Anda di halaman 1dari 14

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG


DISMENORE DENGAN TINGKAT KECEMASAN TERHADAP
DISMENOREDI SMPN 1 PANGKALAN KERINCI
TAHUN 2014

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2


Alumni &Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia

ABSTRACT
One of the goals of reproductive health programs is to create quality
family in 2015, one aimed at teenagers. Physical development of adolescents in
women marked the arrival of menstruation. Didiringi menstrual pain in the lower
abdomen known as dysmenorrhea. On average more than most (50%) of women
in each country experienced dysmenorrhea. Less knowledge about dysmenorrhea
will lead to feelings of anxiety that lead to a reduction of the pain threshold so that
it can make menstrual pain becomes more berat.Tujuan this study was to
determine the relationship of dysmenorrhea Knowledge Level Students with
Anxiety Levels for Dysmenorrhea In SMPN1 Pangkalan Kerinci 2014. Type This
study correlative descriptive, cross-sectional approach. Engineering samples are
simple random sampling, a total of 68 respondents. Research instrument in the
form of a questionnaire. Analysis of the data used univariate and bivariate is. The
results showed that there is a significant relationship between the level of student
knowledge about dysmenorrhea with anxiety level of dysmenorrhea in Pangkalan
Kerinci SMPN1 2014 with a value of significance (p = 0.011). It is expected that
schools can provide the facility to obtain information about the health of iron and
disminore.
Daftar Bacaan : 34 (2001-2013)
Keywords
: Dysmenorrhea, teens, level of knowledge, level of anxiety
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan dari program kesehatan reproduksi adalah mewujudkan
keluarga berkualitas tahun 2015, dengan sasaran dari program ini adalah orangtua
dan remaja.Di Indonesia jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat.
Antara tahun 1970 sampai tahun 2000, kelompok umur 15-24 tahun jumlahnya
meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18 % menjadi 21 % dari total
jumlah populasi penduduk Indonesia. (kusmiran, 2012).
Masa remaja dikenal dengan masa strom dan stress karena pada masa ini
terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat.
(Proverawati & Misaroh, 2009). Perkembangan secara fisik pada perempuan
terjadinya haid dan pada laki-laki sudah mulai mampu menghasilkan sperma.
(Proverawati & Misaroh, 2009).

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

Sebagian wanita mendapatkan haid tanpa keluhan, namun tidak sedikit dari
mereka yang mendapatkan haid disertai keluhan sehingga mengakibatkan rasa
ketidaknyamanan berupa dismenore.Dismenore atau nyeri haid mungkin
merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda
pergi kedokter untuk konsultasi dan pengobatan. Sifat dari rasa nyeri berupa
kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat
menyebar kedaerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat
dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare.(Sarwono, 2008).Dismenore yang
hebat ini menyebabkan penderita terpaksa beristirahat hingga meninggalkan
sekolah maupun pekerjaannya sampai berhari-hari.(Baziad, 2011).
Dismenoredapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu dismenore primerdan
dismenore sekunder, dismenore primer adalah nyeri haid tanpa kelainan pada alat
kandungan dan terjadi sejak haid pertama (menarche).(Proverawati & Misaroh,
2009). Dismenore primer biasanya dimulai 6 bulan hingga 1 tahun setelah seorang
gadis mendapatkan haid pertamanya, dan dismenore primerini cenderung terjadi
lebih sering dan lebih hebat pada gadis remaja yang mengalami kegelisahan,
ketegangan dan kecemasan. (Kusmiran, 2006).Dismenore sekunder merupakan
nyeri yang disebabkan oleh kelainan dari organ reproduksi itu sendiri
(ginekologi)seperti salpingitis kronika, endometriosis, adenomiosis uteri, stenosis
uteri dan lain-lain (Prawirohardjo, 2006).
Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar, rata-rata lebih dari
sebagian (50%) perempuan disetiap negara mengalami dismenore. Dismenore
merupakan masalah ginekologis yang paling umum dialami wanita baik wanita
dewasa maupun wanita pada usia remaja. Data dari hasil studi epidemiologi pada
populasi remaja (berusia 12-17 tahun) diAmerika SerikatPada tahun 2012
prevalensi dismenore primer adalah 59,7%, dengan derajat kesakitan 49%
dismenore ringan, 37% dismenore sedang, dan 12% dismenore berat yang
mengakibatkan 23,6% dari penderitanya tidak masuk sekolah.(Omidvar, 2012).
Faktor- faktor penyebab dismenoreprimer adalah, faktor kejiwaan, pada
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak
mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore,
obstruksi kanalis servikalis, endokrin, alergi, pengetahuan, neurologis,
vasopresin, dan prostaglandin.(Sarwono, 2008 dan kartono, 2006).
Di Indonesia angka kejadian diperkirakan 55% perempuan produktifyang
mengalami dismenore.(Proverawati danMisaroh, 2010). Hal ini didukung juga
oleh pendapat Sianipar (2009) yang dimuat di Majalah Kedokteran Indonesia,
Volume: 59, mengungkapkan bahwa gangguan haid ini memerlukan evaluasi yang
seksama karena gangguan haid yang tidak ditangani dapat mempengaruhi kualitas
hidup dan aktivitas sehari-hari.
Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Cakir M et al, di Turki pada tahun
2007 terhadap mahasiswi didapatkan data bahwa selain sindrom prahaid (67%),
dismenore (33%) merupakan keluhan yang dirasakan paling mengganggu. Efek
gangguan haid yang dilaporkan antara lain waktu istirahat yang memanjang (54%)
dan menurunnya kemampuan belajar (50%). (Sianipar, 2009).

