Definisi
Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral)
yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik). Pada stroke iskemik,
aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan merusaknya.
Penyebab
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju
ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius
karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian
besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di
dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri
vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah
yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke
semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarng menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yan gpecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung
di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh
darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun.
Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera
atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Gejala
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat
bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau tejadi beberapa
perbaikan.
Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:
Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh
Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda
Pusing
Bicara tidak jelas (rero)
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
Pergerakan yang tidak biasa
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
Ketidakseimbangan dan terjatuh
Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma
atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi.
Stroke bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena
ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak
jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri
tidak bertambah luas.
Dignosa
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.
Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke,
PROGNOSIS
Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi
normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu
bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang
mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali
memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan
berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak
terbatas.
Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang
disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi
jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus
menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan.
Serangan Iskemik Sesaat
Definisi
Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah gangguan fungsi
otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara
waktu.
TIA lebih banyak terjadi pada usia setengah baya dan resikonya meningkat sejalan
dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa
muda yang memiliki penyakit jantung atau kelainan darah.
Penyebab
Serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah
(ateroma) bisa lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil
yang menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke
otak dan menyebabkan terjadinya TIA.
Resiko terjadinya TIA meningkat pada:
tekanan darah tinggi
aterosklerosis
penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung)
diabetes
kelebihan sel darah merah (polisitemia).
Gejala
TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang
sampai lebih dari 1-2 jam.
Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah:
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering
ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing,
adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan diabetes; karena itu
langkah pertama adalah memperbaiki faktor-faktor resiko tersebut.
Obat-obatan diberikan untuk mengurangi kecenderungan pembentukan bekuan darah,
yang merupakan penyebab utama dari stroke. Salah satu obat yang paling efektif
adalah aspirin. Kadang diberikan dipiridamol, tetapi obat ini hanya efektif untuk
sebagian kecil penderita. Untuk yang alergi terhadap aspirin, bisa diganti dengan
tiklopidin. Jika diperlukan obat yang lebih kuat, bisa diberikan antikoagulan
(misalnya heparin atau warfarin).
Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan pengobatan.
Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan penderita memiliki gejala
yang menyerupai stroke selama 6 bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan
untuk mencegah stroke. Sumbatan yang kecil diangkat hanya jika telah menyebabkan
TIA yang lebih lanjut atau stroke.
Pada pembedahan enarterektomi, endapan lemak (ateroma) di dalam arteri dibuang.
Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar 2%. Pada sumbatan kecil
yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan pembedahan, karena resiko
pembedahan tampaknya lebih besar.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. J DENGAN STROKE NON HAEMMORHAGIC
DI RUANG PERAWATAN SERUNI (RUANG SYARAF)
RSUD ULIN BANJARMASIN
I. DATA DEMOGRAFI
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SM
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tukang Kayu ( Buruh )
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Jln. manggis Pasar Batuah Banjarmasin, Kelurahan Kuripan, Kecamatan
Banjar Timur.
Tanggal wawancara : 13 Juni 2002
Tanggal MRS : 13 Juni 2002
Nomor RMK : 45 86 37
Diagnosa Medis : Stroke Non Haemmorhagic
B. IDENTITAS PENANGUNG JAWAB
Klien menggunakan KS.
II. POLA FUNGSIONAL
A. PERSEPSI KESEHATAN DAN PENANGANAN KESEHATAN
1. Keluhan Utama:
Bicara pelo dan tidak bisa menggerakkan anggota badan sebelah kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (sesuai PQRST):
Sejak selasa sore sehabis kerja ( jam 15.30 ) sehabis nonton TV tiba tiba klien
bicaranya menjadi pelo, kemudian jam 18.00 di bawa ke RS Ulin dan di rawat di
ruang PDP pad hari kamis pada saat hendak kembali ke tempat tidur, di wc klien
tidak dapat berdiri, kaki kiri dan lengan kiri terasa lemah kemudian klien di
konsulkan ke ruang syaraf dan akhirnya di rawat di ruang syaraf.
