Anda di halaman 1dari 122

BAB I

PENDAHULUAN
Bahan Obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan
suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat bukan obat yang
bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus. Melalui
penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan dihasilkan
sediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam. Sediaan
yang bermacam-macam ini merupakan tantangan bagi para ahli farmasi di pabrik
dalam membuat formula dan bagi dokter dalam memilih obat serta cara
pemberiannya untuk ditulis dalam resep.
Sediaan Farmasi terdiri dari berbagai komponen yang harus diproses melalui
unit operasi dengan pasti. Setelah melalui proses yang sesuai, baik zat aktif maupun
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Proses
tersebut berlaku pula bagi senyawa-senyawa kimia maupun bahan yang berasal dari
tubuhan atau hewan. Proses ini merupakan dasar operasional penting dalam bidang
teknologi farmasi. Pada hakekatnya proses-proses tersebut melibatkan semua
kegiatan operasional sampai terjadinya sediaan obat. Seperti proses penghalusan,
pendistribusian partikel, pengeringan, pencampuran, penggranulan dan seterusnya.
Semua proses memerlukan peralatan yang merupakan unit-unit operasi yang harus
diketahui dan dipahami agar memudahkan menggunakan dan akhirnya diperoleh
produk yang dikehendaki.
Perkembangan teknologi sedemikian pesatnya, hal tersebut memberikan
keuntungan tersendiri bagi dunia farmasi, khususnya terhadap perkembangan
bentuk sediaan farmasi. Perubahan atau pola pergeseran metode pembuatan
sediaan dari skala konvensional menjadi skala modern dengan bantuan teknologi
sangat membantu perkembangan industry farmasi ke arah yang lebih baik.
Setelah mengikuti perkuliahan Teknologi Farmasi ini Mahasiswa diharapakan
mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida
memahami proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium, skala pilot,
dan skala produksi dalam pabrikan, juga memahami aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam Cara Pembuatan Obat Yang Baik sehingga diperoleh obat yang
memenuhi persyaratan.
1

BAB II
A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida serta cara
pembuatannya dalam skala laboratorium maupun pabrikan.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :


-

Mengerti tentang ruang lingkup teknologi farmasi

Menjelaskan teknologi dan penggunaannya di bidang farmasi

Menjelaskan tentang kelompok bentuk sediaan farmasi ; solida,


semisolida dan likuida

C. Uraian Materi

1. Teknologi Farmasi berasal dari dua kata yaitu Teknologi dan Farmasi.
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang
yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Farmasi (bahasa Inggris : pharma bahasa Yunani Pharmacon yang berarti :
obat) merupakan salah satu bidang professional ilmu kesehatan yang
merupakan kombinasi ilmu kimia dan ilmu kesehatan yang memiliki tanggung
jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat, termasuk
didalamnya obat tradisional, mulai dari peracikan sampai dengan pembuatan
di pabrik-pabrik farmasi.
Teknologi Farmasi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang farmasi ,
mencakup berbagai aspek yang berhubungan dengan produk farmasi mulai
dari pencarian/penemuan, pengolahan dan pengembangan bahan baku
hingga menjadi sediaan farmasi yang siap digunakan. Pengembangan
pharmaceutical science & technology atau pendekatannya bersifat product
oriented untuk memenuhi kebutuhan

riset pengembangan produksi dan

pemeriksaan produk farmasi dan alat kesehatan


Ruang Lingkup teknologi farmasi meliputi sediaan solida, semisolida dan
likuida. Serta proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium,
skala pilot, dan skala produksi dalam pabrikan,

2. Sediaan Solida adalah Bentuk sediaan farmasi yang bersifat padat, termasuk
didalamnya adalah tablet, kaplet, serbuk, pil dan kapsul
Sediaan semisolida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat semipadat
termasuk didalamnya adalah salep, cream, jelly dan suppositoria
Sediaan likuida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat cair termasuk
didalamnya adalah larutan, emulsi, dan suspensi.

D. Soal-soal

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi?


2. Sebutan kegunaan teknologi farmasi dalam pembuatan sediaan farmasi
(obat) ?
3. Jelaskan apa yang dimaksud bentuk sediaan solida, semisolida dan
likuida ?
4. Sebutkan contoh bentuk sediaan solida, semisolida dan likuida !

E. Pustaka

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1,


2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

BAB III
A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :


-

Memahami tentang penyusunan formula sediaan

Memahami cara pembuatan sediaan dalam skala laboratorium

Menjelaskan tentang evaluasi bentuk sediaan

C. Uraian Materi

1. Formula sediaan bisa merupakan suatu formula officinalis atau formula


magistralis.
Formula officinalis yaitu resep yang tercantum dalam buku farmakope atau
buku lainnya dan merupakan standart.
Formula magistralis yaitu resep yang ditulis oleh dokter, dokter gigi, dokter
hewan dan dokter spesialis
Formula sediaan tersusun dari bahan aktif dan bahan tambahan
2. Dalam penyusunan formula sediaan di dalam laboratorium harus selalu
diperhatikan tentang karakteristik masing-masing bahan. Pemilihan bahan
sebisa mungkin menghindari adanya bahan (obat) yang tidak tercampur
atau bahan yang bisa menimbulkan interaksi obat antara bahan satu
dengan bahan yang lain.
3. Evaluasi bentuk sediaan adalah salah satu bagian dari pengendalian mutu
sediaan. Evaluasi bisa dilakukan disaat proses produksi berlangsung
disebut dengan In Process Control (IPC), dan evaluasi disaat proses
produksi telah berakhir disebut sebagi End Process Control (EPC).

D. Pertanyaan

Apa yang dimaksud dengan formulasi ?

Sebutkan tujuan dilakukannya evaluasi mutu bentuk sediaan farmasi ?

E. Pustaka

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1,


2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

BAB IV
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
-

Memahami tentang granul

Menjelaskan skema metode pembuatan granul (granulasi)

Memahami alat dan mesin yang digunakan untuk pembuatan granul

C. Uraian Materi
1. Granul atau granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang
lebih kecil. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel
tunggal yang lebih besar. Ukurannya biasanya berkisar antara ayakan
mesh 4-12.

Gambar 1. Granul

Gambar 2. Granul
Syarat Granul yang baik, adalah:
1. Bentuk spheris
2. Ukuran mengikuti distribusi normal dengan % partikel kasar dan % partikel
halus (fines)
3. Ukuran sesuai dengan berat tablet
4. Homogen dan kompresibiltas baik
5. Mempunyai kelembaban tertentu

Tabel ukuran granul


(Rawlins,E.A, 1977)
Tablet weight

Sieve number (meshesper inch) for

(mg)

Punch diameter
(mm)

Wet screening

Dry screening

50

16

20

5-6,5

100

16

20

150

12

16

200

12

16

8,5

300

10

12

10,5

500

10

10

12

1000

16

2. Skema metode pembuatan granul (granulasi) :


a. Granulasi Kering
Skema :

Penimbangan

Pencampuran

Pengempaan (tekanan besar)

Slug / lempengan

Penghancuran

Pengayakan

GRANUL

b. Granulasi Basah
Skema :
Penimbangan
Pencampuran

Penambahan cairan pengikat

Pencampuran (pembuatan massa granul)

Pegayakan granul basah (6-12 mesh)


Pengeringan granul 40-600 C

Pengayakan (14-20 mesh)

GRANUL

3. Alat dan Mesin yang digunakan untuk pembuatan Granul


a. Alat Pencampur (= Mixer) bahan granul (raw material)
-

Cylindrical mixer, double cone mixer, cube mixer untuk mencampur


komponen2 dengan : batch kecil, perbedaan densitas partikel kecil.

Gambar 3. Tumbling Mixer

V-mixer, Y-mixer untuk mencampur komponen2 dengan : batch besar,


perbedaan densitas partikel besar

Gambar 4. Y-Mixer
b. Granulasi Kering
-

Alat heavy duty tableting machine adalah alat yang digunakan untuk
mengubah massa tablet yang dikempa dengan tekanan menjadi slug.

Alat roller compactor masa tablet dikempa dengan tekanan yang besar
menjadi lempengan lempengan.

Gambar 5. Roller Compactor Machine

10

c. Granulasi Basah
-

Shear Granulator adalah alat yang digunakan untuk mengubah massa


tablet menjadi granul basah

Gambar 6. Shear Granulator


-

Fluized bed granulator adalah alat yang digunakan untuk mengubah


masa tablet menjadi granul basah

Gambar 7. Fluized bed granulator

d. Alat pengering Granul


-

Oven adalah alat yang banyak digunakan untuk mengeringkan granul


basah menjadi granul kering dengan suhu yang sudah ditentukan

11

Gambar 8. Oven

Fluized bed dryer adalah alat yang digunakan untuk mengubah masa
granul basah menjadi granul dan sekaligus menjadikannya granul kering

Gambar 9. Fluized Bed Dryer


12

Proses pengeringan granul :


-

Suhunya tidak boleh terlalu panas

Kekeringan granul (kadar air)

Kelembaban granul

D. Pertanyaan
-

Sebutkan definisi granul ?

Sebutkan alat yang digunakan untuk mencampur bahan granul dengan hasil
yang paling bagus !

E. Pustaka
-

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989.

Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia.


Jakarta.

Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

13

BAB V
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
a. Menjelaskan metode pembuatan granul (granulasi)
b. Menjelaskan keuntungan metode granulasi basah dan kering
C. Uraian Materi
1. Granulasi Basah
Granulasi Basah untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir
dan kompresibilitasnya jelek dan tidak tahan terhadap tekanan yang
besar tetapi stabil dalam kondisi panas dan atau lembab.
Bahan Pengikat lebih efektif dalam bentuk cairan karena jumlahnya
relatif sedikit dibanding dalam keadaan kering yang kemudian
ditambahkan air secara terpisah.
Baik tidaknya granul yang dihasilkan selain tergantung dari formula
terutama

bahan

pengikatnya

juga

tergantung

dari

proses

pencampuran massa padat dengan cairan pengikatnya.


Contoh bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode
granulasi basah adalah : Paracetamol
Skema :
Penimbangan
Pencampuran

Penambahan cairan pengikat

Pencampuran (pembuatan massa granul)

14

Pegayakan granul basah (6-12 mesh)

Pengeringan granul 40-600 C

Pengayakan (14-20 mesh)

GRANUL
Keuntungan granulasi basah :
a. Terbentuknya granul, sifat alir dan kompresibilitas massa tablet menjadi
lebih baik sehingga mudah di tablet
b. Untuk zat dosis tinggi dengan sifat alir dan kompresibilitas jelek, dengan
granulasi basah memrlukan relatif sedikit bahan pengikat dibanding
dengan kempa langsung.
c. Mencegah segregasi campuran massa tablet yang sudah homogen
d. Kelembaban granul bisa di atur
e. Kecepatan disolusi obat yang hidrofob dapat diperbaiki dengan memilih
bahan pengikat yang tepat.
Kerugian granulasi basah:
a. Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi
b. Biaya cukup tinggi
c. Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan
dengan cara ini.
Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air

2. Granulasi Kering
Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan
kompresibilitasnya

jelek

dan

kelembaban.

15

sensitive

terhadap

panas

atau

Bahan Pengikat diberikan dalam bentuk kering karena menghindari


penggunaan larutan dan air sebagai pembasah.
Massa tablet dikempa menjadi slug atau lempengan untuk kemudian
dihancurkan lagi menjadi granul sesuai yang diinginkan dengan
mempersyaratkan ukurannya.
Contoh bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode
granulasi kering adalah : Amoxicillin

Skema :

Penimbangan

Pencampuran

Pengempaan (tekanan besar)

Slug / lempengan

Penghancuran

Pengayakan

GRANUL

Keuntungan granulasi kering :


a. Peralatan lebih sedikit karena tidak mengguanakan larutan pengikat, mesin
pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu lama.
b. Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab.
c. Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat.
Kerugian granulasi kering:
a. Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug.
b. Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam.
c. Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya
kontaminasi silang.

16

D. Pertanyaan
-

Sebutkan bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode granulasi
basah!

Jelaskan yang dimaksud dengan pengayak mesh 14-20 !

E. Pustaka
-

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2


dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

1995. Handbook Pharmaceutical Exipient. Jakarta.

17

BAB VI
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
a.

Menjelaskan tentang evaluasi mutu granul

b.

Memahami cara dan perhitungan evaluasi mutu granul

C. Uraian Materi
Evaluasi Mutu Granul :
a. Uji Sifat Alir Granul
Granul dimasukkan kedalam corong uji waktu alir. Penutup corong
dibuka sehingga granul keluar dan ditampung pada bidang datar.
Waktu alir granul dicatat dengan stopwatch dari mulai dibukanya
tutup bagian bawah hingga semua massa granul mengalir keluar dari
alat dan timbunan granul digunakan untuk menghitung sudut istirahat
(sudut diam), sudut diamnya dihitung dengan mengukur diameter
rata-rata timbunan granul dan tinggi tumpukan (puncak) timbunan
granul yang keluar dari mulut corong diukur.
Untuk 100 g granul waktu alir dipersyaratkan tidak boleh lebih dari 10
detik. Sudut diam tidak lebih dari 30 derajat
(_) = Sudut istirahat
Arc Tangen = Tinggi puncak granul jari-jari lingkaran
h = tinggi puncak granul yang terbentuk
r = jari-jari kerucut granul yang terbentuk
Besar sudut istirahat

Keterangan

<25

Sangat baik

25-30

Baik

30-40

Cukup

>40

Sangat sukar
(Aulton, 1988, Lieberman&Lachman, 1986)
18

b. Uji kompresibilitas
Timbang 100g granul masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat
volumenya, kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali
ketukan dengan alat uji, catat volume uji sebelum dimampatkan (Vo)
dan volume setelah dimampatkan dengan pengetukan 500 kali (V).
Perhitungan :
I=

x 100%

Keterangan :
I = Indeks kompresibilitas (%)
Vo = Volume granul sebelum dimampatkan (mL)
V = Volume granul setelah dimampatkan (mL)
Syarat = Tidak lebih dari 20%
Kompresibilitas (%)

Sifat aliran

5-12

Sangat baik

12-18

Baik

18-23

Cukup

23-33

Kurang

33-38

Sangat kurang

>38

Sangat buruk

c. Uji kerapuhan granul


Kerapuhan granul yaitu gambaran stabilitas fisis granul. Dapat
diamati lewat ketahanannya terhadap adanya getaran dengan
menempatkannya diatas ayakan bertingkat yang digetarkan.
Presentase kerapuhan granul =

d. Uji Daya serap granul


Daya serap granul berpengaruh pada waktu hancur tablet. Faktor
yang mempengaruhi penetrasi adalah porositas tablet dimana
tergantung kompresi dan kemampuan penyerapan air dari material
yang dipakai. Bahan penghancur mulai berfungsi diantaranya melalui

19

proses pengembangan reaksi kimia maupun secara enzimatis setelah


air masuk ke dalam tablet.
Berat air yang diserap oleh granul adalah berat rata-rata dari 3 kali
replikasi yang dihitung setelah berat ampul yang ditimbang konstan.
e. Uji Waktu Alir
Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalir dari
sejumlah granul melalui lubang corong yang diukur adalah sejumlah
zat yang mengalir dalam suatu waktu tertentu.
Untuk 100 g granul waktu alirnya tidak boleh lebih dari 10 detik
Waktu alir berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet

Besar laju alir (g/s)

Sifat aliran

>10

Sangat baik

4-10

Baik

1,6-4

Sukar

<1,6

Sangat sukar

f. Uji kompaktibilitas
Untuk mengetahui kemampuan granul untuk saling melekat menjadi
massa yang kompak, digunakan mesin tablet single punch dengan
berbagai tekanan.
Kompaktibilitas digambarkan oleh kekerasan tablet yang dihasilkan.
Hasil uji kompaktibilitas :
Kekerasan tablet

Skala
0,5

4,005

Hancur sebelum diuji kekerasannya

1,5

14,37

27,75

12,45

20

D. Pertanyaan
-

Berapa syarat yang diperbolehkan untuk sudut diam dari granul 100 gram
yang diuji sifat alirnya?