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

Dalam beberapa penelitian juga disebutkan bahwa dismenore yang timbul


pada remaja putri merupakan dampak dari kurang pengetahuannya mereka tentang
dismenore. Terlebih jika mereka tidak mendapatkan informasi tersebut sejak dini.
Mereka yang memiliki informasi kurang, menganggap bahwa keadaan itu sebagai
permasalahan yang dapat menyulitkan mereka. Mereka tidak siap dalam
menghadapi haid dan segala hal yang akan dialami oleh remaja putri. Akhirnya
kecemasan melanda mereka dan mengakibatkan penurunan terhadap ambang
nyeri yang pada akhirnya membuat nyeri haid menjadi lebih berat. (Kartono K,
2006).
Selama ini sebagian masyarakat merasa tabu untuk membicarakan tentang
masalah haid dalam keluarga, sehingga remaja kurang memiliki pengetahuan dan
sikap yang cukup baik tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis terkait
datangnya haid. Kesiapan mental sangat diperlukan sebelum haid pertama karena
perasaan cemas dan takut akan muncul, selain itu pengetahuan tentang haid sangat
diperlukan bagi remaja, sehingga remaja bisa menghadapi haid dengan tenang,
karena proses haid yang dialaminya adalah hal yang normal dan wajar, yang tidak
perlu dicemaskan. (Proverawati & Misaroh, 2009).
Pada remaja yang tidak mendapatkan informasi yang tepat tentang
perubahan fisik dan spikologis (kejiwaan) yang terjadi selama masa pubertas
ataupun tidak dipersiapkan dengan baik, maka pengalaman perubahan tersebut
menjadi pengalaman yang traumatis. Kurangnya pengetahuan sehingga kurang
mampu menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangannya serta tidak
mampu menerima apa yang dialaminya. (Mighwar, 2006).
Kecemasan adalah respon manusia yang dapat dipelajari, sehinggga
ketidaktahuan menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan. Pengalaman
terhadap sesuatu yang pernah dialami seseorang juga akan mengubah pengetahuan
tentang sesuatu yang bersifat non formal dan sering dibawa dalam situasi yang
sama atau mendekati situasi yang pernah terjadi pada dirinya. (Notoatmojo,2003).
Seiring dengan perubahan fisik yang dialami remaja menimbulkan
kecemasan terhadap kenormalan dari fungsi organ reproduksinya terutama
terjadinya haid pada remaja puteri, tidak sedikit remaja yang khawatir bahwa
banyak mengeluarkan darah akan berakibat pada kematian. Adapula yang
khawatir bila gejala kejang-kejang pada perut bagian bawah, sakit kepala, dan
sakit punggung yang terjadi selama masa haid merupakan indikasi
ketidaknormalan.(Al mighwar, 2006).
Kekhawatiran yang berlebihan pada remaja perempuan bisa menimbulkan
dismenore pada siklus haidnya, dismenore mempunyai insiden tertinggi pada
wanita yang mempunyai tingkat stress sedang hingga tinggi dibanding dengan
wanita yang mempunyai tingkat stress rendah, dengan persentase 44% terjadi
pada wanita yang mengalami stress tinggi. (Proverawati & Misaroh, 2009)
Penelitian yang telah dilakukan oleh Hasria Nita pada bulan Juni 2010
tentang hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan remaja puteri tentang
Dismenorhea di SMU Negeri 3 Medan Tahun 2010, menunjukkan bahwa ada

