BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di
Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan
anak. Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upayaupaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka
kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan penurunan
angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian halnya
dengan angka kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini tidak menunjukkan
penurunan yang berarti. SKRT 1994 menunjukkan hahwa MMR sebesar 400 450
per 100.000 persalinan.
Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut
angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISP A, diare dan
tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir dengan kematian.
Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia,
hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian ketika akan,
sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya
tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat
dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan
pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan,
hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan
ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap
kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan
salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat
bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil
dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran
terhadap beberapa makanan tertentu.
B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan Ibu dan anak.
2. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
3. Program dan kebijakan pemerintah tentang kesehatan Ibu dan anak di Indonesia.
4. Masalah kesehatan Ibu dan anak.
5. Kesehatan wanita dan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Ibu dan Anak
1. Makanan, penyakit dan kesehatan anak.
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan
yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan
tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai
dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang
sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan
tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan
yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga yang lain;
atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola
makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan, namun yang paling berperan
mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah
ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada
bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian
ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua)
tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai
sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru
bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih
dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa
apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada
masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur
tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti,
pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir
sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI yang
keseimbangan
unsur-unsur
tersebut
maka
seseorang
harus
mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau
sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya
dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas"
dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang
sedang hamil (Reddy, 1990).
Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan
dengan dua hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistem
teori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan
pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu
institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar
pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap
penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat
dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik.
Penyakit- penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu
seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan
personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik adalah penyakitpenyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lainlain.
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang
berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh
ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami
kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat
menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam
yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang
tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam
dan diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti
sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh
bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan
istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda,
maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa
diare
ini
disebabkan
karena
"masuk
angin"
yang
dipersepsikan
sebagai
"mendinginnya" badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat
memanaskan badan si anak.
Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan
tindakan kuratif penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatan umum
dalam masyarakat (Klienman, 1980). Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan
kesehatan ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan
moderen. Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota
keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu,
apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen. Tindakan
pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering dilakukan dalam
upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari perilaku mencari
penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai "health seeking behavior". Jika
upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke petugas
kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.
2. Kehamilan, persalinan dan kematian ibu.
Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan
ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan
dengan persalinan. Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan
program Safe Motherhood yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan
kesehatan wanita terutama paada masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan,
disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami
perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui
dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Pacta berbagai kalangan masyarakat di
Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang
biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara
rutin ke bidan ataupun dokter.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali
karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi. Pada penelitian yang dilakukan yang dilakukan di RS Hasan Sadikin,
Bandung, dan 132 ibu yang meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan
kehamilannya atau baru datang pertama kali pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo,
1993). Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan,
permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak
dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai
dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan,
keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong
persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak
untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong
oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan
bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina
dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan
tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda"
(setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya
disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah,
mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran
anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya
keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak
dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih
dilakukan.
lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong
persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Secara medis, . penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan,
infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak
ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses
persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang
kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan
dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap
perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih
tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat
keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat
menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula
nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan
yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana
jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya
transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa
membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor
keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi,
keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan
sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir
yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan
juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan
dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang
sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu
yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara
tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang
bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuanramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan
darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu
untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
3. lmplikasi terhadap kebijakan pembangunan KIA.
Uraian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan ibu dan anak melalui program-program pembangunan kesehatan
perlu memperhatikan aspek-aspek sosial-budaya masyarakat. Menempatkan petugas
kesehatan dan membangun fasilitas kesehatan semata tidaklah cukup untuk mengatasi
masalah-masalah KIA di suatu daerah. Seperti diketahui ternyata perilaku-perilaku
kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau merugikan kesehatan banyak
sekali dipengaruhi oleh faktor sosial budaya.
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam
membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu
suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang
tidak semua praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga
kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan
medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab sakit
sudah berbeda sekali dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga
berbeda disesuaikan dengan keyakinan ataupun kepercayaan-kepercayaan yang sudah
dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak
yang merugikan bagi kesehatan. Dan untuk merubah perilaku ini sangat
membutuhkan waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal
penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi pelayanan kesehatan pada
masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan
dan kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping
kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Mengingat bahwa dari indikator-indikator yang ada menunjukkan derajat
kesehatan ibu dan anak masih perlu diingkatkan, maka dalam upaya perbaikannya
perlu pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara holistik dan integratif yang tidak
hanya terbatas pada bidang kesehatan secara medis saja tetapi juga ekonomi,
pendidikan, sosial dan budaya. Dalam hal melakukan upaya-upaya perbaikan perlu
disadari bahwa hubungan ibu dan anak sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu akan
dapat secara langsung mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai dari
kandungan maupun setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali menempatkan
konteks reproduksi dalam program KIA sehingga diharapkan kondisi kesehatan
seseorang benar-benar dapat terpelihara sesuai dengan konsep medis yang tepat sejak
- 77,21 %.