Jelaskan tahap-tahap pengujian kompaktibilitas granul !

E. Pustaka
-

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2


dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

21

BAB VII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
a.

Memahami tentang tablet

b.

Memahami tentang bahan penyusun tablet : zat aktif, bahan pengisi,

bahan pengikat, bahan penghancur


c.

Memahami alat dan mesin yang digunakan untuk pembuatan tablet

C. Uraian Materi
1. Definisi tablet
Tablet adalah sediaan obat berbentuk bulat gepeng,kompak merupakan
hasil kempaan zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan.
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan. Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung
bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat
dengan atau tanpa bahan pengisi (USP 26, hal 2406).
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa
bahan aktif dan biasanya dibuat dengan mengempa sejumlah partikel
yang seragam (BP 2002).
Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet.
Bolus adalah tablet besar yang digunakan untuk obat hewan besar.
Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih/gepeng, bundar,
segitiga, lonjong dan sebagainya.
Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau
mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenali orang.
Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna mungkin karena zat
aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang sengaja diberi

22

warna agar tampak lebih menarik, mencegah pemalsuan, dan untuk


membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain.
Pemberian etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet atau zat
aktif yang dikandung, dan jumlah zat aktif (zat berkhasiat) tiap tablet.

Gambar 10. Tablet

Kriteria Tablet
Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan;
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan;
5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;
6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;
7. Bebas dari kerusakan fisik;
8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu;
10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.

23

Keuntungan tablet
Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan
antara lain :
1. Tablet merupakan bentuk sediaan utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dibanding semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah.
2. Tablet merupakan sediaan yang biaya pembuatannya paling rendah.
3.

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan sehingga mudah
dibawa.

4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk
dikemas dan dikirim.
5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah,
tidak memerlukan pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan
pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
6.

Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di


tenggorokan, terutama tablet salut yang memungkinkan pecah/ hancurnya
tablet tidak segera terjadi.

7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti


pelepasan di usus atau produk lepas lambat.
8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi
secara besar-besaran.
9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
10. Bau, rasa, dan warna yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan
penyalutan.
11. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif
yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk
sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang
paling rendah.
12. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil.
13. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil.
14. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air.
15. Pemakaian oleh penderita lebih mudah.
24

Kerugian tablet
1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasinya, atau rendahnya berat jenis.
2. Obat yang sukar dibasakan, lambat melarut, dosisnya tinggi, absorpsi
optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat
diatas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam
bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas obat cukup.
3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,
atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu
pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin)
atau memerlukan penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat
merupakan jalan keluar yang terbaik dan lebih murah.
4. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut
usia.

Syarat sediaan tablet secara umum harus :


a. Aman (Safety)
Aman dari segi fisik meliputi bentuk, warna, rasa dan bau.
Aman dari benda asing yang menempel maupun yang ada didalam sediaan
tablet.
Aman dari kandungan bahan kimia yang berbahaya
b. Manjur (Efficacy)
Memberikan khasiat atau manfaat bagi penggunanya
c. Acceptable
Dapat diterima dalam kondisi yang baik oleh setiap penggunanya diberbagai
tempat
d. Berkualitas baik
Memenuhi kualitas mutu tablet yang ditetapkan dan disyaratkan

25

2. Bahan penyusun tablet : zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, bahan
penghancur
a. Bahan Pengisi
Bahan pengisi berfungsi untuk membuat kecocokan berat tablet. Berat tablet
yang acceptable > 70 mg
Bahan pengisi digunakan untuk formula tablet dengan obat berdosis kecil
Bahan pengisi harus inert dan stabil
Berdasarkan kelarutannya bahan pengisi dibagi menjadi :
1. Pengisi yang larut
contoh ; Laktosa, Sukrosa, Mannitol, Sorbitol
2. Pengisi yang tidak larut
Contoh ; Ca-sulfat, Ca-carbonat, Ca-fosfat dibasa, amilum,
mikrokristalin sellulosa.

Gambar 11. Laktosa

Gambar 12. Calsium Sulfat

26

b. Bahan pengikat
Bahan pengikat berperan sebagai perekat untuk mengikat serbuk-serbuk
komponen tablet menjadi granul.
Bahan pengikat

juga membantu mengikat granul2 menjadi tablet dalam

proses pengempaan
Jika bahan pengikat < maka granul rapuh
Jika bahan pengikat > maka granul yang terlalu keras.
Pada pembuatan tablet, bahan pengikat dapat ditambahkan melalui 2 cara
tergantung dari metode pembuatannya
a. Metode kempa langsung = Granulasi kering
Bahan pengikat dimasukkan sebagai serbuknya (dalam keadaan kering)
b. Metode Granulasi basah (digunakan cairan)
Bahan pengikat digunakan dalam bentuk larutan / mucilago.
Bahan pengikat akan lebih efektif dalam keadaan basah atau kering lalu
ditambah cairannya
Contoh Bahan pengikat :
- Gliserin
- PGA (Pulvis Gummi Arabici)
- Mucilago
c. Bahan Penghancur
Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet
kontak dengan cairan.
Pecahnya tablet menjadi granul maka akan memperluas permukaan
sehingga dapat mempercepat lepasnya zat aktif dari tablet. Bahan
penghancur akan menghancurkan granul menjadi partikel-partikel.
Bahan penghancur :
1. Golongan yang dapat memperbesar gaya kapiler, sehingga tablet dapat
lebih cepat menarik cairan berair.
2. Golongan yang dapat mengembang bila kontak dengan air
3. Golongan yang dapat melepaskan gas
4. Golongan yang dapat merusak bahan pengikat secara enzimatik
27

Contoh bahan penghancur :


-

CMC Na (Carboxy Methyl Cellulose)

PVP (Poli Vinil Pirolidon)

Na dodecyl sulfate

Gambar 13. CMC Na

Gambar 14. PVP

28

d. Bahan pelicin
Bahan pelicin berfungsi sebagai anti gesekan yang terjadi pada waktu
proses pentabletan. Oleh karena itu bahan pelicin ditambahkan ke
massa tablet begitu akan dikempa.
Gesekan yang terjadi pada waktu proses pentabletan :
1. Gesekan antara tablet dengan dinding punch dan antara tablet
dengan dinding die.
2. Gesekan antara dinding die dan dinding punch.
3. Gesekan antara partikel yang dikempa
Untuk mengantisipasi gesekan 1 dan 2 diperlukan bahan pelicin yang
lebih dikenal dengan istilah lubricant
Untuk mengantisipasi gesekan 3 diperlukan bahan pelicin yang lebih
dikenal dengan glidant.
Lubricant berfungsi :
1. Memudahkan tablet didorong ke atas,keluar dari die
2. Mencegah tablet melekat pada punch
3. Mencegah gesekan antara die dan punch
Contoh lubricant :
Mg stearat
Talkum
PEG (Poli Etilen Glikol ) 4000
PEG (Poli Etilen Glikol ) 6000
Amilum jagung
Na benzoat

29

Gambar 15. PEG

Faktor penting yang perlu diperhatikan pada penggunaan lubricant :


1. Ukuran partikel (semua lubricant 80-100 mesh)
2. Lama pencampuran
3. Kadar
Faktor tersebut di atas akan mempengaruhi kekerasan, kerapuhan, dan waktu
hancur tablet
Glidant berfungsi memperbaiki sifat alir serbuk atau granul yang akan dikempa
menjadi tablet, dengan demikian akan memperbaiki keseragaman bobot tablet.
Efek glidant tergantung dari ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel glidant
dan komponen lain serta kelembaban.
Contoh Glidant :
-

Talkum

Amilum

Gol silika (Aerosil, Cab-o-sil)

30

Gambar 16. Aerosil


Contoh bahan sebagai lubricant, glidant maupun anti adherent :
-

Mg stearat

Talkum

Asam stearat

Tepung jagung
e. Bahan pewarna
Bahan Pewarna tidak memiliki efek terapi, tidak memperbaiki BA
(Bioavailability) dan BE (Bioekivalensi).
Bahan Pewarna berfungsi untuk memudahkan identifikasi dan
memperbaiki penampilan.
Bahan Pewarna dibagi menjadi :
a. Bahan pewarna yang larut (dyes) memberikan larutan jernih
b. Bahan pewarna yang tidak larut (pigment/lake)
Contoh : amilum, amilum termodifikasi
f. Bahan perasa dan aroma (Flavoring agents)
Fungsi : Memperbaiki rasa zat aktif yang akan dibuat tablet, terutama
bila tablet chewable
Contoh ; Manitol, Dextrosa, Saccharin, Sukrosa
31

3. Alat dan Mesin pada proses pentabletan


Untuk produksi tablet diperlukan mesin tablet. Mesin tablet sederhana
disebut mesin tablet single punch.
Bagian mesin tablet yang mengubah massa tablet yang semula berupa
campuran serbuk atau granul ke bentuk tablet adalah punch dan die.
Mesin tablet single punch : jika selama proses pengempaan hanya
menggunakan satu pasang die dan punch.
Mesin tablet rotary : jika selama proses pengempaan menggunakan lebih
dari satu pasang die dan punch.
Ukuran die dan punch berbeda-beda, sehingga ukuran tablet yang
dihasilkan akan berbeda pula tergantung punch dan die yang
digunakan

Gambar 17. Punc and Die

32

Gambar 18. Mesin pencetak tablet rotary


Sifat-sifat tablet tergantung dari formulasinya.
Formulasi tablet tergantung dari beberapa faktor :
1. Zat aktif
(sifat fisika-kimia, rute penggunaan obat)
2. Proses produksi
3. Cara tablet digunakan
(per oral, chewable, effervescent, trochisi, sub lingual)
D. Pertanyaan
o Sebutkan contoh bahan pengisi !
o Sebutkan mesin yang digunakan untuk mencampur bahan pembuat
tablet dengan hasil yang baik ?
o Apa nama bagian dari alat pencetak tablet yang mampu mengubah
bentuk sediaan dari serbuk (granul) menjadi tablet ?

33

E. Pustaka
-

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi


1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

34

BAB VIII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
-

Menjelaskan metode pembuatan tablet

C. Uraian Materi
Metode pembuatan tablet :
1. Kempa langsung
Semua komponen tablet (zat aktif, pengisi, pengikat, dan penghancur)
harus memiliki kompresibilitas yang baik
Metode dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien
kering, tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.Metode ini
merupakan

metode

yang

paling

mudah,

praktis,

dan

cepat

pengerjaannya.Tetapi hanya dapat digunakan pada kondisi dimana zat


aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif
yang kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas
dan lembab.
Cetak atau kempa langsung dilakukan jika:
a). Jumlah zat berkhasiat per tabletnya cukup untuk dicetak.
b). Zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik (free-flowing).
c). Zat khasiat berbentuk kristal yang bersifat free-flowing.
d). Mempunyai kompresibilitas yang baik.
e). Mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet.
Bahan pengisi untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan
adalah selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat, laktosa semprot-kering,
sukrosa yang dapat dikempa dan beberapa pati yang termodifikasi,
misalnya tablet Hexamin, tablet NaCl, tablet KMnO4.
Keuntungan kempa langsung:
-

Prosesnya lebih singkat, metode ini lebih singkat prosesnya karena tenaga
dan mesin yang digunakan lebih sedikit.

35

Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan
lembab.

Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melalui proses
granulasi terlebih dahulu tetapi langsung menjadi partikel.

Tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak perlu melalui
proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.

Hemat waktu, peralatan, ruangan maupun energi yang digunakan.

Kerugian kempa langsung:


-

Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan
pengisi menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat aktif di dalam
tablet.

Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung,
karena itu biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses
pengempaan sehingga pengisi yang dibutuhkan pun semakin banyak dan
mahal.

Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien ynag digunakan harus


bersifat mudah mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan
adhesifitas yang baik.

2. Granulasi kering
Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan
kompresibilitasnya jelek dan sensitive terhadap panas atau kelembaban.
Granulasi

kering/slugging/precompression,

dilakukan

dengan

mencampurkan zat khasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta jika
perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa
serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi, sehingga
menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling
dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang
diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang
diinginkan.

36

Keuntungan granulasi kering :

Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin


pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu lama.

Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab.

Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh tidak terikat oleh
pengikat.

Kerugian granulasi kering:

Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug.

Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam.

Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya


kontaminasi silang.
3. Granulasi basah
Metode ini biasanya untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir
dan kompresibilitasnya jelek dan tidak tahan terhadap tekanan yang
besar tetapi stabil dalam kondisi panas dan atau lembab. Umumnya
untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan
kompresibilitasnya tidak baik. Metode ini memproses campuran partikel
zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan
menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi
massa lembab yang dapat digranulasi.

Tahapannya adalah sebagai berikut:

Pengeringan bahan obat dan zat tambahan

Pencampuran serbuk gilingan

Persiapan larutan pengikat

Pencampuran larutan pengikat dan campuran serbuk hingga membentuk


massa yang basah.

Pengayak kasar dari massa yang basah menggunakan ayakan no 6-12.

Pengeringan granul basah dalam lemari pengering pada suhu 400-500 C


(tidak lebih dari 600 C)

Pengayakan granul kering dengan pelicin dan penghancur.


37

Pencampuran bahan ayakan.

Tablet dikempa.

Keuntungan granulasi basah:

Memeperoleh aliran yang baik

Meningkatkan kompresibilitas

Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai

Mengontrol pelepasan

Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses

Distribusi keseragaman kandungan

Meningkatkan kecepatan disolusi

Kerugian granulasi basah:

Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi

Biaya cukup tinggi

Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan
dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air

Berdasarkan metode pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak dan
tablet kempa.
1. Tablet cetak
Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan.Massa
serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi.Kadar etanol tergantung pada
kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam system pelarut, serta derajat
kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembap ditekandengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan
kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan
pendistribusian.
Kepadatan tablet bergantung pada ikatan Kristal yang terbentuk selama proses
pengeringan selanjutnya dan tidak bergantung pada kekuatan tekanan yang
diberikan.