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG DISMENORE DENGAN


TINGKAT KECEMASAN TERHADAP DISMENOREDI SMPN 1 PANGKALAN KERINCI
TAHUN 2014

hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan remaja


puteri tentang dismenorhea dengan nilai p value < 0,05 atau (0,002 < 0,05).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 22
januari 2014, di SMPN 1 Pangkalan kerinci yang merupakan SMP pertama di
Pangkalan Kerinci yang berada dipusat kota, yang dekat dengan berbagai media
untuk memperoleh informasi kesehatan, dan dekat juga dengan tempat pelayanan
kesehatan, mempunyai 609 siswi (51,7%) dari total murid. Jumlah murid kelas
VII mempunyai siswi 220, berdasarkan hasil angket yang peneliti kumpulkan
didapatkan data siswi yang paling banyak mendapatkan haid pertama adalah pada
siswi kelas VII, yang mana jumlah sisiwi yang sudah menarche adalah sebanyak
147 siswi, dan yang mengalami dismenore sebanyak 82 siswi (57,7%). Hasil
wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah, mengatakan bahwa di SMPN 1 ini
belum pernah dilakukan penelitian tentang nyeri haid.
Dari keterangan salah satu guru piket mengatakan bahwa setiap bulan selalu
ada siswi-siswi yang tidak bisa mengikuti pelajaran atau tidak hadir kesekolah
karena mengalami dismenore tersebut yaitu berkisar antara 5-7 siswi. Sedangkan
siswi yang lain tetap mengikuti pelajaran namun tidak dapat berkonsentrasi
dengan baik dalam belajar karena gejala dismenore yang dirasakan. Dari hasil
wawancara dengan salah satu guru Biologi, peneliti mendapatkan informasi
bahwa kurikulum sekolah belum menunjang pengetahuan siswi tentang kesehatan
reproduksi khususnya tentang dismenore, hasil wawancara awal terhadap 20
orang siswi, didapatkan14 orang siswi menderita dismenore hampir setiap bulan,
dan mengatakan pernah mendengar kata dismenore namun mereka mengganggap
hal ini bukanlah merupakan masalah kesehatan yang perlu segera ditangani dan
mereka juga mengatakan kurang mengetahui tentang dismenore, ketika ditanya
bagaimana perasaan siswi menghadapi dismenore, mereka mengaku cemas dan
merasa khawatir terhadap nyeri haid yang pernah dialaminya ketika haid,
beberapa siswi mengaku sering berkeringat dingin dan gelisah jika memikirkan
akan datangnya haid berikutnya, dan beberapa siswi yang lain mengatakan sukar
untuk tidur dan sering mimpi buruk jika mengingat akan datangnya haid.
Berdasarkan fenomena diatas maka dari itu penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian mengenaihubungan tingkat pengetahuan siswi tentang
dismenore dengan tingkat kecemasan terhadap dismenore di SMPN
1Pangkalan Kerinci.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalahdeskriptif korelatif, dengan pendekatan waktu
cross sectional. Adapun populasi pada penelitian ini sebanyak 82 orang dengan
jumlah sampel sebanyak 68 orang dengan menggunakan tehnik pengambilan
sampel dengan carasimple random sampling. Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 16- 20 Juni 2014 dengan penyebaran kuesioner.Analisis data yang
digunakan adalah analisis univariat dan bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari tanggal16-20 Juni


2014mengenai hubungan tingkat pengetahuan siswi tentang dismenore dengan
tingkat kecemasan terhadap dismenoredi SMPN 1 Pangkalan Kerinci, dengan
jumlah responden adalah 68 orang didapatkan hasil penelitian sebagai berikut :
A.
B. Analisa Univariat
C.
Tabel 4.1 Distribusiresponden berdasarkan
pengetahuan responden tentang disminore
E.

L.

P.

I.

Baik

M.

Cukup

Q.

Kurang

T.

U.
V.

Y. Da
ri
tab
el
4.1
dap
at
dik
eta
hui
bah
wa
seb
agi
an
res
po
nde
n
me
mil
iki

tingkat
G.
%
K.
5
,
9
O.
4
8
,
5
S.
4
5
,
6
X.
1
0
0

tin
gka
t
pen
get
ahu
an
cuk
up
ten
tan
g
Z. dis
me
nor
edi
SM
PN
1
Pa
ng

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG DISMENORE DENGAN


TINGKAT KECEMASAN TERHADAP DISMENOREDI SMPN 1 PANGKALAN KERINCI
TAHUN 2014

kal
an
Ke
rin
ci
yai
tu
seb

any
ak
33
sis
wi
(48
,5
%)

AA.
AB.
AC.

Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan


kecemasan responden tentang disminore.

tingkat

AE.

