Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

PENYAKIT MENIERE

Pembimbing:
dr. Bambang Hariwiyanto, Sp. THT(K)
Disusun oleh:
Efsan Adhiputra

2014-061-185

Irvandi Suryana

2014-061- 180

Richard Bun

2014-061-188

Sharon Issabel

2014-061-189

Eunike Kosasih

2015-061-048

Departemen Ilmu Penyakit THT-KL


Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode 24 Oktober 26 November 2016
1

BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Suku Bangsa
Kewarganegaraan
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
No. RM

: Sdr. D. S
: Pria
: 30 tahun
: Jawa
: WNI
: Mahasiswa
: Wonosobo, Jawa Tengah
: 27 Oktober 2016
: 1012719

II. Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Oktober 2016.
Keluhan Utama
Kepala pusing dan telinga kiri berdengung keras sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Mual dan muntah-muntah, telinga terasa membengkak sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah semenjak 1 hari SMRS, muntah
berisi makanan pasien dan tidak ada darah (-). Muntah didahului dengan rasa pusing yang
timbul tiba-tiba dan diperparah dengan perubahan posisi. Rasa pusing dirasakan pasien
hilang timbul tetapi saat pusing timbul, pasien mual dan muntah. Pasien juga
mengeluhkan telinga kiri berdengung cukup keras dan pendengarannya berkurang serta
kepala pusing sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). Sebelum keluhan
tersebut muncul, pasien berenang dan telinganya kemasukan air. Setelah itu pasien
mengeluarkan air dan tidak merasakan ada keluhan hingga 2 hari kemudian keluhan
pasien muncul, rasa pusing semakin diperberat saat pasien mengubah posisi duduk atau
berdiri dan telinga kiri juga terasa penuh tetapi tidak nyeri. Pasien juga mengeluh mual
dan sempat muntah 4 kali 1 hari SMRS. Pasien dibawa ke RS dan diberikan obat. Saat
pulang dari Rumah Sakit, pasien kembali merasa pusing dan kesulitan menjaga
keseimbangannya, dan dibawa oleh kerabatnya kembali ke RS untuk dirawat inap.
Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya. Riwayat hipertensi
dialami oleh ibu pasien. Pasien juga memiliki riwayat maag, tidak ada riwayat alergi

maupun penyakit sistemik lainnya. Riwayat kebiasaan minum alkohol dan merokok
disangkal. Keluhan demam, batuk, dan trauma kepala disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit sistemik disangkal
- Riwayat pengobatan rutin yang sedang dijalani pasien disangkal
- Riwayat operasi kaki kanan akibat patah tulang di umur 11 tahun
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit hipertensi pada ibu pasien
- Riwayat keganasan disangkal
- Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat Kebiasaan
- Riwayt konsumsi minuman beralkohol disangkal
- Riwayat merokok disangkal
Riwayat Pengobatan
- Pasien belum minum obat apapun untuk keluhan saat ini
- Riwayat alergi obat disangkal
III. Resume Anamnesa
Laki-laki usia 30 tahun, datang dengan keluhan pusing episodik, mual dan muntah
1 hari SMRS hingga 4 kali, disertai dengan telinga kiri terasa penuh, berdengung keras
dan pendengarannya berkurang sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat operasi
akibat patah tulang pada kaki kanan dan riwayat hipertensi dalam keluarga (+).
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak tenang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Suhu
: 37,2oC
Tensi
: 100/60
Laju nadi
: 84 x/menit
Laju napas
: 20 x/menit
Pemeriksaan Fisik
Kepala : normocephali, deformitas (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, allergic shiners -/ Pemeriksaan telinga
o Aurikula
o Pre Aurikula

Aurikula sinistra
:
: bentuk normal, tidak tampak kelainan.
: nyeri tekan tragus (-), tidak tampak kelainan
3

o Retro aurikuler : nyeri tekan mastoid (-), tidak tampak kelainan


o Liang telinga
: kanal lapang, benda asing (-), serumen (+) , sekret (-)
o Membran timpani : intak, reflek cahaya (), warna normal
- Aurikula dextra
:
o Aurikula
: bentuk normal, tidak tampak kelainan.
o Pre Aurikula
: nyeri tekan tragus (-), tidak tampak kelainan
o Retro aurikuler : nyeri tekan mastoid (-), tidak tampak kelainan
o Liang telinga
: kanal lapang, benda asing (-), serumen (-), sekret (-)
o Membran timpani : intak, reflek cahaya (+), warna normal
Membrana
timpani tidak
ada kelainan.

