Anda di halaman 1dari 23

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

ANATOMI
A. Hidung luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas
kebawah, yaitu :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Batang hidung (dorsum nasi)
3. Puncak hidung (hip)
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)

Bentuk segi tiga :


Atas

--- sempit

Bawah --- lebar


Lubang depan disebut: Nares anterior.A
Lubang belakang disebut: Nares
posterior
Vestibulum nasi dilapisi kulit dengan
vibrissae.
Hidung luar di bentuk oleh :
a. Tulang : os nasal, proc frontalis os maksila, proc nasalis os frontal
1

b. Tulang rawan : kartilago nasalis lateralis superior, kartilago nasalis


lateralis inferior, kartilago ala minor, tepi anterior kartilago septum
c. Otot

M. NASALIS : Terletak di atas ala nasi dan berjalan dari medial ke


lateral. Paling berkembang.
Fungsi => Mempunyai efek kompresi hidung, memanjangkan hidung
dan kontraksi nostril (antagonis m. procerus).
M. DILATOR NARES : terletak pada ala nasi bagian lateral.
Fungsi => melebarkan ala nasi.
M. DEPRESOR SEPTI NASI: terletak di atas bibir atas dekat septum
nasi.
Fungsi => menurunkan tip hidung dan membuka nostril pada saat
inspirasi maksimal.
M. PROCERUS: terletak pada akar hidung.
Fungsi => Menggerakkan kulit di atas glabella. Bila kontraksi dapat
menger-nyitkan dahi, mempunyai efek memendekkan hidung.
d. Jaringan ikat

B. Rongga Hidung (kavum nasi)

Mempunyai 4 dinding, yaitu :


Dinding medial : septum hidung
Tulang : lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista maksilaris os
maksila, krista nasalis os palatina
Tulang rawan :kartilago septum (lamina quadriangularis), kolumella

Dinding lateral
Sel ager nasi
Konka:

Konka inferior :
- Konka yang paling besar. Di bawahnya terdapat meatus inferior,
tempat bermuara duktus nasolakrimalis.
Konka media :
3

- Dibawahnya terdapat meatus medius. Tempat bermuara sinus

frontalis, sinus maksilaris, sinus etmoid anterior dan sinus sfenoid.


Konka superior : di bawahnya terdapat meatus superior, tempat

muara sinus etmoid posterior.


Konka suprema : terletak paling atas, paling kecil dan sering tidak
ada (rudimenter).

Meatus : inferior (terdapat muara duktus naso lakrimal), medius


( terdapat muara sinus frontal,maksila, etmoid anterior), superior
(terdapat muara sinus etmoid posterior, sinus sfenoid)

Dinding inferior
Dasar rongga hidung, dibentuk oleh os maksila dan os palatum

Dinding superior atau atap hidung


Dibentuk oleh os kribriformis

(memisahkan rongga tengkorak

rongga hidung)
KOMPLEKS OSTIOMEATAL (KOM)
Merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka
media dan lamina papirasea.
Struktur yang membentuk KOM : proc.unsinatus, infundibulum etmoid,
hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi, dan resesus frontal.
Fungsi : sebagai tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang
letaknya anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal.

Kompleks Osteomeatal
PERDARAHAN HIDUNG

Bagian atas :

a. Etmoid anterior dan a. Etmoid posterior (cabang dari a. Oftalmika dari a.


Carotis interna)
Bagian bawah :

a. Palatina mayor, a. Sfenopalatina memasuki hidung dari belakang ujung


konka media
Bagian depan :

Cabang dari a. Fasialis


Bagian depan septum :

Anastomosis dari cabang-cabang a. Sfenopalatina, a. Etmoid anterior, a.


Labialis superior, a. Palatina mayor Pleksus kiesselbach (littles area)
letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma sering jadi sumber
epistaksis bagi anak-anak
VENA
Berjalan berdampingan dengan arteri nama yang sama
Bagian luar hidung dan vestibulum bermuara ke v. oftalmika sinus
kavernosus
Vena di hidung tidak mempunyai katup memudahkan penyebaran
infeksi ke intracranial
PERSARAFAN HIDUNG
5

Bagian depan dan atas rongga hidung : persarafan sensoris n. etmoidalis


anterior (cabang dari n. oftalmikus)
Rongga hidung lainnya : n. maksila (ganglion sfenopalatinum)
N. olfaktorius reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius

MUKOSA HIDUNG
Mukosa pernafasan (respiratori) epitel torak berlapis semu + silia + sel
goblet (pseudo stratified columnar epitelium) fungsi mendorong lendir
ke arah nasofaring untuk membersihkan diri dan mengeluarkan benda
asing yg masuk ke hidung
Mukosa penghidu : (atap rongga hidung, konka superior, sepertiga atas
septum) epitel torak berlapis semu tidak bersilia ( pseudostratified
columnar non ciliated epitelium)

SINUS PARANASAL

SINUS FRONTALIS

Terletak dalam tulang Frontal


Asimetrik, punya septa
Dipisahkan tulang yang tipis dengan Atap orbita dan kav.kranialis
A. Supra orbitalis (cab.a.oftalmika) lewat celah pada. Atap supraorbitalis.
SINUS SFENOIDALIS

Dalam os sfenoid
Asimetrik
Dipisah oleh septum intersfenoidaslis
Dapat meluas ke sayap besar os sfenoid, prosesus pterigoideus, bagian.
Basiler os oksipital
BATAS :
7

Atas

: fosa kranii media + s. tursica

Bawah : atap nasofaring (tebal)


Lateral : sinus kavernosus + a. karotis interna.
Belakang : fosa kranii post (pons serebri)
Etmoidalis posterior

SINUS MAKSILARIS
Terbesar, dalam os maksila
BATAS:
Depan

: Tulang pipi (facial maxilla)

Belakang : Pmk. infra temporalis

Medial

: Dinding lateral kavum nasi

Atap

: Orbita

Dasar

: Prosesus alveolaris os maksila

Apeks sinus maksilaris meluas / masuk ke dalam os zigomatikus.


Bila dilihat dari rongga mulut, letak sinus sesuai dgn. Gigi molar 1,2,3
Akar gigi dapat sangat dekat dengan rongga sinus.
Dasar sinus maksilaris lebih rendah dari dasar kavum nasi.

SINUS ETMOIDALIS
Terdiri dari 3 - 18 sel
Tergantung muara saluran :
1. Sel etmoidalis anterior
2. Sel etmoidalis posterior

BATAS :
Lateral: lamina papyracea dan tulang lakrimal
Medial: konka media + konka superior
Atas

: dinding atas tlg. etmoid dan tlg. frontal

Depan : prosesus frontalis os maksila dan os nasal


Belakang: sinus sfenoidalis

FISIOLOGI HIDUNG
1.

Jalan nafas (aliran udara membentuk arkus/lengkungan) :


Inspirasi : udara masuk dari nares anterior naik setinggi konka

media turun ke nasofaring


Ekspirasi : udara dari koana naik setinggi konka media di depan

memecah sebagian ke nares anterior dan sebagian kembali ke belakang


membentuk pusaran dan bergabung dgn aliran dari nasofaring
Pengaturan udara (air conditioning) mengatur kelembapan (oleh

mukous blanket) dan suhu ( oleh banyaknya pembuluh darah dibawah


epitel , permukaan konka dan septum yg luas)
Penyaring dan pelindung, dari debu dan bakteri ( oleh : rambut /

vibrissae, silia, mucous blanket, lisozym), dibantu oleh adanya refleks


bersin untuk mengeluarkan partikel yg besar
Penghidu : partikel bau mencapai mukosa olfaktorius dgn cara

berdifusi dgn palut lendir atau bila menarik nafas kuat

Resonansi suara : Sumbatan hidung rinolalia (suara sengau)

Membantu proses bicara. konsonan nasal (m, n, ng) rongga


mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara
Refleks nasal : Pada mukosa hidung ada reseptor refleks yg

berhubungan dengan sal cerna, kardiovaskuler, pernafasan : mis : iritasi


mukosa hidung bersin dan nafas berhenti, bau tertentu sekresi kel
liur, lambung dan pankreas

PEMERIKSAAN HIDUNG
Ada 8 cara yang dapat kita lakukan untuk memeriksa keadaan hidung dan
sinus paranasalis, yaitu :Pemeriksaan dari luar : inspeksi, palpasi, & perkusi.
Rinoskopia anterior : mukosa, septum, konka, sekret,

o
massa

Rinoskopia posterior : koana, ujung posterior septum,

ojung psterior konka, post nasal drip,, torus tubarius,ostium tuba , fossa
rosenmuller
o

Transiluminasi (diaphanoscopia).

X-photo rontgen.

Pungsi percobaan.

Biopsi.

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan rutin, bakteriologi, serologi, & sitologi.

ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING-FARING


ANATOMI

10

Bentuk tabung seperti kerucut terbalik, dibalut fibrous musculer yg terdiri dari 4
lapisan yaitu :
1. Lapisan mukosa
2. Fascia pharyngobasilar
3. Muscular coat
4. Buccopharyngeal fascia

Puncak : dibawah kartilago krikoidea

Dasar : Os. Sphenoidalis

Terbagi atas 3 bagian :


1. Nasofaring/Epifaring
2. Orofaring/Mesofaring
3. Laringofaring/Hipofaring

Fungsi :

Saluran makanan/minuman dalam proses menelan.

Saluran pernafasan.

Resonansi suara.

Membentuk suara/artikulatio vokalis

Drainase sekret.

Pertahanan tubuh untuk mencegah/melawan infeksi Ring of


Waldeyer.

Mengatur ventilasi cavum tympani dengan adanya tuba eustachius.

Ring of Waldeyer ; dibentuk oleh :


11

Adenoid (tonsila pharyngea)

Tonsila Palatina (Faucial Tonsil/Amandel)

Tonsila Lingualis

Lateral Pharyngeal Bands

Solitary Lymphoid Nodules tdd. : kel. Limfe dekat muara


tuba eustachius & kel. Limfe pada fossa Rossenmuler

1.

Nasofaring/Epifaring
Bentuk mirip kubus.
Batas-batas :
Atas

: basis cranii

Bawah

: permukaan atas palatum mole

Belakang : vertebra cervicalis


Depan

: choana (rongga hidung belakang) dan septum nasi

Histologis :
Umumnya dilapisi stratified columnar cilliated epithelium.
Beberapa bagian oleh simple columnar epithelium dan transitional
epithelium.
Organ-organ yang penting pada Nasofaring :

12

Adenoid
Fossa Rossenmuller
Torus tubarius dengan muara tuba auditiva
2.

Orofaring (bagian tengah)

Batas-batas :

Depan : Faucium dan pangkal lidah

Bawah : pinggir atas epiglotis

Belakang

Atas

: vertebra cervicalis

: pinggir bawah palatum mole

Pada faucium terdapat :

Palatum mole

Uvula

Plika anterior dibentuk M. Palatoglossus

Plika posterior dibentuk oleh M. Palatofaringeus

Mukosa Stratified Squamous Epithelium (fungsi untuk menelan


makanan)

3.

Laringofaring (bagian bawah)

Dimulai dari pinggir atas epiglotis dan berakhir pada pinggir


bawah kartilago krikoidea.

Terdapat 3 pembukaan :

Kranial

: ke orofaring

Anterior

: laring

Postero-distal : oesofagus

13

OTOT-OTOT FARING

Sirkuler

Mengelilingi faring secara kuat

Terdiri dari :
-

M. constrictor pharyngeus superior

M. constrictor pharyngeus medial

M. constrictor pharyngeus inferior

Fungsi : mempersempit dan memperlebar dinding faring.

Longitudinal

Memanjang ke bawah pada dinding faring

Terdiri dari. :
-

M. Palatopharyngeus

M. Stylopharyngeus

Fungsi :memperpendek dan mengangkat dinding faring keatas.

PALATUM MOLE

Batas-batas :

Depan

Lateral : melekat pada dinding lateral faring

Belakang : bebas

: melekat pada palatum durum

Otot-otot :

M. Levator velli palatini


-

Mengangkat palatum molle keatas

Memperlebar ostium tuba auditiva

M. Tensor velli palatini : membuka tuba auditivae

M. Palatoglossus : membuka isthmus faucium

M. Palatopharyngeus : mengangkat faring waktu menelan

M. Uvula : memperpendek dan menarik uvula keatas

Fungsi :

Resonansi suara

14

Proses makan, minum dan bernafas

Otot-otot yang berfungsi membuka tuba auditiva :

M. Salfingopharyngeus

M. Levator velli palatini

M. Tensor velli palatini

PERSYARAFAN, PENDARAHAN DAN PEMBULUH LIMFE

Persyarafan

Terutama N. Vagus

Palatum mole N. Palatini (cabang N. Trigeminus)

Nasofaring Ganglion Sfenopalatini

Pendarahan

Terutama dari cabang A. Maksilaris eksterna, terdiri


dari :

Pharyngea ascendens

Palatina Ascendens dan A. Fascialis

Cabang A. Lingualis
Aliran vena menuju plexus pterygoidea V. Fascialis

komunis dan V. Jugularis interna

Pembuluh Limfe

Mengalirkan cairan limfe ke cervical Lymph Node

15

TONSIL

Merupakan kel. Limfe pada faring dan berbentuk


oval.