AH.

AI.

Rendah

AL.

AM.

Sedang

AP.

AQ.

Tinggi

AT.

AU.

AX. Dari tabel 4.2 dapat


diketahui
bahwa
sebagian
responden memiliki tingkat
kecemasan sedang terhadap

dismenoredi SMPN 1 Pangkalan


Kerinci yaitu sebanyak 37
(54,4%).
AY.

AZ.
BA.
Analisa Bivariat
BB.
Tabel 4.3 Hubungan tingkat pengetahuan siswi tentang
disminore dengan tingkat kecemasan terhadap disminoredi
SMPN 1 Pangkalan kerinci Tahun 2014
BC.
BD.

Ting

BE.

Tingkat kecemasan terhadap

kat
pengetahuan
siswi tentang
dismenore

BJ.
BQ.

Renda
h
BR.

dismenore
BK.
Sed

BG.

BH.

Total
BL.

Tin

P
Value

ang
BS. BT.

BU.

BV.

BW.

BX.

BY.

N
CE.

%
CF.

N
CG.

%
CH.

CI.

0
CO.

0,0
CP.

4
CQ.

100
CR.

21,

33

100

BZ.

Baik

N
CA.

%
CB.

N
CC.

CJ.

Cuk

1
CK.

25,0
CL.

3
75,5
CM. CN.

12,1

up

BF.

22

%
CD.

66,7

ggi

0,011

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

CT.

Kura
ng

DD.

CU.
1

Tot

al

DE.
6

CV.
3,2%
DF.

CW.
12
DG.
37

DN.
DO. Dari tabel 4.3 dapat
diketahui dari 33 responden yang
memiliki tingkat pengetahuan
cukup
tentang
dismenore
memiliki
tingkat
kecemasan
sedang yaitu sebanyak 22 siswi
(66,7%). Dari hasil uji Chi-square
diperoleh nilai P value = 0,011 (<
0,05). Hal ini menunjukan bahwa
ada hubungan antara tingkat
pengetahuan
siswi
tentang
dismenoredengan
tingkat
kecemasan terhadap dismenoredi
SMPN 1 Pangkalan Kerinci.
DP.
DQ.
DR.
DS.
DT. PEMBAHASAN
DU.
Menurut
peneliti
cukupnya pengetahuan siswi tentang
dismenore disebabkan karena siswi
sudah
mempunyai
pengalaman
sendiri dengan dismenore sehingga
dengan pengalaman yang dimilikinya
mereka dapat mengatasi disminore.
Selain itu kemungkinan siswi sudah
memperoleh pengetahuan dibidang
kesehatan melalui buku-buku tentang
kesehatan reproduksi wanitadan
tersedianya berbagai media informasi
yang mudah diakses oleh siswi
dalam mencari informasi mengenai
dismenore.Tingginya
minat
membaca siswi mengenai buku-buku
kesehatan wanita karena pada usia
remaja awal ditandai dengan rasa

CX.
38,7
DH.

CY.

CZ.

DA.

18

58,

31

1
DJ.

DK.

DI.
25

68

DB.
100
DL.

DM.

100

ingin tahu yang tinggi terhadap suatu


hal yang ingin diketahuinya. Selain
itu pengetahuan yang cukup tentang
dismenore diperoleh dari orang
terdekatnya, terutama orangtua yang
sudah memilki pengetahuan yang
baik tentang dismenore.
DV.
Sesuai
dengan
pendapat Hurlock (1993) salah satu
ciri perkembangan pada remaja awal
adalah timbulnya rasa ingin tahu
yang tinggi terhadap sesuatu hal
yang belum diketahuinya. Dan
pendapat
kemampuan
kognitif
remaja berada pada tahap IV (formal
operational) yang mulai berkembang
dari usia 11 tahun sampai dewasa.
Pada tahap ini remaja bisa
memperkirakan apa yang mungkin
terjadi. Remaja juga sudah mulai
berfikir kritis, rasa ingin tahu yang
kuat terhadap sesuatu yang harus
diketahuinya. (Mansur, 2009)
DW.
Pendapat
Notoatmodjo (2007), pengetahuan
adalah merupakan hasil dari tahu dan
ini
setelah
orang
melakukan
penginderaan
terhadap
obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera
penglihatan,
pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian
besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Yang tidak
kalah pentingnya adalah media
elektronika karena mempermudah
penerimaan informasi, karena 75%87% pengindraan melalui mata.
(Notoatmojo, 2003)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG DISMENORE DENGAN