Telinga kanan

Telinga kiri

Canalis auditoris
eksterna (S) : serumen
(+)

Canalis auditoris
eksterna (D) : tidak ada
kelainan

Membrana
timpani
intact, COL
().

Hidung:

- Inspeksi dan palpasi hidung luar


:
o Perdarahan (-),
o Tanda- tanda radang (-)
o Deformitas (-) Krepitasi (-)
- Rhinoskopi Anterior :
o Mukosa hidung dalam batasan normal
o Konka tidak membesar maupun hiperemis
o Sekret (-)
o Deviasi septum (-)
Rhinoskopi Posterior : Tidak dilakukan
- Sinus : nyeri tekan sinus maksilla, frontalis
dan ethmoidalis (-)

Mulut dan orofaring:


Mukosa bibir
: basah
Post nasal drip : (-)
Rongga mulut : stomatitis (-), hiperemis (-), karies dentis (-)
Tonsil palatina : tonsil palatina T1/T1, tidak hiperemis
Lidah
: laserasi (-), permukaan kasar, tidak kotor
4

Uvula
Faring
Tonsil Palatina

: ditengah
: hiperemis (-), edema (-), pseudomembran (-)
: hiperemis (-), edema (-), ukuran T1/T1

Faring tidak
tampak
kelainan

Tonsil tidak
tampak
kelainan

Leher:
Inspeksi dan palpasi: trakea terlihat dan teraba di

tengah, tidak terdapat limfadenopati.


Maksilofasial:
Bentuk simetris, nyeri tekan pada sinus maksilaris dan frontalis (-)

V. Pemeriksaan Penunjang
Audiometri

Hasil :
-

Telinga Dextra

: dalam batas normal


Telinga
Sinistra : Conductive Hearing Loss

Timpanometri

Hasil :
Telinga Dextra: dalam batas normal
- Telinga Sinistra : Tekanan negative (+). Imobilitas membran timpani (Tipe
B: flat curve)
VI. Resume Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fisik telinga kiri (AS) ditemukan cerumen (+) dan reflek
cahaya menurun, sedangkan telinga kanan (AD) dalam batasan normal. Pada
pemeriksaan penunjang audiometri ditemukan AS conductive hearing loss (+) dan pada
timpanometri ditemukan tekanan negative (+).
ANALISIS KASUS (TELINGA DALAM)
1. Kongenital
Tanda dan
Gejala
Partial deafness
Total hearingloss
Bilateral
Progressive
Gangguan

Genetic

Non- Genetic

Kasus

Early-onset

Delayed

+
+

+
+

+
+

+
_

+
_
+

+
+
+

+
_
+

_
_
_

Perkembangan

2. Trauma

Tanda dan Gejala

Trauma Kepala

Trauma Akustik/

(Fr. Os temporal/kontusio

(Noise-induced)

Kasus

labirinth)

Causa Trauma
Fraktur/kontusio
Sudden
Bilateral
Tinnitus
Tuli konduktif
Tuli Saraf
Kelainan
nervus

+
+
+
_
+
+/+
+

+
_
+/+
+
+
_

_
_
+
_
+
+
_

lain
3. Inflamasi
Tanda dan Gejala

Labirinitis

Mastoiditis

Abses

Kasus
+
_
_
+
+
_

OMA
Otorrhea
SNHL
Vertigo
Tinnitus
Subperiosteal

+
_
+
+
+
_

+
+
+
+
+
_

mastoid
+
+
+
+
+
+

abscess
Erection of pinnae
Peradangan

_
_

_
_

+
+

_
_

Ototoksik

Sudden

Menieres

Kasus

+
+/+
+
_
_

deafness
+
_
+
+
_
+/-

Disease
+
_
+
+
+
+/-

+
_
+
+
+
+

sepanjang

jalur

abses

4. Miscellaneous
Tanda dan Gejala
Hearing loss
Bilateral
Tinnitus
Vertigo
Epidodik
Mual Muntah

VII. Diagnosa Kerja


Tinnitus dan Vertigo e.c susp. Meniere Disease
VIII. Diagnosa Banding
- Ototoxic (Intoksikasi obat)
- Sudden Deafness
IX. Tata Laksana
Preventif:
Edukasi pasien untuk mengontrol asupan dietnya terutama garam, selama di
rumah sakit diberikan diet rendah garam
-