3. Penggunaan Obat Sekarang:
Infus RL 20 tetes/menit.
Nicholin 3 x 100 mg
Mertigo 3 x 1
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak pernah masuk RS dan klien tidak mempunyai riwayat penyakit menular,
keturunan dan penyakit lainnya.
Upaya pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit: pasien berobat ke mantri atau
puskesmas.
Pasien tidak pernah menjalani prosedur tindakan bedah. Pasien tidak mempunyai
riwayat penyakit pada masa anak-anak.
5. Kebiasaan :
Kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok tidak pernah
dilakukan pasien.
Riwayat pemakaian alkohol tidak pernah.
6. Riwayat Penyakit Keluarga:
Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga menderita hypertensi yaitu isteri
pasien.
7. Riwayat Sosial
Hubungan dengan keluarga dan tetangga di sekitar rumah baik ditandai dengan
banyaknya amgota keluarga yang menuggui pasien serta tetangga yang datang
membesuk.
B. POLA NUTRISI-MATABOLIK
1. Masukan Nutrisi Sebelum Sakit:
Frekuensi makan 3 x sehari, dengan jenis makanan: nasi biasa, lauk pauk berupa ikan,
tahu, tempe, telur dan sayur. Jenis minuman yang diminum: air teh dan air putih.
Makanan pantangan : daging, ikan asin.
Kudapan/makanan untuk sore hari : kue.
2. Saat Sakit
Selama dirawat di RS, frekuensi makan pasien 3 x sehari, dengan diet BBDM. Jenis
minuman air putih. Nafsu makan normal, tidak ada disfagia.
Keadaan gigi partial atau sudah banyak yang tanggal. Pasien tidak menggunakan gigi
palsu (protesa).
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir: tetap.
Riwayat penyembuhan/kulit tidak ada masalah (normal).
3. Pemeriksaan Fisik:
a. Pemeriksaan tanda vital
Tinggi Badan : 158 cm.
Berat Badan : 47 kg.
b. Kulit
Warna kulit normal, tidak pucat, cyanosis maupun ikterik tidak ditemukan. Suhu
36oC. turgor baik, kembali kurang dari 2 detik. Tidak ditemukan adanya edema, lesi
maupun memar. Luka tirah baring (dekubitus) tidak ditemukan.
c. Rambut dan kulit Kepala
Keadaan rambut kering dan tebal. Sebagian besar rambut sudah mulai beruban.
d. Mulut
Keadaan kebersihan (hygiene) mulut bersih. Keadaan gusi normal. Keadaan lidah,
mucosa tampak kering, tonsil dalam keadaan normal dan pasien dapat berbicara
walaupun pelo. Gigi sudah banyak yang tanggal. Pasien tidak memakai gigi palsu.
e. Abdomen
Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba.
f. Temuan laboratorium
Darah : Hb : 11,9 gr%.
Leukosit : 11.200/mm3.
LED : 40 mm/jam I, 68 mm/jam II.
hitung jenis : Bas : 0, Eos : 0, Seg : 80, Limfo : 19, Mono : 0.
Kimia darah :
Gula darah puasa: 92 mg/dl.
Cholesterol : 150 mg/dl.
SGOT : 27 mg/dl.
SGPT : 31mg/dl.
Tryseligerida : 86 mg/dl
Urea : 29 mg/dl.
Urea nitrogen : 13 mg/dl.
Creatinin : 0,7 mg/dl.
Asam urat : 4,0 mg/dl
CT SCAN :
Terjadi trombosis pad ventrikel dektra yang bersifat akut.
C. POLA ELIMINASI
1. Feses
Kebiasaan defekasi : 1 kali sehari, selama dirawat frekuensi BAB 1 x sehari. Masalah
tidak ditemukan.
a. Abdomen
Struktur simetris. Frekuensi bising usus : 10 x/menit (normal: 8-12 x/menit). Tidak
ditemukan/teraba adanya distensi.
b. Rektum
Tidak ditemukan adanya lesi.