TINGKAT KECEMASAN TERHADAP DISMENOREDI SMPN 1 PANGKALAN KERINCI
TAHUN 2014

DX.
Menurut
peneliti
tingkat kecemasan siswi terhadap
dismenore
berada pada kategori
sedang, hal ini bisa mempengaruhi
konsentrasi belajar siswi dan akan
mempengaruhi prestasi belajar sisiwi
jika hal ini terus berlangsung setiap
bulannya.Pada remaja puteri jika
sudah tahu cara menghadapi
dismenore, sehingga timbul perasaan
yang
tenang
ketika
akan
mendapatkan haid yang disertai nyeri
tersebut.
DY.
Ada beberapa hal
yang dapat menimbulkan stress,
seperti
rasa
kecemasan,
kekhawatiran, perasaan jengkel,
kelelahan, tekanan fisik, dan mental,
kesedihan yang mendalam, tuntutan
tugas
atau
pekerjaan
yang
berlebihan, pre menstruasi syndrome
(PMS), telalu fokus pada suatu hal,
perasaan bingung, berduka cita, dan
juga rasa takut (Mumpuni, dkk,
2010)
DZ.
Menurut
Dianto
(2009),
remaja
putri
sering
mengalami gejala kecemasan. Gejala
kecemasan yang terjadi pada remaja
masih terus dalam pembelajaran oleh
para ahli. Dari hasil penelitian
SurveiDemografi
Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007,
mengenai gejala kecemasan yang
sering dirasakan oleh para remaja
putri adalah 55% merasa sedih, 42%
sering menagis tanpa sebab, 33%
merasa bersalah, 47% mengalami
gangguan tidur, 35% nafsu makan
hilang, 43% merasa resah, dan 58%
mudah tersinggung. Bahkan 12%
remaja mengalami depresi dan 9%
remaja pernah melakukan percobaan
bunuh diri.
EA.
Menurut
Hawari
(2013), gejala umum dari kecemasan

yaitu kegelisahan, kelelahan berpikir,


kesulitan
berkosentrasi,
mudah
tersinggung,
tegang,mual,
atau
gangguan
tidur.
Gangguan
kecemasan juga sering melibatkan
gejala somatik antara lain keluar
keringat dingin, sulit bernafas,
ganguan lambung, berdebar-debar,
tekanan darah meninggi, gemetar,
sesak nafas, nyeri di dada, merasa
pusing, pingsan, ketegangan otot,
buang air besar, getaran anggota
tubuh dan aktivitas berlebihan dari
system otonomik. Selain itu dapat
diklasifikasikan
gangguan
kecemasan memunculkan gejala
palpitasi, nausea/nek, diare, mulut
kering, libido yang menurun, sesak
nafas dan kesukaran menelan),
Gangguan
Kognitif
(kesukaran
kosentrasi, kebingungan, kekuatan
akan lepas kendali atau akan menjadi
gila, kewaspadaan yang berlebihan
serta pikiran akan malapetaka yang
besar), Gangguan Perilaku (Ekspresi
ketakutan, iritabilitas, imobilitas,
hipertensi, dan penarikan diri dari
masyarakat), Gangguan Persepsi
(depersonalisasi dan derealisasi).
EB.
Sementara
itu
beberapa faktor yang mempengaruhi
kecemasan pada masa remaja
diantaranya
adalah
munculnya
pikiran-pikiran terhadap lawan jenis,
guncangan yang hebat, perasaan
kebingungan terhadap kewanitaan
dan faktor biologis yang juga sangat
bermain peran dalam masa remaja.
Masalah menstruasi merupakan
faktor biologis yang sangat penting
dalam masa pertumbuhan remaja dan
perkembangan sex sekundernya
(Sarwono, 2012).
EC.
Gejala jelas yang
tampak saat menstruasi remaja
cenderung lebih emosional, mudah
tersinggung, gelisah, sukar tidur,

