Rev Buku
Rev Buku
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
2
1.3.
Standar/Syarat Kelayakan
3
BAB II
PEMILIHAN LOKASI STRUKTUR BANGUNAN SIPIL
Gambar 1.
4
2.2.
Tujuan dari intake adalah untuk memisahkan air dari sungai atau kolam
untuk dialirkan ke dalam saluran, penstock atau bak penampungan. Tantangan
utama dari bangunan intake adalah ketersediaan debit air yang penuh dari
kondisi debit rendah sampai banjir. Juga sering kali adanya lumpur, pasir dan
kerikil atau puing-puing dedaunan pohon sekitar sungai yang terbawa aliran
sungai.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih lokasi
bendungan (weir) dan intake, antara lain :
a. Jalur daerah aliran sungai.
Sebagimana pada Buku Pedoman 2A, lokasi bendungan (weir) dan
intake dipilih pada daerah aliran sungai dimana terjamin ketersediaan
airnya, alirannya stabil, terhindar banjir dan pengikisan air sungai.
5
b. Stabilitas lereng yang curam.
Oleh karena pemilihan lokasi PLTMH sangat mempertimbangkan head,
sudah tentu pada lokasi lereng atau bukit yang curam. Dalam
mempertimbangkan lokasi bangunan bendung (weir) dan intake
hendaknya mempertimbangkan stabilitas sedimen atau stuktur
tanahnya yang stabil.
c. Memanfaatkan fasilitas saluran irigasi yang tersedia di pedesaan.
Pemanfaatan ini dapat dipertimbangkan untuk efisiensi biaya
konstruksi, karena sudah banyak sungai di pedesaan telah dibangun
konstruksi sipil untuk saluran irigas.
d. Memanfaatkan topografi alami seperti kolam dan lain-lain.
Penggunaan kealamian kolam untuk intake air dapat meemberikan
keefektifan yang cukup tinggi untuk mengurangi biaya, disamping itu
juga membantu menjaga kelestarian alam tata ruang sungai dan
ekosistem sungai. Yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan
kolam dan pergerakan sedimen.
e. Level volume yang diambil (tinggi dam) dan level banjir.
Karena pebangunan bendung/dam intake pada bagian yang sempit
dekat sungai, maka level banjir pada daerah itu lebih tinggi sehingga
diperlukan daerah bagian melintang dam yang diperbesar untuk
kestabilan. Untuk keperluan ini perlu metode intake tipe tyrolean
(Buku Pedoman Detil Desain Konstruksi Sipil PLTMH).
f. Peletakan intake selalu pada sisi terluar dari lengkungan sungai.
Pertimbangan ini dilakukan untuk memperkecil sedimen di dalam
saluran pembawa. Dan sering kali dibuat pintu air intake untuk
melakukan pembilasan sedimen yang terendap dari intake.
g. Keberadaan penggunaan air sungai yang mempengarungi keluaran/
debit air.
Jika intake untuk pertanian atau tujuan lain yang mengambil air maka
akan mempengaruhi debit air.
2.3.
7
2.4.
Gambar 4.
8
Kondisi topografi dan pemilihan skema sistem PLTMH mempengaruhi tipe
pipa pesat (penstock). Umumnya sebagai saluran ini harus didesain/dirancang
secara benar sesuai kemiringan (head) sistem PLTMH.
Berdasarkan kondisi topografi yang ada pada lokasi skema sistem PLTMH,
beberapa pertimbangan pemilihan lokasi pipa pesat (penstock) antara lain
adalah :
a. Topografi yang dilewati memiliki tingkat kemiringan yang memenuhi
persyaratan dimana rute pipa pesat harus berada di bawah minimum
garis kemiringan hidraulic, seperti digambarkan berikut.
b. Stabilitas tanah dari daerah yang dilewati
c. Penmanfaatan jalan yang telah ada atau tersedia.
2.6.
Gambar 6.
9
e. Karena berupa bangunan, harus memiliki ventilasi udara, jendela
untuk cahaya masuk tetapi diberikan seperti kasa untuk melindungi
serangga masuk.
f.Ruangan yang dibangun juga cukup untuk digunakan seperti
penyimpanan peralatan dan atau suku cadang peralatan elektrikal dan
mekanikal.
g. Kondisi pondasi harus cukup kuat untuk menahan pemasangan
beberapa peralatan yang memiliki berat yang cukup.
