Teknologi Farmasi PDF
Teknologi Farmasi PDF
PENDAHULUAN
Bahan Obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan
suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat bukan obat yang
bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus. Melalui
penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan dihasilkan
sediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam. Sediaan
yang bermacam-macam ini merupakan tantangan bagi para ahli farmasi di pabrik
dalam membuat formula dan bagi dokter dalam memilih obat serta cara
pemberiannya untuk ditulis dalam resep.
Sediaan Farmasi terdiri dari berbagai komponen yang harus diproses melalui
unit operasi dengan pasti. Setelah melalui proses yang sesuai, baik zat aktif maupun
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Proses
tersebut berlaku pula bagi senyawa-senyawa kimia maupun bahan yang berasal dari
tubuhan atau hewan. Proses ini merupakan dasar operasional penting dalam bidang
teknologi farmasi. Pada hakekatnya proses-proses tersebut melibatkan semua
kegiatan operasional sampai terjadinya sediaan obat. Seperti proses penghalusan,
pendistribusian partikel, pengeringan, pencampuran, penggranulan dan seterusnya.
Semua proses memerlukan peralatan yang merupakan unit-unit operasi yang harus
diketahui dan dipahami agar memudahkan menggunakan dan akhirnya diperoleh
produk yang dikehendaki.
Perkembangan teknologi sedemikian pesatnya, hal tersebut memberikan
keuntungan tersendiri bagi dunia farmasi, khususnya terhadap perkembangan
bentuk sediaan farmasi. Perubahan atau pola pergeseran metode pembuatan
sediaan dari skala konvensional menjadi skala modern dengan bantuan teknologi
sangat membantu perkembangan industry farmasi ke arah yang lebih baik.
Setelah mengikuti perkuliahan Teknologi Farmasi ini Mahasiswa diharapakan
mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida
memahami proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium, skala pilot,
dan skala produksi dalam pabrikan, juga memahami aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam Cara Pembuatan Obat Yang Baik sehingga diperoleh obat yang
memenuhi persyaratan.
1
BAB II
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida serta cara
pembuatannya dalam skala laboratorium maupun pabrikan.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
C. Uraian Materi
1. Teknologi Farmasi berasal dari dua kata yaitu Teknologi dan Farmasi.
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang
yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Farmasi (bahasa Inggris : pharma bahasa Yunani Pharmacon yang berarti :
obat) merupakan salah satu bidang professional ilmu kesehatan yang
merupakan kombinasi ilmu kimia dan ilmu kesehatan yang memiliki tanggung
jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat, termasuk
didalamnya obat tradisional, mulai dari peracikan sampai dengan pembuatan
di pabrik-pabrik farmasi.
Teknologi Farmasi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang farmasi ,
mencakup berbagai aspek yang berhubungan dengan produk farmasi mulai
dari pencarian/penemuan, pengolahan dan pengembangan bahan baku
hingga menjadi sediaan farmasi yang siap digunakan. Pengembangan
pharmaceutical science & technology atau pendekatannya bersifat product
oriented untuk memenuhi kebutuhan
2. Sediaan Solida adalah Bentuk sediaan farmasi yang bersifat padat, termasuk
didalamnya adalah tablet, kaplet, serbuk, pil dan kapsul
Sediaan semisolida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat semipadat
termasuk didalamnya adalah salep, cream, jelly dan suppositoria
Sediaan likuida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat cair termasuk
didalamnya adalah larutan, emulsi, dan suspensi.
D. Soal-soal
E. Pustaka
BAB III
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
C. Uraian Materi
D. Pertanyaan
E. Pustaka
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
BAB IV
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
-
C. Uraian Materi
1. Granul atau granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang
lebih kecil. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel
tunggal yang lebih besar. Ukurannya biasanya berkisar antara ayakan
mesh 4-12.
Gambar 1. Granul
Gambar 2. Granul
Syarat Granul yang baik, adalah:
1. Bentuk spheris
2. Ukuran mengikuti distribusi normal dengan % partikel kasar dan % partikel
halus (fines)
3. Ukuran sesuai dengan berat tablet
4. Homogen dan kompresibiltas baik
5. Mempunyai kelembaban tertentu
(mg)
Punch diameter
(mm)
Wet screening
Dry screening
50
16
20
5-6,5
100
16
20
150
12
16
200
12
16
8,5
300
10
12
10,5
500
10
10
12
1000
16
Penimbangan
Pencampuran
Slug / lempengan
Penghancuran
Pengayakan
GRANUL
b. Granulasi Basah
Skema :
Penimbangan
Pencampuran
GRANUL
Gambar 4. Y-Mixer
b. Granulasi Kering
-
Alat heavy duty tableting machine adalah alat yang digunakan untuk
mengubah massa tablet yang dikempa dengan tekanan menjadi slug.
Alat roller compactor masa tablet dikempa dengan tekanan yang besar
menjadi lempengan lempengan.
10
c. Granulasi Basah
-
11
Gambar 8. Oven
Fluized bed dryer adalah alat yang digunakan untuk mengubah masa
granul basah menjadi granul dan sekaligus menjadikannya granul kering
Kelembaban granul
D. Pertanyaan
-
Sebutkan alat yang digunakan untuk mencampur bahan granul dengan hasil
yang paling bagus !
E. Pustaka
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
13
BAB V
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
a. Menjelaskan metode pembuatan granul (granulasi)
b. Menjelaskan keuntungan metode granulasi basah dan kering
C. Uraian Materi
1. Granulasi Basah
Granulasi Basah untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir
dan kompresibilitasnya jelek dan tidak tahan terhadap tekanan yang
besar tetapi stabil dalam kondisi panas dan atau lembab.
Bahan Pengikat lebih efektif dalam bentuk cairan karena jumlahnya
relatif sedikit dibanding dalam keadaan kering yang kemudian
ditambahkan air secara terpisah.