Konseravatif:
Membersihkan telinga kiri dan kanan pasien
Tirah baring

Medikamentosa:
- Diphenhidramine amp (IV) 1x1
- Anti-emetik: Ondansentron 8mg 2x1
- Vasodilator: betahistin mesilat 6 mg 3x1 (po)
X. Prognosis
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi
Meniere Disease, disebut juga hidrops endolimfatik, adalah gangguan telinga
dalam dimana terjadi distensi dari sistem endolimfatik yang menyebabkan vertigo,
sensorineural hearing loss, tinitus dan perasaan penuh dan menekan pada telinga (aural
fullness)

II.

Anatomi dan Fisiologi

Telinga dalam atau labirin adalah organ yang penting untuk pendengaran dan
keseimbangan, terdiri dari labirin pars osseus (bony labyrinth) dan labirin pars
membranosa (membranous labyrinth) yang terisi cairan jernih disebut endolimfe.
Bony labyrinth
Terdiri dari 3 bagian: vestibula, kanal semisirkularis dan koklea
1. Vestibula: merupakan bilik tengah dari labirin. Pada dinding lateral terdapat oval window.
Didalam dari dinding medial terdapat spherical recess yang menyangkut pada sakula dan
elliptical recess yang tersangkut utrikula. Dibawah dari elliptical recess tersebut
merupakan pembukaan aqueduktus yang terdapat aliran duktus endolimfatik. Pada bagian
posterosuperior dari vestibula terdapat 5 pembukaan dari kanal semisirkularis
2. Kanalis semisirkularis: terdapat tiga (lateral, posterior dan superior). Setiap kanal
mempunyai ujung yang terpotong yang membuka secara independen dan ujung yang
tersambung (kanal posterior dan superior) membentuk crus commune. Sehingga ketiga
kanal membuka ke vestibula dengan 5 pembukaan.
3. Koklea: bagian bertulang ini adalah tuba yang melingkar 2.5 sampai 2.75 melingkari
tulang piramid sentral yang disebut modiolus. Dasar dari modiolus diarahkan kepada
meatus akustikus internus dan memberi vaskularisasi dan persarafan ke koklea. Disekitar
modiolus dan berputar spiral seperti sekrup adalah plat tipis terbuat dari tulang disebut
osseus spiral lamina yang membagi koklea secara inkomplit dan menempelkan koklea
terhadap membran basiler. Tonjolan tulang pada dinding medial dari telinga tengah atau

10

promontorium adalah akibat perputaran basal coil pada koklea. Koklea mengandung tiga
kompartemen: skala vestibuli, skala timpani dan skala media atau koklea membranosa
Membranous labyrinth
Terdiri dari duktus koklearis, utrikula dan sakula, kanalis semisirkularis, duktus
endolimfatikus dan kantungnya.
1. Duktus koklearis: disebut juga koklea membranosa, atau skala media. Bentuk segitiga
pada potongan cross-section, dengan tiga dinding terdiri dari: membran basilar, membran
Reissner (memisahkan dari skala vestibuli), dan stria vaskularis yang mengandung epitel
vaskular dan berperan dalam sekresi endolimfe.
Duktus koklearis terhubung dengan sakula oleh duktus reuniens. Panjang dari membran
basiler meningkat dari basal ke apical dari putaran. Karena itu frekuensi tinggi terdengar
pada basal coil, sedangkan frekuensi rendah pada apical coil.
2. Utrikula dan sakula: utrikula terletak pada bagian posterior dari vestibula pars osseus,
menerima lima pembukaan dari kanalis semisirkularis. Terhubung pada sakula melalui
duktus utrikulosakular. Epitel sensoris dari utrikula disebut makula dan berperan terhadap
akselerasi dan deselerasi linear. Sakula juga terletak pada vestibula pars osseus, anterior
dari utrikula. Perannya secara pasti belum diketahui namun diperkirakan responsif juga
terhadap akseleari dan deselerasi linear.
3. Duktus semisirkularis: terdapat tiga dan berkoresponden terhadap ketiga kanal bertulang.
Membuka pada utrikula. Ujung berampula dari setiap duktus mengandung neuroepitel
yang disebut krista ampularis.
4. Duktus dan kantung endolimfatikus: duktus endolimfatikus terbentuk dari gabungan dari
kedua duktus, masing-masing dari sakula dan utrikula, melewati aquaductus vestibularis.
Bagian terminal membentuk kantung endolimfatikus.