2.7. Saluran Pembuang
Tujuan saluran pembuang ini adalah sebagai saluran pembuang aliran air
yang masuk kedalam rumah pembangkit dan menggerakkan turbin. Saluran ini
bersatu dengan rumah pembangkit dan aliran sungai.
Dalam hal penempatan rute saluran pembuang ini, beberapa hal yang
harus dipertimbangkan antara lain :
a. Perkiraan tinggi genangan air pada rumah pembangkit ketika terjadi
banjir besar.
b. Menghindari penggenangan bantaran sungai dan permukaan tanah di
sekitar rumah pembangkit.
c. Fluktuasi dasar sungai pada daerah saluran pembuang.
d. Saluran pembuang harus diarahkan sesuai arah aliran sungai.
Gambar 7.
Gambar 8.
10
BAB III
KONSTRUKSI UNTUK DESAIN BANGUNAN SIPIL
Kondisi aplikasinya
Dam Beton
graviti
Fondasi
: lapisan batu
Kondisi sungai : tidak dipengaruhi
oleh kemiringan,
keluaran air atau
tingkat beban
sedimen
Kondisi intake : penampilan yang
baik, intake efisien
Dam beton
mengapung
Fondasinya
: kerikil
Kondisi sungai: tidak dipengaruhi
oleh kemiringan,
keluaran air atau
tingkat beban
sedimen
Kondisi intake : penampilan yang
baik, intake efisien
11
Dam tanah
Fondasi
Dam urugan
batu
Fondasi
Dam pasangan
batu basah
Fondasi
12
Dam batu
bronjong
Fondasi
: berbagai jenis
tanah (earth) sampai
lapisan batu
Kondisi tanah : sungai dimana dam
urugan batu bisa
hanyut dengan
menggunakan
keluaran air yang
normal
Kondisi intake : keterbatasan
penggunaan sungai
karena efisiensi
intake yang rendah
Dam batu
bronjong
diperkuat
beton
Fondasi
Dam ranting
kayu
Fondasi
: berbagai jenis
tanah sampai lapisan
batu
Kondisi sungai : sungai dimana
jaring logam dapat
mengalami kerusakan
jika aliran sungai
terlalu deras
Kondisi intake : dapat diterapkan
jika efisiensi intake
yang tinggi
diperlukan
: berbagai jenis
tanah (earth) sampai
lapisan kerikil.
Kondisi sungai : pengikisan terjadi
jika terdapat banjir.
Kondisi intake : pada bagian dengan
volume intake yang
rendah atau intake
dari aliran (stream)
sampai suplemen
untuk sungai di
musim kemarau
13
Dam kayu
Fondasi
: berbagai jenis
tanah (earth) sampai
lapisan batu.
Kondisi sungai : aliran yang tidak
deras dengan
pergerakan sedimen
yang rendah.
Kondisi intake : suatu tingkat dari
efisiensi intake
dalam keadaan yang
aman jika
permukaannya
dilapisi, dll.
Dam bingkai
kayu dengan
kerikil
Fondasi
: berbagai jenis
tanah (earth) sampai
lapisan batu.
Kondisi sungai : dam urugan kerikil
dapat hanyut jika
menggunakan debit
air yang normal
Kondisi intake : keterbatasan
penggunaan bagian
air sungai karena
efisiensi intake yang
rendah
14
ketinggian dari dam jika lokasi yang direncanakan terdapat pada
kasus-kasus berikut ini :
1) Kemiringan sungai yang tidak terlalu curam dengan tingkat
perubahan / pergerakan sedimen yang cukup tinggi
2) Keberadaan check dam yang tidak terisi penuh dan lain-lain, di
bagian hilir dari dam intake yang direncanakan.
3) Keberadaan dari lokasi yang rusak di bagian hilir yang cenderung
akan berlanjut mengalami kerusakan di kemudian hari.
4) Keberadaan bagian sempit di daerah hilir yang akan menghalangi
jalannya aliran sedimen dan/atau sampah kayu.
c. Kondisi untuk memindahkan sedimen dari depan dam dan bak
pengendap dengan metode intake seperti intake tyrolean dan
intake sisi (Buku Pedoman Desain Detil Bangunan Sipil PLTMH).
