Anda di halaman 1dari 23

INJEKSI SURFACTANT

3/15/2011 08:39:00 AM
Victor Manik
1 comment
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook

Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap lanjut
(EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk menaikkan perolehan minyak
sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkkan saturasi minyak sisa yang
tertinggal di reservoir.
Injeksi kimia memiliki prospek yang bagus, pada reservoir-reservoir yang telah sukses dilakukan
injeksi air dengan kandungan minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi pengembangannya masih
lambat, karena biaya dan resiko yang tinggi serta teknologinya yang kompleks. Beberapa faktor yang
dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan suatu injeksi kimia ialah :
Kedalaman
Tingkat heterogenitas reservoir
Sifat-sifat petrofisik
Kemiringan
Mekanisme pendorong
Cadangan minyak tersisa
Saturasi minyak tersisa
Viskositas minyak
Ada 3 tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu Injeksi Polymer, Injeksi Surfactant, dan
Injeksi Alkaline. Tetapi seiring dengan perkembangan penelitian, ada kombinasi antara injeksi surfactant
dan injeksi polymer atau yang lebih dikenal dengan nama Micellar-Polymer Flooding.

Injeksi Polymer meliputi penambahan bahan pengental (thickening agent) ke dalam air injeksi untuk
meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang biasa dipakai adalah polymer. Metode ini memiliki
keuntungan dapat mengurangi volume total air yang diperlukan untruk mencapai saturasi minyak sisa
dan meningkatkan efisiensi penyapuan karena memperbaiki perbandingan mobilitas minyak-air.
Kadang sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi surfactant betujuan untuk
menurunkan tegangan antar muka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan
menggunakan pendorong air sehingga menaikkan efisiensi pendesakan dalam skala pori. Injeksi alkaline
merupakan sebuah proses dimana pH air injeksi dikontrol pada harga 12-13 untuk memperbaiki
perolehan minyak, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH. Untuk micellar-polymer flooding akan
memberikan tingkat perolehan minyak yang lebih besar dibanding dengan ketiga injeksi kimia lainnya,
dikarenakan micellar-polymer flooding dapat meningkatkan efisiensi penyapuan dan efisiensi pendesakan
sehingga akan meningkatkan mobilitas minyak di reservoir.
INJEKSI SURFACTANT
Injeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-fluida injeksi supaya
perolehan minyak meningkat. Jadi effisiensi injeksi meningkat sesuai dengan penurunan tegangan
antarmuka (L.C Uren and E.H Fahmy). Ojeda et al (1954) mengidentifikasikan parameter-parameter
penting yang menentukan kinerja injeksi surfactant, yaitu :
Geometri pori
Tegangan antarmuka
Kebasahan atau sudut kontak
P atau P/L
Karakteristik perpindahan kromatografis surfactant pada sistem tertentu
Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang ditinggalkan oleh water
drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat bergerak dapat
dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan surfactant. Percampuran surfactant dengan minyak
membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang tertinggal. Pada surfactant
flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant seterusnya, melainkan diikuti dengan fluida pendesak
lainnya, yaitu air yang dicampur dengan polymer untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan akhirnya
diinjeksikan air.
Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti konsentrasi ion bervalensi dua,
salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta absorbsi batuan reservoir terhadap larutan dan kondisikondisi lain yang mungkin dapat menghambat proses surfaktan flooding, maka perlu ditambahkan
bahan-bahan kimia yang lain seperti kosurfaktan (umumnya alkohol) dan larutan NaCl. Disamping
kedua additive diatas, yang perlu diperhatikan dalam operasi surfaktan flooding adalah kualitas dan
kuantitas dari zat tersebut.
Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam penggunaan surfactant untuk
meningkatkan perolehan minyak. Konsep pertama adalah larutan yang mengandung surfactant dengan
konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfactant dilarutkan di dalam air atau minyak dan berada dalam jumlah
yang setimbang dengan gumpalan-gumpalan surfactant yang dikenal sebagai micelle. Sejumlah besar
fluida (sekitar 15 60% atau lebih) diinjeksikan ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan
antarmuka antara minyak dan air, sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak.

Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi diinjeksikan ke dalam
reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 20% PV). Dalam hal ini, micelles yang terbentuk bisa berupa
dispersi stabil air di dalam hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya surfactant pada permukaan air/minyak antara lain :
Jenis asam organik yang terkandung
Komposisi kimiawi minyak mentah
Kadar wax, dan sebagainya
Penelitian yang mendalam mengenai faktor-faktor ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu,
didalam prakteknya, harus kasus perkasus perlu diteliti. Dengan melihat kenyataan bahwa penurunan
tegangan antarmuka yang drastis dapat memperbesar recovery, maka percobaan pemakaian surfactant
yang dimanufaktur kemudian banyak dilakukan. Dan juga jenis minyak buminya tidak lagi tergantung
pada berapa acid numbernya.
Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada suatu
reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi
1.
Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak, komposisi dan
kandugan kloridanya.
2.
Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya, ketebalan,
kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.
Kriteria seleksi untuk injeksi surfactant yang diharapkan dapat menghasilkan perolehan optimum adalah
sebagai berikut :
1.Kualitas crude oil
Gravity : > 25 API
Viskositas : < 30 cp
Permeabilitas rata-rata (mD) : < 250
Kandungan klorida : < 20000 ppm
Saturasi minyak sisa : > 20
Jenis batuan : Sandstone
Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)
2.Surfactant dan polimer
Ukuran dari slug adalah 5 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant yang tinggi

konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 50% dari volume pori (PV).
Konsentrasi polimer berkisar antara 500 2000 mg/i
Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.