Deteksi Resiko, Rujukan Kasus Resti dan Penanganan Komplikasi
Kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan
perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat.
Deteksi risiko oleh tenaga kesehatan pada tahun 2007 sebesar 46,17% sedangkan
deteksi risiko oleh masyarakat (kader, tokoh masyarakat,dll) sebesar 22,08%.
Resti komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal yang secara
langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Resti/komplikasi
kebidanan meliputi Hb <> 140 mmHg, diastole > 90 mmHg). Oedeme nyata,
ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia
kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis,
persalinan prematur.
d. Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2)
Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki
risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28hari) minimal dua
kali, satu kali pada umur 0-7 hari (KN1) dan satu lagi pada umur 8-28 hari (KN2).
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping
melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi
pada ibu. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan
resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan
infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi); pemberian
vitamin K; manajemen terpadu balita muda (MTBM); penyuluhan perawatan
neonatus di rumah menggunakan buku KIA. Cakupan kunjungan neonatal (KN2)
pada tahun 2007 sebesar 77,16%.
2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Masa subur seorang wanita memiliki peranan penting bagi terjadinya kehamilan
sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian,
usia subur seorang wanita terjadi antara usia 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk
mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/ pasangan lebih
diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007, persentase wanita
berumur 10 tahun keatas yang pernah kawin dengan jumlah anak yang dilahirkan
hidup terbesar adalah 2 orang (23,02%), 1orang (19,52%) dan 3 orang (17,11%).
Sedangkan rata-rata jumlah anak lahir hidup per wanita usia 15-19 tahun adalah 1,79
untuk daerah perkotaan dan 1,98 di pedesaan.
3. Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi 0-1 tahun
(BCG,DPT, Campak, Polio, HB), imunisasi untuk wanita usia subur/ibu hamil TT dan
imunisasi untuk anak SD (kelas 1; DT dan kelas 2-3; TT), sedangkan kegiatan
imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah seperti desa non
UCI, potensial/resti KLB, ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau kegiatan
lainnya berdasarkan kebijakan teknis.
Pencapaian UCI pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas
imunisasi secara lengkap pada kelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan
batasan suatu wilayah tertentu, berarti eilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat
kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD31). Dalam hal ini pemerintah menargetkan
pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa dan kelurahan. Pencapaian UCI pada
tahun 2007 sebesar 71,18 % dengan target nasional UCI 80%.
Program-program kebijakan pemerintah terhadap kesehatan ibu dan anak di
Indonesia yang sedang berlangsung diantara meliputi:
Perawatan Penyakit Anak yang Terpadu (IMCI)
Rencana Kesehatan Remaja Nasional
kebijakan dan rencana untuk mencegah malaria dalam kehamilan dan malaria
bawaan, penularan vertikal HIV dan syphilis dalam kehamilan
Making Pregnancy Safer
Peningkatan kesadaran akan HIV/AIDS
D. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak
Salah satu ukuran untuk menggambarkan pencapaian hasil pembangunan suatu
negara termasuk pembangunan bidang kesehatan digunakan indikator Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Beberapa indikator IPM adalah kesehatan, pendidikan
dan ekonomi. Salah satu indikator kesehatan adalah umur harapan hidup sebagai
ukuran pencapaian derajat kesehatan masyarakat. IPM negara Indonesia berada di
peringkat 108 dari 177 negara di dunia, lebih rendah dari negara-negara ASEAN
seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.
Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa
penduduk yag berusia muda (0-14 tahun) sebesar 29,30%, usia produktif (15-64
tahun) sebesar 65,05 % dan usia lanjut (> 65 tahun) sebesar 5,65%. Dengan beban
Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebesar 53,73
%. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2006 sebesar 49,90%.
Angka kematian Ibu/maternal bersama dengan Angka kematian Bayi senantiasa
menjadi indikator keberhasilan sektor pembangunan kesehatan . AKI mengacu
kepada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan
nifas. Hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan
bahwa AKI tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini
dibandingkan AKI tahun 2002 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian Bayi di Indonesia sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup
(BPS,2007). Angka ini sedikit menurun dibandingan dengan AKB tahun 2003 sebesar
35 per 1000 kelahiran hidup. Program-programnya adalah penurunan AKB merujuk
kepada jumlah bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum
mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian Balita (AKABA)
menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum
umur 5 tahun. AKABA di Indonesia sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup (BPS,2007)
Situasi penyakit menular yang menimbulkan kesakitan pada Maternal, bayi dan
anak yaitu Malaria, TB-Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
Kusta, Penyakit Menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit
potensial wabah, Rabies, Filariasis, Frambusia dan Antraks.
E. Kesehatan Wanita dan Anak :
Kesehatan wanita bertujuan untuk memberikan kesejahteraan. Salah satu
pencegahan kesakitan pada wanita meliputi skrining dan diagnosis melalui
manajemen pencegahan yang memahami bahwa wanita merupakan manusia yang
unik. Dalam manajemen pencegahan ini meliputi identifikasi insidensi umum, tingkat
keparahan dan faktor resiko.
