Anda di halaman 1dari 12

Ca Cervix

A. Definisi
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks merupakan
kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah
bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina. 1, 8, 9, 13
B. Angka Kejadian
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh wanita
nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu
kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang
hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut. 1, 8
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan
pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus per
100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya Kanker serviks yang sudah masuk ke
stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih
dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. 2, 3
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui
tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan
morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih
kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV). Beberapa bukti
menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan
dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Oncoprotein E6
dan E7 yan berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.
Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan
onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol. 8, 10
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain
adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti
dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks
menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di
samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan
wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan
risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya
kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak
digunakan pada tahun 1940-1970)
7. Gangguan sistem kekebalan
8. Pemakaian pil KB
9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun
10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara rutin)
D. Klasifikasi
Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya : 13

1. Squamous carcinoma
a. Keratinizing
b. Large cell non keratinizing
c. Small cell non keratinizing
d. Verrucous
2. Adeno carcinoma
a. Endocervical
b. Endometroid (adenocanthoma)
c. Clear cell - paramesonephric
d. Clear cell - mesonephric
e. Serous
f. Intestinal
3. Mixed carcinoma
a. Adenosquamous
b. Mucoepidermoid
c. Glossy cell
d. Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
a. Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma

b. Lymphoma
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu 90%;
adenokarsinoma 5%; sedang jenis lainnya 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan
kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan
kadang-kadang tumor sendiri dari sel-sel yang berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang
disebut small cell,berbentuk kumparan atau kecil serta bulat dan batas tumor stroma tidakjelas.
Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai selsel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan
mukus.
E. Gejala Klinis
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa
ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga
timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal
atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
F. Diagnosis dan Staging
Staging untuk kanker serviks berdasarkan pemeriksaan klinis, sehingga pemeriksaan yang lebih
teliti dan cermat dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis. Stadium klinik seharusnya tidak

berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka
stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu
penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, komposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi,
sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-rayuntuk paru-paru dan
tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan
dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis.
Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan
MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi
penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif. 10
Pemeriksaan patologi anatomi setelah prosedur operasi dapat menjadi data yang akurat untuk
penyebaran penyakit, tetapi penemuan ini tidak dianjurkan untuk menjadi perubahan diagnosis
staging sebelumnya. Nomenklatur TNM lebih sesuai untuk penemuan ini.
Tabel 1. Staging Karsinoma Serviks Menurut FIGO

G. Pentatalaksanaan
Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh
onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi
dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia,
kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah
penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL).
Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP),
konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang
ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat
bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP
mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk
terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak
luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada
HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas.
HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada
795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanyarisiko residif atau kegagalan 0,91,2% untuk terjadinya karsinoma invasif. 10
Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan batas
sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN III
atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium
penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal. Apabila
ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasienpasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti dengan Paps
smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2
berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya
adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila
kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe
maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal
trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan Paps
smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.
Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan
evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium
IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan
operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien
dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk
kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angaka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang samasama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila
operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan
stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan
untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical
hysterectomy atau radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan
penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan
paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus
menunggu hasilpatologi anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan dengan
radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau batasbatas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan
jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan
penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat
apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi
pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
dibandingkan tanpa radioterapi. 5, 10
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat
untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih
baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium.
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi
variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai
staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.

H. Pencegahan dan Skrining


Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah
berada dalam stadium lanjut. Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini,
kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker
serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre ,
dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini .
Sekitar 90-99 persen jenis kanker serviks disebabkan oleh human papillomavirus (HPV). Virus
ini bisa ditransfer melalui hubungan seksual dan bisa hadir dalam berbagai variasi. Ada beberapa
kasus virus HPV yang reda dengan sendirinya, dan ada yang berlanjut menjadi kanker serviks,
sehingga cukup mengancam kesehatan anatomi wanita yang satu ini.
Salah satu problema yang timbul akibat infeksi HPV ini seringkali tidak ada gejala atau tanda
yang tampak mata. Menurut hasil studi National Institute of Allergy and Infectious Diseases ,
hampir separuh wanita yang terinfeksi dengan HPV tidak memiliki gejala-gejala yang jelas. Dan
lebih-lebih lagi, orang yang terinfeksi juga tidak tahu bahwa mereka bisa menularkan HPV ke
orang sehat lainnya.
Kini, 'senjata' terbaik untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap
Smear , dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang
diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan
(kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini
biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau
melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker servik terjadi pada wanita yang sebelumnya
tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya polio.2
Tabel 2. Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem Bethesda

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American
College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersamasama, sebagai berikut : 8, 10
1. Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun
saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear
untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa
Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas
30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65%
pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA

HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila
ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker
serviks.
3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep atau
sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan DNA
HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.
Tidak dapat dipungkiri, memang saat ini cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah
dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang terkait
dengan kondisi pra-kanker. Namun demikian, dengan adanya biaya dan rumitnya
proses screening dan treatment, cara ini hanya memberikan manfaat yang sedikit di negaranegara yang membutuhkan penanganan. Beberapa hal lain yang dapat dilakukan dalam usaha
pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain :
1. Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan screening dapat memberikan
manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan cost
efective untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi pra-kanker, khususnya pada
kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam
melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin dapat membantu
menangkal timbulnya kutil di daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16
dan 18. Manfaat tersebut telah diuji pada uji klinis tahap III dan harus dapat diwujudkan dalam
waktu dekat. Keyakinan hasil uji klinis tahap III ini menunjukan bahwa vaksin-vaksin tersebut
dapat membantu menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada
wanita yang belum terinfeksi HPV sebelumnya. 3
2. Penggunaan kondom
Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung bahwa
kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts)
dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan
di New England Journal of Medicinememperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya
selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen lebih kecil
untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat

jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil
penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah.
Dari survei Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata
penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen. 4
3. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan penurunan resiko
infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners,
terjadi penurunan resiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang. 12
I. Prognosis
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival
rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan
untuk stadium IV kurang dari 30%. 8
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada
limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis
pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%

Anda mungkin juga menyukai