3.Kondisi reservoir
Saturasi minyak >30% PV
Tipe fomasi diutamakan sandstone
Ketebalan formasi > 10 ft
Permeabilitas > 20 md
Kedalaman < 8000 ft
Temperatur < 175F

4.Batasan lain
Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih besar dari 50%
Diusahakan formasi yang homogen
Tidak terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay.
Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg) lebih kecil dari 500
ppm.
SIFAT SIFAT SURFACTANT
Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang
tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang
berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang aktif dan mampu
mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran
surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya
(Critical Micelles Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula
monomor berubah menjadi micelle.
Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah sodium sulfonate yang ionik
bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang biasa digunakan di
lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air,
minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir
sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya
diikuti pendorongan air agar hemat bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore
Volume), diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan
secondery recovery.

Variabelvariabel yang mempengaruhi Injeksi Surfactant


Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi, konsentrasi
slug surfactant, clay, salinitas.
Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir terhadap larutan
surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antara
molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya
afinitas batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka surfactant yang
ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan untuk menurunkan tegangan
permukaan minyak-air semakin menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan dalam air yang
merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan
permukaan minyak-air, sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat
terjadi persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul batuan reservoir
dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas
surfactant menurun karena terjadi adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan
surfactant dengan berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.

Konsentrasi Slug Surfactant


Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan reservoir pada
surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang
diakibatkannya mencapai titik jenuh.
Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan recovery minyak,
disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali.
Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan.
Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh surfactant.
Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan permukaan
minyak-air tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan
ion yang sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan molekul-molekul
surfactant.Di dalam air ia akan mudah terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada
operasi injeksi surfactant terdapat garam NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl
dan RSO3Na buakan merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan permukaan
minyak-air.
Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga mengakibatkan
fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut mencapai titik jenuh.
Mekanisme Injeksi Surfactant
Larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke dalam reservoir, mula-mula
bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak melalui film air yang tipis, yang
merupakan pembatas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak. Surfactant memulai
perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Pertama
sekali molekul-molekul surfactant yang mempunyai rumus kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi
ion-ion RSO3- dan H+. Ion-ion RSO3- akan bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak, ia
akan mempengaruhi ikatan antara molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi adhesion tension
antara gelembung-gelembung minyak dengan batuan reservoir, akibatnya ikatan antara gelembunggelembung minyak akan semakin besar dan adhesion tension semakin kecil sehingga terbentuk oil bank
didesak dan diproduksikan.
Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh larutan polimer. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling. Karena surfactant + kosurfactant
harganya cukup mahal, di satu pihak polymer melindungi bank ini sehingga tidak terjadi fingering
menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi surfactant bank dari terobosan air pendesak.
Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem fluida di dalam batuan
reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan. Misalnya mobilitas masing-masing
larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil dari mobilitas minyak dan air
didepannya. Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant meliputi sistem perlakuan terhadap air
injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem injeksi fluida.

Sistem Injeksi Fluida


Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melalui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan memakai
sistem manifold. Karena biasanya digunakan pompa positive displacement untuk menginjeksikan fluida di
dalam reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk melihat program injeksi secara
keseluruhan.
Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan dengan mengukur daya
tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang tak terkontrol,
dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur.
Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve sederhana cukup
untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur mendapat fluida dari satu pompa dalam jumlah yang besar,
alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan
sedikit saja pada perawatan throttling pada sumur menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang
lainnya, karena laju alir total tetap konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring
terhadap laju injeksi pada masing-masing sumur.
Performance Reservoir Setelah Injeksi Surfactant
Performance reservoir setelah injeksi surfactant pada dasarnya tidak sama antara satu reservoir dengan
reservoir lainnya, tergantung pada karakteristik reservoir tersebut yang lebih sesuai atau tepat untuk
pelaksanaan injeksi surfactant. Namun dari data-data yang diperoleh dari keberhasilan injeksi surfactant
pada sumur-sumur produksi yang telah dilakukan, dapat diambil performance reservoir setelah injeksi
surfactant.
Perolehan minyak yang dapat diharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar 82% dari OOIP, atau
bahkan lebih jika dilkakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai model batupasir. Namun
keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan minyak yang lebih besar daripada injeksi
air konvensional. Sedangkan perolehan minyak tambahan adalah sekitar 15% dari residual oil reserves.
Untuk reservoir dengan kandungan minyak kental atau reservoir minyak berat, perolehan yang mungkin
didapat adalah sekitar 30%. Selain itu, reservoir dengan solution gas drive perolehan yang dapat
diharapkan lebih kecil, yaitu sekitar 15% dan untuk reservoir dengan water drive, injeksi gas atau gravity
drainage sekitar 10%.
Laju produksi minyak selama injeksi surfactant meningkat. Perolehan minyak bertambah jika ukuran
buffer mobilitas semakin besar. Perolehan minyak maksimum dengan injeksi surfactant terjadi pada
harga salinitas (kadar garam) yang optimal.
Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan. Surfaktan ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus
hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan
diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air
(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (hidrofobik). Bagian polar molekul

surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan
dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal
dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat
padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan
rantai alkil yang panjang ekor, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil dan
nampak sebagai kepala surfaktan. Representasi surfaktan ditunjukan paga Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 2. Representasi struktur surfaktan


Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan
gugus hidrofobik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada suatu molekul
surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Molekul-molekul surfaktan akan diadsorpsi
lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak apabila gugus polarnya yang lebih dominan. Hal ini
menyebabkan tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi
fase kontinyu. Sebaliknya, apabila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan
tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan
permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi
surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi
membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut critical micelle concentration (cmc).
Tegangan permukaan akan menurun hingga cmc tercapai. Setelah cmc tercapai, tegangan permukaan
akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada
dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya.
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan
membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun Sifat-sifat
koloid dari larutan elektrolit natrium dedosil sulfat dapat dilihat pada Gambar 2.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai
hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik
dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam
menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu
makin besar konsentrasinya makin turun cmc-nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu:
struktur lamelar dan sterik seperti telihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur misel (a) sterik dan (b) lamelar


Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat
menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal
menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat
tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis
atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan
tegangan antarmuka.
2.2

Jenis-Jenis Surfaktan
Surfaktan terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis muatan yang terdapat pada kepala

surfaktan tersebut. Jenis-jenis surfaktan yakni:


2.2.1

Surfaktan anionik.
Surfaktan ini memiliki kepala yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan pada
industri laundri dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan tanah yang
tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat bereaksi dalam air cucian dengan
ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium. Reaksi ini menyebabkan deaktifasi
parsial pada surfaktan. Semakin banyak ion kalsium atau magnesium di dalam air maka makin banyak
pula surfaktan anionik yang akan dideaktifasi.
Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyaw alkil sulfat, alkil etoksilat dan sabun. Gambar 4
menunjukkan beberapa contoh surfaktan anionik.