Baik tidaknya granul yang dihasilkan selain tergantung dari formula
terutama
bahan
pengikatnya
juga
tergantung
dari
proses
14
GRANUL
Keuntungan granulasi basah :
a. Terbentuknya granul, sifat alir dan kompresibilitas massa tablet menjadi
lebih baik sehingga mudah di tablet
b. Untuk zat dosis tinggi dengan sifat alir dan kompresibilitas jelek, dengan
granulasi basah memrlukan relatif sedikit bahan pengikat dibanding
dengan kempa langsung.
c. Mencegah segregasi campuran massa tablet yang sudah homogen
d. Kelembaban granul bisa di atur
e. Kecepatan disolusi obat yang hidrofob dapat diperbaiki dengan memilih
bahan pengikat yang tepat.
Kerugian granulasi basah:
a. Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi
b. Biaya cukup tinggi
c. Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan
dengan cara ini.
Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
2. Granulasi Kering
Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan
kompresibilitasnya
jelek
dan
kelembaban.
15
sensitive
terhadap
panas
atau
Skema :
Penimbangan
Pencampuran
Slug / lempengan
Penghancuran
Pengayakan
GRANUL
16
D. Pertanyaan
-
Sebutkan bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode granulasi
basah!
E. Pustaka
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
17
BAB VI
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
a.
b.
C. Uraian Materi
Evaluasi Mutu Granul :
a. Uji Sifat Alir Granul
Granul dimasukkan kedalam corong uji waktu alir. Penutup corong
dibuka sehingga granul keluar dan ditampung pada bidang datar.
Waktu alir granul dicatat dengan stopwatch dari mulai dibukanya
tutup bagian bawah hingga semua massa granul mengalir keluar dari
alat dan timbunan granul digunakan untuk menghitung sudut istirahat
(sudut diam), sudut diamnya dihitung dengan mengukur diameter
rata-rata timbunan granul dan tinggi tumpukan (puncak) timbunan
granul yang keluar dari mulut corong diukur.
Untuk 100 g granul waktu alir dipersyaratkan tidak boleh lebih dari 10
detik. Sudut diam tidak lebih dari 30 derajat
(_) = Sudut istirahat
Arc Tangen = Tinggi puncak granul jari-jari lingkaran
h = tinggi puncak granul yang terbentuk
r = jari-jari kerucut granul yang terbentuk
Besar sudut istirahat
Keterangan
<25
Sangat baik
25-30
Baik
30-40
Cukup
>40
Sangat sukar
(Aulton, 1988, Lieberman&Lachman, 1986)
18
b. Uji kompresibilitas
Timbang 100g granul masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat
volumenya, kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali
ketukan dengan alat uji, catat volume uji sebelum dimampatkan (Vo)
dan volume setelah dimampatkan dengan pengetukan 500 kali (V).
Perhitungan :
I=
x 100%
Keterangan :
I = Indeks kompresibilitas (%)
Vo = Volume granul sebelum dimampatkan (mL)
V = Volume granul setelah dimampatkan (mL)
Syarat = Tidak lebih dari 20%
Kompresibilitas (%)
Sifat aliran
5-12
Sangat baik
12-18
Baik
18-23
Cukup
23-33
Kurang
33-38
Sangat kurang
>38
Sangat buruk
19
Sifat aliran
>10
Sangat baik
4-10
Baik
1,6-4
Sukar
<1,6
Sangat sukar
f. Uji kompaktibilitas
Untuk mengetahui kemampuan granul untuk saling melekat menjadi
massa yang kompak, digunakan mesin tablet single punch dengan
berbagai tekanan.
Kompaktibilitas digambarkan oleh kekerasan tablet yang dihasilkan.
Hasil uji kompaktibilitas :
Kekerasan tablet
Skala
0,5
4,005
1,5
14,37
27,75
12,45
20
D. Pertanyaan
-
Berapa syarat yang diperbolehkan untuk sudut diam dari granul 100 gram
yang diuji sifat alirnya?
E. Pustaka
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
21
BAB VII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
a.
b.
C. Uraian Materi
1. Definisi tablet
Tablet adalah sediaan obat berbentuk bulat gepeng,kompak merupakan
hasil kempaan zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan.
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan. Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung
bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat
dengan atau tanpa bahan pengisi (USP 26, hal 2406).
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa
bahan aktif dan biasanya dibuat dengan mengempa sejumlah partikel
yang seragam (BP 2002).
Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet.
Bolus adalah tablet besar yang digunakan untuk obat hewan besar.
Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih/gepeng, bundar,
segitiga, lonjong dan sebagainya.
Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau
mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenali orang.
Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna mungkin karena zat
aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang sengaja diberi
22
Kriteria Tablet
Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan;
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan;
5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;
6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;
7. Bebas dari kerusakan fisik;
8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu;
10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.
23
Keuntungan tablet
Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan
antara lain :
1. Tablet merupakan bentuk sediaan utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dibanding semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah.
2. Tablet merupakan sediaan yang biaya pembuatannya paling rendah.
3.
Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan sehingga mudah
dibawa.
4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk
dikemas dan dikirim.
5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah,
tidak memerlukan pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan
pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
6.
Kerugian tablet
1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasinya, atau rendahnya berat jenis.
2. Obat yang sukar dibasakan, lambat melarut, dosisnya tinggi, absorpsi
optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat
diatas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam
bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas obat cukup.
3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,
atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu
pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin)
atau memerlukan penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat
merupakan jalan keluar yang terbaik dan lebih murah.
4. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut
usia.
25
2. Bahan penyusun tablet : zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, bahan
penghancur
a. Bahan Pengisi
Bahan pengisi berfungsi untuk membuat kecocokan berat tablet. Berat tablet
yang acceptable > 70 mg
Bahan pengisi digunakan untuk formula tablet dengan obat berdosis kecil
Bahan pengisi harus inert dan stabil
Berdasarkan kelarutannya bahan pengisi dibagi menjadi :
1. Pengisi yang larut
contoh ; Laktosa, Sukrosa, Mannitol, Sorbitol
2. Pengisi yang tidak larut
Contoh ; Ca-sulfat, Ca-carbonat, Ca-fosfat dibasa, amilum,
mikrokristalin sellulosa.
26
b. Bahan pengikat
Bahan pengikat berperan sebagai perekat untuk mengikat serbuk-serbuk
komponen tablet menjadi granul.