38

2. Tablet kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung zat aktif, bahan
pengisi, bahan pengikat, desintegrant dan lubrikan, tetapi dapat juga mengandung
bahan pewarna dan lak (pewarna yang diabsorpsikan pada alumunium hidroksida
yang tidak larut) yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.

D. Pertanyaan
-

Sebutkan contoh tablet yang dicetak dengan menggunakan metode kempa


langsung!

Jika zat aktif obat memiliki karakteristik aliran yang bagus,dosisnya kecil,
serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab, maka
metode pembuatan tablet yang cocok adalah?

Jelaskan alasan penggunaan suhu pengeringan 400-500 C (tidak lebih dari


600 C) untuk mengeringkan granul basah?

E. Pustaka
-

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi


1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

39

BAB IX
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
-

Menjelaskan tentang evaluasi mutu tablet

Memahami tentang kerusakan dan permasalahan pada tablet

C. Uraian Materi
a. Evaluasi Mutu Tablet
Tablet dikatakan baik jika :
1. Kuat dan tahan terhadap gesekan-gesekan yang terjadi pada waktu
pentabletan, pengemasan, transportasi, dan penggunaannya.
Evaluasi :
a. Uji kekerasan tablet (FI III)
Kekuatan dan ketahanan tablet (kekerasan tablet) alatnya: Hardness tester
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya
agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras.
Kekerasan tablet erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet
dan waktu hancur tablet.

Gambar 19. Hardness tester


40

Caranya :
Pengujian dilakukan terhadap 10 tablet dengan cara sebuah tablet
diletakkan diantara ruang penjepit kemudian dijepit dengan memutar alat
penekan, sehingga tablet kokoh ditempatnya dan petunjuk berada pada
skala 0, melalui putaran pada sebuah sekrup,tablet akan pecah dan dibaca
penunjukan skala pada alat tersebut.
b. Uji kerapuhan (keregasan) tablet alatnya : friabilator (friability tester)
Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang.
Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu
tablet akan dilapis (coating).
Caranya :
a. Bersihkan 20 tablet dari debu, kemudian ditimbang (W1 gram).
b. Masukkan tablet ke dalam friability tester untuk diuji.
c. Putar alat tersebut selama 4 menit.
d. Keluarkan tablet, bersihkan dari debu dan ditimbang kembali (W2
gram).
e. Kerapuhan tablet yang didapat
f. Batas kerapuhan yang diperbolehkan maksimum 0,8%.

Gambar 20. friability tester

41

2. Kadar obat terpenuhi


Farmakope Indonesia mencantumkan cara penentuan kadar obat dalam
tablet. Persyaratan untuk kadar obat merupakan rentang nilai tertentu
tergantung dari obatnya.
Penetapan kadar obat bisa menggunakan metode Titrimetri (Titrasi) atau
menggunakan alat modern seperti Spektrofotometri, Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT), Kromatografi Gas (KG), dan Potensiometri.
3. Memenuhi keseragaman ukuran
Caranya :
Diambil 10 tablet, lalu diukur diameter dan tebalnya satu per satu
menggunakan jangka sorong, kemudian dihitung rata-ratanya.
Kecuali dinyatakan lain garis tengah tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari11/3 kali tebal tablet.
4. Memenuhi keseragaman bobot maupun keseragaman kadar zat aktifnya
Farmakope Indonesia mencantumkan cara penentuan keseragaman bobot
tablet. Dilakukan dengan metode Gravimetri (penimbangan) terhadap 20
tablet masing-masing ditimbang bobotnya lalu dihitung rata-ratanya.

Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut (FI III):


a. Timbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.
b. Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan
pada kolom A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom B.
c. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tablet
pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B.

42

Bobot

rata-rata

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

tablet
A

<25 mg

15

30

26-150 mg

10

20

151-300 mg

7,5

15

>300 mg

10

Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian
terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili
keseragaman kandungan.
Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragamn
kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet
bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet
bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot
zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (FI
IV).
Keseragaman kadar zat aktif, dilakukan dengan cara dari 20 tablet
ditentukan kadar zat aktif dalam masing-masing tablet, lalu dihitung Cvnya.
Memenuhi syarat keseragaman kadar zat aktif bila CV lebih kecil atau sama
dengan 5%.
5. Memenuhi ketersediaan hayati
Ketersediaan hayati dalam darah adalah kadar obat dalam darah si
pengguna hasil dari proses absorbsi obat yang telah dilepaskan dari bentuk
sediaan obat dan telah larut dalam cairan tubuh.
Kecepatan dan banyaknya obat yang dapat dilepaskan dari tablet,
diantaranya ditentukan oleh waktu hancur tablet.

43

Evaluasi :
-

Uji waktu hancur tablet, alatnya : disintegration tester

Gambar 20. disintegration tester


Alat:
Tabung gelas panjang 80mm sampai 100 mm, diameter dalam lebih kurang
28 mm, diameter luar 30 mm hingga 31 mm, ujung bawah dilengkapi kassa
kawat tahan karat, lubang sesuai dengan pengayak nomor 4, berbentuk
keranjang. Keranjang disisipkan searah ditengah-tengah tabung kaca,
diameter 45 mm, dicelupkan ke dalam airbersuhu antara 360-380 C
sebanyak lebih kurang 1000 ml, sedalam tidak kurang dari 15 cm sehingga
dapat dinaik-turunkan dengan teratur. Kedudukan pada posisi tertinggi tepat
di atas permukaan air dan kedudukan terendah, yaitu mulut keranjang tepat
di bawah permukaan air.
Cara kerja:
Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara
teratur 30 kali tiap menit.
Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
kassa, kecuali fragmen berasal dari zat penyalut.
Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan
kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak
lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan salut selaput.
Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet
satu per satu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram
penuntun. Dengan pengujian ini tablet harus memenuhi syarat di atas.
44

Waktu hancur tablet salut enterik:


Lakukan pengujian waktu hancur menggunakan alat dan menurut
cara tersebut di atas, namun air diganti dengan asam klorida (HCl) 0,006 N
lebih kurang 250 ml. pengerjaan dilakukan selama 3 jam, tablet tidak larut
kecuali zat penyalut. Angkat keranjang, cuci segera tablet dengan air. Ganti
larutan asam dengan larutan dapar pH 6,8, atur suhu antara 360 dan 380 C,
celupkan keranjang ke dalam larutan tersebut. Lanjutkan pengujian selama
60 menit.
Pada akhir pengujian tidak terdapat bagian tablet di atas kassa
kecuali fragmen zat penyalut. Jika tidak memenuhi syarat ini, ulangi
pengujian menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan cara
pengujian ini, tablet harus memenuhi syarat di atas.
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan per oral, kecuali
tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa jenis tablet lepaslambat dan lepas-tunda.
Untuk obat yang kelarutannya dalam air terbatas, uji disolusi akan lebih
berarti daripada uji waktu hancur.

Cakram penuntun:
Terdiri atas cakram yang terbuat dari bahan yang cocok, diameter lebih
kurang 26 mm, tebal 2 mm, permukaan bawah rata, permukaan atas
berlubang 3 dengan jarak masing-masing lubang 10 mm dari titik pusat,
pada tiap lubang terdapat kassa kawat tahan karat dengan diameter 0,445
mm yang dipasang tegak lurus dengan cincin penuntun yang dibuat dari
kawat jenis sama dengan diameter 27 mm. Jarak cincin penuntun dengan
permukaan atas cakram adalah 15 mm. Bobot cakram penuntun tidak
kurang dari 1,9 g dan tidak lebih dari 2,1 g.
Kecuali dinyatakan lain, lakukan penetapan cara yang tertera pada waktu
hancur tablet, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet bukal
tidak lebih dari 4 jam.

45

Ketersediaan hayati juga ditentukan oleh kelarutan obat yang sudah terlepas
dari tablet.
Farmakope Indonesia mencantumkan persyaratan waktu hancur tablet dan
dissolusi beserta cara evaluasinya.
Evaluasi :
Uji disolusi, alatnya : dissolution tester
Dissolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut.
Caranya :
a. Siapkan alat dan bahan
b. Diisi bejana (vessel) dan alat disolusi dengan 900 ml air suling sebagai
media atau media lain sesuai yang dipersyaratkan di metode masingmasing tablet
c. Diatur suhunya pada 370 C dan dimasukkan tablet lalu dijalankan motor
penggerak dengan kecepatan 100 rpm
d. Diambil sebanyak 20 mL air dalam vessel setiap selang waktu 5, 10, 15,
20, dan 30 menit setelah pengocokan. Setiap selesai pengambilan
segera diganti dengan 20 mL air
e. Ditentukan kadar zat aktif yang larut pada masing-masing sampel
dengan metode titrasi, potensiometri, Spektrofotometri, Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi, Kromatografi gas dll lalu dilakukan percobaan yang sama
untuk suhu 400 C

Gambar 21. dissolution tester


46

5. Penampilan baik
Penampilan tablet akan menentukan acceptability , sehingga dalam massa
tablet kemungkinan diperlukan bahan pewarna, perasa dan aroma.
Evaluasi : Uji Organoleptis meliputi bentuk, warna, rasa dan bau
6. Dapat mempertahankan sifat-sifatnya
Selama penyimpanan sampai tablet digunakan, sifat tablet harus stabil
supaya tablet tidak berubah penampilannya, agar tetap acceptable, aman
dan manjur bila digunakan.
b. Kerusakan dan permasalahan pada tablet
1. Tablet Binding di dalam die sehingga tablet sukar didorong ke atas, sehingga
permukaan tablet menjadi besar
Binding: kerusakan pada tablet akibat massa yang akan dicetak melekat
pada dinding ruang cetakan.
2. Tablet mengalami picking (penempelan massa tablet pada permukaan
punch yang terlokalisir) dan sticking (penempelan massa tablet pada
seluruh permukaan punch)
Sticking/picking: perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akibat
permukaan punch tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang,
atau massa basah.

Gambar 22. Sticking


3. Whiskering: terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau
terjadi pelelehan zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi.

47

Akibatnya, pada penyimpanan dalam botol, sisi-sisiyang berlebih akan


terlepas dan menghasilkan bubuk
4. Tablet mengalami capping (lapisan atas dan bawah tablet membuka) dan
laminating (tablet pecah berlapis-lapis)
Splitting/capping
Splitting. Lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian
tengah.
Capping: membelahnya tablet di bagian atas.

Gambar 23. Capping


Penyebabnya adalah:
a. Daya pengikat dalam massa tablet kurang.
b. Massa tablet terlalu banyak fines, terlalu banyak mengaandung udara
sehingga setelah dicetak udara akan keluar.
c. Tenaga yang diberikan pada pencetakan tablet terlalu besar sehingga
udara yang berada di atas massa yang akan dicetak sukar keluar dan
ikut tercetak.
d. Formualnya tidak sesuai.
e. Die dan punch tidak rata.
5. Permukaan tablet kasar
6. Tablet berbintik-bintik (Motling)
Mottling: terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan
tablet.

48

7. Variasi bobot tablet kasar


8. Tablet rapuh (Crumbling)
Crumbling:tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurang
tekanan pada pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang.

D. Pertanyaan
-

Jika tablet tidak memenuhi spesifikasi salah satu uji mutu tablet, apakah
tablet tersebut boleh di produksi secara masal?

Berapa lama waktu yang diperlukan tablet untuk hancur?

Jelaskan apa yang dimaksud dengan Bioavailability dan Bioekivalensi!

E. Pustaka
-

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi


1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta

49

BAB X
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami jenis-jenis Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah

mengikuti

mata

kuliah

ini

mahasiswa

diharapkan

mampu

memahami:
-

Klasifikasi Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh

Klasifikasi Berdasarkan jenis bahan penyalut

Klasifikasi Berdasarkan cara pemakaian

Klasifikasi Berdasarkan cara kerja

C. Uraian Materi
Jenis-Jenis tablet :
1. Tablet triturat
Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil,
umumnya slindris, digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat
untuk peracikan obat.
2. Tablet hipodermik
Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah
larut atau melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih
dahulu sebelum digunakan untuk injeksi hipodermik.
3. Tablet sublingual
Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah
sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan
secara oral atau jika diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti tablet
nitrogliserin.
4. Tablet bukal
Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan
gusi, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
5. Tablet efervesen
Tablet efervesen dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet
mengandung campuran asam (asam sitrat, asam asam tartrat) dan natrium
bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon
50

dioksida. Tablet disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan
tahan lembap dan pada etiket tertera informasi bahwa tablet ini tidak untuk
ditelan.
6. Tablet kunyah (chewable)
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan
rasa enak dalam rongga mulut.
Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin, antasida
dan antibiotic tertentu.
Dibuat dengan cara dikempa, pada umumnya menggunakan manitol,
sorbitol dan sukrosa sebagai bahan pengikat

atau pengisi, serta

mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan


penampilan dan rasa.
a. Klasifikasi Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh
1. Bekerja lokal
Misalnya tablet isap untuk pengobatan pada rongga mulut; ovula
untuk pengobatan pada infeksi di vagina.
2. Bekerja sistemik
Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi :
a. Yang bekerja short acting (jangka pendek);
dalam satu hari memerlukan beberapa kali menelan obat
b. Yang bekerja long-acting (jangka panjang);
dalam satu hari cukup menelan satu tablet.
Tablet jangka panjang ini dapat dibedakan lagi menjadi :
1). Delayed action tablet (DAT)
Dalam

tablet

ini

terjadi

penundaan

zat

berkhasiat

karena

pembuatannya adalah sebagai berikut.


Sebelum dicetak, granul dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok
pertama tidak diapa-apakan, kelompok kedua disalut dengan bahan
penyalut yang akan pecah setelah beberapa saat, kelompok ketiga
disalut dengan bahan penyalut yang pecah lebih lama dari kelompok

51

kedua, demikian seterusnya, tergantung pada macam bahan penyalut


dan lama kerja obat yang dikehendaki.
Granul-granul dari semua kelompok dicampurkan dan baru dicetak.