11

Cairan telinga dalam dan sirkulasi (perilimfe dan endolimfe)


Perilimfe menyerupai cairan ekstraseluler dan kaya akan ion Na, mengisi ruang diantara
labirin pars osseus dan pars membranosa, berkomunikasi dengan CSF melalui aquaduktus koklea
yang membuka ke skala timpani. Dibentuk dari filtrat dari serum darah yang dibentuk oleh
kapiler dari ligamen spiral dan merupakan kelanjutan dari CSF yang mencapai labirin melalui
aquaductus dari koklea

Endolimfe mengisi seluru labirin membranosa dan menyerupai cairan intraselular, kaya
akan ion K. disekresi oleh sel sekretorik stria vaskularis dari koklea dan oleh sel gelap (dark
cells) yang terdapat pada utrikula. Terdapat dua teori mengenai aliran cairan endolimfe.
Longitunidal: endolimfe dari koklea -> sakula, utrikula, duktus endolimfatikus -> diabsorbsi
12

kantung endolimfatikus pada ruang subdural dan Radial: endolimfe disekresi dan diabsorpsi oleh
stria vaskularis (kantung endolimfatik vestigial).
Vaskularisasi labirin

Keseluruhan oleh arteri labirintin yang merupakan cabang dari arteri cerebellar anterior-inferior
atau terkadang dari arteri basilar.
III.

Etiologi
Patologi utama dari Meniere disease adalah distensi dari sistem endolimfatik karena
peningkatan volume endolimfe. Beberapa teori:
1. Gangguan absorpsi oleh kantung endolimfatik karena iskemia. Distensi dari labirin
membranosa menyebabkan rupture membran Reissner yang menyebabkan
pencampuran dari perilimfe dengan endolimfe yang menyebabkan vertigo
2. Gangguan vasomotor. Etiologi ini adalah terdapat aktivitas berlebih simpatis yang
menyebabkan spasme arteri auditori interna dan cabangnya yang mengganggu fungsi
dari koklea atau neuroepitelium sensori vestibular yang menyebabkan penurunan
pendengaran dan vertigo.
3. Anoxia stria vaskularis yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dengan
transudari dari cairan dan peningkatan produksi endolimfe

13

4. Alergi. Telinga dalam mengambil peran shock organ dan memproduksi endolimfe
berlebih. Lebih dari 50% dengan Meniere disease mempunyai alergi inhalan atau
5.
6.
7.
8.
IV.

makanan
Retensi sodium dan air
Hipotiroidisme
Autoimun
Viral

Epidemiologi
Meniere disease menyerang terutama kelompok umur 35-60 tahun dengan
predominan pada pria dibandingkan wanita. Umumnya penyakit bersifat unilateral
dengan adanya kemungkinan gangguan yang sama pada telinga lain setelah beberapa
tahun.

V.

Diagnosis
Diagnosis dari penyakit Merniere (MD) merupakan diagnosis ekslusi. Diagnosis bisa

didapatkan dari pemeriksaan klinis dan dibantu oleh pemeriksaan penunjang.


Anamnesis
Anamnesis merupakan komponen utama dalam mendiagnosa MD. Pada anamnesis perlu
dilakukan pengumpulan data mengenai gejala yang dialami. Keluhan pasien untuk datang ke
rumah sakit biasa adalah vertigo. Pada saat anamnesa perlu ditanyakan mengenai frekuensi,
durasi, tingkat keparahan, dan karaeteristik dari vertigo, dan factor pencetus dari serangan
vertigo yang dialami. Perlu dibedakan antara gejala yang dirasakan apakah berupa vertigo atau
dizziness.
Perlu ditanyakan juga mengenai gejala lain yang terjadi pada MD yaitu gangguan
pendengaran dan tinnitus. Pada gangguan pendengaran perlu ditanyakan apakah hal tersebut
terjadi terus menerus atau hilang timbul, tingkat keparahan, adakah riwayat pencetus dari
gangguan pendengaran, Perlu ditanyakan juga apakah pasien mengalami gejala tinnitus atau rasa
penuh di telinga, kapan gejala tersebut muncul, apakah gejala tersebut yang dirasakan hilang
timbul, dan factor pencetusnya.