Gambar 4 Contoh surfaktan anionic

2.2.2

Surfaktan kationik
Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif di dalam air. Terdapat tiga kategori
surfaktan kationik jika didasarkan pada spesifikasi aplikasinya, yakni:

a.

Pada industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menybabkan terjadinya kelembutan.
Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri sebagai pelembut. Salah satu contoh
surfaktan kationik adalah esterquat.

b.

Pada laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan packing molekul surfaktan
anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh surfaktan ini adalah surfaktan dari sistem mono alkil
kuartener.

c.

Pada pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen disinfektan.
Contoh-contoh surfaktan kationik ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Contoh surfaktan kationik.


2.2.3

Surfaktan nonionik
Surfaktan ini tidak memiliki muatan, sehingga menjadi penghambat bagi dekativasi kesadahan air.
Kebanyakan surfaktan nonionik berasal dari ester alkohol lemak. Contoh surfaktan ini adalah ester
gliserin asam lemak dan ester sorbitan asam lemak. Gambar 6 menunjukkan representasi surfaktan
nonionik.

Gambar 6 Representasi surfaktan nonionik.


2.2.4

Surfaktan amfoter/zwiterionik
Surfaktan ini memiliki muatan positif dan negatif. Ia dapat berupa anionik, kationik atau ninionik dalam
suatu larutan tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua gugus muatan
dengan tanda yang berbeda. Contoh dari surfaktan amfoter adalah alkil betain seperti ditunjukkan pada
Gambar 7.

Gambar 7 Contoh surfaktan amfoter

2.3

Mekanisme Kerja Surfaktan


Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya, surfaktan

dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan solubilisasi.
a.

Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dengan
kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair.

b.

Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan dan menyebabkan
proses emulsifikasi terjadi.

c.

Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara simultan terlarut dan
membentuk larutan yang stabil dan jernih.
Mekanismenya roll up dan emulsifikasi terdapat pada Gambar 8.

Gambar 8 Mekanisme kerja surfaktan (a) roll up dan (b) emulsifikasi


Contoh Soal 1:
Sebuah surfaktan yang mempunyai harga HLB 8 akan digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak
pada lanolin. Sarankan minimal 2 campuran surfaktan yang harus digunakan oleh seorang ahli kimia
dengan minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%. Berikan alasan Sdr!
Jawaban:
Sebuah surfaktan yang mempunyai harga HLB 8 akan digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak
pada lanolin. Jika dibuthkan minimal 2 campuran surfaktan yang harus digunakan oleh seorang ahli kimia
dengan minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%, maka campurannya harus dihitung berdasarkan
nilai HLB masing-masing surfaktan dan fraksinya dalam campuran tersebut.
HLB merupakan singkatan dari Hydrophile-Lipophile Balance, merupakan perbandingan bagian yang
larut oleh minyak dan larut oleh air dari suatu molekul. Sistem ini sebenarnya dikembangkan untuk

prosuk teretoksilasi. Semakin tinggi nilai HLB maka akan semakin besar kelarutannya pada air. Tabel di
bawah ini menunjukkan pendekatan nilai HLB untuk surfaktan sebagai fungsi kelarutan dalam air.
Kelarutan di Air
Nilai HLB
Deskripsi
Tak larut
4-5
Pengemulsi W/O
Terdispersi sedikit (seperti susu)
6-9
Agen pembasah
Tembus cahaya sampai jernih
10 - 12
Deterjen
Sangat larut
13 18
Pengemulsi O/W
Terdapat dua jenis utama emulsi pada sistem HLB, yakni minyak dalam air (O/W) dan air dalam minyak
(W/O). Fasa O/W merupakan fasa kontinyu. Bancroft mempostulatkan jika terdapat campuran antara dua
fasa dengan keberadaan surfaktan, maka pengemulsi membentuk fasa ketiga sebagai film pada
antarmuka diantara dua fasa yang bercampur bersama.
Pada proses emulsifikasi dengan menggunakan kombinasi beberapa pengemulsi maka hilai HLB dihitung
menggunakan persamaan:
HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2
dimana X1 dan X2 merupakan fraksi berat surfaktan 1 dan 2 sementara HLB 1 dan HLB2 adalah harga
individu HLB surfaktan 1 dan 2.
Nilai masing-masing HLB surfaktan ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Sehingga apabila suatu campuran surfaktan dengan nilai HLB rata-rata 8, yang harus dibuat dengan 10%
cetyl alcohol (HLB cetyl alcohol = 15), maka campuran surfaktan satunya adalah sebagai berikut:
Jika diasmsikan fraksi total = 100%
HLB rata-rata = 8
HLB cetyl alcohol (HLB1) = 15
Fraksi cetyl alcohol (X1) = 10% sehingga farksinya = 0,1
Fraksi 2 (X2) = 90% atau 0,9
Maka dengan memasukkan ke persamaan

HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2


Menjadi
8 = 0,1 . 15 + 0,9 . HLB2
8 = 1,5 +0,9 HLB2
0,9 HLB2 = 6,5
HLB2 = 6,5/0,9
HLB2 = 7,2
Berdasarkan tabel diatas, surfaktan yang memiliki nilai HLB berkisar antara 7,2 adalah Petrolatum.
Sehingga bisa disimpulkan campuran surfaktan untuk mengemulsi minyak pada lenolin terdiri dari
campuran 10% cetyl alkohol dan 90% petrolatum.
Contoh Soal 2:
(20%) Sebuah gelembung busa mengapung dalam suatu system yang mempunyai harga wSL dan L 20
erg/cm2 dan 30 erg/cm2. Hitunglah harga G1, G2 dan Wprakt
Jawaban:
Diketahui: WSL

= 20 erg/cm2

= 30 erg/cm2

= 0,15 cm

Ditanya: G1 ?
G2.?
Wprakt....?
Jawab:
a)

G1 = (ASL) . L
= ( r2) . L
= ( (0,15)2 cm2) . 30 erg/cm2
= 0,07065 cm2 . 30 erg/cm2
= 2,1195 erg

b)

WJL

= 2 (S . L)1/2

20 erg/cm2

= 2 (S. 30 erg/cm2)1/2

10

= (S . 30)1/2

100

= S. 30

= 100 /3

= 3,33 erg/cm2

SL = -17,88
G2 = (S - Sl - L) ASL
= (3,33 (-17,88) 30) 0,07065
= - 0,621
c)

Wprak

= - WSL. ASL + L. ASL

= -20 . 0,07065 + 30 . 0,07065


= -1,413 + 2,1195
= 0,7065
Catatan:
Contoh soal ini merupakan beberapa soal untuk kuis mata kuliah Kimia Permukaan, dan jawabannya
adalah jawaban saya sendiri (Belum pasti apakah jawaban ini sudah benar atau belum, sekadar hanya
untuk berbagi saja).
Pembuatan Surfaktan Untuk Aplikasi Pendesakan Minyak Dengan Injeksi
Kimia (EOR)
Penelitian dilatarbelakangi penurunan produksi minyak di Indonesia sejak tahun 1995, sementara bukan
hal mudah menemukan cadangan minyak di lapangan baru. Meningkatnya kebutuhan energi dalam
negeri dan tingginya harga minyak dunia mengharuskan teknologi pengurasan tahap lanjut (EOR)
mutlak untuk diimplementasikan di lapangan-lapangan minyak tua yang masih mempunyai sisa minyak
cukup banyak di dalam reservoar.
Salah satu metode EOR yang sedang berkembang adalah injeksi kimia. Bahan kimia yang digunakan
adalah alkali, surfaktan, dan polimer. Surfaktan digunakan untuk menurunkan tegangan antar-muka
antara minyak dan air. Pemenuhan kebutuhan surfaktan untuk EOR dalam skala nasional masih belum
berkembang, sehingga dilakukan penelitian pembuatan surfaktan untuk aplikasi pendesakan minyak
dengan injeksi kimia.
Tujuan utama penelitian adalah membuat surfaktan dengan formula yang lebih baik untuk aplikasi injeksi
kimia. Penelitian direncanakan dilakukan selama lima tahun. Untuk tahun pertama, penelitian dibatasi
untuk mengetahui korelasi antara karakteristik kandungan surfaktan dan hasil uji screening beberapa
surfaktan yang sudah ada untuk proses pendesakan minyak tahap lanjut.
Penelitian dilakukan dengan sampel 10 jenis surfaktan yang menghasilkan oil recovery relatif tinggi pada
uji chemical flooding, sampel minyak dari lapangan Ogan dengan viskositas 15 cP pada suhu 70oC dan
shear rate 7 s-1.
Uji kompatibilitas menghasilkan adanya ketidakcocokan antara larutan surfaktan dengan air formasi
15.000 dan 30.000 ppm yang ditunjukkan dengan terbentuknya gumpalan atau butiran maupun tidak
larutnya surfaktan pada air formasi. Hasil uji ini menunjukkan ada dua surfaktan yang mempunyai IFT
pada kisaran 10-3, sedangkan yang lainnya bervariasi dari 10-2 sampai 101 Dyne/cm. Hasil secara
lengkap ditunjukkan pada tabel berikut.

Uji thermal stability dilakukan pada suhu 70oC selama 60 hari secara kualitatif dan kuantitatif. Uji
kualitatif berupa pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada larutan secara fisik, sedangkan uji
kuantitatif berupa pengukuran IFT secara berkala pada waktu pemanasan tertentu dan
membandingkannya dengan IFT sebelum dipanaskan. Sebagaimana uji kompatibilitas, uji ini
menunjukkan adanya beberapa surfaktan yang rentan terhadap suhu.
Surfaktan dengan jumlah 10 sampel dianalisis menggunakan GC-MS. Sebanyak sembilan dari 10
surfaktan mengandung komponen fatty acid methyl ester (fatty acid ethyl ester) dan fatty acid.
Sedangkan satu surfaktan (CS2000) tidak mengandung komponen tersebut. Dari hasil tersebut
diperkirakan surfaktan berjenis anionik dari ester sulfonat. Jenis ini memiliki struktur sebagai berikut:
R1-CH(SO3-Na+)-COOR2 atau R1-CH(SO3-Na+)-COO-Na+
Surfaktan memiliki dua sisi aktif, yaitu polar dan nonpolar. Analisa GC-MS tidak memperbolehkan sisi
polar (air) ikut dianalisa sehingga sampel diekstrak dengan pelarut kimia dan sisi polar yang dianalisa.
Perlakuan ekstraksi ini memungkinkan cabang karbon yang pendek akan ikut di bagian polar hingga
tidak teranalisis.
DASAR-DASAR ENHANCED OIL RECOVERY (EOR)
Lapangan hidrokarbon setelah sekian lama diproduksikan akan mengalami penurunan produksi karena
force/tenaga untuk mengeluarkan fluida ke dalam sumur sudah semakin berkurang. Berkurangnya
tenaga pendorong bisa terlihat dengan dipasangnya pompa atau gas lift pada sumur sembur alam
(natural flow) yang tidak dapat mengalir dengan sendirinya. Begitupun sumur pompa atau gas lift yang
lambat laun akan menjadi kering. Untuk menambah pengurasan lapangan dan drive force, dikembangkan
teknik-teknik yang kemudian disebut dengan Enhanced Oil Recovery (EOR) atau Improved Oil Recovery
(IOR). Selanjutnya akan dibahas jenis-jenis teknik EOR.
I. INJEKSI AIR (WATER FLOOD)
Injeksi air merupakan salah satu metoda EOR yang paling banyak dilakukan sampai saat ini. Biasanya
injeksi air digolongkan ke dalam injeksi tak tercampur.
Alasan-alasan sering digunakannya injeksi air ialah:
- Mobilitas yang cukup rendah
- Air cukup mudah diperoleh
- Pengadaan air cukup murah
- Berat kolom air dalam sumur injeksi turut menekan, sehingga cukup banyak mengurangi besarnya
tekanan injeksi yang perlu diberikan di permukaan; jika dibandingkan dengan injeksi gas, dari segi ini
berat air sangat menolong.
- Air biasanya mudah tersebar ke seantero reservoir, sehingga menghasilkan efisiensi penyapuan yang
cukup tinggi.