2) Repeat action tablet (RAT)


Granul-granul dari kelompok yang paling lama pecahnya dicetak
dahulu menjadi tablet inti (core tablet). Kemudian granul-granul yang
kurang lama pecahnya dimampatkan di sekeliling kelompok pertama
sehingga terbentuk tablet baru.
b. Klasifikasi berdasarkan jenis bahan penyalut
Tujuan penyalutan tablet :
a. Melindungi zat aktif yang bersifat higroskopis atau tidak tahan terhadap
pengaruh udara, kelembapan atau cahaya.
b. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak.
c. Membuat penampilan lebih baik dan menarik.
d. Mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna.
Misalnya: tablet enterik yang pecah di usus.
Macam-macam tablet salut:
1. Tablet salut biasa/ salut gula (dragee)
Disalut dengan gula dari suspensi dalam air yang mengandung serbuk yang
tidak larut seperti pati, kalsium karbonat, talk atau titanium dioksida yang
disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin.
Kelemahan salut gula adalah waktu penyalutan yang lama dan perlu
penyalut tahan air. Hal ini memperlambat disolusi dan memperbesar bobot
tablet.
Tablet kompresi dengan lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak,
lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan.
Kegunaan :
-

Melindungi obat dari udara dan kelembapan

Memberi rasa

Menutupi bau
52

Meningkatkan penampilan

Kerugian :
-

Pengolahan memerlukan waktu yang lama

Menambah berat dan ukuran tablet

Tahapan pembuatan salut gula:


a. Penyalutan dasar (subcoating):
Jika tablet mengandung zat yang higroskopis, digunakan lebih dahulu salut
penutup (sealing coat) agar air dari sirup salut-dasar tidak masuk ke dalam
tablet.
Beberapa contoh bahan penyalut dasar:
-

Sirup salut dasar (subcoating syrup)


R/ Akasia

2,25%

Gelatin

2,25%

Sakarosa

57,25%

Aquadest
-

38,25%

Serbuk salut dasar (subcoating powder)


R/ Kalsium karbonat

35%

Kaolin

16%

Talk

25%

Sakarosa
Akasia
-

20%
4%

Salut penutup (sealing coat)


R/ Shellac

40%

Alkohol

60%

b. Melicinkan (smoothing):
Yaitu proses pembasahan berganti-ganti dengan sirup pelicin (bolak-balik)
dan pengeringan dari salut dasar tablet menjadi bulat dan licin.

53

Sirup pelicin (smoothing syrup):


R/ Sakarosa

60%

Aquadest

40%

c. Pewarnaan (coloring)
Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampurkan pada sirup pelicin.
d. Penyelesaian (finishing)
Proses pengeringan salut sirup yang terakhir dengan cara perlahan-lahan
serta terkontrol. Panci penyalut diputar perlahan-lahan dengan tangan
hingga terbentuk hasil akhir yang licin.
e. Pengilapan (polishing)
Merupakan tahap akhir, di sini digunakan lapisan tipis malam yang licin.
Sebagai campuran lilin digunakan campuran pengilap (polishing mixture)
yang telah dilarutkan dalam petroleum bensin, yang isinya, adalah:
R/ Bees wax

90%

Canauba wax

10%

2. Tablet salut selaput (film coated tablet, fct)


Adalah Tablet kompresi disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut
atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet.
Disalut

dengan

hidroksipropilmetilselulosa,

metilselulosa,

hidroksipropilselulosa, Na-CMC dan campuran selulosa asetat ftalat dengan


PEG yang tidak mengandung air atau mengandung air.
Keuntungan :
- Lebih tahan lama
- Bahan yang digunakan sedikit
- Selaput pecah di lambung-usus
3. Tablet salut kempa
Adalah tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat yang
terdiri atas laktosa, kalsium fosfat, dan zat lain yang cocok.
Mula-mula dibuat tablet inti, kemudian dicetak kembali bersama granulat
kelompok lain yang sehingga terbentuk tablet berlapis (multi layer tablet).
Tablet ini sering dipergunakan untuk pengobatan secara berulang (repeat
action).

54

4. Tablet salut enteric (enteric-coated tablet), atau tablet lepas tunda


Yakni jika obat dapat rusak atau menjadi tidak aktif akibat cairan lambung
atau dapat mengiritasi mukosa lambung, maka diperlukan penyalut enteric
yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati
lambung.
Tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur
dilambung tapi di usus.
Tablet pindah melewati lambung dan hancur serta diabsorpsi di usus
5. Tablet lepas-lambat (sustained-release tablet)
Tablet dengan efek diperpanjang, yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat
aktif akan tetap tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat
diberikan.

c. Klasifikasi berdasarkan cara pemakaian


1. Tablet biasa/tablet telan.
Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, pecah di
lambung.
2. Tablet kunyah (chewable tablet)
Bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu dalam mulut
kemudian ditelan, umumnya tidak pahit. Contohnya tablet antasida.
3. Tablet isap (lozenges, trochisi, pastiles)
Adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat,
umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat
tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut.
Tablet ini dibuat dengan cara tuang (dengan bahan dasar gelatin
dan/atau sukrosa yang dilelehkan atau sorbitol) yang disebut pastiles,
atau dengan cara kempa menggunakan bahan dasar gula yang disebut
trochisi.
Diisap di dalam rongga mulut, digunakan sebagai obat lokal pada infeksi
di rongga mulut atau tenggorokan. Umumnya mengandung antibiotic,
antiseptic, dan adstringensia.

55

4. Tablet larut (effervescent tablet).


Yaitu tablet berbuih yang dibuat dengan cara kompresi atau kempa
granul yang mengandung garam effervescent atau bahan lain yang
mampu melepaskan gas karbon dioksida ketika bercampur dengan air
Tablet disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan tahan
lembab dan pada etiket tertera informasi bahwa tablet ini tidak untuk
ditelan.
Contohnya Ca-D-Redoxon, tablet efervesen Supradin.
5. Tablet implant (pelet).
Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan berisi hormone steroid,
dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian
tablet dimasukkan, kemudian kulit dijahit kembali.
Zat khasiat akan dilepas perlahan-lahan.
6. Tablet hipodermik (hypodermic tablet)
Tablet steril, umumnya berbobot 30 mg, larut dalam air, digunakan
dengan cara melarutkan ke dalam air untuk injeksi secara aseptic dan
disuntikkan di bawah kulit (subkutan).
7. Tablet bukal (buccal tablet)
Yaitu Tablet yang disisipkan di pipi, biasanya berbentuk datar, yang
diabsorbsi melalui mukosa oral
Kegunaan :
-

Untuk obat yang sedikit di absorbsi di saluran pencernaan dan


dirusak oleh cairan lambung

Melarut dengan perlahan

8. Tablet sublingual.
Yaitu Tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau
dibiarkan melarut dalam mulut, menghasilkan rasa enak dalam rongga
mulut seperti krim dari manitol yang berasa dan berwarna khusus dalam
mulut.
Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin,
antasida dan antibiotic tertentu.
Dibuat dengan cara dikempa pada umunya menggunakan manitol,
sorbitol, dan sukrosa sebagai bahan pengikat atau pengisi, serta

56

mengandung

bahan

pewarna

dan

bahan

pengaroma

untuk

meningkatkan penampilan rasa


9. Tablet vagina (ovula).
Adalah tablet yang pemakaiannya melalui vagina, bentuk pipih, oval
dengan salah satu ujungnya kecil.
Contoh : Sulfasetamid, Nystatin
.
d. Klasifikasi tablet berdasarkan cara kerja
1. Tablet konvensional
Produk obat dirancang untuk melepaskan obatnya sesuai dengan on
shet of action, duration of action yang telah ditentukan dan memberikan
efek terapi yang konsentrasi dalam plasma darahnya masuk diatas
Minimum Efectivity Concentration (MEC) dan dibawah Maximum Toxicity
Concentration (MTC)
Contoh : Panadol (Glaxo Smithe Kline)

Gambar 24. Kurva Kadar Obat Dalam Plasma

2. Tablet Penglepasan terkendali


Produk obat dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahanlahan supaya penglepasannya lebih lama dan dan memperpanjang kerja
obat, biasanya 8 12 jam.

57

Obat tersebut dikenal dengan Tablet kerja controlled release, delayed


release, sustained action, prolonged action, sustained release, prolonge
release, timed release, slow release, extended action, extended release.
Istilah penglepasan terkendali menunjukkan bahwa penglepasan obat
dari bentuk sediaan terjadi sesuai dengan yang direncanakan (laju
terkendali), dapat diramalkan (direncanakan) dan lebih lambat daripada
biasanya.
Tujuan dari teknik penglepasan terkendali memiliki kelebihan :
a. Aktivitas obat diperpanjang di siang dan malam hari
b. Mampu untuk mengurangi terjadinya efek samping
c. Mengurangi frekuensi pemberian obat
d. Meningkatkan kepatuhan pasien
e. Mampu membuat lebih rendah biaya harian bagi pasien karena
lebih sedikit satuan dosis yang harus digunakan.
Bentuk

sediaan

penggunaannya

yang

menahan

penglepasan

obat

frekuensi

lebih sedikit daripada bentuk obat dengan bentuk

sediaan biasa. Hal ini dipandang sebagai kelebhan yang membantu


pasien lebih patuh menggunakna obat. Pasien yang diharuskan makan
obat satu atau dua tablet sehari sukar lupa daripada harus makan obat 3
atau 4 kali sehari.
Contoh : Adalat OROS
3. Tablet kerja berulang
Beberapa tablet khusus dibuat sedemikian rupa supaya suatu dosis awal
dari obatnya dlepaskan dari kulit tablet, sedang dosis kedua dari inti
tablet yang antara keduanya dipisahkan oleh salut penyekat yang
perlahan-lahan tembus air. Umunya salut penghalang ini dapat ditembus
dan obat keluar masuk ke cairan tubuh setelah 4-6 jam tablet tersebut
ditelan.
Tablet semacam ini memungkinkan penglepasan dua dosis obat dari
sebuah tablet, sehingga mengurangi makan obat yang berulang kali.
Tablet bentuk kerja berulang ini paling tepat untuk obat yang memiliki
dosis rendah dan dipakai untuk keadaan kronik dan untuk obat yang

58

mempunyai pola absorbs biasa dengan laju absorpsi dan ekskresi yang
layak kecepatannya.
Contoh sediaan : Repetabs (Schering) dan Chronotabs (Schering/White)
4. Tablet kerja diperlambat
Penglepasan obat dari bentuk sediannya dapat dengan sengaja
diperlambat supaya obat dapat sampai pada usus mengingat beberapa
alasan. Diantara beberapa alasan mungkin kenyataannya bahwa obat
dirusak oleh cairan lambung atau dapat juga menimbulkan rangsangan
(iritasi) yang berlebihan pada lambung atau obat yang menimbulkan rasa
mual atau mungkin obat lebih baik diabsorbsi dalam usus daripada
dalam lambung.
Tablet disalut sehingga tetap utuh dalam lambung dan baru memberikan
obatnya pada usus, disebut salut enteric. Penyalutan ini mungkin terdIri
dari bahan yang tergantung pada pH dan hancur dalam usus dimana
suasananya kurang asam, atau mungkin juga salutan ini dikikis akibat
lembap dan berdasarkan waktu yang sama dengan waktu yang
dibutuhkan tablet untuk sampai di usus. Salutan lain yang mungkin rusak
akibat kerja hidrolisis katalis suatu enzim dalam usus. Diantara banyak
zat yang digunakan sebagai penyalut enteric tablet ialah lemak, asam
lemak, lilin, shellac, selulosa asetat ftalat.
Contoh : Tablet aspirin salut enteric Ecotrin (Smith, Kline dan French)

D. Pertanyaan
-

Apa yang dimaksud dengan tablet salut enterik?

Sebutkan contoh tablet obat yang penggunaannya secara sublingual?

Sebutkan tahap penyalutan tablet dengan salut gula!

Jelaskan apa yang dimaksud dengan tablet kerja berulang?

Jelaskan apa yang dimaksud dengan MEC dan MTC?

Sebutkan contoh obat yang memiliki efek kerja diperlambat (sustained


release)!

E. Pustaka
-

Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

59

BAB XI
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami bentuk sediaan farmasi cair (likuida).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami
sediaan likuida :
-

Larutan (Solutio)

Suspensi

Sirup Kering (Dry Syrup)

Emulsi

C. Uraian Materi
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu
atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang
homogen pada saat diaplikasikan.
Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anakanak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan
dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid
dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari
sediaan liquid ini.
Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis
lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar.
1. Larutan (Solutio)
Larutan Oral
Definisi
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut (Anonim b. 1995. Halaman 15)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali
dinyatakan lain untuk larutan (solution) steril yang digunakan sebagai obat
luar harus memenuhi syarat yang tertera injection (Anonim a. 1979.
Halaman 32)

60

Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat
atau lebih di dalam pelarut, dimaksudkan ke dalam organ tubuh (
Formularium Nasional hal 322)
Solution atau larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut (FI IV hal. 17)
Sediaan cair yang mengandung bahna kimia terlarut keculi dinyatakan lain,
sebagai pelarut digunakan air suling (FI III hal. 32)
Kesimpulan : larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih obat
dalam pelarut ( dengan zat pelarut yang sesuai ) & digunakan sebagai obat
dalam ataupun obat luar.

Penggolongan Larutan
a. Berdasarkan cara penggunaannya
-

Larutan oral
Adalah

sediaan

cair

yang

dibuat

untuk

pemberian

oral,

mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan


pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau
campuran kosolven air. (Anonim b. 1995. Halaman 15)
-

Sirup
Adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
dalam kadar tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh
dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi
bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan
pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk penderita
diabetes.

Eliksir
Adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai
kosolven

(pelarut).

Untuk

mengurangi

kadar

etanol

yang

dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti


gliserin dan propilen glikol.

61

Larutan topikal
Adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk
penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topical

Lotio (larutan atau suspensi) yang digunakan secara topikal.

Larutan otik
Adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan
otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan
larutan otik hidrokortison. (Syamsuni, A. 2006)

b.

Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut


o Spirit
Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat
mudah

menguap

umumnya

digunakan

sebagai

bahan

pengaroma.
o Tingtur
Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang
dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
o Air aromatik
Adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah
menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap
lainnya.
Pelarut yang biasa digunakan:

Air untuk melarutkan garam garam

Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol

Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat

Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol

Minyak untuk melarutkan kamfer

Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium

Kloroform untuk melarutkan minyak minyak, lemak


(Syamsuni, A. 2006)

62

a. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain
a) Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat
A yang terlarut.
b) Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A
yang terlarut.
c) Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum
zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan dan temperatur
tertentu.
d) Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A
yang terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada
temperatur tertentu.
(Syamsuni, A. 2006)

Macam Macam Sediaan Larutan Obat


1) Larutan untuk telinga (= Solutio Otic / Guttae Auriculares)
Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut
lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar : misalnya
larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan
larutan otik hidrokortison.
Larutan yang dipakai ke dalam telinga ini biasanya mengandung antibiotic,
sulfonamida, anestetik local, peroksida (H2O2), fungisida, asam borat, NaCl,
gliserin dan propilen glikol. Gliserin dan propilen glikol sering dipakai
sebagai pelarut, karena dapat melekat dengan baik pada bagian dalam
telinga sehingga obat lebih lama kontak dengan jaringan telinga, sedangkan
alkohol dan minyak nabati hanya kadangkadang dipakai.
pH optimum untuk cairan berair yang digunakan dalam obat tetes telinga
haruslah dalam suasana asam (pH 5 - 7,3) dan pH inilah yang sering
menentukan khasiatnya. Larutan basa umumnya tidak dikehendaki, karena
tidak fisiologis dan mempermudah timbulnya radang.
Jika pH larutan telinga berubah dari asaam menjadi basa, bakteri dan fungi
akan tumbuh dengan baik, hal ini tentunya tidak dikehendaki.
(Syamsuni, A. 2006)

63

2) Larutan untuk hidung


a. Collunarium (obat cuci hidung)
Collunarium adalah larutan yang digunakan untuk obat cuci hidung.
Biasanya

berupa

membersihkan

larutan

rongga

dalam

hidung.

air

Oleh

yang
karena

ditujukan
itu,

untuk

hendaknya

diperhatikan pH dan isotonisitasnya karena dapat menimbulkan rasa


pedih pada mukosa hidung.
b. Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung)
Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung) adalah obat tetes
yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke
dalam

rongga

hidung,

dapat

mengandung

zat

pensuspensi,

pendapar, dan pengawet.