2. Urine
Frekuensi BAK 3-4 x/hari, klien tidak menggunakan alat bantu, masalah tidak ada.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Ginjal
Ginjal tidak teraba, nyeri ketuk tidak ada.
b. Blast
Tidak teraba adanya distensi.
4. Laboratorium
Urinalisa :
- Warna : kuning jernih
- Kejernihan : jernih
- Urobilin : Normal
- Leokosit : 0-2 /lbp
- Eritrocyt : 1-2 /lbp
- Epithel : +
D. POLA AKTIVITAS - LATIHAN
Kemampuan perawatan diri:
0 = Mandiri.
1 = Alat Bantu.
2 = Dibantu oleh orang lain.
3 = Dibantu oleh orang lain dan alat.
4 = Tergantung secara total.
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/Berhias
Toileting
Mobilitas di TT
Berpindah
Ambulasi
Naik tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan alat bantu : ada, yaitu pispot.
1. Pemeriksaan Fisik:
a. Pernafasan/Sirkulasi:
Tekanan darah : 120/80 mmHg.
Nadi : 80 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit.
Kualitas pernafasan normal (reguler), tidak terdapat batuk, bunyi nafas normal
(vesikuler). Tidak ditemukan adanya kelainan berupa Wheezing, ronchi kering
maupun ronkhi basah.
b. Muskuloskeletal:
Rentang gerak pasien terbatas, terdapat hemiparetik pada ekstremitas sinistra.
Tonus otot N
N
lesi LMN. Hipotonik pada ekstrmitas sinitra
Kekuatan otot :
SKALA KETERANGAN
0 Paralisis Total.
1 Masih ada kontraksi.
2 Gerakan mungkin bila gravitasi dihilangkan.
3 Gerakan dapat melawan gravitasi.
4 Gerakan terjadi seperti menahan. Gravitasi dan tahanan ringan.
5 Normal
Tabel Skala Kekuatan Otot
Ektremitas:
- Pemeriksaan fungsi motorik:
M51
51
- Genggaman tangan: miotonia pada bagian kiri.
- Pemeriksaan sistem sensorik :
- Tes nyeri : + ( menurun )
- Tes temperatur : + ( menurun )
- Tes fibrasi : + ( menurun )
- Tes Periposeptif : + ( menurun )
- Tes Raba Halus : + ( menurun )
- Tes refleks:
RF = BHR 0
TFR 0
APR 0
KPR 0
--BHR - - --- Tes Fungsi Persyarafan:
1. Kaku kuduk : (-).
2. Tanda kernig : (-).
3. Tanda Brudzinski: (-).
4. Babinski : (-).
E. POLA KOGNITIF-KONSEPTUAL
1. Pendengaran
Pendengaran dalam batas normal. Dalam berkomunikasi pasien dapat mendengar
pertanyaan yang diajukan oleh perawat/dokter.
2. Penglihatan
Mata simetris kiri dan kanan, kebersihan mata bersih, alis mata tebal, kemampuan
menggerakan alis mata baik (normal). Konjungtiva tidak anemis, benjolan tidak
teraba. Pada pupil isokor. Reflek terhadap cahaya (+/+) miosis. Pasien tidak
menggunakan alat bantu penglihatan berupa kaca mata.
3. Status Mental :
Kesadaran : compos mentis, dengan GCS: 4,5,6.
Bicara normal, pasien dapat berbicara walaupun agak terbata-bata ( pelo )/disatria.
vertigo kadang kadang.
4. Pemeriksaan Nervus I s.d XII
3. Variasi mungkin terjadi oleh trauma cerebral akibat kerusakan vaso motor otak.
4. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage.
5. Aktifitas dan stimylasi kontinu dapat meningkatkan tekanan TIK.
6. Manuver valsava dapat meningkatkan TIK.
7. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan tekanan
meningkat sehingga terbentuk odema.