- Effisiensi pendesakan air juga cukup baik. sehingga harga Sor sesudah injeksi air = 30% cukup mudah
didapat.

Gambar Pattren Water Flooding


Pemakaian injeksi air sebagai meloda untuk menaikan peralehan minyak dimulai pada tahun 1880
setelah John F. Carll menyimpulkan bahwa air tanah dari lapisan yang lebih dangkal dapat membantu
produksi minyak. Secara tidak sengaja, hal telah terjadi sebelum di Pennsylvania opada tahun 1865.
Tujuan Injeksi air
adalah mengimbangi penurunan tekanan reservoir dengan menginjeksikan air ke dalam reservoir.
II. INJEKSI AIR DITAMBAH ZAT-ZAT KIMIA TERTENTU
Setelah injeksi air telah maksimum diaplikasikan, terdapat beberapa cara untuk menambah efisiensi
injeksi dengan cara menambahkan zat-zat kimia tertentu kedalam air injeksi yang akan diinjeksikan.
1. Surfactant
Surfactant berfungsi untuk menurunkan tegangan pcrmukaan, tekanan kapiler campuran polimer, alkohol,
sulfonate), menaikkan efesiensi pendesakan dalam skala pori, mikropis.
2. Polymer
Polymer berfungsi untuk memperbaiki perbandingan mobilitas minyak-air. Untuk menaikkan efesiensi
pengurasan secara luas, makrokopis. Sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi Polymer
efektif untuk reservoir dengan viskositas minyak tinggi (sampai 200 cp).
Jenis-jenis polimer yang paling sering dipakai:
- polycrylamide
- polysaccharide
III. INJEKSI TERMAL
Injeksi termal dilakukan dengan menginjeksikan fluida panas yang temperatur jauh lebih besar jika
dibandingkan temperatur fluida reservoir. Injeksi Termal berfungsi menurunkan viskositas minyak atau
membuat minyak berubah ke fasa uap, juga mendorong minyak ke sumur-sumur produksi.
Jenis-jenis Injeksi termal antara lain:
1. Stimulasi uap (steam soak, huff and puff)
Yang diinjeksikan biasanya campuran uap dan air panas dengan komposisi yang berbcda-beda.

Gambar Thermal Oil Recovery


2. Pembakaran di tempat (In-situ Combustion)
Menginjeksikan udara dan membakar sebagaian minyak ini akan menurunkan viskositas, mengubah
sebagian minyak menjadi uap dan mendorong dengan pendesakan gabungan uap, air panas dan gas.
3. Injeksi air panas.
IV. INJEKSI GAS CO2
CO2 mudah larut dalam minyak bumi namun sulit larut pada air. Karena itu beberapa hal yang penting
dan berguna dalam proses EOR ketika minyak bumi terjenuhi oleh CO2 adalah :
1. Menurunkan viskositas minyak dan menaikkan viskositas air.
2. Menaikkan volume minyak (swelling) dan menurunkan densitas minyak
3. Memberikan efek pengasaman pada reservoir karbonat.
4. Membentuk fluida bercampur dengan minyak karena ekstraksi, penguapan, dan pemindahan
kromatografi, sehingga dapat bertindak sebagai solution gas drive.
Mekanisme dasar injeksi CO2 adalah bercampurnya CO2 dengan minyak dan membentuk fluida baru
yang lebih mudah didesak daripada minyak pada kondisi awal di reservoir.
Ada 4 jenis mekanisme pendesakan injeksi CO2 :
1. Injeksi CO2 secara kontinyu selama proses EOR.
2. Injeksi slug CO2, diikuti air.
3. Injeksi slug CO2 dan air secara bergantian.
4. Injeksi CO2 dan air secara simultan.