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

sakit kepala, perut kembung, dan


bahkan saat mengalami gangguan
yang tinggi remaja dapat mengalami
rasa depresi, rasa takut (cemas) dan
gangguan
dalam
berkosentrasi.
Hingga umur 15 tahun para remaja
masih merasakan kecemasan yang
menyebabkan
kelabilan
dan
kekacuan pribadi mereka, karena halhal terkecilpun mereka mudah
tertawa, kemudian marah, lalu putus
asa kemudian kembali kondisi
sebelumnya. Kelabilan ini terjadi
beberapa hari sebelum tibanya masa
menstruasi dalam bentuk cemas,
sensitif dan hal-hal semacamnya.
(Mighwar, 2006). Mayoritas remaja
beberapa hari sebelum tibanya masa
menstruasi, merasakan luapan dan
rangsangan serta memiliki perasaan
yang tidak menentu, khususnya saat
menstruasi yang pertama kali atau 12 tahun pertama munculnya siklus
mentruasi (menarche). Pada gejalagejala yang muncul pada siklus
menstruasi remaja baik fisik maupun
psikis dapat diatasi dengan kondisi
tubuh yang rileks atau istirahat
(proverawati, 2009).
ED.
Menurut
safaria
(2005)
mengatakan
bahwa
kecemasan adalah suatu keadaan
yang tidak menyenangkan dari
ketegangan mental yang sering
diikuti semacam gejala fisik seperti
jantung berdetak lebih cepat,
bernafas dengan dangkal dan
ketegangan otot dapat dikelola
dengan relaksasi.
EE.
Selain itu, kecemasan
yang terjadi pada remaja putri juga
disebabkan oleh banyak faktor
seperti terjadinya perubahan fisik,
dan terjadinya perkembangan organ
reproduksi yang terjadi pada diri
mereka karena peralihan dari masa
kanak kanak menuju masa remaja.

Pendapat ini sesuai dengan pendapat


Sarwono (2012), bahwa remaja putri
secara psikologis lebih sensitif
dibandingkan anak laki laki yang
cendrung bersikap acuh tak acuh.
EF.
Rasa cemas sedang
mempunyai gejala lapangan persepsi
terhadap
lingkungan
menurun.Individu
lebih
memfokuskan hal yang penting saat
itu saja dan mengesampingkan hal
lainnya.respon fisiologis sering nafas
pendek, nadi dan tekanan darah naik,
mulut kering, gelisah, konstipasi.
Sedangkan respon kognitif yaitu
lahan persepsi menyempit, rangsang
luar tidak mampu diterima, berfokus
pada apa yang menjadi perhatiannya.
Sudiro (2009).
EG.
Dari hasil penelitian
dapat diketahui bahwa pada sebagian
siswi yang mempunyai tingkat
pengetahuan
cukup
tentang
dismenore
mempunyai
tingkat
kecemasan
sedang
terhadap
dismenoreyaitu
sebanyak
22
(66,7%)Sehingga dapat dikatakan
ada kecenderungan bahwa semakin
baik tingkat pengetahuan tentang
dismenore
akan
semakin
rendahtingkat
kecemasan
menghadapidismenore.
EH.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Al mighwar (2006), pada
remaja yang tidak mendapatkan
informasi yang tepat tentang
perubahan fisik dan spikologis
(kejiwaan) yang terjadi selama masa
pubertas ataupun tidak dipersiapkan
dengan baik, maka pengalaman
perubahan
tersebut
menjadi
pengalaman yang traumatis.Salah
satu penyebabnya adalah lingkungan
keluarga terutama orangtua kurang
berpengetahuan ataupun anak/remaja
merasa enggan untuk bertanya

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG DISMENORE DENGAN


TINGKAT KECEMASAN TERHADAP DISMENOREDI SMPN 1 PANGKALAN KERINCI
TAHUN 2014

tentang perubahan yang terjadi pada


tubuhnya.Seiring dengan perubahan
fisik
yang
dialami
remaja
menimbulkan kecemasan terhadap
kenormalan dari fungsi organ
reproduksinya terutama terjadinya
haid pada remaja puteri.
EI.
Pernyataan tersebut
terlihat dengan hasil pengujian
hipotesis diperoleh x2 hitung >x2
tabel dengan nilai P Value 0.011 atau
P Value < 0.05 sehingga Ho ditolak
dan Ha diterima atau dapat dikatakan
ada hubungan yang signifikan antara
tingkat
pengetahuan
dismenore
dengan tingkat kecemasan terhadap
dismenorepada siswi.
EJ.
Hasil penelitian ini
bisa disimpulkan bahwa semakin
baik pengetahuan tentang dismenore
yang dimiliki siswi maka semakin
siaplah siswi tersebut menghadapi
dismenore, sehingga kecemasan
mereka
juga
berkurang.Sesuai
dengan pendapat Kartono K (2006),
jika mereka tidak mendapatkan
informasi tersebut sejak dini. Mereka
yang memiliki informasi kurang
menganggap bahwa keadaan itu
sebagai permasalahan yang dapat
menyulitkan mereka. Mereka tidak
siap dalam menghadapi menstruasi
dan segala hal yang akan dialami
oleh
remaja
putri.
Akhirnya
kecemasan melanda mereka dan
mengakibatkan penurunan terhadap
ambang nyeri yang pada akhirnya
membuat nyeri haid menjadi lebih
tinggi.
EK.
Informasi merupakan
fungsi penting untuk membantu
mengurangi rasa cemas seseorang.
Menurut Notoatmodjo (2008) bahwa
semakin banyak informasi dapat
mempengaruhi
atau
menambah
pengetahuan seseorang dan dengan

