Tugas Resume Pelanggaran Adat
Tugas Resume Pelanggaran Adat
Disusun Oleh:
Karin Rimenda
Dhea Nada Safa Prayitno
Silvia Syarafina
Tasya Febri Ramadhanti
Aditya Yudhistira
: 1403005207
: 1403005208
: 1403005211
: 1403005214
: 1403005260
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
Pelanggaran Adat
Apabila terjadi perampokan maka timbulah kerusuhan didalam suatu desa, dan
menjadi kewajiban setiap warga desa untuk bertindak membela diri dan
membela kerabat teman tetangganya sekampung terhadap perkosaan musuh.
Jadi menghadapi perbuatan yang sifatnya perampokan bukan semata-mata
urusan pemerintahan tetapi juga urusan masyarakat.
Mengenai kerusuhan yang ditimbulkan oleh warga desa sendiri atau
oleh warga desa tetangga, menjadi kewajiban Prowatin(hakim adat) untuk
segera menyelesaikannya dengan damai dan mengadili serta meghukum pihak
yang dinyatakan bersalah. Kerusuhan atau keributan sering terjadi dikarenakan
rasa dendam antara satu dengan yang lain sehingga timbul ancam mengancam
dan perkelahian.
c. Kesalahan Pembunuhan.
Kesalahan melakukan pembunuhan merupakan perbuatan salah yang
berat untuk dimaafkan, tetapi adakalanya perbuatan pembunuhan itu dianggap
wajar oleh masyrakat setempat bahka sipembunuh tidak dihukum malahan
diampuni dan dijadikan anggota kerabat dari kerabat terbunuh sebagai
pengganti dari simati(korban).
d. Kesalahan Penganiayaan.
Yang dimaksud kesalahan pengaiayaan adalah perbuatan yang
berakibat penderitaan tubuh seseorang karena perbuatan orang lain yang tidak
sampai menghilangkan nyawa.
2. Kesalahan mengganggu Ketertiban
Ketertiban yang dimaksud disini adalah keteraturan yang bersifat umum
aturan adat dan aturan kebiasaan yang bertujuan untuk memelihara keteraturan
kita sebut tata tertib. Jadi tata tertib adalah aturan tenang keteraturan. Untuk
membedakan mana gangguan keamanan dan gangguan ketertiban kita
menggunakan besar kecilnya pengaruh terjadinya itu, jika sifat gangguannya
mempengaruhi ketentraman masyarakat seluruhnya maka kita katakan gangguan
keamanan, jika Sifatnya hanya mempengaruhi perseorangan, keluarga atau
segolongan masyarakat atau mempengaruhi jalannya pemerintahan kita katakana
gangguan ketertiban. Macam-macam dari kesalahan menggang ketertiban antara
lain, kesalahan tata tertib masyarakat dan kesalahan tata tertib pemerintahan,
kesalahan ini akan dijelaskan pada contoh kesalahan menggangu ketertiban.
3. Kesalahan Kesopanan dan Kesusilaan
bertentangan dengan tata tertib adat setempat. Ada juga daerah yang melarang
pertemuan bujang gadis.
c. Kesalahan Memegang atau Menangkap Wanita
Menurut hukum adat dikebanyakan daerah di Indonesia, tubuh dan
bagian tubuh wanita adalah kehormatan diri pribadinya dan kaum kerabatnya.
Suatu keluarga dimana istri anak gadisnya berlaku murah terhadap dirinya
untuk dipegang laki-laki atau bergaul bebas dengan lelaki yang bukan suami
atau saudara kandungnya dalam kurun masyarakat hukum adat adalah
keluarga yang tercela. Didesa-desa daerah pedalaman atau dikota-kota bagi
keluarga terhormat pergaulan bebas pria dan wanita merupakan palanggaran
adat.
d. Kesalahan Dalam Acara Perkawinan
Sebambangan adalah suatu cara untuk melangsungkan perkawinan
diluar prosedur diluar orang tua terlebih dahulu. Tetapi ada juga cara lain
adalah, sibujang datang minta kawin pada orang tua gadis atau tetua adat atau
melalui acara pertunangan dan pelamaran.