Alasan mengapa kesehatan wanita menjadi penting adalah bahwa populasi
wanita di dunia pada umumnya akan lebih banyak dibandingkan populasi laki-laki. Hal
ini dikarenakan bahwa ekpektansi usia harapan hidup wanita lebih panjang
dibandingkan usia harapan hidup laki-laki (familiar paradox). Umur Harapan Hidup
(UHH) juga digunakan untuk menilai derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat
baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun negara. UHH penduduk Indonesia
sebesar 69,09 tahun (BPS,2007)
Kesehatan wanita dalam siklus kehidupan dipengaruhi oleh faktor biologi,
budaya, perilaku dan sosial. Mortalitas dan morbiditas pada wanita lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor biologi. Salah satu peran faktor biologi adalah hormon.
Dalam siklus kehidupan dan reproduksi peran hormon tersebut mempengaruhi
kondisi kesehatan wanita. Wanita dalam masa usia reproduksi yaitu usia 15 - 45 tahun
dari pubertas sampai menopouse tidak terlepas dari peran hormon estrogen. Hormon
estrogen ini akan mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Dampak
dari penurunan hormon ini mempengaruhi kesehatan wanita. Selain faktor biologi
terdapat faktor Faktor confounding yaitu kesehatan fisik, genetik, paparan
lingkungan, diet dan akses kepada pelayanan kesehatan.
Kesehatan anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
wanita. Salah satu indikator kesehatan umum dan kesejahteraan suatu masyarakat
adalah angka kematian dan kesakitan pada bayi/anak. Keadaan ini juga memberi
dampak pada kesakitan dan kematian pada ibu/wanita. Sebagai contoh karena suatu
proses persalinan lama menyebabkan cedera jalan lahir sehingga menimbulkan
penurunan kesehatan ibu dan atau bayi. Keadaan malformasi kongenital dan target
aborsi oleh karena seleksi jenis kelamin menyebabkan kematian pada ibu dan bayi.
Kesakitan dan kematian ibu dan anak dapat terjadi dalam setiap tahap
pertumbuhan dan perkembangan dari masa bayi sampai dengan masa usia lanjut.
Faktor biologi dan diskriminasi gender menjadi faktor penyebab. Berikut ini adalah
permasalahan kesehatan ibu dan anak dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan:
1. Pada masa infant :
Bayi laki-laki lebih banyak yang dilahirkan dibandingkan dengan wanita karena
adanya seleksi jenis kelamin dan tidak adekuatnya pelaporan dari regristrasi
kelahiran.
Kematian pada masa infant memiliki resiko pada minggu pertama oleh karena
Komplikasi kehamilan
Premature
BBLR
Tidak adekuat prenatal care
Faktor penyebab tidak langsung kesakitan dan kematian pada Infant adalah
kemiskinan, tidak adekuat dukungan sosial dan kurang akses ke pelayanan kesehatan.
2. Masa Childhood:
Resiko kematian 2 kali pada anak usia 1-4 tahun dibandingkan usia 5-14 tahun
Adanya perlakuan giskriminasi gender sebagai contoh bayi wanita lebih cepat
disapih sehingga mempunyai resiko kontaminasi makanan, resiko kekurangan nutrisi,
kurang akses ke pelayanan kesehatan dan pengobatan.
Resiko morbiditas dan mortalitas karena kondisi Infeksi, terserang Parasit ISPA,
Abuse
Neglect
3. Masa Remaja
Merupakan turbulance stage dalam siklus kehidupan karena pada masa remaja
terjadi perubahan fisiologis, psikologis dan sosial. Perubahan yang terjadi
dipengaruhi proses adapatasi dari peran hormon. Resiko morbiditas dan mortalitas
oleh
4.
5.
perilaku
seperti
cedera
dan
keracunan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Anak
1. Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat menentukan status
kesehatan anak secara umum. Faktor ini ditentukan oleh status kesehatan anak itu
sendiri, status gizi, dan kondisi sanitasi.
2. Faktor Kebudayaan
Pengaruh budaya juga sangat menentukan status kesehatan anak, dimanater
dapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan pengetahuan budaya
dimasyarakat dapat juga menimbulkan penurunan kesehatan anak, misalnya terdapat
beberapa budaya di masyarakat yang dianggap baik oleh masyarakat padahal budaya
tersebut justru menurunkan kesehatan anak.
3. Faktor Keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan
anak. Pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangant
besar melalui pola hubungan anak dan keluarga serta nilai-nilai yang di tanamkan.
B. Saran
Diharapkan kepada dosen pembimbing agar lebih banyak memberikan materi,
khususnya yang berhubungan dengan kesehatan Ibu dan anak. Karena akan menjadi
bahan pengetahuan yang sangat berguna ketika mahasiswa terjun ke lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. 2000. IlmuKesehatan Anak Nelson.Volume 1. Diterjemahkan oleh A. Samik
Wahab.Jakarta : EGC.
Sumber:
http://gayahidupsehat.org/faktor-yang-mempengaruhi-tumbuh-kembanganak/#ixzz1sLSm0PeF