Cairan pembawa umumnya menggunakan air. Cairan pembawa
sebaiknya mempunyai pH 5,5 7,5 kapasitas dapar sedang, isotonis
atau hampir isotonis. Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh
digunakan sebagai cairan pembawa karena dapat menimbulkan
pneumonia.
Zat pensuspensi yang umumnya digunakan adalah sorbitan,
polisorbat, atau surfaktan lain yang cocok, dengan kadar tidak boleh
lebih dari 0,01% b/v.
Zat pendapar yang dapat digunakan adalah pendapar yang cocok
dengan pH 6,5 dan dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya.
Zat pengawet yang dapat digunakan adalah benzalkolidum klorida
0,010,1% b/v.
Penyimpanan : kecuali dinyatakan lain, disimpan dalam wadah
tertutup rapat.
c. Nebula/Inhalationes/Nose spray (obat semprot hidung)
Inhalations adalah sediaan yang dimaksudkan untuk disedot melalui
hidung atau mulut, atau disemprotkan (nose spray) dalam bentuk
kabut ke dalam saluran pernapasan. Tetesan atau butiran kabut
harus seragam dan sangat halus sehingga dapat mencapai bronkioli.
Inhalasi juga meliputi sediaan mengandung obat yang mudah
menguap atau serbuk sangat halus atau kabut yang digunakan
memakai alat mekanik.
64

Penandaan: jika mengandung bahan yang tidak larut, pada etiket


juga harus tertera KOCOK DAHULU.
(Syamsuni, A. 2006)
3) Larutan untuk mulut
a. Collutorium (obat cuci mulut)
Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung
deodorant, antiseptic, anestetik lokal, dan adstringensia yang
digunakan untuk obat cuci mulut. karena digunakan untuk obat cuci
mulut, sediaan ini harus dapat menghilangkan sisasisa makanan
dan lainlain dari mulut (sela sela gigi).
Sebaiknya dipakai larutan yang bereaksi basa karena mempunyai
kekuatan untuk melarutkan dan membuang mukus, lendir, atau dahak
dan saliva (air liur).
Larutan yang terlampau basa akan merusak selaput lendir

pada

mulut dan kerongkongan, begitu juga jika terlalu asam akan


berpengaruh pada gigi.
Umumnya larutan yang dipakai pada atau lewat mulut mempunyi pH
7 9,5. Penyimpanan : disimpan dalam botol putih bermulut kecil.
Penandaan pada etiket obat cuci mulut harus tertera :
-

Cara pengencerannya, jika collutorium harus diracik terlebih


dahulu sebelum digunakan.

Tanda yang jelas yaitu Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan.

b. Gargarisma/gargle (obat kumur)


Adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam larutan pekat yang
harus diencerkan lebih dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan
untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi
tenggorokan atau jalan nafas.
Tujuan utama obat kumur adalah agar obat yang terkandung di
dalamnya

dapat

langsung

terkena

selaput

lendir

sepanjang

tenggorokan, dan tidak dimaksudkan agar obat itu menjadi pelindung


selaput lendir. Karena itu, obat berupa minyak yang memerlukan zat
pensuspensi dan obat yang bersifat lendir tidak sesuai dijadikan obat
kumur.

65

Penyimpanan: Dalam wadah botol berwarna susu atau wadah lain


yang cocok.
Penandaan pada etiket harus tertera :
-

Petunjuk pengencerannya, sebelum digunakan.

Tanda yang jelas yaitu Hanya untuk kumur, tidak ditelan.

c. Litus oris (obat oles bibir)


Litus oris atau obat oles bibir adalah cairan agak kental yang
pemakaiannya disapukan pada mulut. contoh sediaan litus oris
adalah larutan 10% borax dalam gliserin.
d. Guttae oris (obat tetes mulut)
Guttae oris atau obat tetes mulut adalah obat tetes yang digunakan
untuk mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air
untuk dikumurkumurkan, tidak untuk ditelan. (Syamsuni, A. 2006)
4) Larutan oral
a. Potiones (obat minum)
Potiones atau obat minum adalah larutan yang dimaksudkan untuk
pemakaian dalam (per oral).
Selain berbentuk larutan, potio dapat juga berbentuk emulsi atau
suspensi.
Misalnya : Potio Alba Contra Tussim (obat batuk putih/OBP) dan
Potio Nigra Contra Tussim (obat batuk hitam/OBH).
b.

Eliksir
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang
berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi
kelarutan obat.
Kadar etanol berkisar antara 3% dan 4%, dan biasanya eliksir
mengandung etanol 5-10%. Untuk mengurangi kadar etanol yang
dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti
gliserin, sorbitol dan propilen glikol.
Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pangawet,
pewarna, dan pewangi, sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap.
Sebagai pengganti gula dapat digunakan sirup gula.

66

c. Sirup
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh
dengan sukrosa).
Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain.
Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral ini dapat ditambahkan
senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk menghambat
penghabluran dan mengubah kelarutan, rasa dan sifaat lain zat
pembawa.
Umumnya juga ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah
pertumbuhan bakteri, jamur, dan ragi.
Ada 3 macam sirup :
1. Sirup simpleks
Mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.
2. Sirup obat
Mengandung satu jenis obaat atau lebih dengan atau tanpa
zat tambahan dan digunakan untuk pengobatan.
3. Sirup pewangi
tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau
zat penyedap lain.
Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa
tidak enak dan bau obat yang tidak enak.

Gambar. Sirup
d. Netralisasi
Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan
bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan
bersifat netral.
Contoh : solution citratis magnesici, amygdalat ammonicus.
67

Pembuatan : seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian


basanya, jika perlu reaksi dipercepat dengan pemanasan.
e. Saturatio
Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam
dengan basa tetapi gas yang terbentuk ditahan dalam wadah
sehingga larutan menjadi jenuh dengan gas.
Pembuatan :
1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang
tersedia.
Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.
2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang
tersedia.
3) Dua pertiga bagian asam masuk ke dalam botol yang sudah berisi
bagian basanya, gas yang terjadi dibuang seluruhnya.
4) Sisa bagian asm dituangkan hatihati lewat tepi botol, segera
tutup dengan sampagne knop (berdrat) sehingga gas yang terjadi
tertahan di dalam botol tersebut.
f. Potio Effervescent
Potio Effervescent adalah saturatio dengan gas CO2 yang lewat
jenuh.
Pembuatan :
1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang
tersedia.
Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.
2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang
tersedia.
3) Seluruh bagian asam dimasukkan ke dalam botol yang sudah
berisi bagian basanya dengan hatihati, segera tutup dengan
sampagne knop.
Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas
obat, dan kadangkadang dimaksudkan untuk menyegarkan rasa
minuman (Corrigensia).

68

Halhal yang perlu diperhatikan untuk sediaan Saturatio dan Potio


Effervescent adalah :
1. Diberikan dalam botol yang tahan tekanan (kuat), berisi kira
kira sembilan persepuluh bagian dan tertutup-kedap dengan
tutup gabus atau karet yang rapat. Kemudian diikat dengan
sampagne knop.
2. Tidak boleh mengandung bahan obat yang tidak larut, karena
tidak boleh dikocok. Pengocokan menyebabkan botol menjadi
pecah,

karena

berisi

gas

dalam

jumlah

besar

yang

menimbulkan tekanan.
Penambahan bahan bahan:
Zat zat yang dilarutkan ke dalam bagian asam adalah:
o Zat netral dalam jumlah kecil. Jika jumlahnya banyak, sebagian
dilarutkan ke dalam bagian asam dan sebagian lagi dilarutkan ke
dalam bagian basa sesuai perbandingan jumlah airnya.
o Zat zat mudah menguap.
o Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkohol.
o Sirup.
Zat zat yang dilarutkan ke dalam bagian basa:
1) Garam dari asam yang sukar larut, misalnya Na-salisilat.
2) Jika saturatio mengandung asam tartrat, garamgaram
kalium dan ammonium harus ditambahkan ke dalam bagian
basanya, jika tidak akan terbentuk endapan kalium atau
ammonium dari asam tartrat.

69

Untuk melihat berapa bagian asam atau basa yang diperlukan dapat melihat
table penjenuhan (saturatio dan netralisasi) dalam Farmakope Belanda V
berikut ini :
Untuk 10
bagian

Asam
amigdalat

Asam
asetat
encer

Asam
sitrat

Asam
salisilat

Asam
tartrat

Ammonia
Kalium
karbonat
Natrium
karbonat
Natrium
bikarbonat
Untuk 10
bagian

8,9
-

58,8
144,7

4,1
10,1

8,1
20,0

4,41
10,9

69,9

4,9

9,7

5,2

18,1

119,0

8,3

16,4

8,9

Ammonia

Kalium
karbonat

Natrium
karbonat

Natrium
bikarbonat

11,2

5,5

1,7

0,7

1,43

0,84

24,0

9,9

20,4

12,0

12,3

5,0

10,4

6,1

22,7

9,2

19,1

11,2

Asam
amigdalat
Asam
asetat
encer
Asam
sitrat
Asam
salisilat
Asam
tartrat
g. Guttae

Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau
suspensi yang jika tidak dinyatakan lain, dimaksudkan untuk obat dalam.
Digunakan dengan cara meneteskan larutan tersebut dengan menggunakan
penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang
dihasilkaan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia (47,552,5mg air suling pada suhu 20oC). Biasanya obat diteteskan ke dalam
makanan atau minuman atau dapat langsung diteteskan ke dalam mulut.
dalam perdagangan dikenal sediaan pediatric drop yaitu obat tetes yang
digunakan untuk anakanak atau bayi.

70

Obat tetes yang digunakan untuk obat luar, biasanya disebutkan tujuan
pemakaiannya, misalnya eye drop untuk mata, ear drop untuk telinga dan lain
lain.
(Syamsuni, A. 2006)
5) Larutan topical
a. Ephitema (obat kompres)
Ephitema

atau

obat

kompres

adalah

cairan

yang

dipakai

untuk

mendatangkan rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas karena
radang atau sifat perbedaan tekanan osmosis yang digunakan untuk
mengeringkan luka bernanah.
Contoh: Liquor Burowi, Solutio Rivanol, campuran Boorwater dan Rivanol.
b. Lotio
Lotio atau obat gosok adalah sediaan cair berupa suspensi atau disperse,
digunakan sebagai obat luar.
Dapat berbentuk suspensi bahan padat dalam bentuk halus dengan bahan
pensuspensi yang cocok atau tipe emulsi minyak dalam air (M/A) dengan
surfaktan yang cocok.
Pada penyimpanan mungkin terjadi pemisahan.
Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang cocok.
Penandaan haarus tertera :
-

Obat luar

KOCOK DAHULU

(Syamsuni, A. 2006)
Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sediaan Larutan:
1. Kelarutan zat aktif
2. Kestabilan zat aktif dalam larutan
3. Penyimpanan
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Memiliki pengertian bahwa molekul polar (zat terlarrut) larut dalam
pelarut polar, sebaliknya molekul non polar (zat terlarut) akan larut
dalam pelarut non polar.
71

2. Co-solvency
Adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan
penambahan pelarut lain, atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal
tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air + gliserin. (
Syamsuni, A. 2006)
Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Larutan
a. Keuntungan
1. Merupakan campuran homogen
2. Dosis dapat diubah ubah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit
diencerkan
4. Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbsi
5. Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna
6. Untuk pemakaian luar mudah digunakan
b. Kerugian
1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan
(Syamsuni, A. 2006)
Syarat Syarat Larutan :
1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya
2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan
3. Jernih
4. Tidak ada endapan
(Anonim b. 1995)
Komposisi Larutan
1. Bahan aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol.
2. Solven / zat pelarut
Contoh :
a.

Air untuk melarutkan garamgaram

b.

Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol


72

c.

Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat

d. Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol


e.

Minyak untuk melarutkan kamfer

f.

Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium

g.

Kloroform untuk melarutkan minyak minyak, lemak

3. Bahan tambahan
a.

Corrigen odoris : digunakan untuk memperbaiki bau obat.


Contoh : oleum cinnamommi, oleum rosarum, oleum citri, oleum menthae

pip.
b.

Corrigen saporis : digunakan untuk mempebaiki rasa obat.


Contoh : saccharosa/sirup simplex, sirup auratiorum, tingtur cinnamommi,
aqua menthae piperithae.

c.

Corrigen coloris : digunakan untuk memperbaiki warna obat.


Contoh : karminum (merah), karamel (coklat), tinture croci (kuning).

d.

Corrigen solubilis : digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat


utama.
Contoh : iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat.

e.

Pengawet : digunakan untuk mengawetkan obat.


Contoh : asam benzoat, natrium benzoat, nipagin, nipasol.
(Syamsuni, A. 2006)

Cara Pembuatan Larutan Secara Umum :


1.

Zatzat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.

2.

Zatzat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan.


Masukkan zat padat yang akan dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu
masukkan zat pelarutnya, dipanasi diatas tangas air atau api bebas dengan
digoyang-goyangkan sampai larut.
Zat padat yang hendak dilarutkan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dulu,
mencegah jangan sampaai ada yang lengket pada Erlenmeyer.

73

Pemanasan dilakukan dengan api bebas sambil digoyang goyang untuk


menjaga pemanasan kelewat setempat.
3.

Untuk zat yang akan terbentuk hidrat , maka air dimasukkan dulu dalam
erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.

4.

Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam
dasar erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang
goyangkan atau dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.

5.

Zatzat yang mudh terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan
pemanasan atau dilarutkan secara dingin.

6.

Zatzat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan dalam botol tertutup


dan dinaskan serendahrendahnya sambil digoyanggoyangkan.

7.

Obatobat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah


larut semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi lalu dibilas.

8.