Berdasarkan lokalisasi terdiri dari :


Tonsila palatina (amandel) lateral faring

Berupa kapsul yang lengket ke M. Constrictor pharyngeus

Tonsila pharyngea nasofaring

Tonsila lingualis pangkal lidah

Tempat tonsil Resessus Tonsilaris

Permukaan tonsil ditutupi oleh stratified squamous


epithelium

Setiap tonsil memiliki kripta-kripta (celah tempat


keluarnya sel darah putih yang mati setelah bertempur melawan kuman),
jumlahnya bervariasi 8-10 buah pada setiap tonsil.

Krypta terbesar : Krypta magna

Pendarahan 3 arteri besar :

Maxilaris interna dan eksterna

Carotis externa

Cabang A. Lingualis
16

Persyarafan :

Atas

: N. Palatinus posterior (cabang ganglion

Bawah

: N. Glossopharyngeus

sfenopalatina)

Fungsi :

Pembentukan leukosit terutama limfosit yang dibentuk


dalam folikel tonsil.

Tempat penghancuran bakteri yang masuk melalui


hidung/mulut.

ADENOID/TONSILA PHARYNGEA

Terdapat pada atap Nasofaring

Dilapisi oleh stratified columnar ciliated epithelium

Secara anatomis besar berbeda tergantung usia anak

Puncak anatomis : 3-6 thn karena anak mulai kontak


dengan dunia luar dan jaringan limfe mengalami rangsangan.

Involusi : 10 thn dan Komplit : pada 20 thn.

Dibentuk oleh 3-5 jalur kel. Limfe dan tidak


mempunyai kapsul

FISIOLOGI
FARING DAN ESOFAGUS
Fungsi
Ialah untuk respirasi, pada waktu menelan , resonansi suara dan untuk artikulasi.
Menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan , yaitu fase oral, fase faringal dan
fase esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan
disini disengaja. Fase faringal yaitu pada waktu transpor bolus makanan melalui

17

faring. Gerakan disini tidak disengaja. Fase esofagal disini gerakannya tidak
disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus
menuju lambung.

Fungsi faring dalam proses berbicara


Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke
arah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator
veli palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan
nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan
Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme,
yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama
m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin
kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.
Menelan adalah refleks all or none yang terprogram secara sekuensial
Motilitas yang berkaitan dengan faring dan esofagus adalah menelan atau
deglutition. Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa menelan hanyalah
tindakan memindahkan makanan dari mulut ke esofagus. Namun, menelan
sebenarnya mengacu pada keseluruhan proses pemindahan makanan dari mulut
melalui esofagus ke dalam lambung.
Menelan dimulai ketika suatu bolus atau bola makanan, secara sengaja
didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Tekanan bous di
faring merangsang reseptor tekanan di faring yang kemudian mengirim impuls
aferen ke pusat menelan di medulla.
Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot
yang terlibat dalam proses menelan. Menelan adalah suatu contoh refleks all-ornone yang terprogram secara sekuensial dengan berbagai respons dipicu dalam

18

suatu rangkaian waktu spesifik; jadi sejumlah aktivitas yang sangat terkoordinasi
dipicu dalam pola teratur selama periode waktu tertentu untuk melaksanakan
tindakan menelan. Menelan dimulai secara volunter, tetapi setelah dimulai proses
tersebut tidak dapat dihentikan.
Selama tahap orofaring menelan, makanan diarahkan ke dalam esofagus dan
dicegah agar tidak masuk ke saluran yang salah
Menelan dibagi menjadi dua tahap; tahap orofaring dan tahap esofagus. Tahap
orofaring berlangsung sekitar 1 detik dan berupa perpindahan bolus dari mulut
melalui faring dan masuk ke esofagus. Saat masuk faring sewaktu menelan, bolus
harus diarahkan ke dalam esofagus dan di cegah untuk masuk ke saluran lain yang
berhubungan dengan faring. Dengan kata lain, makanan harus dicegah untuk
kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, dan masuk ke trakea. Semua ini
dilaksanakan melalui berbagai aktivitas terkoordinasi berikut ini :
-

Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah


menekan langit-langit keras.

Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehingga


saluran hidung tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung.

Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan


penutupan erat pita suara melintasi lubang laring atau glotis. Bagian awal
trakea adalah laring atau kotak suara. Selama menalan pita suara
melaksanakan fungsi yang tidak berkaitan dengan berbicara. Kontraksi
otot-otot laring menyebabkan pita suara merapat erat satu sama lain,
sehingga pintu masuk glotis tertutup. Selain itu, bolus menyebabkan suatu
lembaran kecil jaringan ikat, epiglotis tertekan ke belakang menutupi
glotis yang menambah proteksi untuk mencegah makanan masuk ke
saluran pernapasan.

Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasan


terhambat secara singkat sehingga individu tidak mencoba melakukan
usaha yang sia-sia untuk bernafas.

19

Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk


mendorong bolus ke dalam esofagus.

LARING
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi
serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan
benda asing masuk kedalam trakea, dengan jalan nafas menutup aditus laring dan
rima glotis secara bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah karena
pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal
ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan
m.aritenoid. selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan
rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoiod kiri dan
kanan mendekat karena adduksi otot-otot intrinsik.
Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk kedalam
trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang
berasal dari paru dapat dikeluarkan. Fungsi respirasi dan laring ialah dengan
mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi
akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak kelateral,
sehingga rima glotis terbuka (abduksi). Dengan terjadinya perubahan tekanan
udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah
dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian
laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan adalah dengan
mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringeus
dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk
kedalam laring. Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi,
seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan
plika vokalis. Bila plika vokalis dalam adduksi, maka m.krikotiroid akan
merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid.
20

Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartilago aritenoiod kebelakang. Plika vokalis ini dalam keadaan yang efektif
untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid kedepan, sehingga plika vokalis akan mengendur. Kontraksi
serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006.
2. Soetirto I, Hendarmin H, Bashirudin J. Gangguan pendengaran (tuli). In:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku ajar
kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI, 2007:10-22.
3. Moller AR. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System. Burlington: Elsevier Science, 2006.
4. Liston L, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. In: Adams
GL, Boies LR, Higler PA, editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah:
Wiyaja C. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997:27-38.
5. Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan telinga luar. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku ajar kesehatan telinga,
hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2007:10-

21

22.11. Bess FH, Humes L. Audiology: The Fundamentals. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins, 2003.
6. Abel SM, Boyne S, Roesler-Mulroney H. Sound localization with an army
helmet worn in combination with an in-ear advanced communications
system. Noise Health 2009;11:199-205.
7. Abel SM, DuCharme MB, van der Werf D. Hearing and sound source
identification with protective headwear. Mil Med 2010;175:865-70.
8. Tudor A, Ruzic L, Bencic I, Sestan B, Bonifacic M. Ski helmets could
attenuate the sounds of danger. Clin J Sport Med 2010;20:173-8.
9. Fox S. Human Physiology. 12 th Ed. New York: McGraw-Hill Education,
2011.
10. Grothe B, Pecka M, McAlpine D. Mechanisms of sound localization in
mammals. Physiol Rev 2010;90:983-1012.
11. Bess FH, Humes L. Audiology: The Fundamentals. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2003.
12. Boies LR. Penyakit telinga luar. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA,
editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah: Wiyaja C. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1997:76-87.
13. Anomin.
The
ear,
nose

and

throat.

Sumber:

http://www.redlightwarningsignals.com/dochollywoodproject/chapter4.html
. Diakses tanggal 20 Januari 2014, 2014.
14. Anomim. Ears, Nose, Throat, Mouth and Sinus Assessment. Sumber:
http://www10.homepage.villanova.edu/marycarol.mcgovern/2104/enmt3.ht
m. Diakses tanggal 20 Januari 2014. , 2014.
15. Shihab MQ. Jilbab. Jakarta: Lentera Hati, 2004.
16. Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia.

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia

Daring.

Sumber:

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses tanggal 3 Februari


2014.
17. Anonim.

Yuk,

Kenali

Macam-Macam

Jilbab!.

Sumber:

http://entertainment.seruu.com/read/2013/07/12/174064/yuk-kenalimacammacam-jilbab. Diakes tanggal 21 Januari 2014., 2014.


18. Huda N. Cara Menggunakan Jilbab Praktis dan Modis. Sumber:
Resepmembuatku.blogspot.com/2013/07/cara-menggunakan-jilbabpraktisdan.html. Diakses pada tanggal 21 Januari 2014., 2014.

22

19. Takimoto M, Nishino T, Itou K, Takeda K. Sound localization under


conditions of covered ears on the horizontal plane. Acoust Sci Tech
2007;28:335-42.

23

Anda mungkin juga menyukai