya serta faktor lain diantaranya yaitu perlakuan pedagang dedak
yang mencampurkan dengan bahan lain selain dedak. Dengan nilai energi
bruto pada dedak, dedak dapat digunakan sebagai bahan pokok untuk
campuran ransum khususnya pada ayam (Haryono, 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Mc Donald, P. Dkk. 2010. Animal Nutrition Seven Edition. Person. New
York.
Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
IPB.2012. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CV Nutrisi
Sejahtera. Bogor.

60

VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Kadar air pada bahan pakan dedak yaitu 7, 15%.
2. Kadar abu pada bahan pakan dedak yaitu 15,85%.
3. Kadar lemak kasar pada bahan pakan dedak yaitu 14,54%.
4. Kadar protein kasar pada bahan pakan dedak yaitu 10,20%.
5. Kadar serat kasar pada bahan pakan dedak yaitu 12,28%.
6. Energi bruto pada bahan pakan dedak yaitu 3237,41 cal/gram.

6.2 Saran
1. Praktikan harus lebih memahami praktikum yang akan dilaksanakan,
terutama dalam hal prinsip, alat dan bahan yang digunakan, prosedur kerja
dan cara perhitungannya.
2. Praktikan harus menyimak ketika asisten laboratorium sedang menjelaskan.
3. Praktikan harus bersikap kritis ketika ada hal yang kurang dimengerti agar
ketika pembuatan laporan praktikum lebih memahami.

Anda mungkin juga menyukai