Bahan pengikat
proses pengempaan
Jika bahan pengikat < maka granul rapuh
Jika bahan pengikat > maka granul yang terlalu keras.
Pada pembuatan tablet, bahan pengikat dapat ditambahkan melalui 2 cara
tergantung dari metode pembuatannya
a. Metode kempa langsung = Granulasi kering
Bahan pengikat dimasukkan sebagai serbuknya (dalam keadaan kering)
b. Metode Granulasi basah (digunakan cairan)
Bahan pengikat digunakan dalam bentuk larutan / mucilago.
Bahan pengikat akan lebih efektif dalam keadaan basah atau kering lalu
ditambah cairannya
Contoh Bahan pengikat :
- Gliserin
- PGA (Pulvis Gummi Arabici)
- Mucilago
c. Bahan Penghancur
Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet
kontak dengan cairan.
Pecahnya tablet menjadi granul maka akan memperluas permukaan
sehingga dapat mempercepat lepasnya zat aktif dari tablet. Bahan
penghancur akan menghancurkan granul menjadi partikel-partikel.
Bahan penghancur :
1. Golongan yang dapat memperbesar gaya kapiler, sehingga tablet dapat
lebih cepat menarik cairan berair.
2. Golongan yang dapat mengembang bila kontak dengan air
3. Golongan yang dapat melepaskan gas
4. Golongan yang dapat merusak bahan pengikat secara enzimatik
27
Na dodecyl sulfate
28
d. Bahan pelicin
Bahan pelicin berfungsi sebagai anti gesekan yang terjadi pada waktu
proses pentabletan. Oleh karena itu bahan pelicin ditambahkan ke
massa tablet begitu akan dikempa.
Gesekan yang terjadi pada waktu proses pentabletan :
1. Gesekan antara tablet dengan dinding punch dan antara tablet
dengan dinding die.
2. Gesekan antara dinding die dan dinding punch.
3. Gesekan antara partikel yang dikempa
Untuk mengantisipasi gesekan 1 dan 2 diperlukan bahan pelicin yang
lebih dikenal dengan istilah lubricant
Untuk mengantisipasi gesekan 3 diperlukan bahan pelicin yang lebih
dikenal dengan glidant.
Lubricant berfungsi :
1. Memudahkan tablet didorong ke atas,keluar dari die
2. Mencegah tablet melekat pada punch
3. Mencegah gesekan antara die dan punch
Contoh lubricant :
Mg stearat
Talkum
PEG (Poli Etilen Glikol ) 4000
PEG (Poli Etilen Glikol ) 6000
Amilum jagung
Na benzoat
29
Talkum
Amilum
30
Mg stearat
Talkum
Asam stearat
Tepung jagung
e. Bahan pewarna
Bahan Pewarna tidak memiliki efek terapi, tidak memperbaiki BA
(Bioavailability) dan BE (Bioekivalensi).
Bahan Pewarna berfungsi untuk memudahkan identifikasi dan
memperbaiki penampilan.
Bahan Pewarna dibagi menjadi :
a. Bahan pewarna yang larut (dyes) memberikan larutan jernih
b. Bahan pewarna yang tidak larut (pigment/lake)
Contoh : amilum, amilum termodifikasi
f. Bahan perasa dan aroma (Flavoring agents)
Fungsi : Memperbaiki rasa zat aktif yang akan dibuat tablet, terutama
bila tablet chewable
Contoh ; Manitol, Dextrosa, Saccharin, Sukrosa
31
32
33
E. Pustaka
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
34
BAB VIII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
-
C. Uraian Materi
Metode pembuatan tablet :
1. Kempa langsung
Semua komponen tablet (zat aktif, pengisi, pengikat, dan penghancur)
harus memiliki kompresibilitas yang baik
Metode dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien
kering, tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.Metode ini
merupakan
metode
yang
paling
mudah,
praktis,
dan
cepat
Prosesnya lebih singkat, metode ini lebih singkat prosesnya karena tenaga
dan mesin yang digunakan lebih sedikit.
35
Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan
lembab.
Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melalui proses
granulasi terlebih dahulu tetapi langsung menjadi partikel.
Tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak perlu melalui
proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.
Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan
pengisi menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat aktif di dalam
tablet.
Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung,
karena itu biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses
pengempaan sehingga pengisi yang dibutuhkan pun semakin banyak dan
mahal.
2. Granulasi kering
Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan
kompresibilitasnya jelek dan sensitive terhadap panas atau kelembaban.
Granulasi
kering/slugging/precompression,
dilakukan
dengan
mencampurkan zat khasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta jika
perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa
serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi, sehingga
menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling
dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang
diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang
diinginkan.
36
Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab.
Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh tidak terikat oleh
pengikat.
Tablet dikempa.
Meningkatkan kompresibilitas
Mengontrol pelepasan
Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan
dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
Berdasarkan metode pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak dan
tablet kempa.
1. Tablet cetak
Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan.Massa
serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi.Kadar etanol tergantung pada
kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam system pelarut, serta derajat
kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembap ditekandengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan
kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan
pendistribusian.
Kepadatan tablet bergantung pada ikatan Kristal yang terbentuk selama proses
pengeringan selanjutnya dan tidak bergantung pada kekuatan tekanan yang
diberikan.
38
2. Tablet kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung zat aktif, bahan
pengisi, bahan pengikat, desintegrant dan lubrikan, tetapi dapat juga mengandung
bahan pewarna dan lak (pewarna yang diabsorpsikan pada alumunium hidroksida
yang tidak larut) yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.
D. Pertanyaan
-
Jika zat aktif obat memiliki karakteristik aliran yang bagus,dosisnya kecil,
serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab, maka
metode pembuatan tablet yang cocok adalah?
E. Pustaka
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
39
BAB IX
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami sediaan Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :
-
C. Uraian Materi
a. Evaluasi Mutu Tablet
Tablet dikatakan baik jika :
1. Kuat dan tahan terhadap gesekan-gesekan yang terjadi pada waktu
pentabletan, pengemasan, transportasi, dan penggunaannya.
Evaluasi :
a. Uji kekerasan tablet (FI III)
Kekuatan dan ketahanan tablet (kekerasan tablet) alatnya: Hardness tester
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya
agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras.