pengetahuan menimbulkan kesadaran


yang akhirnya seseorang akan
berperilaku
sesuai
dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
EL. Pendapat
Manuaba
(2001), yang menyatakan semakin
dewasa umur wanita semakin besar
pengaruh rangsangan dan emosi
terhadap hipotalamus. Kecemasan
sebagai rangsangan melalui system
saraf diteruskan ke susunan saraf
pusat yaitu bagian otak yang
disebut limbic system melalui
transmisi saraf. Selanjutnya melalui
saraf
outonom
(simpatis/parasimpatis)
akan
diteruskan
kekelanjar-kelenjar
hormonal (endokrin) sehingga
mengeluarkan
sekret
(cairan)
Neurohormonal menuju hifofisis
melalui
systemprontal
guna
mengeluarkan gonodotropin dalam
bentuk
FSH
(FollikelStimulazingHormone) dan
LH (LeutinizingHormone) untuk
selanjutnya
mempengaruhi
terjadinya proses menstruasi atau
haid.
EM. Gejala dismenore dapat
diatasi
jikakecemasan
dan
kekhawatiran terhadap signifikansi
gejala dijelaskan secaraadekuat. Pada
dismenore, faktor pendidikan dan
psikis sangat berpengaruh, nyeri
dapat dibangkitkan atau dipertinggi
oleh
keadaan
psikis
penderita(Proverawati, 2009).
EN.
EO.K
ES
IM
PU
LA
N
DA
N

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

SA
RA
N
EP.Ke
si
mp
ula
n
EQ. D
ari
has
il
pen
elit
ian
dap
atd
isi
mp
ulk
an
bah
wa:
1.

2.

3.

Tingkat
pengetahuan
siswi tentang dismenore di
SMPN 1 Pangkalan Kerinci
sebagian siswi berada pada
kategori cukup.
Tingkat
kecemasan
siswi terhadapdismenore di
SMPN 1 Pangkalan Kerinci
sebagian siswi dalam kategori
sedang.
Terdapat
hubungan
yang bermakna antara tingkat
pengetahuan siswi tentang
dismenore dengan tingkat
kecemasan terhadap dismenore
di SMPN1 Pangkalan Kerinci
2014.
ER.
ES.Sa
ra
n
ET.Ad
apu

n
sar
an
yan
g
dap
at
dib
eri
kan
ber
das
ark
an
has
il
pen
elit
ian
ada
lah
seb
aga
i
ber
iku
t:
1. Bagi SMPN 1 Pangkalan Kerinci
EU.
Agar pihak sekolah
dapat meningkatkan program
pendidikan mengenai seks atau
kesehatan reproduksi khususnya
tentang dismenore.
2. Bagi
Institusi
Pendidikan
Kesehatan
EV.
Bagi
institusi
pendidikan kesehatan, agar data
atau hasil penelitian ini berguna
dan bisa menjadi data penunjang
atau pedoman untuk penelitain
selanjutnya.
3. Bagi Dinas Kesehatan
EW.
Dengan
hasil
penelitian ini diharapkan bagi
dinas
kesehatan
dapat
meningkatkan
promosi
kesehatan
untuk
remaja,

11

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG DISMENORE DENGAN


TINGKAT KECEMASAN TERHADAP DISMENOREDI SMPN 1 PANGKALAN KERINCI
TAHUN 2014

terutama
dalam
upaya
meningkatkan
penyuluhanpenyuluhan tentang dismenore
pada remaja.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
EX.
Diharapkan dilakukan
penelitian selanjutnya yang lebih
mendalam dan luas untuk
mengetahui faktor lain yang
berhubungan dengan dismenore,
dan hasil penelitian ini dapat
digunakan
sebagai
bahan
rujukan, dengan variabel yang
berbeda.

permasalahannya.Yogya
karta: Pustaka Panasea
FI.
Arifin. (2008). Nyeri
Haid. Jakarta: EGC
FK.
Baradero, M, (2006).
Gangguan
Sistem
Reproduksi
Dan
Seksualitas.
Penerbit
Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.

FJ.
FL.

FM.
FN.

Baziad, A, R. Prajitno P.
(2011). Ilmu Kandungan
Edisi
3,
Cetakan
Pertama. Jakarta: PT.
Bina Pustaka.

FO.