Gambar Injeksi CO2


Injeksi CO2 dan air secara simultan terbukti merupakan mekanisme pendesakan yang terbaik di antara
keempat metode tersebut (oil recovery-nya sekitar 50%). Disusul kemudian injeksi slug CO2 dan air
secara bergantian. Injeksi langsung CO2 dan injeksi slug CO2 diikuti sama buruknya dalam kemampuan
mengambil minyak sekitar 25%). Agar tercapai pencampuran antara CO2 dengan minyak, maka tekanan
di reservoir
harus melebihi MMP (Minimum Miscibility Pressure), harga MMP dapat diperoleh dari hasil percobaan di
laboratorium atau korelasi. Sumber CO2 alami adalah yang terbaik, baik dari sumur yang memproduksi
gas CO2 yang relatif murni atau dari pabrik yang mengolah gas hidrokarbon yang mengandung banyak
CO2 sebagai kontaminan. Sumber yang lain adalah kumpulan gas (stack gas) dari pembakaran batubara
(coal-fired). Alternatif lain adalah gas yang dilepaskan dari pabrik amoniak. Desain yang dilakukan dalam
injeksi CO2 ke reservoir minyak adalah menentukan banyaknya air yang digunakan untuk menaikkan
tekanan reservoir sehingga proses pencampuran CO2 dengan minyak dapat berlangsung, menentukan
kebutuhan CO2 yang akan diinjeksikan ke reservoir yang didorong oleh gas N2, menentukan tekanan
injeksi (dipermukaan) CO2 ke reservoir yang tidak melebihi tekanan formasi.
V. PEMILIHAN METODA EOR
Dari beberapa metoda EOR yang ada, harus ditentukan metoda mana yang paling tepat yang sesuai
dengan karakteristik reservoir. Besaran-bcsaran berikut yang harus diperhatikan dalam pemilihan metoda
EOR:
- Kebasahan (Wettability) batuan
- Sifat-sifat batuan reservoir (petrofisik), seperti permeabilitas, porositas
- Jenis batuan (satu pasir, carbonatc dan lain-lain).
- Jenis minyak (viskositas).
- Tekanan temperatur reservoir, surfactant & polimer: T < 250F
- Kegaraman air formasi.
- Saturasi minyak yang tersisa yang dapat bergerak
- Cadangan
- Kemiringan reservoir
- Ekonomi
STUDI LABORATORIUM SCREENING CHEMICAL EOR SURFAKTAN
Studi laboratorium untuk penentuan rancangan fluida injeksi kimia diperlukan sebelum
implementasinya di lapangan minyak. Untuk meningkatkan produksi suatu lapangan minyak, perlu
dilakukan serangkaian studi yang meliputi beberapa tahap pekerjaan, seperti screening surfaktan,
screening alkalin, pencampuran alkaline-surfaktan, dan core flooding. Screening surfaktan dilakukan

untuk memastikan kandidat surfaktan yang digunakan cocok (compatible) dengan air formasi. Screening
alkaline dilakukan untuk memberikan nilai salinity yang optimum bagi surfactant untuk menunrunkan
tegangan antar muka (IFT) antara minyak dan air. Dengan demikian, kombinasi antara surfaktan dan
alkaline nantinya dapat mengoptimalkan injeksi kimia yang akan kita design.
Injeksi kimia merupakan teknologi EOR yang sangat menjanjikan, terutama pada lapanganlapangan dangkal yang tidak mungkin dilakukan injeksi gas CO 2 atau N2 karena tekanan rekahnya yang
rendah. Data-data lapangan membuktikan injeksi kimia sebagai cara efektif untuk me-recover minyak
yang masih tersisa. Hasil evaluasi penelitian laboratorium secara mendetail juga mendukung kelayakan
injeksi kimia. Apalagi, chemical yang digunakan sekarang ini terbukti mampu bekerja lebih efektif pada
konsentrasi 10 kali lipat lebih rendah dibanding chemical hasil penemuan terdahulu. Tentu saja ini
menjadi hal yang penting karena berarti chemical cost menjadi lebih rendah. Injeksi kimia dilakukan
dengan menginjeksikan chemical seperti surfaktan, polimer dan alkali baik secara sendiri, gabungan atau
berkelanjutan pada sumur-sumur tua yang diyakini masih mengandung minyak potensial. Material
tersebut menyebabkan perubahan pada interaksi batuan dengan fluida dan meningkatkan recovery factor
meningkat pada daerah kontak reservoir. Sebelum implementasi injeksi kimia dilaksanakan di lapangan
minyak, perlu dilakukan beberapa tahap studi laboratorium. Pada lab EOR screening ini, chemical yang
digunakan adalah gabungan surfaktan dan alkaline. Oleh karena itu, tahapan studi yang dilakukan adalah
screening surfaktan, screening alkalin, pencampuran surfaktan dan alkaline, dan yang terakhir dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar kinerja chemical yang digunakan adalah core flooding.
SCREENING SURFACTANT
Surfaktan adalah senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik
dan satu gugus hidrofobik dimana apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, dapat
merubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Untuk meningkatkan
recovery minyak secara optimum, sejumlah uji terhadap surfaktan dilakukan di laboratorium seperti uji
kompatibilitas, uji pengukuran IFT, uji kestabilan terhadap panas, uji filtrasi dan uji adsorpsi sebelum
implementasi injeksi surfaktan di suatu lapangan minyak.

Gambar 1. Overview Surfaktan (Sumber Pribadi)


1. Uji Kompatibilitas Surfaktan
Uji kompatibilitas merupakan uji screening paling awal untuk mengetahui apakah suatu jenis surfaktan
compatible dengan air formasi dari reservoar suatu lapangan minyak. Surfaktan-surfaktan tersebut
dilarutkan dalam air formasi lapangan, dengan konsentrasi 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.5%, dan 1.0%.

Kemudian masing-masing larutan dimasukkan dalam tabung, dan dilakukan pengamatan tiap waktu
tertentu.
2. Phase Behavior Test
Uji kelakuan fasa bertujuan untuk melihat besar nilai salinitias optimum dan kelarutan surfactant terhadap
sample minyak. Dengan phase behavior test ini kita juga dapat menghitung besarnya IFT yang di bentuk
oleh surfactant yang kita uji. Banyak di beberapa paper SPE menyebutkan bahwa phase behavior test ini
merupakan tahapan test yang lebih cepat dan memudahkan dalam menentukan nilai IFT dan efektifitas
performance larutan surfactant yang kita screen.