Kekerasan tablet erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet
dan waktu hancur tablet.
Caranya :
Pengujian dilakukan terhadap 10 tablet dengan cara sebuah tablet
diletakkan diantara ruang penjepit kemudian dijepit dengan memutar alat
penekan, sehingga tablet kokoh ditempatnya dan petunjuk berada pada
skala 0, melalui putaran pada sebuah sekrup,tablet akan pecah dan dibaca
penunjukan skala pada alat tersebut.
b. Uji kerapuhan (keregasan) tablet alatnya : friabilator (friability tester)
Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang.
Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu
tablet akan dilapis (coating).
Caranya :
a. Bersihkan 20 tablet dari debu, kemudian ditimbang (W1 gram).
b. Masukkan tablet ke dalam friability tester untuk diuji.
c. Putar alat tersebut selama 4 menit.
d. Keluarkan tablet, bersihkan dari debu dan ditimbang kembali (W2
gram).
e. Kerapuhan tablet yang didapat
f. Batas kerapuhan yang diperbolehkan maksimum 0,8%.
41
42
Bobot
rata-rata
tablet
A
<25 mg
15
30
26-150 mg
10
20
151-300 mg
7,5
15
>300 mg
10
Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian
terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili
keseragaman kandungan.
Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragamn
kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet
bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet
bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot
zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (FI
IV).
Keseragaman kadar zat aktif, dilakukan dengan cara dari 20 tablet
ditentukan kadar zat aktif dalam masing-masing tablet, lalu dihitung Cvnya.
Memenuhi syarat keseragaman kadar zat aktif bila CV lebih kecil atau sama
dengan 5%.
5. Memenuhi ketersediaan hayati
Ketersediaan hayati dalam darah adalah kadar obat dalam darah si
pengguna hasil dari proses absorbsi obat yang telah dilepaskan dari bentuk
sediaan obat dan telah larut dalam cairan tubuh.
Kecepatan dan banyaknya obat yang dapat dilepaskan dari tablet,
diantaranya ditentukan oleh waktu hancur tablet.
43
Evaluasi :
-
Cakram penuntun:
Terdiri atas cakram yang terbuat dari bahan yang cocok, diameter lebih
kurang 26 mm, tebal 2 mm, permukaan bawah rata, permukaan atas
berlubang 3 dengan jarak masing-masing lubang 10 mm dari titik pusat,
pada tiap lubang terdapat kassa kawat tahan karat dengan diameter 0,445
mm yang dipasang tegak lurus dengan cincin penuntun yang dibuat dari
kawat jenis sama dengan diameter 27 mm. Jarak cincin penuntun dengan
permukaan atas cakram adalah 15 mm. Bobot cakram penuntun tidak
kurang dari 1,9 g dan tidak lebih dari 2,1 g.
Kecuali dinyatakan lain, lakukan penetapan cara yang tertera pada waktu
hancur tablet, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet bukal
tidak lebih dari 4 jam.
45
Ketersediaan hayati juga ditentukan oleh kelarutan obat yang sudah terlepas
dari tablet.
Farmakope Indonesia mencantumkan persyaratan waktu hancur tablet dan
dissolusi beserta cara evaluasinya.
Evaluasi :
Uji disolusi, alatnya : dissolution tester
Dissolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut.
Caranya :
a. Siapkan alat dan bahan
b. Diisi bejana (vessel) dan alat disolusi dengan 900 ml air suling sebagai
media atau media lain sesuai yang dipersyaratkan di metode masingmasing tablet
c. Diatur suhunya pada 370 C dan dimasukkan tablet lalu dijalankan motor
penggerak dengan kecepatan 100 rpm
d. Diambil sebanyak 20 mL air dalam vessel setiap selang waktu 5, 10, 15,
20, dan 30 menit setelah pengocokan. Setiap selesai pengambilan
segera diganti dengan 20 mL air
e. Ditentukan kadar zat aktif yang larut pada masing-masing sampel
dengan metode titrasi, potensiometri, Spektrofotometri, Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi, Kromatografi gas dll lalu dilakukan percobaan yang sama
untuk suhu 400 C
5. Penampilan baik
Penampilan tablet akan menentukan acceptability , sehingga dalam massa
tablet kemungkinan diperlukan bahan pewarna, perasa dan aroma.
Evaluasi : Uji Organoleptis meliputi bentuk, warna, rasa dan bau
6. Dapat mempertahankan sifat-sifatnya
Selama penyimpanan sampai tablet digunakan, sifat tablet harus stabil
supaya tablet tidak berubah penampilannya, agar tetap acceptable, aman
dan manjur bila digunakan.
b. Kerusakan dan permasalahan pada tablet
1. Tablet Binding di dalam die sehingga tablet sukar didorong ke atas, sehingga
permukaan tablet menjadi besar
Binding: kerusakan pada tablet akibat massa yang akan dicetak melekat
pada dinding ruang cetakan.
2. Tablet mengalami picking (penempelan massa tablet pada permukaan
punch yang terlokalisir) dan sticking (penempelan massa tablet pada
seluruh permukaan punch)
Sticking/picking: perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akibat
permukaan punch tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang,
atau massa basah.
47
48
D. Pertanyaan
-
Jika tablet tidak memenuhi spesifikasi salah satu uji mutu tablet, apakah
tablet tersebut boleh di produksi secara masal?
E. Pustaka
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
49
BAB X
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami jenis-jenis Tablet.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah
mengikuti
mata
kuliah
ini
mahasiswa
diharapkan
mampu
memahami:
-
C. Uraian Materi
Jenis-Jenis tablet :
1. Tablet triturat
Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil,
umumnya slindris, digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat
untuk peracikan obat.
2. Tablet hipodermik
Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah
larut atau melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih
dahulu sebelum digunakan untuk injeksi hipodermik.
3. Tablet sublingual
Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah
sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan
secara oral atau jika diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti tablet
nitrogliserin.