2.
II
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang di buktikan oleh tidak adanya
kontraktur, footdroop serta meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena atau terkompensasi.
1. Kaji kemempuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dengan cara yang
teratur.
2. Ubah posisi minimal tiap 2 jam.
3. Lakukan latihan rentang gera pasif dan aktif.
4. Sokong ektrimitas pada posisi fungsionalnya.
5. tinggikan tangan dan kepala.
6. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk.
7. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda ynag lainnya.
8. Inspeksi daerah kulit yang menonjol.
9. konsultasikan dengan ahli fisiotherapy.
1. Mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang membantu dalam
pemilihanintervensi.
2. Menurunkan resiko trauma / iskemia jaringan.
3. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.
4. Mencegah kontraktur dan memfasilitasi fungsinya.
5. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terjadinya edema.
6. Membantu melatih kembali jaras syaraf, meingkatkan respon prioseptik dan
motorik.
7. jaringan yang terkene edema lebih mudah terkena trauma.
8. Resiko terjadi iskemia yang menyebabkan decubitus.
9. Pengembangan program khusus untuk menemukan kebutuhan yang berarti.
3.
III
Komonikasi verbal dapat kembali normal.
1. Kaji tipe / derajat disfungsi atau kesulitan bicara.
2. Perhatikan kesalahan dalam komonikasi dan berikan umpan balik.
3. Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana.
4. Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda / barang.
1. Menentukan daerah dan derajat kerusakancerebral yang terjadi dan kesulitan klien
dalam berkomonikasi.
2. Klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan
tidak menyadari komonikasi yang dikeluarkannya tidak nyata.
3. Membantu penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
4. Menentukan penilaian terhadap kerusakan motorik.
4.
IV
Mencegah terjadinya cedera fisik.
1. Lakukan tidakan mengurangi bahaya lingkungan seperti :
- Orientasikan klien dengan lingkungan.
- Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dan pengaman terpasang.
- Berikan pencahayaan yang adekuat pada setiap area.
- Letakkan alat perabot pada jarak yang mudah di jangkau.
2. Mengkaji ektrimitas setiap hari terhadap cedera yang tidak terdeteksi.
3. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit di lemaskan dengan lotion.
4. kurangi faktor resiko yang berkenaan dengan penggunaan alat bantu.
- Kaji ketepatan penggunaan alat.
- Kaji alat terhadap kebocoran dan kondisinya.
- Konsul dengan ahli therapy untuk latihan pustur.
1. Penekanan terhadap keamanan menurunkan resiko terjadinya cedera.
2. Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu
dan cedera.
3. Penggunaan alat bantu yang tidak tepat dapat menyebabkan regangan atau jatuh.
3.
Jumat,
29-03-2002
Pukul 13.00 Wita.
III
S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun ataupun duduk
tanpa bantuan.
- Keluarga mengata- kan bahwa semua aktifitas pasien seperti makan, minum, BAK
dan BAB dibantu.
O : - Pasien hanya dapat berbaring ke kiri dan ke kanan.
- aktifitas untuk duduk dibantu.
- Makan dan minum dibantu/disuapi.
A : Kerusakan mobilitas fisik belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5.
P : 1. Mengkaji derajat imobilisasi dengan skala ketergantungan.
2. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.
3. Melakukan latihan ROM aktif maupun pasif.
4. Menempatkan bantal di daerah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
5. Membantu mengembangkan keseimbangan duduk/bantu duduk di sisi tempat tidur.
E : - Skala ketergantungan: 4.
- Tidak ada tanda-tanda luka tirah baring.
- Ekstremitas kiri atas dan bawah masih terjadi kelemahan tonus otot.
4. Jumat,
29-03-2002
Pukul: 13.30 Wita IV S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien masih
terpasang kateter.
- Pasien mengatakan masih belum dapat mengontrol refleks berkemih.
Insiden
Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun).
Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun.
