PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada umumnya, penyakit-penyakit yang terjadi pada lanjut usia termasuk juga
penyakit infeksi serimg memberikan gejala-gejala yang tidak jelas, sehingga
memerlukan kecermatan untuk segera dapat mengenalnya, karena penaganan atau
pengobatan yang terlambat terhadap penyakit infeksi dapat berakibat fatal. Pada
infeksi slauran pernafasan misalnya, lansia sering tidak mengalami demam atau hanya
demam ringan disertai batuk-batuk ringan bahkan hanya didapati nafsu makan
berkurang atau tidak ada sama sekali, rasa lelah disertai penampilan seperti orang
binggung yang dialami dalam beberapa hari ini, yang jelas berbeda dengan gejalagejala penyakit pada infeksi orang dewasa. Gejala-gejala penyakit infeksi yang tidak
khas tadi bukan saja perlu dikenal dan dipahami oleh dokter ataupun petugas
kesehatan lainnya tetapi perlu juga dikenal dan dipahami oleh masyarakat awam agar
sesegera mungkin membawa lansia untuk mendapat pengobatan.
Secara umum, memang penyakit infeksi telah dapat dikendalikan, akan tetapai
pada lansia hal ini masih merupakan suatu masalah, karena berkaitan dengan
menurunnya fungsi organ tubuh dan daya tahan tubuh terhadap proses menua. Bahkan
diluar negeri yang kemjauan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diragukan lagi
ternyata angka kematian akibat beberapa penyakit infeksi pada lansia masih ajuh lebih
tinggi dibandingkan dengan orang dewas, yang membuktikan bahwa infeksi masih
merupakan masalah penting pada lansia.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita
kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur
muda; (2) akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit
akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok,
minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat
usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti
pola penyebab atau kejadian tersebut.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sindrom Geriatri
1. Definisi Sindrom Geriatri
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan. Tamplan klinis
yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis. (Vina. 2015)
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinesia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka
morbiditas yang signifikan
Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatrik mungkin
memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda, dan memerlukan
interventasi dan strategi yang berfokus terhadap faktor etiologi (Panitaetal, 2011)
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat
penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari
penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai.
Sindrom geriatri antara lain:
- The O Complex : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders,
-
impaired homeostasis
The Big Three: Intelectual failure, instability, incontinence
The 14 I : Immobility, impaction, Instability, iatrogenic, intelectual
Impairment,
Insomnia,
Incontinence,
Isolation,
Impotence,
Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai hal yang
biasa akibat proses menua. Gangguan penglihatan berhubungan dengan penurunan
kegiatan waktu senggang, status fungsional, gunsi sosial, dan mobilitas. Gangguan
penglihatan dan pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan
disabiltas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul dan mobilitas. Pasien
geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang muncul sering
tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga tampilan gejla
menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada pasien geriatri
adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit
kardiovaskular.
2. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome (Vina, 2015)
a) Imobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menhilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa
nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan dan masalah psikologis.
b) Instability (Instabilitas dan jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri
terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak faktor yang berperan
untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik (faktor risiko yang ada
pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan).
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan
otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar
lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
c) Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak
berhubungantingkat kesadaran. Demensia tudak hanya masalah pada memori.
4
inkontinensia
alvi/fekal
sebagai
perjalanan
spontan
atau
kan
memicu
inkontinensia
urin.
Konstipasi
juga
sering
mengeluarkan urin pada saat tertawa, batu atau berdiri. Jumlah urin yang
keluar dapat sedikit atau banyak.
4) Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak
terkendali
dikaitkan
dengan
sensasi
tidak
dapat
diperkirakan.
Inkontenansia
fungsional
merupakan
intenkonensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi
ada faktor lain seperti gangguan kognitif berat meyebabkan pasien sulit untuk
mengidentifikasi perlunya urinasi (misal demensia Alzheimer) atau gangguan
fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toiley
untuk melakukan urinasi.
e) Isolation (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehngga banyak kasus tidak
dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap sebagai bagian dari
proses menua. Faktor yang memeperberat depresi adalah kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan rasa aman, taraf kesehatan menurun
f) Impotence (impotensi)
50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun mengalami
impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan seperti : anti
hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood stabilizer). Selain karena
mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat terjadi akibat menurunnya kadar
hormon.