4. Tablet bukal
Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan
gusi, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
5. Tablet efervesen
Tablet efervesen dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet
mengandung campuran asam (asam sitrat, asam asam tartrat) dan natrium
bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon
50
dioksida. Tablet disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan
tahan lembap dan pada etiket tertera informasi bahwa tablet ini tidak untuk
ditelan.
6. Tablet kunyah (chewable)
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan
rasa enak dalam rongga mulut.
Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin, antasida
dan antibiotic tertentu.
Dibuat dengan cara dikempa, pada umumnya menggunakan manitol,
sorbitol dan sukrosa sebagai bahan pengikat
tablet
ini
terjadi
penundaan
zat
berkhasiat
karena
51
Memberi rasa
Menutupi bau
52
Meningkatkan penampilan
Kerugian :
-
2,25%
Gelatin
2,25%
Sakarosa
57,25%
Aquadest
-
38,25%
35%
Kaolin
16%
Talk
25%
Sakarosa
Akasia
-
20%
4%
40%
Alkohol
60%
b. Melicinkan (smoothing):
Yaitu proses pembasahan berganti-ganti dengan sirup pelicin (bolak-balik)
dan pengeringan dari salut dasar tablet menjadi bulat dan licin.
53
60%
Aquadest
40%
c. Pewarnaan (coloring)
Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampurkan pada sirup pelicin.
d. Penyelesaian (finishing)
Proses pengeringan salut sirup yang terakhir dengan cara perlahan-lahan
serta terkontrol. Panci penyalut diputar perlahan-lahan dengan tangan
hingga terbentuk hasil akhir yang licin.
e. Pengilapan (polishing)
Merupakan tahap akhir, di sini digunakan lapisan tipis malam yang licin.
Sebagai campuran lilin digunakan campuran pengilap (polishing mixture)
yang telah dilarutkan dalam petroleum bensin, yang isinya, adalah:
R/ Bees wax
90%
Canauba wax
10%
dengan
hidroksipropilmetilselulosa,
metilselulosa,
54
55
8. Tablet sublingual.
Yaitu Tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau
dibiarkan melarut dalam mulut, menghasilkan rasa enak dalam rongga
mulut seperti krim dari manitol yang berasa dan berwarna khusus dalam
mulut.
Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin,
antasida dan antibiotic tertentu.
Dibuat dengan cara dikempa pada umunya menggunakan manitol,
sorbitol, dan sukrosa sebagai bahan pengikat atau pengisi, serta
56
mengandung
bahan
pewarna
dan
bahan
pengaroma
untuk
57
sediaan
penggunaannya
yang
menahan
penglepasan
obat
frekuensi
58
mempunyai pola absorbs biasa dengan laju absorpsi dan ekskresi yang
layak kecepatannya.
Contoh sediaan : Repetabs (Schering) dan Chronotabs (Schering/White)
4. Tablet kerja diperlambat
Penglepasan obat dari bentuk sediannya dapat dengan sengaja
diperlambat supaya obat dapat sampai pada usus mengingat beberapa
alasan. Diantara beberapa alasan mungkin kenyataannya bahwa obat
dirusak oleh cairan lambung atau dapat juga menimbulkan rangsangan
(iritasi) yang berlebihan pada lambung atau obat yang menimbulkan rasa
mual atau mungkin obat lebih baik diabsorbsi dalam usus daripada
dalam lambung.
Tablet disalut sehingga tetap utuh dalam lambung dan baru memberikan
obatnya pada usus, disebut salut enteric. Penyalutan ini mungkin terdIri
dari bahan yang tergantung pada pH dan hancur dalam usus dimana
suasananya kurang asam, atau mungkin juga salutan ini dikikis akibat
lembap dan berdasarkan waktu yang sama dengan waktu yang
dibutuhkan tablet untuk sampai di usus. Salutan lain yang mungkin rusak
akibat kerja hidrolisis katalis suatu enzim dalam usus. Diantara banyak
zat yang digunakan sebagai penyalut enteric tablet ialah lemak, asam
lemak, lilin, shellac, selulosa asetat ftalat.
Contoh : Tablet aspirin salut enteric Ecotrin (Smith, Kline dan French)
D. Pertanyaan
-
E. Pustaka
-
59
BAB XI
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami bentuk sediaan farmasi cair (likuida).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami
sediaan likuida :
-
Larutan (Solutio)
Suspensi
Emulsi
C. Uraian Materi
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu
atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang
homogen pada saat diaplikasikan.
Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anakanak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan
dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid
dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari
sediaan liquid ini.
Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis
lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar.
1. Larutan (Solutio)
Larutan Oral
Definisi
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut (Anonim b. 1995. Halaman 15)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali
dinyatakan lain untuk larutan (solution) steril yang digunakan sebagai obat
luar harus memenuhi syarat yang tertera injection (Anonim a. 1979.
Halaman 32)
60
Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat
atau lebih di dalam pelarut, dimaksudkan ke dalam organ tubuh (
Formularium Nasional hal 322)
Solution atau larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut (FI IV hal. 17)
Sediaan cair yang mengandung bahna kimia terlarut keculi dinyatakan lain,
sebagai pelarut digunakan air suling (FI III hal. 32)
Kesimpulan : larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih obat
dalam pelarut ( dengan zat pelarut yang sesuai ) & digunakan sebagai obat
dalam ataupun obat luar.
Penggolongan Larutan
a. Berdasarkan cara penggunaannya
-
Larutan oral
Adalah
sediaan
cair
yang
dibuat
untuk
pemberian
oral,
Sirup
Adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
dalam kadar tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh
dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi
bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan
pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk penderita
diabetes.
Eliksir
Adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai
kosolven
(pelarut).
Untuk
mengurangi
kadar
etanol
yang
61
Larutan topikal
Adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk
penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topical
Larutan otik
Adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan
otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan
larutan otik hidrokortison. (Syamsuni, A. 2006)
b.
menguap
umumnya
digunakan
sebagai
bahan
pengaroma.
o Tingtur
Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang
dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
o Air aromatik
Adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah
menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap
lainnya.
Pelarut yang biasa digunakan:
62
a. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain
a) Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat
A yang terlarut.
b) Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A
yang terlarut.
c) Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum
zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan dan temperatur
tertentu.
d) Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A
yang terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada
temperatur tertentu.