14

Setelah mendapatkan data lengkap mengenai gejala utama yang terdapat pada MD, perlu
ditanyakan mengenai gejala lain yang mungkin terjadi pada pasien seperti gejala nyeri kepala,
nyeri pada telinga, mual muntah, batuk pilek, dan lain-lain. Riwayat penyakit dahulu juga perlu
ditanyakan seperti riwayat trauma, riwayat infeksi telinga, riwayat gangguan bawaan pada
pendengaran, dan riwayat alergi. Riwayat kebiasaan seperti konsumsi kefein dan garam juga bisa
menjadi factor terjadinya vertigo. Terakhir, perlu juga ditanyakan mengenai riwayat pengobatan
apa saja yang sudah didapatkan oleh pasien beserta hasil dari pengobatan yang sudah diterima.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada MD hanya berfungsi untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan bisa dibagi menjadi 2 hal berdasarkan gejala yang dialami yaitu
pemeriksaan fisik pendengaran dan pemeriksaan fisik keseimbangan.
Pada pemeriksaan fisik pendengaran, dapat dilakukan pemeriksaan garpu tala yaitu
dengan Rinne dan Weber. Pada pemeriksaan Rinne perlu dicari tahu apakah gangguan
pendengaran yang dirasakan pasien karena konduktif atau sensorik. Pada pemeriksaan bisa
didapatkaan adanya penurunan lama pendengaran pada konduksi udara dan konduksi tulang.
Setelah pasien mengatakan suara hilang, pemeriksa perlu mengecek dengan mendekatkan garpu
tala ke telinga pemeriksa untuk melihat apakah masih terjadi getaran pada garpu tala. Pada MD,
gangguan pendengaran yang terjadi bersifat sensorik. Pada pemeriksaan Weber, perlu
diperhatikan apakah adanya suara yang lebih lemah pada salah satu sisi telinga. Pada gangguan
pendengaran sensorik, pasien akan mengeluh suara lebih kecil pada telinga yang terganggu
sehingga suara akan terdengar lebih keras pada telinga yang normal. Pemeriksaan ini memiliki
kelemahan dimana pada pasien dengan gangguan pendengaran yang ringan atau pasien dengan
gangguan pendengaran bilateral hasilnya sulit dinilai.
Pada pemeriksaan fisik keseimbangan dapat dilakukan test Romberg dan tes Tandem
Walking. Tes Romberg berfungsi untuk melihat apakah ada gangguan pada komponen
keseimbangan propioseptif dan vestibular dengan menghilangkan komponen visual. Tes ini akan
memberikan hasil positif jika terdapat gangguan pada kedua komponen tersebut. Pada test
Tandem walking, komponen dari propioseptif dihilangkan sehingga tersisa komponen visual dan
vestibular. Hasil test ini positif jika terdapat gangguan pada 2 komponen tersebut. Kelemahan
pada test ini adalah kurang bisa membedakan apakah verigo yang terjadi bersifat sentral atau
15

perifer. Untuk memastikannya dapat dilakukan test finger nose, finger to finger, disdiakokinesis,
dan rebound test.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada MD berfungsi sebagai ekslusi diagnose banding.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah audiometri, electrocochleography (ECoG),
dan pemeriksaan radiologi.
Pada MD, pemeriksan audiometri dapat m,emberikan gangguan pendengaran pada
frekuensi rendah. Pada masa awal penyakit, audiometri masih memberikan gambaran normal,
pada kelanjutannya dapat dilihat adanya gangguan pada frekuensi rendah yang fluktuatif. Pada
fase lanjut gambaran audiometri akan menjadi permanen.