Klasifikasi
Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
1. Oeular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada
kematian
2. A. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet
dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
B. Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
A. Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit
biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurangmemuaskan, aktivitas
penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
B. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia
gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi.
Respon terhadap obat dan prognosis jelek
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan :
- pekerjaan fisik yang berlebihan
- emosi
- infeksi
- melahirkan anak
- progresif dari penyakit
- obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan.
- Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada tranmisi
impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor
normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian
memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada
sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai
penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang
merusak tranmisi neuromuscular.
Komplikasi
Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
Pneumonia
Bullous death
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat
antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
Obat anti kolinestrase
1. piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin
bromide (Prostigmin).
2. diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan
kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
1. ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan
antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
2. kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang
menghambat
3. pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer
antibodi
4. Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi
subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer
timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama : Kelemahan otot
Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis.
Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah
istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
B1 (Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi
B3 (Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata
atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic
usus turun.
B6 (Bone)
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
Prioritas masalah keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi
hal berikut :
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Deficit peraatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia,
intubasi, atau paralisis otot.
Intervensi dokumentasi
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan :
Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
a. Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternative jika klien
menggunakan ventilator
b. Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktifitas
c. Ukur parameter pernafasan dengan teratur
d. Kolaborasi dengn dokter untuk pemberian obat antikolinergik
e. Sucktion sesuai kebutuhan (obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi
bronkial)
2. Deficit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
Tujuan ;
Pasien akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias
a. Buat jadwal perawatan diri dengan interval
b. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas
c. Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat
berlebihan atau sertakan keluarga
d. Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia,
intubasi, atau paralisis otot.
Tujuan :
Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
a. Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral
b. Hentikan pemberian makan peroraljika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral
atau jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan
c. Pasang selang makan kecil dan berikan makan perselang jika terdapat disfagia.
d. Catat intake dan output
e. Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori
f. Timbang pasien setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3,
EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2.
EGC.jakarta.
kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium
hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi
akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan
klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan
dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat
menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati
dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.
B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas
tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga
dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda
yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan
minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan
ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi
C. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang ada
didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat permeabilitas
menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan serta elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan,
cairan masuk kebula yang terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran
cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi.
Diantaranya adalah
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori
Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberi posisi.
g. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak
hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama juga
dalam hal pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena hal ini akan
sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta
menu yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka
secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan
dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan
intake nutrisinya maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien
terpenuhi.
Penentuan kebutuhan energi pasien luka bakar menurut CURRERI :
Dewasa (18tahun) :
(25kcal x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Anak anak :
(kalori basal menurut umur x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Berat badan yang digunakan adalah berat badan ideal yaitu :
Dewasa :
BB ideal (kg) = TB (cm) 100 10% dari (TB 100)
Anak anak :
BB ideal (kg) = (umur dalam bulan : 2) + 4 atau
(umur dalam tahun x 2) = 8
Energi basal untuk bayi dan anak menurut umur
Umur
(tahun) Energi basal
Laki laki (kcal) Perempuan (kcal)
01
13
46
69
10 14
14 18 55 60
50
45
40 45
25 25
20 25 55 60
50
45
30 40
20 55
20
Kecukupan protein untuk bayi dan anak menurut umur
Golongan umur (Tahun) Kecukupan protein (gr/kg BB)
01
13
46
6 10
10 18 2,5
2
1,8
1,5
1 1,5
Perhitungan kebutuhan protein untuk pasien luka bakar dengan rumus DAVIEZ dan
LILIJEDAHL
Dewasa (18 tahun)
(1gr x kg BB ideal) + (3gr x % total luas luka bakar)
Anak anak
(Kebutuhan protein menurut umur x kg BB ideal) + (3gr x % total luka
bakar)
Kebutuhan lemak bagi pasien luka bakar menurut GOODENOUGH dan WOLFE
adalah sebesar 30% dari total energi.