6
beradumsi
negatif
terhadap
suatu
pengalaman
yang
j. Impaction
Konstipasi yang terjadi pada lansia dibabkan karena pergerakan fisik pada lansia
yang kurang mengkonsumsi makan berserat, kurang minum, juga akibat
pemberian obat-obatan tertentu.
k. Insomnia
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang trdiri dari nyeri kronis, sesak napas
pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatrik (gangguan cemas dan
depresi), penyakit neurologi (parkinsons disease, alzheimer disease)dan obatobatan kortikosteroid dan diuretik)
l. Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman
Sistem pendengaran: kehilangan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi
akibat dari berhentinya pertumbuhan saraf dan berakhirnya pertumbuhan organ
basal yang mengakibatkan matinya rumah siput didalam telinga. Dapat mendengar
pada suara rendah.
Sitem penglihatan daa penurunan yang konsissten dalam kemampuan untuk
melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah serta menurunnya sensivitas
terhadap warna.
Daya penciuman menjadi kurang tajam dengan bertambahnya usia,
sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan sebagian lagi
karena semakin lebatnya bulu rambut dilubang hidung.
4. Manifestasi Geriatric Syndrom (Vina,2015)
a. Imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Keterbatsan mengerakan sendi
3) Adnya kerusakan aktivitas
4) Penurunan ADL dibantu orang lain
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b. Inkontinensia
1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan
2) Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru berkemih
3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari
c. Demensia
1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
3) Gangguan kepribadian dan perilaku
4) Mudah tersinggung, bermusuhan
5) Keterbatasan dalam ADL
6) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
7) Tak bisa pulang kerumah bila berpergian
8) Sulit mandi makan, berpakaian dan toilet
d. Konstipasi
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
10
11
13
BAB III
TINJAUAN KASUS
14
dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh
sendiri.kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus
alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap
perubahan fungsi pulmonal. Perubahan Anatomi dan Gangguan Fungsi Pulmonal:
Perubahan
Kalsifikasi kartilago kosta
Hasil
Peningkatan
diameter
anteroposterior
Peningkatan
abdomen diagfragma
Peningkatan kerja pernapasan
Peningkatan
resiko
untuk
dalam
rekoil
elastis
Pembesaran duktus alveolar
Peningkatan
ukuran
pernapasan
dan
terjadinya
kelelahan
otot
inspirasi
Peningkatan volume penutupan
Peningkatan udara yang terjebak
Ketidakcocokan ventilasi perfusi
Menurunnya area permukaan
Perubahan
Penurunan PaO2
Penurunan kecepatan
aliran
ekspirasi
maksimal
Peningkatan
volume
residu
Menurunnya kekuatan
kapasitas vital
Menurunnya kapasitas
vital
alveolar
Menurunnya kapasitas difusi
Peningkatan ruang mati
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh
susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Menurut
(Stanley, 2006), perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat
penuaan sebagai berikut :
a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Hilangnya recoil elastic.
c. Pembesaran alveoli.
d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
15
Hasil
Kurang
Konsekuensi
efektifnya Peningkatan risiko gangguan
peningkatan mukosilia
respirasi
Penurunan refleks muntah Jalan napas yang tidak Peningkatan
dan bantuk
Pengumpulan
terhadap
terlindung
respons Penurunan saturasi oksigen
hipoksemia
hiperkapnia
Penurunan fungsi
dan
risiko
pulmonal
Penurunan
cadangan
fisiologis
cedera
kerentanan
terhadap infeksi
Berkurangnya
respons
hipersensitivitas
(respons
negatif
lambat
palsu
efisiensi
dari
vaksinasi
Penurunan respons terhadap Peningkatan kesulitan dalam
aspirasi
bronkus
dengan
Implikasi Klinis
Penurunan daerah permukaan untuk
difusi gas
Penurunan
saturasi
O2
dan
resistensi
Kalsifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga
pada kondisi pengembangan
Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan
dasar paru
Kelenjar mukus kurang produktif
Emfisema senilis
Pernapasan abdominal
Hilangnya suara paru pada bagian
dasar
Atelektasis
Akumulasi cairan
Sekresi
kental,
sulit
untuk
dikeluarkan
Hilangnya sensasi haus
Silia kurang aktif
Aspirasi
Tidak ada perubahan dalam PaCO2
Kurang aktifnya paru-paru pada
alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler kapiler yang
kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru
paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh.