ECoG mengukur adanya aktivitas potensial elektrik dalam koklea saat dirangsang dengan
suara. ECoG dapat berfungsi untuk membantu diagnosis dari MD yang atipikal. Dengn
memasukkan electrode sedekat mungkin pada liang telinga dalam. ECoG paling baik digunakan
untuk membantu diagnose hydrops dan MD. Kelemahan dari pemeriksaan ini adalah
pemeriksaan ini sulit dan pada pasien dengan gangguan pendengaran berat dapat memberikan
hasil yang tidak bisa dinilai.
Pemeriksaan radiologi berfungsi untuk mengeksklusikam diagnose banding pada MD
seperti neuroma akustikus, hidrosefalus, dan multiple sclerosis. Radiologi juga dapat membantu
melihat penyebab vertigo apakah karena sistem perifer atau sentral. Yang terakhir, MRI dengan

16

injeksi kontras gadolinium secara intratimpanic juga dapat memberikan gambaran dilatasi dari
kormpartemen endolimfe yang biasa terjadi pada pasien MD fase lanjut.
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis dari penyakit Merniere (MD) dijabarkan oleh American Academy of
Otolaringology-Head and Neck Foundation. Kriteria diagnosis dibagi berdasarkan temuantemuan yang didapatkan dari pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang audiometri, dan
pemeriksaan histopatologi. Pembagiannya dibagi menjadi seperti berikut ini:

Possible MD
o Episode vertigo dengan ciri merniere tanpa disertai gangguan pendengaran, atau
o Gangguan pendengaran sensourinal (bilateral atau unilateral) yang bersifat tetap
atau fluktuatif dengan disekuilibrium tanpa disertai adanya episode vertigo yang
definitive
o Penyebab lain sudah di ekslusi

Probable MD
o Terdapat satu episode vertigo rotasional
o Terdapat gangguan pendengaran (unilateral atau bilateral) yang terekam dengan
audiometri setidaknya pada satu kali pemeriksaan
o Terdapat adanya tinnitus atau rasa penuh pada telinga yang terganggu
o Penyebab lain sudah di ekslusi

Definitive MD
o Terdapat 2 atau lebih episode vertigo rotasional yang berdurasi 20 menit atau
lebih tiap episodenya
o Terdapat gangguan pendengaran (unilateral atau bilateral) yang terekam dengan
audiometri pada setidaknya satu kali pemeriksaan
o Terdapat adanya tinnitus atau rasa penuh pada terlinga yang terganggu
o Penyebab lain sudah di ekslusi

VI.

Certain MD
o Kriteria Definitive MD + konfirmasi histopatologi

Tata Laksana
A. Terapi Umum
17

a. Pasien yang menderita serangan akut ini sering disertai cemas, sehingga
pentingnya edukasi mengenai penyebab penyakit tersebut dan diyakinkan bahwa
penyakit tersebut dapat diobati.
b. Penghentian konsumsi rokok. Dalam rokok terdapat kandungan nikotin yang
dapat menyebabkan vasospasme dan tidak jarang keluhan tersebut membaik
hanya dengan hanya berhenti merokok.
c. Diet rendah garam. Pasien dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam
serendah mungkin dan tidak melebihi 1.5-2.0 g/hari.
d. Hindari minum air yang berlebihan.
e. Hindari konsumsi kopi, the, alkohol.
f. Hindari stres. Olahraga mental seperti yoga didapatkan dapat membantu
mengurangi stres.
B. Tatalaksana Serangan Akut.
Menjelang serangan akut, didapatkan gejala seperti vertigo berat dengan rasa mual dan
muntah. Gerakan kepala dapat memicu rasa kepala berputar. Oleh sebab itu, terapi
diberikan dapat berupa:
1. Edukasi dan suport psikologis untuk mengurangi rasa cemas.
2. Tirah baring dan mengurangi gerakan kepala berlebihan.
3. Pemeberian obat dapat diberikan secara intramuskular ataupun intravena apabila
pasien didapati muntah sehingga pemberian secara oral tidak dapat dilakukan.
Obat yang dapat diberikan pada serangan akut seperti dimenhydrinate
(Dramamine),

promethazine

theoclate

(Avomine)

atau

prochlorperazine

(Stemetil). Diazepam 5-10 mg dapat diberikan secara intravena memiliki efek


tranquilizer dan dapat mensupresi aktivitas nucleus vestibular.
4. Vasodilator
(i)
Inhalasi gas carbogen (5% CO2 & 95% 02).'Merupakan gas yang memiliki
efek vasodilator pada pembuluh darah otak dan dapat meningkatkan sirkulasi
(ii)

labirin.
Histamin dnp. Histamine diphosphate, 2.75 mg diencerkan dalam 500 ml
cairan glukosa, diberikan secara i.v. drip dengan tetesan lambat dapat
digunakan sebagai vasodilator dan membantu mengkontrol serangan akut.
Efek samping yang dapat terjadi seperti takikardia, gangguan irama jantung,
hipotensi, hipertermi, bronkospasme.