Gambar 3. Diagram Pseudoterner Brine-Surfaktan-Minyak


Dalam proses EOR, bagian penting Diagram Terner adalah daerah tiga fasa. Bentuk umum diagram
terner tersebut dapat diklasifikasikan sebagai: tipe II(-), yaitu emulsi fasa bawah dan kelebihan fasa
minyak; tipe II (+), yaitu emulsi fasa atas dengan kelebihan fasa air; dan tipe III, yaitu mikroemulsi fasa
tengah. Dengan uji kelakuan fasa ini, kita dapat mendapatkan informasi data salinity optimum ketika
surfactant membentuk fasa III, yang mana secara betuk microemulsi yang terbentuk secara analitik akan
memberikan nilai IFT yang kecil sesuai standar chemical EOR surfactant yang mana nilai IFT nya 1 x 10 3
mN/m.
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar muka (IFT) minyakair ketingkat yang lebih rendah. Sedangkan campuran surfaktan-air-minyak dapat membentuk emulsi
fasa bawah (larut dalam air), emulsi fasa tengah (disebut mikroemulsi, larut dalam fasa minyak dan air)
dan emulsi fasa atas (larut dalam minyak). Yang menjadi perhatian dalam kegiatan EOR injeksi surfaktan
adalah terbentuknya mikroemulsi akibat proses emulsifikasi atau percampuran. Pada kondisi
mikroemulsi, salah satu fasa menjadi fasa kontinyu (fasa external) dan yang lain membentuk butiran (fasa
diskontinyu).

Gambar 4. Uji Phase Behavior

3. Uji Tegangan Antar Muka (IFT)


Tegangan antar muka (interfacial tension, IFT) antara minyak dan mikroemulsi merupakan salah satu
paremeter utama dalam EOR. Tegangan antar muka tersebut harus dikontrol dan ditentukan sebelum
slug mikroemulsi digunakan untuk proses EOR. Pengukuran nilai tegangan antarmuka menggunakan alat
Spinning Drop Tensiometer pada suhu sekitar 60 oC. Indikasi dari kinerja surfaktan adalah menurunnya
tegangan antarmuka minyak-air, semakin rendah semakin baik. Nilai IFT yang sekarang ini diyakini bagus
agar surfaktan disebut layak untuk diinjeksikan adalah sekitar 10 -3 Dyne/cm.
4. Uji Thermal Stability
Setelah dilakukannnya uji tegangan antar muka (IFT) surfaktan dengan minyak dan air, maka surfaktan
yang memiliki nilai IFT yang rendah sesuai syarat EOR yaitu 1 x 10 -3 mN/m, maka dilanjutkan dengan
melakukan uji thermal stability. Uji thermal stability dilakukan untuk mengetahui ketahanan surfaktan
terhadap panas. Surfaktan yang bagus, kinerjanya akan tetap stabil oleh pengaruh panas. Uji ini
dilakukan dengan cara memasukkan larutan pada botol borosilikat yang tertutup rapat kemudian
diletakkan pada oven pada temperatur reservoir, yaitu 60 oC. Tiap waktu tertentu dilakukan pengamatan.
Diharapkan hasil pengamatan stabil yang berarti surfaktan tidak rusak oleh panas.
5. Filtration Test
Uji filtrasi dilakukan dengan melewatkan 100 ml larutan surfaktan melalui membran saring ukuran 0,22
mikron dengan diberi tekanan. Setiap 10 ml larutan surfaktan yang yang melewati kertas saring, dicatat
waktunya. Kemudian dibuat grafik volume (ml) versus waktu (detik). Semua larutan surfaktan
menunjukkan garis lurus, yang berarti laju alir konstan yang mengindikasikan tidak adanya penyumbatan
pada saat melewati membran saring. Hasil ini harus dipenuhi agar suatu jenis surfaktan dinyatakan layak
untuk diinjeksikan ke dalam batuan.
6. Uji Adsorpsi
Ada 2 tipe uji adsorpsi, yaitu adsorpsi statik dan dinamik. Sebagaimana namanya, adsorpsi static
dilakukan pada keadaan statik/diam, sedangkan adsorpsi dinamik, sebaliknya, surfaktan diinjeksikan
pada core. Kemudian diukur konsentrasinya. Jika konsentrasi setelah proses adsorpsi berkurang banyak,
maka jelas akan sangat mengurangi kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak
dan batuan. Karena berarti chemical loss yang tinggi.
Hasil uji adsorpsi tersebut dianalisa dengan menggunakan alat HPLC (High Pressure Liquid
Chromatography). Nantinya dri alat ini diperoleh grafik yang menunjukkan konsentrasi setiap komponet
larutan yang keluar dari core. Nah nantinya dari data tersebutlah kemudian kita hitung nilai adsorpsi
surfaktan terhadap batuan core reservoir.
CORE FLOODING
Dari serangkaian screening lab EOR yang telah dilakukan, maka dipilihlah jenis surfactant terbaik
yang menghasilkan nilai IFT yang sesuai dengan ketentuan untuk EOR chemical injeksi yaitu 1 x 10 3
mN/m. Lalu surfaktan tersebut diinjeksikan ke batuan core untuk melihat berapa persen kemampuan
surfaktan dalam merecover minyak.
Studi Efisiensi Injeksi Surfactant Secara Horizontal dengan Mempertimbangkan Ketebalan Zona
Produksi
Undergraduate Theses from JBPTITBPP / 2013-07-12 14:03:19
Oleh : MUHAMMAD REZA - 12208083 ; Pembimbing : Ir. Leksono Mucharam, M.Sc., Ph.D., S1Petroleum Engineering (admin@fttm.itb.ac.id)
Dibuat : 2013-07-12, dengan 1 file
Keyword : surfactant, faktor perolehan, efisiensi penyapuan, injeksi surfactant secara horizontal ,
sufactant, recovery factor, sweep efficiency, horizontally surfactant injection
Subjek : TM