Kebutuhan karbohidrat untuk pasien luka bakar menurut CURRERI adalah 60 70%
dari total energi dengan keadaan atau lokasi luka bakar yang dialami.
2. Penanganan medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi
cairan dan terapi obat obatan topical.
a. Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
1) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
2) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode
3) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti.
Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara
untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x
BB (kg) x 4cc diberikan 8 jam I dan nya 16 jam berikut untuk hari ke 2
tergantung keadaan.
2) Formula Evans
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratoriyum darah yang meliputi :
1. Hb, Ht, trombosit
2. Protein total (albumin dan globulin)
3. Ureum dan kreatinin
4. Elektrolit
5. Gula darah
6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari)
7. Karboksihaemoglobin
8. Tes fungsi hati / LFT
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan melalui rute abnormal
2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau
interupsi aliran darah arterial atau vena
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, kerusakan perlindungan kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema
B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan melalui rute abnormal
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan dibuktikan oleh haluaran urin individu adekuat, tanda vital
stabil dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
a. Awasi tanda tanda vital
Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
Catatan pemngamtan infasif diindikasikan untuk pasien dengan luka bakar mayor
inhalasi asap atau penyakit jantung sebelumnya meskipun terdapat hubungan
peningkatan resiko infeksi, perlu berhati hati dalam mengawasi dan merawat sisi
inversi.
b. Awasi haluaran urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai
indikasi
Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata rata
haluaran urin 30 50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah sampai
hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya
mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok, minimum haluran urin harus 75
100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik
teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
1.
Anatomi kelenjar tyroid
Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak
di sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan
jaringan tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea.
Secara mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing masing
menyimpan materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan
mensekresi kedua hormon utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar
secara aktif mengandung folikel yang besar, yang masing masing mempunyai
jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel selnya, sel sel parafolikular
mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan dua hormon lainnya mempengaruhi
metabolisme kalsium. Hormon hormon ini akan dibicarakan kemudian.
1.
Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1.
1.
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
1.
1.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara
keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan
masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik meliputi :
1.
1.
Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi
otot.
Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat,
makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid,
goiter.
Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada
krisis tirotoksikosis).
Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C,
diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus,
eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering
terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu
pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang
terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis
khususnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut ;
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah
operasi.
Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat.
Pembedahan tulang
Rasional :
Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang
mengalami perdarahan yang terus menerus.
1.
1.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan saraf
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi
Kaji fungsi bicara secara periodik.
Rasional :
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena
pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf
menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan
jawaban ya atau tidak.
Rasional :
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
Rasional :
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan
pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional :
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca
operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid
selama pembedahan.
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang
rendah.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Memantau kadar kalsium dalam serum.
Rasional :
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional ;
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga
menjadi permanen.
1.
1.
Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang
lembut, relaksasi progresif.
Rasional :
Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk
mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
Berikan es jika ada indikasi
Rasional :
Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.
1.
1.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan secara terbuka/mengingat
kembali, setelah menginterpretasikan konsepsi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya,
berpartisipasi dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang
perlu.
Rencana tindakan/intervensi :
Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.
Rasional ;
Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai
informasi.
Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencakup
garam beriodium.
Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang sesuai
dengan pemakaian garam beriodium cukup.
Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang berlebihan,
kacang kedelai, lobak.
Rasional :
Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan aktivitas
tyroid.
Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)
Rasional :
Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu.
Dorong program latihan umum progresif
Rasional :
Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang memfasilitasi
pemulihan kesejahteraan.
1.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan
menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan
keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang
berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah
sakit.
1.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap
evaluasi ini akan difokuskan pada :
1.
Apakah jalan nafas pasien efektif?
2.
Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?
3.
Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?
4.
Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?
5.
Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan
dan pengobatannya?
Sumber:
1.
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2,
penerbit EGC.
2.
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi;
Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
3.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI,
Jakarta.
4.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
5.