18

C. Tatalaksana Fase Kronis


Pemberian terapi pada pasien dengan fase kronis dapat berupa
1. Vestibular sedatives. Prochlorperazine (Stemetil) 10 mg, thrice a day, orally for
two months and then reduced to 5 mg thrice a day for another month. Vestibular
sedatif. Prochlorperazine (Stemetil) 10 mg, tiga kali sehari secara peroral selama
1 bulan.
2. Vasodilator. Nicotinic acid, 50 mg, diminum 1 jam sebelum makan sebanyak 3
kali sehar.. Betahistine (Vertin) 8-16 mg diberikan 3 kali sehari dapat melancarkan
aliran darah di labirin melalui pelepasan histamine dalam tubuh.
3. Diuretik. Pemberian furosemide, 40 mg tablet setiap 2 hari sekali dengan
suplemen kalium ketika pemberian vestibular sedative dan vasodilator tidak dapat
diberikan.
4. Propantheline bromide (Probanthine), 15 mg, 3 kali sehari dapat diberikan atau
dapat dikombinasi dengan vasodilator dapat memberikan hasil yang baik.
5. Eliminasi allergen. Terkadang alergi makanan atau udara bertanggung jawab akan
terjadinya serangan akut. Oleh sebab itu penyebab allergenharus dihindari atau di
sentisisasi.
6. Rehabilitasi vertigo meiliki tujuan melatih sistem vestibular (co: metode BrandtDaroff)

7. Intratympanic gentamicin therapy (chemical labyrinthectomy). Gentamicin


merupakan vestibulotoxic. Pemberian setiap harinya dengan cara penyuntukan
pada daerah telinga tengah dapat menyebabakan kerusakan vestibular labirin.
Terapi tersebut dirasakan dapat mengihilangkan

gejala vertigo pada 60-80%


19

pasien. Efek samping hilangnya pendengaran diderita 4-30% pasien yang diterapi
dengan metode tersebut.
D. Operasi
Operasi hanya dilakukan ketika pengobatan tidak berhasil menyebuhkan.
1. Terapi konserfatif. Terapi ini dilakukan ketika vertigo telah menyebabkan disabilitas
namun pendengaran masih baik dan ingin dipertahankan.
i)
Decompression of endolymphatic sac.
ii)
Endolymphatic shunt operation. Selang drainase dipasang dengan
iii)
iv)
v)

menyabungkan endolymphatic sac ke rongga subarachnoid.


Salculotomy (Fick's operation).
Section of vestibular nerve.
Ultrasonic destruction of vestibular labyrinth.

2. Prosedur destruksi. Prosedur ini dilakukan dengan cara merusak cochkear dan
vestibular sehingga tidak berfungsi. Teknik ini hanya dilakukan cochlea memang
sudah tidak berfungsi.
a. Labyrinthectomy..
b. Intermittent low pressure pulse therapy [Meniett device therapy (Fig. 15.5)].
Telah diteliti sebelumnya bahwa pemberian tekanan positif pada cairan dalam
telinga tengah dapat meredakan gejala penyakit Meniere 's seperti vertigo,
tinnitus, rasa penuh ditelinga, juga perbaikan pada pendengaran. Tekanan positif
secara intermittent positive disalurkan melalui alat bernama Meniett device dan
sudah diakui FDA.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Dhingra P. Disease of ear, nose and throat. 4th ed. New Delhi: Elsevier; 2012.
2. Moore K, Dalley A, Agur A. Clinically oriented anatomy. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
3. Johnson J, Rosen C, Bailey B. Bailey's head and neck surgery--otolaryngology. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health /Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
4. Da Cruz M. Meniere Disease a stepwise approach. Medicine Today. 2014; 15(3): 18-26
5. Escamez JA, Carrey J, Chung WH, et al. Diagnostic Criteria for Meniere Disease. Journal of
Vestibular Research. 2015; 25: 1-7
21

6. Heyning PH, Falck CFJ, Boudewyn A, et al. Meniere disease. B-ENT. 2007; 3(6): 11-20
7. Wyatt RJ. American Lecture of Meniere Disease. Ear Institute of Chicago
8. Soekardono S. Buku Ajar Ringkas Ilmu Kesehatan THT-KL.

22

Anda mungkin juga menyukai