3.2. Intake
Desain intake pada pembangkit tenaga air skala kecil perlu kehati-hatian
karena saluran air yang digunakan cenderung merupakan saluran terbuka, dan
hal penting intake didesain untuk menghindari volume aliran air yang dapat
merusaknya. Beberapa metode menganjurkan mengontrol aliran pada saat
banjir tidak menggunakan pintu dan sebagainya.
Secara garis besar dalam mendesain intake mempertimbangkan hal
sebagai berikut :
a. Intake harus diletakkan pada sudut yang tepat ke arah aliran sungai
kecepatan aliran air pada saat banjir diminimalkan.
b. Perlu bagi intake mempunyai keran penutup dari pada sebuah keran
terbuka sehingga dapat mengontrol tekanan intake ketika terjadi
kenaikan level air sungai.
c. Pada saat banjir dimana debit air melebihi desain volume intake, maka
kapasitas saluran pelimpah pada bak pengendap atau titik permulaan
dari saluran air harus cukup besar.
3.3. Bak Pengendap (Settling Basin)
Fungsi bangunan ini adalah untuk (1) penyalur yang menghubungkan
intake dengan bak pengendap sehingga panjangnya harus dibatasi, (2)
mengatur aliran air dari saluran penyalur sehingga harus mencegah terjadinya
kolam pusaran dan aliran turbulen serta mengurangi kecepatan aliran masuk ke
15
bak pengendap sehingga perlu bagian melebar, (3) sebagai bak pengendap
adalah untuk mengendapkan sedimen dimana untuk detil desainnya perlu
dihitung dengan formulasi hubungan panjang bak, kedalaman bak, antara
kecepatan pengendapan, dan kecepatan aliran, (4) sebagai penimbunan
sedimen, sehingga harus didesain mudah dalam pembuangan sedimen, (5)
sebagai spillway yang mengalirkan aliran masuk ke bagian bawah dimana
mengalir dari intake.
3.4. Saluran Pembawa (Headcare/Canal)
Saluran pembawa untuk suatu PLTMH dapat merupakan atau memiliki
tipe saluran terbuka dan saluran tertutup. Untuk pertimbangan desain,
kekhasan struktur, keuntungan dan permasalahan dapat digambarkan berikut :
3.5.
16
c. Pada saat desain diperhatikan kedalaman air dan ketinggiannya dari
penstock untuk menghindarkan aliran turbulensi, umumnya
bereferensi pada diameter pipa pesat (penstock).
d. Kesesuaian ruang saringan dengan jenis/tipe, dimensi turbin.
e. Dilengkapi dengan instalasi pipa lubang angin.
-------3.6. Pipa Pesat (Penstock)
Pipa pesat (penstock) adalah konstruksi yang menyalurkan alir untuk
menggerakkan turbin PLTMH. Desain pipa pesat (penstock) bergantung dari
skema sistem PLTMH yang akan dibangun. Tipe pipa pesat mengikuti skema
PLTMH. Dari beberapa skema PLTMH : (1) head rendah dengan saluran (low
head with channel), (2) low head river barrage, (3) high head no channel,
(4) high head with channel; memiliki beberapa tipe desain pipa pesat
(penstock) seperti :
a. pendek (short penstock)
b. medium (mid-length penstock)
c. dan panjang mengikuti sungai (long penstock following river).
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam desain pipa pesat (penstock)
adalah :
a. Bahan
Saat ini beberapa bahan digunakan untuk penstock yang meemiliki
karakteristik berbeda. Yang terpenting dari bahan ini adalah (1)
kemampuan kerja, (2) kesesuaian tekanan yang diijinkan, (3)
kerapatan terhadap potensi kebocoran.
Untuk menggambarkan hal ini, diperlihatkan tabel perbandingan
bahan penstock.
17
b. Menentukan diameter
Untuk menentukan kesesuaian diameter, dihasilkan dari suatu
pendekatan formulasi antara desain debit dan susut kemiringan
penstock. Setelah didapat kisaran diameter yang sesuai maka untuk
mempertimbangkan kemampuan kerja dan kesesuaian tekanan maka
dipilih bahan seperti tabel di atas.
c. Menentukan ketebalan
3.7.
18
di tailrace. Permukaan air di bawah turbin akan bergelombang. Oleh
karena itu jarak bebas antara rumah pembangkit dengan permukaan
air afterbay harus dijaga paling tidak 30-50 cm. Kedalaman air di
afterbay harus dihitung berdasarkan suatu formulasi antara desain
debit dan lebar saluran di tailrace.