(Syamsuni, A. 2006)
63
berupa
membersihkan
larutan
rongga
dalam
hidung.
air
Oleh
yang
karena
ditujukan
itu,
untuk
hendaknya
rongga
hidung,
dapat
mengandung
zat
pensuspensi,
pada
Tanda yang jelas yaitu Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan.
dapat
langsung
terkena
selaput
lendir
sepanjang
65
Eliksir
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang
berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi
kelarutan obat.
Kadar etanol berkisar antara 3% dan 4%, dan biasanya eliksir
mengandung etanol 5-10%. Untuk mengurangi kadar etanol yang
dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti
gliserin, sorbitol dan propilen glikol.
Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pangawet,
pewarna, dan pewangi, sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap.
Sebagai pengganti gula dapat digunakan sirup gula.
66
c. Sirup
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh
dengan sukrosa).
Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain.
Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral ini dapat ditambahkan
senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk menghambat
penghabluran dan mengubah kelarutan, rasa dan sifaat lain zat
pembawa.
Umumnya juga ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah
pertumbuhan bakteri, jamur, dan ragi.
Ada 3 macam sirup :
1. Sirup simpleks
Mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.
2. Sirup obat
Mengandung satu jenis obaat atau lebih dengan atau tanpa
zat tambahan dan digunakan untuk pengobatan.
3. Sirup pewangi
tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau
zat penyedap lain.
Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa
tidak enak dan bau obat yang tidak enak.
Gambar. Sirup
d. Netralisasi
Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan
bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan
bersifat netral.
Contoh : solution citratis magnesici, amygdalat ammonicus.
67
68
karena
berisi
gas
dalam
jumlah
besar
yang
menimbulkan tekanan.
Penambahan bahan bahan:
Zat zat yang dilarutkan ke dalam bagian asam adalah:
o Zat netral dalam jumlah kecil. Jika jumlahnya banyak, sebagian
dilarutkan ke dalam bagian asam dan sebagian lagi dilarutkan ke
dalam bagian basa sesuai perbandingan jumlah airnya.
o Zat zat mudah menguap.
o Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkohol.
o Sirup.
Zat zat yang dilarutkan ke dalam bagian basa:
1) Garam dari asam yang sukar larut, misalnya Na-salisilat.
2) Jika saturatio mengandung asam tartrat, garamgaram
kalium dan ammonium harus ditambahkan ke dalam bagian
basanya, jika tidak akan terbentuk endapan kalium atau
ammonium dari asam tartrat.
69
Untuk melihat berapa bagian asam atau basa yang diperlukan dapat melihat
table penjenuhan (saturatio dan netralisasi) dalam Farmakope Belanda V
berikut ini :
Untuk 10
bagian
Asam
amigdalat
Asam
asetat
encer
Asam
sitrat
Asam
salisilat
Asam
tartrat
Ammonia
Kalium
karbonat
Natrium
karbonat
Natrium
bikarbonat
Untuk 10
bagian
8,9
-
58,8
144,7
4,1
10,1
8,1
20,0
4,41
10,9
69,9
4,9
9,7
5,2
18,1
119,0
8,3
16,4
8,9
Ammonia
Kalium
karbonat
Natrium
karbonat
Natrium
bikarbonat
11,2
5,5
1,7
0,7
1,43
0,84
24,0
9,9
20,4
12,0
12,3
5,0
10,4
6,1
22,7
9,2
19,1
11,2
Asam
amigdalat
Asam
asetat
encer
Asam
sitrat
Asam
salisilat
Asam
tartrat
g. Guttae
Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau
suspensi yang jika tidak dinyatakan lain, dimaksudkan untuk obat dalam.
Digunakan dengan cara meneteskan larutan tersebut dengan menggunakan
penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang
dihasilkaan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia (47,552,5mg air suling pada suhu 20oC). Biasanya obat diteteskan ke dalam
makanan atau minuman atau dapat langsung diteteskan ke dalam mulut.
dalam perdagangan dikenal sediaan pediatric drop yaitu obat tetes yang
digunakan untuk anakanak atau bayi.
70
Obat tetes yang digunakan untuk obat luar, biasanya disebutkan tujuan
pemakaiannya, misalnya eye drop untuk mata, ear drop untuk telinga dan lain
lain.
(Syamsuni, A. 2006)
5) Larutan topical
a. Ephitema (obat kompres)
Ephitema
atau
obat
kompres
adalah
cairan
yang
dipakai
untuk
mendatangkan rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas karena
radang atau sifat perbedaan tekanan osmosis yang digunakan untuk
mengeringkan luka bernanah.
Contoh: Liquor Burowi, Solutio Rivanol, campuran Boorwater dan Rivanol.
b. Lotio
Lotio atau obat gosok adalah sediaan cair berupa suspensi atau disperse,
digunakan sebagai obat luar.
Dapat berbentuk suspensi bahan padat dalam bentuk halus dengan bahan
pensuspensi yang cocok atau tipe emulsi minyak dalam air (M/A) dengan
surfaktan yang cocok.
Pada penyimpanan mungkin terjadi pemisahan.
Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang cocok.
Penandaan haarus tertera :
-
Obat luar
KOCOK DAHULU
(Syamsuni, A. 2006)
Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sediaan Larutan:
1. Kelarutan zat aktif
2. Kestabilan zat aktif dalam larutan
3. Penyimpanan
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Memiliki pengertian bahwa molekul polar (zat terlarrut) larut dalam
pelarut polar, sebaliknya molekul non polar (zat terlarut) akan larut
dalam pelarut non polar.
71
2. Co-solvency
Adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan
penambahan pelarut lain, atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal
tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air + gliserin. (
Syamsuni, A. 2006)
Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Larutan
a. Keuntungan
1. Merupakan campuran homogen
2. Dosis dapat diubah ubah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit
diencerkan
4. Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbsi
5. Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna
6. Untuk pemakaian luar mudah digunakan
b. Kerugian
1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan
(Syamsuni, A. 2006)
Syarat Syarat Larutan :
1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya
2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan
3. Jernih
4. Tidak ada endapan
(Anonim b. 1995)
Komposisi Larutan
1. Bahan aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol.
2. Solven / zat pelarut
Contoh :
a.
b.
c.
f.
g.