Perlu

diperhatikan

bahwa

pemanasan

hanya

diperlukan

untuk

mempercepat larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan sebab


bila keadaan dingin maka akan terjadi endapan. (Anief, Moh. 2004.
Halaman 99 101)
Istilah-Istilah Kelarutan
NO

1
2
3
4
5
6
7

Istilah Kelarutan

Jumlah bagian pelarut yang


dibutuhkan untuk
melarutkan satu bagian zat
Sangat Mudah Larut
<1
Mudah Larut
1 10
Larut
10 30
Agak Sukar Larut
30 100
Sukar Larut
100 1000
Sangat Sukar Larut
1000 10.000
Praktis Tidak Larut
> 10.000
(Anonim b. 1995)

Evaluasi Sediaan Larutan


1. Organoleptis :
Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan
pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing
12 jam.
74

2. Volume Terpindahkan (FI IV, <1089>)


Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah,
dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok
isi dari 10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap

wadah ke dalam gelas ukur kering

terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali
volume

yang

diukur

dan

telah

dikalibrasi,

secara

hati-hati

untuk

menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan


dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:
volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100
%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume
yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100
% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun
volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B
tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari
90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20
wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih
dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90
% seperti yang tertera pada etiket. (Voigt, R. 1995. )

2. Suspensi
Definisi
1. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh. 2004.
Halaman 149 )
2. Suspensiones (suspensi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat
padat dalam bendtuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
75

pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengendap.
Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok
dan dituang. (Anonim a. 1979. Halaman 32 )
3. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. (Syamsuni, A. 2006.
Halaman 135 )
Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah
sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak
larut yang terdispersi ke dalam fase cair serta kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

Macam-Macam Suspensi :
1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan penambahan bahan
pengaroma.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di
permukaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga sediaan cair yang mengandung partikel dalam bentuk
halus yang terdispersi dalam fase cair yang di teteskan pada telinga.
4. Suspensi oftalmik sediaan cair yang mengandung partikel sangat halus yang
terdispersi dalam cair pembawa untuk pemakaian pada mata.
5. Suspensi ijeksi adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa
yang sesuai persyaratan suspensi steril.
(Syamsuni, A. 2006)

Syarat-syarat Suspensi

Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

Jika dikocok harus segera terdispersi kembali

Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi

Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
sedia dituang
(Anonim b. 1995)
76

Bahan Tambahan
A. Suspending Agent
Macam-macam suspending agent Golongan GOM, meliputi :
a. Akasia ( Pulvis Gummi Arabic = PGA )
Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas
optimum mucilagonya dalam pH 5-9. Akasia digunakan dengan kadar
35% yang kira-kira memiliki kekentalan sama dengan gliserin. Akasia ini
mudah dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu
ditambahkan pengawet.
Cara pembuatannya yaitu dimasukkan PGA dalam mortir, digerus dan
ditambahkan air 1,5 kalinya dan diaduk sampai homogen.
b. Chondrus (Karagen)
Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan bersifat basa. Karagen
merupakan derivat dari sakarida. Chondrus ini mudah dirusak oleh
bakteri.
Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan pengawet.
Cara

pembuatannya

yaitu

chondrus

dimasukkan

dalam

mortir,

ditambahkan air dan diaduk sampai homogen.


c. Tragacantha
Sangat lambat mengalami hidrasi sehingga untuk mempercepat hidrasi
biasanya dilakukan pemanasan. Mucilago tragacanth lebih kental
dibanding PGA. Musilago tragacanth hanya baik sebagai statbilisator
suspensi, tetapi bukan sebagai emulgator. Kadar yang digunakan
sebagai suspending agent yaitu 2%.
Cara pembuatannya yaitu Tragacanth 2% dimasukkan dimortir dan
digerus, ditambahkan air 20 kali lebih banyak sampai diperoleh suatu
masa yang homogen dan kemudian mengencerkannya dengan sisa air.
d. Solutio Gummi Arabic
Cara pembuatannya Gummi Arabicum 10% dibuat dengan jalan membuat
dahulu Mucilago Gummi Arabici dari gom yang tersedia dan kemudian
mengencerkannya.

77

e. Benthonit
Digunakan sebagai suspending agent yaitu 0,5-5%. Benthonit berbentuk
mineral, kristal, tidak berbau, pucat/krim keabu-abuan, bubuk halus dan
partikel 50-150 mm.
f. Mucilago Saleb
Dugunakan sebagai suspending agent yaitu 1%. Cara pembuatannya
yaitu dengan serbuk saleb 1% sebaiknya dengan serbuk yang telah
dihilangkan petinya dengan pengayakan. Mula-mula botol ditara, dicuci
dengan air mendidih masukkan air mendidih 20 kali sebanyak serbuk
saleb. Kemudian dikocok hingga massa menempel pada dinding botol, sir
20 kali hanya perlu dikira-kira. Tambahakn sisa air didih dan kocok
sampai diperoleh mucilago.
g. Solutio gummosa
Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan menggerus
dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh
suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.
h. Solutio Gummosa Tenuis
Mengandung pulvis gummosus 1% dan dibuat dengan jalan menggerus
dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh
suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.
i. CMC-Na
Digunakan sebagai suspending agent yaitu 3-6%.
B. Bahan Pengawet
a. Natrium Benzoat
Granul putih atau kristal, agak higroskopik, agak berbau benzoin, rasa manis
dan asin yang kurang enak. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%.
Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,02-0,5%.
(Anonim b. 1995. Halaman 584 )
b. Propylis parabenum /Propil paraben /Nipasol
Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Sangat sukar larut dalam air,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih.
Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,05-0,25%.
(Anonim b. 1995. Halaman 713 )
78

c. Butyl paraben /Buthylis parabenum


Hablur halus tidak berwarna atau serbuk putih. Sangat sukar larut dalam air
dan dalam gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam etanol, dalam eter dan
dalam propilen gilkol. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,1%.
(Anonim b. 1995. Halaman 158 )
d. Etil paraben/ Ethylis - paraben
Serbuk hablur putih kecil, tidak berwarna. Sukar larut dalam air dan dalam
gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam methanol, dalam eter dan dalam
propilen gilkol.

C. Bahan Pewarna
a.

Sunset yellow ( kuning )

b.

Tartazin ( kuning )

c.

Eritrosin ( merah )

d.

Klorofil ( hijau )

e.

Kurkumin ( kuning )

f.

Antosianin ( orange/merah )

D. Bahan Pengaroma
a. Oleum Citri
Nama lainnya yaitu minyak jeruk. Merupakan cairan kuning pucat/kuning
kehijauan, bau khas, rasa pedas agak pahit. Larut dalam 12 volume
ethanol 90% P, larutan agak beropalesensi, dapat bercampur dengan
ethanol mutlak P. (Anonim a. 1979. Halaman 455 )
b. Oleum Annamomi
Nama lainnya yaitu minyak kayu manis. Merupakan suling segar berwarna
kuning, bau dan rasa khas. JIka disimpan tidak menjadi coklat kemerahan.
Dalam ethanol larutkan 1 ml dalam 8 ml ethanol 70% P, opalesensi yang
terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang dibuat dengan
menambahkan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N ke dalam campuran 0,5 ml natrium
klorida 0,02 N dan 50 ml air. (Anonim a. 1979. Halaman 454 )

79

c. Oleum Menthae
Nama lainnya yaitu minyak permen. Cairan tidak berwarna atau kuning
pucat, bau khas kuat menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara
dihirup melalui mulut. (Anonim b. 1995. Halaman 629 )

E. Bahan Pembawa
Aqua Destilata
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak punya rasa.
Contoh resep :
R/

Ichtyol

Sulf. Praccip

Pulv. Gumm. Arab 3


Camph

Aq. Calc
Aq. Dest. Aa ad

100

s. u. e
Aqua Calcis
Contoh resep :
R/

Ichtyol

Sulf. Praccip

Pulv. Gumm. Arab 3


Camph

Aq. Calcis
Aq. Dest. Aa ad

100

s. u. e
Aqua Foeniculi
Contoh resep :
R/

Magnesii Subcarbon

Sir. Rhei

45

Aq. Feeniculli ad

100

St. dd. cp. Pc

80

F. Pelarut Pembawa
a. Benzal Chloridum
Gel kental/potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan, biasanya
berbau aromatik lemah, larutan dalam air berasa pahit, jika dikocok sangat
berbbusa dan biasanya sedikit alkali. Sangat mudah larut dalam air dan
dalam ethanol bentol anhidrat mudah larut dalam benzena dan agak sukar
larut dalam eter.
(Anonim b. 1995. Halaman 130 )
b. Polietilen Glikol (PEG)
Bentuk cair umumnya jernih berkabut, cairan kental, tidak berwarna/praktis
tidak berwarna, agak higroskopik, bau khas lemah. Dapat larut dengan air,
aseton, ethanol 95% kloroform, etilen glikol monoetil eter, etil asetat dan
toluena. Tidak larut dalam eter dan dalam heksana. (Anonim b. 1995.
Halaman 400 )
c. Glycerin
Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau
khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopik, netral terhadap lakmus.
Dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam
eter, dalam minyak lemah dan dalam menguap. (Anonim b. 1995. Halaman
43 )
d. Propilen Glikol
Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau,
menyerap air pada udara lembab. Tidak bercampur dengan reagen
pengoksidasi seperti kalium permanganate. Kadar 0%,15% dan 3%.
(Anonim b. 1995. Halaman 712 )
e. Docusate Sodium
Putih, seperti lilin, rasa pahit, higroskoipis, plastik padat dengan
karakteristik seperti bau alcohol. Kadar pengunaanya 0,01-1%. (Handbook
Pharmaceutical Exipient Halaman 106 )
f. Poloxamer
Putih, lilin, bebas granul. Konsnetrasi penggunaanya 0,01-5%.

81

Cara Pembuatan Suspensi


1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat
kedalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru di encerkan.

2. Metode Prestipitasi,
Metode ini dilakukan dengan cara zat yang hendak didispersikan di larutkan
terlebih dulu kedalam pelarut organik yang hendak di campur dengan air.
(Syamsuni, A. 2006)

Sistem Pembentukan Suspensi


1. Sistem defukolasi,
Partikel defukolasi mengendap perlahan akhirnya membentuk sedimen,
akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar
tersuspensi kembali.
2. Sistem flokulasi,
Partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan
tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
(Syamsuni, A. 2006)
Evaluasi Suspensi :
1. Organoleptis
Digunakan untuk mengetahui karakteristik sediaan sus[ensi meliputi bau,
warna, rasa, bentuk.
Cara pengujian :
Bentuk

Warna

Rasa*

Bau

Sediaan
NB: * Tidak untuk sediaan topikal
2. Homogenitas
Digunakan untuk mengetahui tingkat tercampurnya sediaan suspensi
topikal secara merata ( menjadi satu ).
Cara pengujian : ~ Dikocok sediaan suspensi topikal secara merata

82

3. Uji daya sebar


Digunakan untuk mengetahui kemampuan menyebarnya suspensi topikal
pada kulit.
Cara pengujian :
o Diambil sampel, letakkan sampel dipusat lempeng gelas.
o Di atas lempeng gelas diberi beban 50 gram, amati.
4. Evaluasi laju sedimentasi
Digunakan untuk mengetahui kecepatan pengendapan dari partikel-partikel
suspensi
Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stokes dipengaruhi :
-

Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi partikel


ringan. Kerapatan pembawa mengambang menjadi sulit didistribusikan.

Diameter ukuran partikel semakin kecil ukuran maka kecepatan


jatuhnya lebih kecil.

Viskositas medium pendispersi yaitu laju sedimentasi dapat berkurang


dengan cara menaikkan viskositas medium dispersi.

5.

Evaluasi volume terpindaahkan (Anonim b. 1995. Halaman 1089)


Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah,
dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Kocok isi dari 10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap

wadah ke dalam gelas ukur kering

terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali
volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk
menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan
dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:
volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari
volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang
dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada
etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi
tidak kurang dari 90

% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan


83

pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang


diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera
pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95
%, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket.
6. Evaluasi volume sedimentasi
Digunakan untuk perbandingan dari volume endapan yang terjadi terhadap
volume awal ari suspensi sebelum mengendap setelah suspensi
didiamkan. (Anief,1993:31 )
Cara pengujian :

Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berkala

Volume yang diisikan merupakan volume awal.

Setelah didiamkan beberapa waktu diamati volume akhir


dengan terjadinya sedimentasi volume akhir terhadap volume
yang diukur.

Dihitung volume sedimentasi.

7. Evaluasi waktu redispersi


Digunakan untuk mencampurnya zat aktif dengan pelarut.
Cara pengujian :
Kocok sediaan
Suspensi didiamkan hingga mengendap
Dikocok sampai homogen
Dicatat waktunya. Waktu redispersi baik bila suspensi telah
terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu maksiamal
30 detik.

84

Gambar 26. Perbedaan larutan, Suspensi dan Emulsi

3. Sirup Kering (Dry Syrup)


Dry Syrup atau sirup kering, berupa campuran obat dengan sakarosa,
harus dilarutkan dalam jumlah air tertentu sebelum dipergunakan. sediaan
tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan
tidak larut dalam pembawa air Keuntungan sirup kering dari pada sirup
cairan, biasanya sirup kering dapat tahan disimpan lebih lama.
Contohnya : Amoksisilin, Ampicillin trihydrate dry syrup, ekivalen dengan
25 mg/ml sirup cairan kalau sudah dilarutkan dalam jumlah air yang
ditentukan.

85

Agar campuran setelah ditambah air membenuk disperse yang homogen,


maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi. Pembuatan
granulat supensi kering (metode granulasi)
Komposisi suspensi sirup kering :
-

Bahan pensuspensi

Pembasah

Pemanis

Pengawet

Penambah rasa aroma buffer

Pewarna

Evaluasi terhadap sirup kering :


-

Penentuan ukuran partikel

Laju alir

Evaluasi terhadap suspensi cair :


-

Volume sedimentasi

Penentuan pH

Penentuan Volume sedimentasi

Redispersi

Pengukuran kadar zat aktif

Viskositas (kekentalan)

Sifat Fisika Kimia Sirup


1. Viskositas
Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan
erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan
sebagai

gaya

yang

diperlukan

untuk

menggerakkan

secara

berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar


lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan
tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya.
86

Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus


dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat
menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran
sediaan farmasi.
Suhu dipertahankan dalam batas tidak lebih dari 0,10C
2. Uji mudah tidaknya dituang
Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup.
Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah
menjadikan cairan akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat
fisik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama
penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh
terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang
terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan sukar dituang.
3. Uji Intensitas Warna
Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada
warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan
dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan Selama
waktu tertentu.
4. Emulsi
Definisi
1. Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri dari bulatanbulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur. (Ansel, Howard. 2005. Halaman 376 )
2. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan lainnya dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 )

87

3. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. (Anonim a. 1979. Halaman 9 )
4. Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur,
biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil
dalam cairan yang lain ( sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi
Halaman 56 )
Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsi adalah
sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa
yang

membentuk

butiran-butiran

kecil

dan

distabilkan

dengan

zat

pengemulsi/surfaktan yang cocok.


Macam-macam emulsi :
1. Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak
dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesantetesan kecil lebih mudah dicerna.
2. Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat
zatnya

atau

jenis

efek

terapi

yang

dikehendaki.

Sediaan

yang

penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal.


3. Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.
Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk
emulsi.
(Syamsuni, A. 2006)
Tipe-tipe emulsi
a. Tipe emulsi o/w (Oil in Water) atau m/a (Minyak dalam Air) :
Emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke
dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.

88

b. Tipe emulsi w/o (Water in Oil ) atau a/m (Air dalam Minyak) :
Emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam
minyak.
Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.
(Syamsuni, A. 2006)

Emulsi yang tidak memenuhi persyaratan


a. Creaming
Terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu bagian mengandung fase
dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi
kembali.
b. Koalesensi dan cracking (breaking)
Pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran minyak
berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah.
Emulsi ini bersifat irreversible.
Hal ini terjadi karena :
a.

Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH

b.

Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan

c.

Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi

c. Inversi fase
Peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau
sebaliknya sifatnya irreversible.

Komponen emulsi
A. Komponen dasar
yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri
atas :
1.

Fase dispersi :
zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lainnya.

2.

Fase pendispersi :
zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan
pendukung ) emulsi tersebut.

89

3.

Emulgator :
bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Contoh emulgator :
Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM
Tragacanth

: Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth

Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang digunakan


Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan
CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan
Emulgator alam
Kuning telur
Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan
digerus

dnegan

stemper

kuat-kuat,

setelah

itu

dimasukkan

minyaknya sedikit demi sedikit, lalu diencerkan dengan air dan


disaring dengan kasa.
Adeps lanae
Emulgator mineral
Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) :
Cara Pembuatan dipakai 1%
Bentonit
Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan
Emulgator buatan/sintesis
1.

Tween
Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung
ikatan eter dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :
a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti
minyak.
b. Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan
seperti minyak.
c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat
seperti minyak.
d. Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti
minyak.

90

2.

Span

Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :


a.

Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan

b. Span 40
c.

: Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam

Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak

B. Komponen Tambahan
Yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan pengawet.

Metode Pembuatan Emulsi


1.

Metode GOM kering 4:2:1


~ GOM dicampur minyak sampai homogen
~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogen

2.

Metode GOM basah


~ GOM dicampur dengan air sebagian
~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi

3.

Metode botol
~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok
~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok.
(Ansel, Howard. 2005)

Stabilitas Emulsi
Jika didiamkan tidak membentuk agregat
Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi
lagi
Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.

Evaluasi Sediaan Emulsi


1.

Organoleptis
Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan
pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12
jam.
91

2.

Volume Terpindahkan (Anonim b. 1995. Halaman 1089)


Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari
10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang
diukur

dan

telah

dikalibrasi,

secara

hati-hati

untuk

menghindarkan

pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama


tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:
volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %,
dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari
yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya
kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari
satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90

% dari

volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah


tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang
dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari
30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang
tertera pada etiket.
3. Penentuan viskositas
Dilakukan

terhadap

emulsi,

pengukuran

viskositas

dilakukan

dengan

viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).


4. Daya hantar listrik
Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian
dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi
tipe minyak dalam air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe
air dalam minyak.
5. Metode pengenceran
Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian diencerkan
dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan
sebaliknya.
92

6. Metode percobaan cincin


Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka emulsi
minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling
tetesan.
7. Metode warna
Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke dalam
contoh emulsi.
Jika seluruh emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis minyak
dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna
larut Sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel
tipe air dalam minyak karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase
luar.
D. Pertanyaan
-

Jelaskan cara membedakan tipe emulsi o/w atau w/o !

Jelaskan perbedaan suspense dengan tipe flokulasi dan deflokulasi !

Sebutkan perbedaan yang mendasar antara larutan, suspense, sirup


kering dan emulsi !

E. Daftar Pustaka
-

Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia:Jakarta

Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta

Handbook Of Pharmaceutical Exipient

Syamsuni,

A.

2006.

Ilmu

Resep.

Penerbit

Buku

Kedokteran

EGC:Jakarta.
-

Anief, Moh. (2004). Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.

Voigt, R. 1995. BukuPelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada


University Press: Yogyakarta.

Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV.


Erlangga: Jakarta.

Pharmakope Netherland V

93

BAB XII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami bentuk sediaan farmasi semi-padat (semisolida).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami
sediaan semipadat :
-

Salep

Krim

Gel

C. Uraian Materi
1. Salep
Definisi
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
darsar salep yang cocok (F.I.ed.III). Salep adalah sedian setengan padat
yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit atau selaput lender salep tidak
boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep
mengandung obat keras narkotika adalah 10 % (FI IV).
Salep adalah gel dengan sifat deformasi plastis yang digunakan pada kulit
atau selaput lendir. Sediaan ini dapat mengandung bahan obat tersuspensi,
terlarut atau teremulasi. Menurut ansel Salep (unguents) adalah preparat
setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk pemakaian
pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata. (R. VOIGT)
Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebutkan
terakhir bisanya dikatakan sebagai dasar salep (basis ointment) dan
digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung
obat.

Gambar 27. Salep


94

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok :


Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
a. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antar lain vaselin
putih dan salep putiih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksud untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.
Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar
dicuci , tidak mengering dan tidak tmpak berubah dalam waktu lama.
b. Dasar salep serap
Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama
terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk
emulsi air dalam minyak (parafi hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan
kelompok ke 2 terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur
dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga
dapat bermanfaat sebagai emolien.
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik
dan lebih tepat disebut krim (lihat kremores). Dasar salep ini dinyatakan
juga sebagai dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dikulit atau
dilap basah, sehingga dapat diterima untuk dasar kosmetik.beberpa bahan
obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada
dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah
dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjdi pada
kelainan dermatologik.
d. Dasar salep larut dalam air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari
konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan
seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung
bahan yang tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau
malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.

95

Macam Macam Salep


Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. secara umum salep dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu:
1. Salep berlemak
Senyawa hidrokarbon dan malam juga diaggap termasuk lemak.
Daya menyerap air dari basis adalah sebagai berikut:
100 bagian adeps lanae dapat menyerap air 200 bagian.
100 bagian lanolinum dapat menyerap air 120 bagian.
100 bagian vaselinum dapat menyerap air 10 bagian.
100 bagian vaselinum dengan 5% cera dapat menyerap air 40 bagian
100 bagian vaselinum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air
100 bagian.
100 bagian cetylicum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 30
bagian.
2. Pasta berlemak
Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50%
zat padat (serbuk).sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin,
parafin cair. Bahan tidak berlemak seperti glycerinum, mucilago atau
sabun dan digunakan sebagai antiseptik atau pelindung kulit.
3. Salep pendingin
Suatu salep yang mengadung tetes air yang relatif besar. Pada
pemakaian pada kulit, tetes air akan menguap dan menyerap panas
badan yang mengakibatkan rasa sejuk.
4. Krim (cremor)
Krim

adalah

sediaan

setengah

padat

berupa

emulsi

kental

mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk luar.


5. Mikstur gojog
Suatu bentuk suspensi dari zat padat dalam cairan, biasanya terdiri air,
glycerinum dan alkohol. Mikstur gojog biasanya mengandung 60%
cairan.wadah yang digunakan adalah botol mulut lebar, sebelum
dipakai digojog dulu.sebagai pensuspensi digunakan bentonit.
96

6. Pasta kering
Suatu

pasta

bebas

lemak

mengandung

60%

zat

padat

(serbuk).Dalam pembuatan akan terjadi kesukaran bila dalam resep


tertulis Ichthamolum atau Tumenol ammonium. Adanya zat tersebut
akan menjadikan pasta menjadi encer.
7. Pasta pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal
dengan Salep Tiga Dara.
Penggolongan Salep
Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:
1.

Unguenta
salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada
suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga

2.

Cream (krim)
salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit , suatu tipe yang
dapat dicuci dengan air.

3. Pasta
salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal
karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
4. Cerata:
salep berlemak yang mengandung

persentase lilin (wax)

yang tinggi

sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).


5. Gelones/ spumae/ jelly
salep yang lebih halus umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa
mukosa, sebagai pelicin atau basis,

biasanya terdiri atas campuran

sederhana dari minyakk dan lemak dengan titik lebur rendah.


Contohnya: starch jellieas (10% amilum dengan air mendidih).
Menurut sifat farmakologinya/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat dibagi :
1. Salep epidermis (epidermic ointhment; salep penutup)
guna melindungi kuli dan menghasilkan efek

lokal, tidak diabsorpsi, kadang-

kadang ditambahkan antisseptik, astringensia untuk meredahkan rangsanagan

97

atau anestesi lokal. Dasar salep yang baik adalah dasar salep Senyawa
hidrokarbon.
2. Salep endodermis
salep yang bahan obatnya menembus kedalam kulit, tetapi tidak melalui kulit,
terabsorbsi sebagian, digunakan untuk melunakan kulit atau selaput lendir. Dasar
salep yang baik adalah minyak lemak.
3. Salep diadermis
salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui kulit dan mencapai
efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung senyawa merkuri iodida,
beladona.
Menurut dasar salep, salep dapat dibagi :
1. Salep hidrofobik
yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep berlemak
(greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air
misalnya: campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam.
2. Salep hidrofilik
yaitu salep yang suka air;
biasanya dasar salep. Tipe M/A.
Menurut formularium nasional (fornas)
1.

Dasar salep 1 (dasar salep senyawa hidrokarbon)

2.

Dasar salep 2 (dasar salep serap)

3.

Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air / dasar
salep Emulsi M/A)

4.

Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air).

Syarat Dan Kualitas Bahan Dasar Salep


1) Stabil,
selama

masih

dipakai

inkompatibilitas, stabil

mengobati.

Maka

salep

harus

bebas

dari

pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam

kamar.

98

2) Lunak,
Yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan
ekskloriasi.
3) Mudah dipakai,
umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan
kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak
atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada
daerah yang diobati.
4) Terdistribusi merata,
obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada
pengobatan.
Peraturan dan Prosedur Pembuatan Salep
Aturan umum ialah:
a) Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perluh dengan
pemanasan rendah.
b) Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebi dahulu diserbuk dan diayak
dengan derajat ayakan no.100.
c) Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu
mendukung atau menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang
tersedia, setelah itu ditambahkan sebagian dasar saelep yang lain.
d) Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus
diaduk sampai dingin.
Zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep
Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam
vaselin. Camphora, mentholum, phenolum,thymolum,dan guayacolum lebih mudah
dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak.bila dasar saelp
mengandung vaselin, maka zat-zat tersebut digerus halus dan tambahkan
99

sebagian(+ sama banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin
dan bagian dasar salep yaang lain.
Camphora dapat dihaluskan dengan tambahan spiritus fortior atau eter
secukupnya sampai larut setelah itu ditambahkan ditambah dasar salep sedikit demi
sedikit, diaduk sampai spiritus fortiornya menguap.(vanduin). Bila zat-zat tersebut
bersama dalam salep, lebih mudah dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru
ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit.
a. Zat yang mudah larut dalam dasar salep
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat dilarutkan dalm air
yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampurka
dengan sebagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh
obat dalam air terserap,baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep,
digerus dan diaduk hingga homogen.
Dasar salep yang tidak menyerap air antar lain ialah adeps lanae,
unguentum simplex, hidrophilic ointment, dan dasar salep yang sudah
mengandung air antara lain lanoline (25%), unguentum lanies(25%),
unguentum cetylicum hidrosum,(40%).
b. Zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep
Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak
no.100.setelah itu serbuk dicampur baik-baik dengan sama massa berat
salep,atau dengan salah satu bahan dasar salep, bila perluh bahan dasar
salep tersebut dilelehkan dulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang
ditambahkan sedikit demi sedikit sambi digerusdan diaduk hingga
homogen. Utuk mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan,seperti
cera flava, cera alba, cetylalcoholum dan paraffinum solidum tidak tersisa
dari dasar salep yang cair atau yang lunak. Pembuatan salep dengan
asam borat tidak diizinkan dengan pemanasan.
Salep yang dibuat dengan peleburan
Pembuatan dasar salep ini dibuat dalam cawan porselin sebagai pengaduk
digunakan batang gelas atau stapel kayu. Masa yang melekat pada dinding
cawan dan stapel atau batang gelas selalu dilepas dengan kertas film. Bahan

100

salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian
lemaknya, sedang air ditambahkan setelah masa salep diaduk sampai dingin.
Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin.
1. Peraturan salep pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya, jika
perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan salep kedua
Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan
lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap
seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basia
salepnya.
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau sebagian dapat larut dalam lemak dan air
harus diserbukkan lebih dahulu, kemudiaan diayak dengan pengayak NO.
60.
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dinginbahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya haris
dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya.
Persyaratan
Salep dapat mengandung bahan konservansia yang cocok. salep harus memiliki
sifat yang homogen. pada saat dioleskan dengan tangan, tidak diperbolehkan terasa
adanya bagian padat. Salep tidak boleh berbau tengik. Jika tidak dinyatakan lain,
digunakan salep alkohol malam domba sebagai basis salap.
Evaluasi Sediaan Salep
1. Uji bahan aktif
Pengujian bahan aktif meliputi, uji bobot jenis, uji rotasi optic, uji indeks
bias, uji titik lebur, dan uji titik didih.

101

2. Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
3. Daya serap air
Daya serap air, diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk
mengkarakterisasi basis absorpsi. Bilanagn air dirumuskan sebagai
jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air
pada suhu tertentu (umumnya 15-20) secara terus menerus atau
dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut
digabungkan secara manual. Evaluasi kuantitatif dari jumlah air yang
diserap dilakukan melalui perbedaan bobot penimbangan (system
mengandung air sitem bebas air ) atau dengan penentuan
kandungan air yang akan diuraikan nanti. Daya serap air akan
berubah,

jika

larutan

turut

digabungkan

didalamnya.

Dapat

menurunkan bilangan airnya.


4. Kandungan air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air
dari salep. Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Kandungan air
digunakan ukuran kehilangan masa maksimal (%) yang dihitung pada
saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100 - 110C) cara
tersebut merupaka metode konvensional. Cara ini tidak dapat
digunakan, jika bahan obat atau bahan pembantu ada yang menguap
(minyak atsiri, fenol dan sebagainya).
5. Konsistensi
Konsistensi bukanlah istilah yang dirumuskan dengan pasti, melainkan
hanya sebuah cara, untuk mengkarakterisasikan sifat berulang, seperti
sifat lunak dari sediaan sejenis salep atau mentega, melalui sebuah
angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode
berikut, penetrometer.
6. Penyebaran
Penyebaran salep diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada
kulit. Penentuanya dilakukan dengan extensometer.

102

7. Ukuran partikel
Umumnya farmakope tidak mensyaratkan pengujian ukuran partikel
dalam salep suspensi, melainkan hanya membatasi penggunaan
serbuk halus atau serbuk yang sangat halus. Pada salep mata
suspense harus diperhitungkan adanya persyaratan yang lebih ketat,
meskipun berbagai farmakope melakukan pembatasan tapi syaratnya
berbeda-beda.
3. Gel
Definisi Gel
-

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,


merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan.

Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek,


berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling
terserap oleh cairan.

Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri
dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.

Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi
dua yaitu:
1.

Gel sistem dua fase


Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya
magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk

semipadat

jika

dibiarkan

dan

menjadi

cair

pada

pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk


menjamin homogenitas.

103

2.

Gel sistem fase tunggal


Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik misalnya karbomer atau dari gom alam misanya
tragakan.

Keuntungan dan Kekurangan Gel


Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :
1.

Keuntungan sediaan gel


Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan
sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air,
pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

2.