Dianto,

EY.
EZ.
FA.
FB.
FC. D
AF
TA
R
PU
ST
A
K
A
FD.

Anugroho.
(2008).
Segala Sesuatu Tentang
Nyeri Haid. Diperoleh
tanggal 26 Februari.
2014.
Http//Www..Kabarindone
sia.Com/Berita.Php?Pil3&Dn=2008061916480.
FE.
Arikunto
(2006).
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta

FF.

FG.
FH.

Asrina, dkk.
Menstruasi

(2011).
dan

(2009).Kecemasan

dan

menarche.Diperoleh pada
13 Februari 2014. Dari
http/www.undercover.co
m.
FP.

Genie, (2009), Kurangi


Nyeri
Haid
dengan
Terapi Energi Cair lewat
http://m.okezone.com.
yang diperoleh pada 11
Mar 2014

FQ.

Hawari,
D.
(2013).
Manajemen
Stress
Cemas Dan Depresi.
Edisi 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas
Indonesia
FR.

FS.

Hidayat, A.A. (2007).


Metode
Penelitian
Keperawatan Dan Teknik
Analisis Data Edisi I.

Endang Sulastri 1Erma Kasumayanti2

Jakarta:
Medika.

Salemba

Ketiga Jilid I. Jakarta:


Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia.

FT.
FU.

Hurlock, E.B. (2007).


Psikologi Perkembangan
Suatu
Pendekatan
Sepanjang
Rentang
Kehidupan.
Jakarta:
Erlangga.

GH.

FV.
FW.

Ibrahim, A. (2012).
Panik
neurosis
dan
gangguan
cemas.Tanggerang:
Jelajah Nusantara
FX.

FY.

GJ.

GK.

Nita, H. (2010). Hubungan


Pengetahuan
Dengan
Tingkat
Kecemasan
Remaja Puteri Tentang
Dismenore di SMU Negeri
3
Medan
Tahun
2010.diperoleh tanggal 03
maret
2014.
http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/1918
7/7/Cover.pdf

GL.

Nursalam. (2008). Konsep


& Penerapan Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan
Pedoman
Skripsi,
Tesis
Dan
Instrument
Penelitian
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika

GM.

Notoadmojo, S. (2005).
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.

GN.

Notoadmojo, S. (2007).
Promosi Kesehatan Dan
Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta

GO.

Prawirohardjo, S. (2008).
Ilmu Kandungan. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Kartono,
K.(2006).
Psikologi
Wanita
Mengenal Gadis Remaja
Dan Wanita Dewasa Jilid
1. Bandung; Mandor
Maju.
FZ.

GA.

GB.
GC.

GE.

GF.

Kinanti,
S.
(2009).
Rahasia Pintar Wanita.
Yogyakarta:
Aulya
Publishing
Kusmiran,E.
(2012).
Kesehatan
Reproduksi
remaja
dan
Wanita.
Jakarta : salemba Medika
GD.
Manuaba. (2001),Kapita
Selekta Pelaksanaan Rutin
Obsterti Ginekologi Dan
KB.
Penerbit
:Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Mansur,

H.

(2009).

Psikologi ibu dan anak


untuk

kebidanan.Jakarta:

Salemba Medika
GG.

Mansjoer. (2001). Kapita


Selekta Kedokteran. Edisi

Meliono,
Irmayanti.
(2007).
Pengetahuan.
Diperoleh tanggal 14
Februari
2014.
Http/Id.Wikipedia.Org/Wik
i/Pengetahuan.
GI.
Mighwar,
A.
(2006).
Psikologi
Remaja.
Bandung : Pustaka Setia

13

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG DISMENORE DENGAN


TINGKAT KECEMASAN TERHADAP DISMENOREDI SMPN 1 PANGKALAN KERINCI
TAHUN 2014

GP.

Proverawati,
A.
dan
Misaroh
S.
(2009).
Menarche
Menstruasi
Pertama Penuh Makna.
Yogyakarta
:
Nuha
Medika.

GQ.

Sarwono,
S.
(2012).
Psikologi
Remaja.
Jakarta : Bulan Bintang

GR.

Safaria, T. (2005). Autisme


: Pemahaman Baru Untuk
Hidup Bermakna Bagi

Orang Tua. Edisi pertama.


Yokyakarta : Graha Ilmu
GS.

Santrock, JW. (2003).


Perkembangan
Remaja.
Jakarta: Erlangga.

GT.

Sianipar. (2009). Angka


kejadian
dismenore.Majalah
Kedokteran
Indonesia,
Volume 59, Nomor: 7.
GU.

Anda mungkin juga menyukai