3. Bahan tambahan
a.
pip.
b.
c.
d.
e.
2.
73
Untuk zat yang akan terbentuk hidrat , maka air dimasukkan dulu dalam
erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.
4.
Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam
dasar erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang
goyangkan atau dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
5.
Zatzat yang mudh terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan
pemanasan atau dilarutkan secara dingin.
6.
7.
8.
Perlu
diperhatikan
bahwa
pemanasan
hanya
diperlukan
untuk
1
2
3
4
5
6
7
Istilah Kelarutan
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali
volume
yang
diukur
dan
telah
dikalibrasi,
secara
hati-hati
untuk
2. Suspensi
Definisi
1. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh. 2004.
Halaman 149 )
2. Suspensiones (suspensi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat
padat dalam bendtuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
75
pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengendap.
Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok
dan dituang. (Anonim a. 1979. Halaman 32 )
3. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. (Syamsuni, A. 2006.
Halaman 135 )
Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah
sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak
larut yang terdispersi ke dalam fase cair serta kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Macam-Macam Suspensi :
1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan penambahan bahan
pengaroma.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di
permukaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga sediaan cair yang mengandung partikel dalam bentuk
halus yang terdispersi dalam fase cair yang di teteskan pada telinga.
4. Suspensi oftalmik sediaan cair yang mengandung partikel sangat halus yang
terdispersi dalam cair pembawa untuk pemakaian pada mata.
5. Suspensi ijeksi adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa
yang sesuai persyaratan suspensi steril.
(Syamsuni, A. 2006)
Syarat-syarat Suspensi
Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
sedia dituang
(Anonim b. 1995)
76
Bahan Tambahan
A. Suspending Agent
Macam-macam suspending agent Golongan GOM, meliputi :
a. Akasia ( Pulvis Gummi Arabic = PGA )
Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas
optimum mucilagonya dalam pH 5-9. Akasia digunakan dengan kadar
35% yang kira-kira memiliki kekentalan sama dengan gliserin. Akasia ini
mudah dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu
ditambahkan pengawet.
Cara pembuatannya yaitu dimasukkan PGA dalam mortir, digerus dan
ditambahkan air 1,5 kalinya dan diaduk sampai homogen.
b. Chondrus (Karagen)
Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan bersifat basa. Karagen
merupakan derivat dari sakarida. Chondrus ini mudah dirusak oleh
bakteri.
Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan pengawet.
Cara
pembuatannya
yaitu
chondrus
dimasukkan
dalam
mortir,
77
e. Benthonit
Digunakan sebagai suspending agent yaitu 0,5-5%. Benthonit berbentuk
mineral, kristal, tidak berbau, pucat/krim keabu-abuan, bubuk halus dan
partikel 50-150 mm.
f. Mucilago Saleb
Dugunakan sebagai suspending agent yaitu 1%. Cara pembuatannya
yaitu dengan serbuk saleb 1% sebaiknya dengan serbuk yang telah
dihilangkan petinya dengan pengayakan. Mula-mula botol ditara, dicuci
dengan air mendidih masukkan air mendidih 20 kali sebanyak serbuk
saleb. Kemudian dikocok hingga massa menempel pada dinding botol, sir
20 kali hanya perlu dikira-kira. Tambahakn sisa air didih dan kocok
sampai diperoleh mucilago.
g. Solutio gummosa
Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan menggerus
dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh
suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.
h. Solutio Gummosa Tenuis
Mengandung pulvis gummosus 1% dan dibuat dengan jalan menggerus
dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh
suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.
i. CMC-Na
Digunakan sebagai suspending agent yaitu 3-6%.
B. Bahan Pengawet
a. Natrium Benzoat
Granul putih atau kristal, agak higroskopik, agak berbau benzoin, rasa manis
dan asin yang kurang enak. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%.
Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,02-0,5%.
(Anonim b. 1995. Halaman 584 )
b. Propylis parabenum /Propil paraben /Nipasol
Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Sangat sukar larut dalam air,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih.
Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,05-0,25%.
(Anonim b. 1995. Halaman 713 )
78
C. Bahan Pewarna
a.
b.
Tartazin ( kuning )
c.
Eritrosin ( merah )
d.
Klorofil ( hijau )
e.
Kurkumin ( kuning )
f.
Antosianin ( orange/merah )
D. Bahan Pengaroma
a. Oleum Citri
Nama lainnya yaitu minyak jeruk. Merupakan cairan kuning pucat/kuning
kehijauan, bau khas, rasa pedas agak pahit. Larut dalam 12 volume
ethanol 90% P, larutan agak beropalesensi, dapat bercampur dengan
ethanol mutlak P. (Anonim a. 1979. Halaman 455 )
b. Oleum Annamomi
Nama lainnya yaitu minyak kayu manis. Merupakan suling segar berwarna
kuning, bau dan rasa khas. JIka disimpan tidak menjadi coklat kemerahan.
Dalam ethanol larutkan 1 ml dalam 8 ml ethanol 70% P, opalesensi yang
terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang dibuat dengan
menambahkan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N ke dalam campuran 0,5 ml natrium
klorida 0,02 N dan 50 ml air. (Anonim a. 1979. Halaman 454 )
79
c. Oleum Menthae
Nama lainnya yaitu minyak permen. Cairan tidak berwarna atau kuning
pucat, bau khas kuat menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara
dihirup melalui mulut. (Anonim b. 1995. Halaman 629 )
E. Bahan Pembawa
Aqua Destilata
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak punya rasa.
Contoh resep :
R/
Ichtyol
Sulf. Praccip
Aq. Calc
Aq. Dest. Aa ad
100
s. u. e
Aqua Calcis
Contoh resep :
R/
Ichtyol
Sulf. Praccip
Aq. Calcis
Aq. Dest. Aa ad
100
s. u. e
Aqua Foeniculi
Contoh resep :
R/
Magnesii Subcarbon
Sir. Rhei
45
Aq. Feeniculli ad
100
80
F. Pelarut Pembawa
a. Benzal Chloridum
Gel kental/potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan, biasanya
berbau aromatik lemah, larutan dalam air berasa pahit, jika dikocok sangat
berbbusa dan biasanya sedikit alkali. Sangat mudah larut dalam air dan
dalam ethanol bentol anhidrat mudah larut dalam benzena dan agak sukar
larut dalam eter.