4. Kesalahan dalam Perjanjian
Perjanjian yang dimaksud disini adalah persetujuan kedua belah pihak
mengenai kbenaran yang nyata ataupun yang tidak nyata yang harus dipenuhi
oleh mereka yang membuat janji. Barangsiapa diantara para pihak yang telah
berjanji tidak memenuhi persyaratan adat, atau tidak memenuhi apa yang telah
disepakatinya, maka terjadilah kesalahan yang mengganggu keseimbangan dalam
pergaulan hukum kewargaan adat, atau kemasyarakatan adat setempat.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2. Dosa adalah sejumlah uang tertentu yang dikenakan kepada krama desa atau
banjar apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya
3. Karampag ialah bila seorang krama desa atau banjar yang mempunyai hutang
kepada banjar atau desa sampai berlipat ganda tidak dapat membayar, maka
segala harta miliknya diambil atau dijual oleh banjar atau desa untuk membayar
hutang itu
4. Kasepekang adalah tidak diajak bicara oleh krama atau warga banjar/desa karena
terlalu sering melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau mlanggar
peraturan-peraturan di banjar/desa;
5. Kataban, misalnya adanya ketentuan bahwa kalau sawah sudah ditanami padi,
dilarang menggembalakan itik di sawah itu. Apabila ternyata ada itik
berkeliarandi sawah, dan merusak tanaman padi maka itik tersebut ditahanan
(Kataban) atau bila sudah ada ketentuan di banjar bahwa tidak boleh ada babi
berkeliaran di jalan, kalau ada babi yang berkeliaran di jalan maka babi tersebut
ditahan (Kataban);
6. Maprayascita ialah suatu upacara adat untuk membersihkan desa atau tempat
tertentu apabila terjadi suatu peristiwa atau perbuatan tertentu yang dianggap
mengganggu keseimbangan magis dalam kehidupan masyarakat (mengotori
desa);
7. Matirtha gamana ialah hukuman bagi seorang pendeta yang melakukan
kesalahan yang disebut atataji, yaitu seperti meracuni orang, merusak
kehormatan orang, dan lain-lain;
8. Selong, ialah sejenis hukuman dimana seseorang dibuang ke tempat lain untuk
beberapa lama karena melanggar suatu ketentuan adat atau agama.
Sanksi adat yang juga dikenal dalam masyarkat desa pakraman di Bali adalah
(Widnyana, 1992):
1. Mangaksama atau Ngalaku pelih adalah suatu hukuman dimana seseorang
melakukan permohonan maaf atau minta maaf kepada orang yang telah
disakitinya;
2. Mararum atau mapuleng kapasih ialah suatu hukuman dimana seseorang
ditenggelamkan ke laut oleh warga desa atau banjar sampai meninggal dunia;
3. Mablagbag adalah suatu hukuman yang diberikan kepada seseorang yang berupa
pengikatan terhadap anggota tubuhnya karena orang tersebut dianggap dapat
mengganggu ketentraman, kedamaian, dan keamanan desa;
4. Katundung adalah suatu hukuman dimana seseorang dikeluarkan dengan jalan
diusir dari persekutuan.
Windia (2004) juga menyebutkan adanya sanksi adat yang lain yaitu kaople,
adalah suatu sanksi adat yang diberikan kepada seseorang yang melanggar awigawig desa, berupa dipermalukan didepan umum dengan cara menelanjangi
pakaiannya.
Mengingat sanksi adat umumnya diputus melalui paruman atau melalui
kebijaksanaan pemuka adat yang telah diakui kemampuan, kredibilitasnya, serta
dukungannya oleh masyarakat, maka sanksi adat yang dijatuhkan kepada krama desa
tertentu umumnya didukung oleh seluruh krama desa. Apalagi sering ditemukan
bahwa, krama yang tidak mendukung sanksi yang dijatuhkan justru akan menerima
sanksi. Misalnya, jika ada krama desa yang tidak mengindahkan sanksi kesepekang
terhadap krama desa tertentu, maka krama yang bersangkutan juga akan ikut
kesepekang. Sanksi adat kemudian secara fisik dan psikis seringkali dirasa lebih
berat dari sanksi hukum yang bersifat formal.
DAFTAR PUSTAKA
Astiti. 1976. Intventarisasi Istilah-Istilah Adat Agama Dan Hukum Adat Bali (Laporan
Penelitian). Denpasar: FH UNUD.
Hadikusuma, Hilman. 1989. Hukum Pidana Adat. Bandung: PT. Alumni.
Widnyana, I Made. 1992. Eksistensi Delik Adat Dalam Pembangunan. Denpasar: Fakultas
Hukum Unud.
Wingjodipuro, Sujoro. 1989. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Pidana Adat. Jakarta: CV.
Haji Masagung.