Kekurangan sediaan gel


Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga
diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap
jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

Kegunaan Gel

Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan
untuk bentuk sediaan obat longacting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan
oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

104

Sifat dan Karakteristik Gel


Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
1.

Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.

2.

Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan


yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan
diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam
botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.

3.

Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang


diharapkan.

4.

Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau


BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau
digunakan.

5.

Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga


pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang
akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan
tersebut akan membentuk gel.

6.

Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh


pemanasan disebut thermogelation.

Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol 2
hal 497):
1.

Swelling
Gel

dapat

mengembang

karena

komponen

pembentuk

gel

dapat

mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan


berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan
gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar
polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen
gel berkurang.
2.

Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan
yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
105

pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel
yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks
berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.
Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3.

Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya
pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu
larutan tersebut

membentuk

gel. Fenomena

pembentukan gel

atau

pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.


4.

Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik
dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang
ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan
konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi
waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat
akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium
yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai
kalsium alginat yang tidak larut.

5.

Elastisitas dan rigiditas


Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik.
Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk
gel.

6.

Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan
aliran nonnewton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran.
106

Komponen Gel
Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan tambahan.
Disetiap sedian gel harus memilik kedua komponen seperti yang ada di bawah ini:
1. Gelling Agent.
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan
yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini
adalah gom alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem
tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam
cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai
pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari
beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang
jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.
2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet
sebagai antimikroba.
Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan
gelling agent.
b. Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol
dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya : EDTA.
Evaluasi Sediaan Gel :
1.

Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden
(dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya
(macam dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang di
peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

107

2.

Homogenitas
Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan
yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan
secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel
pada objek glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya partikelpartikel kecil yang tidak terdispersi sempurna.

3.

Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

4.

Evaluasi daya sebar


Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian
bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di
beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada
setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu
tertentu secara teratur).

3. Krim
Definisi Krim
-

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (FI III)

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV
hal. 6)

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung


air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
(Formularium Nasional)

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang


mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%). (Ilmu
Resep hal. 74)
108

Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asamasam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan
untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam
air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus
disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk
krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat,
kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl
sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang
disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya
tidak tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang
cocok dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya
digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil
paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan
dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus
juga tertera obat luar.
Cara Pembuatan Krim
Bagian lemak dilebur diatas penangas air, kemudian ditambahkan bagian airnya
dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim.
Kelebihan dan Kekurangan Krim
Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:
a. Mudah menyebar rata.
b. Praktis.
c. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A
(minyak dalam air).
d. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
109

e. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).


f. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup
beracun, sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
g. Aman digunakan dewasa maupun anakanak.
h. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).
i.

Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada
bayi, pada fase A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup
tinggi.

j.

Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim


kuku, dan deodorant.

k. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak
menyebabkan kulit berminyak.
Adapun kekurangan dari sediaan krim yaitu:
a.

Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena
perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan
salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat
pengemulsinya tidak tersatukan.

b.

Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam


keadaan panas.

c.

Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).

d.

Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.

e.

Pembuatannya harus secara aseptik.

Evaluasi Sediaan Krim


1. Evaluasi Fisik
Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis: alirkan diatas kaca.
Konsistensi tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah di oleskan.
Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi atau rheologi
dipengaruhi suhu: sediaan non-newton dipengaruhi oleh waktu istirahat, oleh
karena itu harus dilakukan pada keadaan yang identik. Bau dan warna untuk

110

melihat terjadinya perubahan fase. pH berhubungan dengan stabilitas zat


aktif, efektivitas pengawet dan keadaan kulit.
2. Evaluasi Kimia
Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain.
3. Evaluasi Biologi
Kontaminasi Mikroba
Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan
penyakit kulit yang parah juga harus steril.
Potensi Zat Aktif
Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara
topikal.

D. Pertanyaan
-

Apa perbedaan antara krim, gel dan salep !

Sebutkan contoh salep !

Pada sediaan gel sering menggunakan pengawet, apa kegunaan


pengawet dalam formula tersebut?

E. Daftar Pustaka
-

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

Pharmacopee Ned edisi V

Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen Kesehatan

Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press

Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press

Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta

Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta: Soeroengan

Anonim. Farmakope Herbal

Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Pres

111

BAB XIII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami
aspek-aspek CPOB
C. Uraian Materi
Definisi
CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good
Manufacturing Practices) 2006
Adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan
dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,
memenuhi

persyaratan

yang

ditetapkan

dan

sesuai

dengan

tujuan

penggunaannya.
Intinya CPOB merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan CPOB atau
GMP. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB adalah Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan
untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB dijabarkan menjadi beberapa aspek/ruang lingkup dan ditambahkan
dengan beberapa Aneks sebagai tambahan/penjelasan lanjutan dari CPOB
itu sendiri.
Industri farmasi di Indonesia, baik Pemilik Modal Dalam Negeri (PMDN)
maupun Pemilik Modal Asing (PMA) harus menerapkan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) dalam setiap aktifitas pembuatan produknya. Hal ini
sesuai

dengan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor:

43/MENKES/SK/II/1998 tentang pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik


(CPOB). Dalam perkembanganya, pedoman CPOB mengalami beberapa kali
perubahan dari tahun 2001, 2006 dan yang terbaru adalah 2012. Pemerintah
112

juga mengeluarkan Petunjuk Operasional dan Suplemen CPOB untuk


memperkuat penerapannya dalam menghasilkan produk yang berkualitas.
Dibawah ini merupakan alasan kenapa industri farmasi harus menerapkan CPOB
dalam membuat produk yang dihasilkan, diantaranya adalah:
1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang
digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara
kesehatan.
2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke
dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan
pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan
yang dipakai dan personil yang terlibat.
3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja. Namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau secara cermat.
Aspek dan Ruang Lingkup CPOB tahun 2006 :
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan higiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu
9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk,
dan produk kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan kontrak
12. Kualifikasi dan validasi

113

Adapun Aspek dan ruang lingkup CPOB 2012 :


1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan higiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu & persetujuan pemasok
9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali
produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
Aneks CPOB tahun 2006
Aneks 1 : Pembuatan produk steril
Aneks 2 : Produksi produk biologi
Aneks 3 : Pembuatan gas medisinal
Aneks 4 : Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (Aerosol)
Aneks 5 : Pembuatan produk darah
Aneks 6 : Pembuatan obat investigasi untuk uji klinis
Aneks 7 : Sistem komputerisasi

Aneks CPOB tahun 2012 :


Aneks 1 : Pembuatan produk steril
Aneks 2 : pembuatan obat produk biologi
Aneks 3 : pembuatan gas medisinal
Aneks 4 : pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (aerosol)
Aneks 5 : pembuatan produk dari darah atau plasma manusia
Aneks 6 : pembuatan obat investigasi untuk uji klinis
Aneks 7 : sistem komputerisasi
Aneks 8 : cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik
Aneks 9 : pembuatan radiofarmaka
Aneks 10 : penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat
114

Aneks 11 : sampel pembanding dan sampel pertinggal


Aneks 12 : cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik
Aneks 13 : pelulusan parametris
Aneks 14 : manajemen risiko mutu

CPOB :
1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan
secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk
menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk
kedalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan
pengemas, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.
3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja ; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
terkendali dan di pantau secara cermat.
4. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai persyaratan dan penggunanya; bila perlu dapat
dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat
yang telah ditentukan dan di capai.
5. Otoritas pengawasan Obat hendaklah menggunakan Pedoman ini sebagai
acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang
berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan pedoman
ini.
6. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi
sebagaiu dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
7. Selain aspek umum yang tercakup di dalam pedoman ini, dipadukan juga
serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku
untuk industri farmasi yang aktifitasnya berkaitan.

115

8. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produk sejenis yang
digunakan manusia.
9. Cara lain selain tercantum di dalam pedoman ini dapat diterima sepanjang
memenuhi prinsip pedoman ini.
Pedoman (CPOB) ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangnan
konsep baru atau teknologi baru yang telah di validasi dan memberikan tingkat
Pemastian Mutu sekurang kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum
dalam Pedoman ini.
Konsep dasar Pemastian Mutu COPB dan Pengawasan mutu adalah aspek
manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk
menekankan hubungan dan betapa pentingnya unsur unsur tersebut dalam
produksi dan pengendalian obat.
PEMASTIAN MUTU
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara
tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu obat yang
dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai engan
tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah
dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan obat.
Sistem Pemastian Mutu yang benar tepat bagi industri farmasi hendaklah
memastikan bahwa :

Desain

dan

pengembangan

obat

dilakukan

dengan

cara

yang

memperhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlaboaturium yang Baik

Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan


CPOB di terapkan.

Tanggung jawab menejerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan

Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan


awal, bahan pengemas yang benar. Semua pengawasan terhadap produk
antara dan pengawasan selama proses (in-process control) lain serta validasi
yang diperlukan

116

Pengkajian

terhadap

pengemasaan

dan

semua

dokumen

pengujian

bets

yang

dilakukan

terkait

dengan

sebelum

proses

memberikan

pengesahaan pelulusan untuk distribusi penilaian hendaklah meliputi semua


faktor yang relevan termasuk kondisi faktor yang relevan termasuk kondisi
pembuatan, hasil pengujian dan atau pengawasan selamaproses, pengkajian
dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari
prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dan spesifikasi
produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasaan akhir

Obat tidak di jual atau tidak di pasok sebelum Kepala Bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan produk .

Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat


mungkin

produk

disimpan,

didistribusikan

dan

selanjutnya

ditangani

sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat

Tersedia prosedur inspeksi diri dan /atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu

Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk


memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan

Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat

Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahaan yang berdampak pada


mutu produk

Prosedur pengolahaan ulang, evaluasi dan di setujui dan

Evaluasi mutu produk berkala dilakukan verifikasi konsistensi proses dan


memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CBOP)


CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan
tujuan pengguanaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB
adalah :

117

Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas


sistematis

berdasarkan

pengalam

terbukti

mampu

dikaji secara

secara

konsisten

menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang


telah ditetapkan

Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi

Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB termasuk ;


o Personil yang terkualifikasi dan terlatih
o Bangunan dan sarana dengan luas yang memadahi
o Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai
o Bahan, wadah label yang benar
o Prosedur dan instruksi yang disetujui
o Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang
jelas , tidak bermakana ganda , dapat diterapkan secara spesifik pada sarana
yang tersedia

Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar

Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat

pencatat selama

pembuatan menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam


prosedur dan instruksi yang ditetapkan

benar-benar dilaksanakan dan

jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di investigasi.

Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran


riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam
bentuk yang mudah di akses

Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap


mutu obat

Tersedia sistem penarikan kmbali bets obat maupun dari peredaran

Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di


investigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan
penangulangan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

118

PENGAWASAN MUTU / QUALITY CONTROL


Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan

sampel,

spesifikasi

dan

pengujian,

serta

dengan

organisasi,

dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang telah
diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum dilakukan tidak
digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum
mutunya di nilai dan dinyatakan memenuhi syarat
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini
hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah
tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat
dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa :

Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan
prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan
dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan
tujuan CPOB

Pengambilan

sempel bahan awal, bahan pengemasan, produk antara

produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang
di setujui oleh Pengawas Mutu

Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila Perlu )

Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif
sesuai dengan

yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat

kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan
diberi label yang benar

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembandingan,
memastikan kebenaraan label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa
stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi
keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam

119

pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan


sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.

Personil Pengawasaan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi


untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila di perlakukan.

PENGKAJIAN MUTU PRODUK


Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat
terdaftar,termasuk produk ekspor,dengan tujuan untuk membuktikan konsentrasi
proses,kesesuaian dari spesifikasi bahan awal , bahhan pengemas dan obat jadi ,
untuk melihat trend an mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan utuk produk dan
proses.
Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya

dilakukan tiap tahun dan

didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan


hendaklah meliputi paling sedikit :

Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan


digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru

Kajian terhadap pengawasaan selama proses yang kritis dan hasil pengujian
obat jadi

Kajian terhadap semua bets

yang tidak memenuhi spesifikasi yang

ditetapkan dan investigasi yang dilakukan

Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidak sesuaian yang signifikan,


dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahaan

Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau


metode Analisa

Kajian terhadap

variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen

registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registerasi untuk produk


ekspor

Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak diinginkan

Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang
terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan

Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan


yang sebelumnya
120

Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan

pendaftaran

dan obat

dengan persetujuan

pendaftaran variasi

Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara
(HVAC), air, gas bertekanan , dan lain lain dan

Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu up to date

Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah melakukan
evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan suatu penilaian hendaklah dibuat
untuk menentukan apakah tindakan perbaikan atau pencegahan ataupun validasi
ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan.
Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan
secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur menejemen yang
sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektif prosedur tersebut yang
diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila Dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian
mutu dapat dikelompokan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair,
produk steril, dan lain-lain.
Bila pemilik persetujuan pendaftar bukan industri farmasi, maka perlu ada suatu
kesepakatan teknis dari semua pihak terkait yang menjabarkan siapa yang
bertanggung jawab untuk melakukan kajian uutu. Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu), yang bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan
pemilik persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa pengkajian mutu
dilakukan tepat waktu dan hemat.
Tujuan Penerapan CPOB di Industri Farmasi
1. CPOB

bertujuan

untuk

menjamin

bahwa

obat

dibuat

secara

konsisten,memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan


penggunaannya.
2. Memberikan perlindungan kepada konsumen agar
yang terjamin mutunya.

121

selalu memperoleh obat

10 prinsip pada pelaksanaan CPOB


1. Setiap

kegiatan

hanya

dilakukan

berdasarkan

instruksi

tertulis

(dokumentasi).
2. Bahan Awal harus disimpan dan ditangani secara tepat, dan hanya bahan
awal yang sudah disetujui saja yang boleh dipakai.
3. Semua mesin dan alat-alat dan fasilitas/ruangan, yang sudah ditentukan
untuk digunakan, harus terawat dengan baik dan dibersihkan dengan baik.
4. Pengawasan Mutu dilakukan pada setiap tahap penyimpanan, penanganan
dan proses pembuatan.
5. Karyawan,baik
lainnya,harus

karyawan
mengenakan

produksi
pakaian

maupun
dan

karyawan

penunjang

perlengkapan

yang

dipersyaratkan,terawasi dengan baik, terlatih dengan baik.


6. Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan tepat dan teliti.
7. Pencemaran bahan, harus dicegah.
8. Hanya bahan awal yang telah ditentukan saja yang bisa dicampur.
9. Pada setiap tahap produksi, semuanya harus diberi label.
10. Pada setiap tahap kegiatan harus dicatat(direkam), catatan harus disimpan
dengan baik.
D. Pertanyaan
-

Apa tujuan semua industri farmasi diwajibkan menerapkan CPOB ?

Sebutkan perbedaan CPOB 2006 dengan CPOB 2012 !

Bagaimana jika suatu industry farmasi tidak menerapkan CPOB ?

E. Daftar Pustaka
-

Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2006

Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2012

122

Anda mungkin juga menyukai