Kemudian air di afterbay harus ditentukan lebih tinggi dari pada
estimasi air banjir. Juga head antara pusat turbin dan level air pada
outlet harus menjadi headloss.
b. Rumah turbin menggunakan turbin jenis Turbin Reaction.
Hal yang sama dalam desain konstruksi rumah turbin menggunakan
jenis reaction (Francais, Propeller),adalah prilaku air afterbay. Pada
kasus menggunakan turbin tipe reaction, air dikeluarkan kedalam
afterbay melalui turbin.
Head antara turbin dan level air dapat digunakan untuk
membangkitkan tenaga. Dengan demikian desain konstruksinya
memperbolehkan posisi tempat pemasangan turbin berada di bawah
level air banjir, dan pada desain konstruksinya perlu disediakan
tempat untuk menempatkan peralatan seperti (1) pintu tailrace,
(2) pompa.
19
BAB 4
ESTIMASI BIAYA KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL
Komponen Biaya
Uraian
Rencana daya maksimum (kW)
Air yang digunakan turbin
Ketinggian efektif (m)
Persiapan
Pengankutan material
Fasilitas Intake
Bak Pengendap
Saluran Air
Bak Penenang
Pipa Pesat
Rumah Pembangkit
Dasar Konstruksi
Konstruksi, luas rumah pembangkit
Fimishing
Saluran Pembuang
20
4.2.
perhitungan
estimasi
biaya,
21
BAB 5
PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN
BANGUNAN SIPIL
22
9. Bab Lokasi Bangunan Sipil PLTMH
Pada bab ini digambarkan layout skema sistem PLTMH dan rencana
posisi bangunan sipil, profil teknis kondisi dan struktur tanahnya yang
mungkin telah didukung analisis berdasarkan pengolahan data hasil
studi pra-kelayakan. Boleh juga pada bab ini dilengkapi dengan
foto/gambar......... Dan yang paling substansi pada bab ini adalah
sketsa layout rencana sistem PLTMH, dan perkiraan potensi daya (kW)
yang dapat dihasilkan.
10. Bab Perkiraan Biaya
Pada bab ini menggambarkan profil dari aspek perkiraan biaya,
perkiraan kuantitas, jumlah dan volume serta perkiraan harga satuan
setiap komponen konstruksi bangunan sipil, termasuk perkiraan biaya
jasa persiapan dan transportasi bahan material bangunan sipil.
Pada bab ini juga dapat juga dijelaskan skema kontribusi sumber
pembiayaan atau kontribusi sumber investasi.
11. Bab Rekomendasi Studi Kelayakan
Pada bab ini disampaikan saran dan rekomendasi review dan beberapa
pengujian menuju tahap kegiatan perencanaan Detail Desain
Bangunan Sipil PLTMH, sebagai suatu syarat desain fasilitas sipil
penunjang operasi PLTMH yang layak.
12. Lampiran-lampiran data, gambar, foto dan referensi.
23
BUKU 2B
BUKU PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
SIPIL PEMBANGUNAN PLTMH
Jakarta,
Mei 2009
24
DAFTAR ISI
25
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
i
ii
BAB 1
1
1
1
2
3
3
4
5
7
7
8
9
10
10
14
14
15
15
16
17
19
19
20
21
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
PENDAHULUAN
1.1. Maksud dan Tujuan
1.2. Lingkup Kegiatan Studi yang Dilakukan
1.3. Standar/Syarat Kelayakan
PEMILIHAN LOKASI BANGUNAN SIPIL
2.1. Skema Sistem PLTMH
2.2. Lokasi Bendungan dan Intake
2.3. Rute Saluran Air
2.4. Bak Penenang (Forebay) dan Fasilitas Pendukung
2.5. Rute Pipa Pesat (Penstock)
2.6. Rumah Pembangkit (Power House)
2.7. Saluran Pembuang
KONSTRUKSI UNTUK DESAIN BANGUNAN SIPIL
3.1. Bendungan dan Bendung (Weir)
3.2. Intake
3.3. Bak Pengendap (Settling Basin)
3.4. Saluran Pembawa (Headcare/Canal)
3.5. Bak Penenang (Forebay)
3.6. Pipa Pesat (Penstock)
3.7. Rumah Pembangkit (Power House)
ESTIMASI BIAYA KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL
4.1. Komponen Biaya
4.2. Formula Perhitungan Estimasi Biaya
PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN BANGUNAN SIPIL
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
26