Injeksi surfactant ke dalam reservoir merupakan salah satu metode peningkatan perolehan minyak yang
mengalami perkembangan secara berkelanjutan sejalan dengan terbuktinya kemampuan bahan kimia
dalam memobilisasi minyak yang masih terjebak di reservoir dalam jumlah yang cukup signifikan. Kondisi
sumur injeksi di reservoir memiliki pengaruh yang penting terhadap efisiensi penyapuan pada injeksi
surfactant selain dari komposisi kimiawi surfactant itu sendiri. Injeksi surfactant secara horizontal
disimulasikan dalam studi ini untuk melihat keampuhannya dalam meningkatkan faktor perolehan dengan
turut mempertimbangkan pengaruh ketebalan zona minyak. Hasil simulasi menunjukkan bahwa faktor
perolehan minyak dengan menginjeksikan surfactant bernilai relatif besar untuk injeksi di zona yang relatif
tipis. Akan tetapi di zona yang lebih tipis, kontribusi surfactant terhadap faktor perolehan minyak hanya
sedikit lebih baik dibandingkan dengan injeksi air, sedangkan di zona yang relatif tebal, injeksi surfactant
memberikan nilai faktor perolehan patut diperhitungkan dibandingkan dengan hanya menginjeksikan air
saja di sepanjang umur lapangan. Dengan merancang berbagai skenario produksi serta dengan
memperhatikan perubahan ketebalan zona produksi, maka dapat dikembangkan suatu persamaaan
matematika untuk menentukan faktor perolehan minyak pada injeksi surfactant secara horizontal sebagai
fungsi dari ketebalan zona produksi sehingga bisa menjadi sarana untuk memprediksikan efisiensi injeksi
surfactant secara horizontal pada ketebalan tertentu.
Pengaruh Heterogeniti dalam Perkiraan Faktor Perolehan pada Injeksi Surfaktan dengan
Pola Lima Titik
September 21, 2011 by okiarimaulidani
Oki Ari Maulidani*
Dr. Ir. Leksono Mucharam**
Sari
Setiap reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda dengan reservoir minyak lainnya salah
satunya dalam hal petrofisiknya. Sifat petrofisik ini akan mempengaruhi nilai dari faktor perolehan
(recovery factor) sehingga menjadi pertimbangan dalam penentuan metode peningkatan perolehan
minyak. Nilai dari faktor perolehan ini harus kita perkirakan untuk mengetahui seberapa banyak sisa
minyak yang bisa kita ambil dengan penerapan salah satu metode tersebut sehingga kita bisa melakukan
perhitungan ekonomi terhadap penerapan metode tersebut.
Pada Penelitian ini akan dilakukan analisa dari performa injeksi surfaktan dan pengaruh heterogeneiti
pada injeksi surfaktan dengan pola lima titik yang dibatasi hanya pada pengaruh porositas dan
permeabilitas dengan deviasi yang beragam dari nilai rata-rata yang ditentukan sehingga diperoleh
persamaan untuk menentukan faktor perolehan dengan injeksi surfaktan menggunakan metode regresi
multi variable. Model reservoir yang heterogen dengan pola lima titik ini dibuat dengan menggunakan
software Petrel yang kemudian dilakukan injeksi surfaktan dengan menggunakan software Eclipse.
Kata Kunci : heterogeniti, faktor perolehan, surfaktan

Abstract
Each reservoir has different characteristics with other reservoirs like in case of petrophysic properties.
Petrophysic properties will affect the value of recovery factor so it will become a consideration in
determining method of enhanced oil recovery. We should estimate the value of recovery factor to know
the residual oil that still can be lifted with applying one of enhaced oil recovery methods so we can
perform the economic calculations regarding the application of the method.
This research analyzes surfactant performance in enhancing oil recovery and the influence of
heterogeneity with surfactant flooding in five spot limited to the porosity and permeability with variety of
deviations from the average value which is determined so we can obtain the equation to estimate the
value of recovery factor with surfactant flooding using multi-variable regression method. Heterogeneous
reservoir models with five spot patterns are made using Petrel then exported to Eclipse to do surfactant
flooding.
Keywords: heterogeneity, recovery factor, surfactant
*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB
**) Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan ITB
dont hesitate to contact me if you wanna get full edition of this paper. FYI, its my final project to get a
word S.T behind of my name, hehehe. and thanks God I got first winner when I took apart in Oil Expo
Trisakti student Paper Contest by presenting this paper.
hope this paper can give real contribution to Indonesia oil and gas industry. thats what a PE should do
for..
https://www.facebook.com/oki.maulidani
enis-jenis Chemical yang diinjeksikan adalah:
a. Surfactant
Surfactant yang dipakai umumnya Commercial Petroleum Sulfonate, Sodium Dodecyl Sulfate. Tujuan
digunakannya surfactant adalah menurunkan tegangan permukaan (interfacial tension) minyak-air di
dalam reservoir. Dengan menurunnya tegangan permukaan, maka akan menurunkan tekanan kapiler
yang berpengaruh terhadap wettabilitas batuan. Sehingga akan meningkatkan effisiensi pendesakan
(Displacement efficiency).
Proses surfactant flooding:
- Preflush.System pengkondisian reservoir. Biasanya diinjeksikan dalam volume sedikit dengan chemical
surfactant.
- Surfactant slug
Ini merupakan tahap injeksi selanjutnya dengan memasukkan chemical surfactant dengan besaran 25100% pore volume reservoir. Tujusnnya untuk mendapatkan mobility ratio yang baik (M<1)>
- Mobility buffer

Biasanya yang berfungsi sebagai mobility buffer adalah chemical polymer.- Mobility buffer taperAir yang
tercampur dengan- Chase waterAir perndorong.
Batasan Surfactant flooding:
a. Formasi yang relative homogen
b. Bukan lapisan karbonat (anhydrite, gypsum) dan clay yang besar.
c. Areal sweep efficiency lebih dari 50%untuk waterflooding.
d. Untuk penggunaan chemical, maka air klorida formation <>
Tantangan yang dihadapi dalam penggunaan Surfactant Flooding:
a. Sangat complex & mahal
b. Daya meresap yang tinggi
c. Terjadinya interaksi surfactant & polymer ketika penginjeksian
d. Terjadinya degradasi chemical pada temperature tinggi.

Anda mungkin juga menyukai