Daya pegas paru paru berkurang, sehingga secara normal menahan thoraks sedikit
pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan
diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah, amka
menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan
peningkatan klasifiaksi dari akrtilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering,
sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi terhadap infeksi
pernapasan. (Maryam, 2008).
Sedangkan menurut (Stokslager, 2003) perubahan fisiologis pada sisitem pernapasan
sebagian berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolism
kalsium dan kartilago iga.
e. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kifosis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan
h. Penurunana kapasitas difusi
i. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan kapasitas vital
j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastic
paru dan peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas ) yang mengakibatkan
penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%
18
m. Penurunana cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko infeksi paru dan
sumbat mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.
B. Gangguan Kesehatan yang Utama Respiratorik pada Lansia
Patofisiologi gangguan yang sering terjadi pada lansia adalah: (Mickey.2006)
1. Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Infeksi saluran pernapasan bawah adalah infeksi paling sering kedua pada
kelompok lansia, dan pneumonia merupakan penyebab kematian pertama oleh proses
infeksi. Pembersihan jalan napas yang tidak efektif, peningkatan kolonisasi, dan
gangguan respons sistem imun pada lansia dapat mencapai puncaknya dengan
pneumonia. Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi akuisisinya: yang
diperoleh dari komunitas, nosokomial (diperoleh dari rumah sakit), aspirasi dan yang
diperoleh dari panti jompo.
Pneumonia menyerang jalan napas terminal. Organisme yang menyerang
akanbertambah banyak dan melepaskan toksin yang memicu respons inflamasi dan
respons imun. Setelah itu, mediator biokimia dilepaskan yang merusak membran
mukosa bronkus dan membra alveolokapiler, menyebabkan edema. Acini (bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus) dan bronkiolus terminalis dipenuhi
dengan debris infeksi dan eksudat.
Lansia yang terdapat di institusi perawatan cenderung untuk mengalami
pneumonia karena perubahan kesadaran (Stroke dan Sedasi) yang dapat
meninggalkan jalan napas tanpa perlindungan. Mereka juga mengalami gangguan
mobilitas, yang turut berperan terhadap ketidak efektifan respirasi. Lansia yang baru
mengalami infeksi virus (yaitu influenza) berisiko tinggi karena infeksi virus
meningkatkan penempelan mukosa pada infeksi bakteri dan virus. Infeksi virusjuga
dapat mengganggu transpor mukosilia.
Tuberkulosis adalah suatu pertumbuhan epidemik diantara lansia yang
merupakan segmen pertumbuhan tercepat pada populasi Amerika Serikat. Apakah ini
adalah infeksi baruatau reaktivasidari infeksi lamatidak diketahui dengan jelas. Lansia
berisiko tinggi karena biasanya mengambil tempat pada bagian apeks paru.
Mikroorganisme akan bertambahan banyak dan menyebabkan pneumonitis yang
memicu respons imun. Neutrofl dan makrofag yang menutupi dan meliputi basil-basil,
mencegahpenyebaranlebih lanjut. Penutupan tersebut menyebabkan pembentukan
tuber... granuloma TB akan tetap dorman atau mengalami reaktivitas, atau mungkin
19
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi
keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe
restriktif
3. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot
berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif' berkurang.
Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk
fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru),
misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro,
1992).Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara
intensif.
4. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para
ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah :
a. pembedahan toraks (jantung dan paru);
b. pembedahan abdomen bagian atas; dan
c. anestesi atau jenis obat anestesi tertentu.
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi,
distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan
patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru: atelektasis,
infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbul.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan analomik-fisiologik paru dan saluran nafas, antara
lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan oksigen acted
serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia.
Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit
paru. Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas akut
21
bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap timbulnya
infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM. Untuk mencegah melanjunya penurunan
fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang
teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.
B. Saran
Bagi mahasiswa dapat memahami teori tentang sindrome geriatri dan gangguan
kesehatan yang utama pasa lansia yaitu respirasi. Sehingga dapat memberikan pengetahuan
sesuai teori. Bagi perawata diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam
penanganan pasien lansia dengan sindrome geriatri dan gangguan kesehatan respirasi
sehinggan dapat meningkatkan pelayanan keperawtan yang baik
DAFTAR PUSTAKA
Agustin,
Mustika
Dwi.
2011.
Perubahan
Sistem
Pernafasan
pada
Lansia.
23