(Anonim b. 1995. Halaman 130 )
b. Polietilen Glikol (PEG)
Bentuk cair umumnya jernih berkabut, cairan kental, tidak berwarna/praktis
tidak berwarna, agak higroskopik, bau khas lemah. Dapat larut dengan air,
aseton, ethanol 95% kloroform, etilen glikol monoetil eter, etil asetat dan
toluena. Tidak larut dalam eter dan dalam heksana. (Anonim b. 1995.
Halaman 400 )
c. Glycerin
Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau
khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopik, netral terhadap lakmus.
Dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam
eter, dalam minyak lemah dan dalam menguap. (Anonim b. 1995. Halaman
43 )
d. Propilen Glikol
Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau,
menyerap air pada udara lembab. Tidak bercampur dengan reagen
pengoksidasi seperti kalium permanganate. Kadar 0%,15% dan 3%.
(Anonim b. 1995. Halaman 712 )
e. Docusate Sodium
Putih, seperti lilin, rasa pahit, higroskoipis, plastik padat dengan
karakteristik seperti bau alcohol. Kadar pengunaanya 0,01-1%. (Handbook
Pharmaceutical Exipient Halaman 106 )
f. Poloxamer
Putih, lilin, bebas granul. Konsnetrasi penggunaanya 0,01-5%.
81
2. Metode Prestipitasi,
Metode ini dilakukan dengan cara zat yang hendak didispersikan di larutkan
terlebih dulu kedalam pelarut organik yang hendak di campur dengan air.
(Syamsuni, A. 2006)
Warna
Rasa*
Bau
Sediaan
NB: * Tidak untuk sediaan topikal
2. Homogenitas
Digunakan untuk mengetahui tingkat tercampurnya sediaan suspensi
topikal secara merata ( menjadi satu ).
Cara pengujian : ~ Dikocok sediaan suspensi topikal secara merata
82
5.
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali
volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk
menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan
dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:
volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari
volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang
dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada
etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi
tidak kurang dari 90
84
85
Bahan pensuspensi
Pembasah
Pemanis
Pengawet
Pewarna
Laju alir
Volume sedimentasi
Penentuan pH
Redispersi
Viskositas (kekentalan)
gaya
yang
diperlukan
untuk
menggerakkan
secara
87
3. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. (Anonim a. 1979. Halaman 9 )
4. Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur,
biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil
dalam cairan yang lain ( sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi
Halaman 56 )
Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsi adalah
sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa
yang
membentuk
butiran-butiran
kecil
dan
distabilkan
dengan
zat
atau
jenis
efek
terapi
yang
dikehendaki.
Sediaan
yang
88
b. Tipe emulsi w/o (Water in Oil ) atau a/m (Air dalam Minyak) :
Emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam
minyak.
Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.
(Syamsuni, A. 2006)
b.
c.
c. Inversi fase
Peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau
sebaliknya sifatnya irreversible.
Komponen emulsi
A. Komponen dasar
yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri
atas :
1.
Fase dispersi :
zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lainnya.
2.
Fase pendispersi :
zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan
pendukung ) emulsi tersebut.
89
3.
Emulgator :
bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Contoh emulgator :
Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM
Tragacanth
dnegan
stemper
kuat-kuat,
setelah
itu
dimasukkan
Tween
Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung
ikatan eter dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :
a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti
minyak.
b. Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan
seperti minyak.
c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat
seperti minyak.
d. Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti
minyak.
90
2.
Span
b. Span 40
c.
B. Komponen Tambahan
Yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan pengawet.
2.
3.
Metode botol
~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok
~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok.
(Ansel, Howard. 2005)
Stabilitas Emulsi
Jika didiamkan tidak membentuk agregat
Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi
lagi
Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.
Organoleptis
Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan
pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12
jam.
91
2.
dan
telah
dikalibrasi,
secara
hati-hati
untuk
menghindarkan
% dari
terhadap
emulsi,
pengukuran
viskositas
dilakukan
dengan
E. Daftar Pustaka
-
Syamsuni,
A.
2006.
Ilmu
Resep.
Penerbit
Buku
Kedokteran
EGC:Jakarta.
-
Anief, Moh. (2004). Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Pharmakope Netherland V
93
BAB XII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami bentuk sediaan farmasi semi-padat (semisolida).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami
sediaan semipadat :
-
Salep
Krim
Gel
C. Uraian Materi
1. Salep
Definisi
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
darsar salep yang cocok (F.I.ed.III). Salep adalah sedian setengan padat
yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit atau selaput lender salep tidak
boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep
mengandung obat keras narkotika adalah 10 % (FI IV).
Salep adalah gel dengan sifat deformasi plastis yang digunakan pada kulit
atau selaput lendir. Sediaan ini dapat mengandung bahan obat tersuspensi,
terlarut atau teremulasi. Menurut ansel Salep (unguents) adalah preparat
setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk pemakaian
pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata. (R. VOIGT)
Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebutkan
terakhir bisanya dikatakan sebagai dasar salep (basis ointment) dan
digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung
obat.
95
adalah
sediaan
setengah
padat
berupa
emulsi
kental
6. Pasta kering
Suatu
pasta
bebas
lemak
mengandung
60%
zat
padat
Unguenta
salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada
suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga
2.
Cream (krim)
salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit , suatu tipe yang
dapat dicuci dengan air.
3. Pasta
salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal
karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
4. Cerata:
salep berlemak yang mengandung
yang tinggi
97
atau anestesi lokal. Dasar salep yang baik adalah dasar salep Senyawa
hidrokarbon.
2. Salep endodermis
salep yang bahan obatnya menembus kedalam kulit, tetapi tidak melalui kulit,
terabsorbsi sebagian, digunakan untuk melunakan kulit atau selaput lendir. Dasar
salep yang baik adalah minyak lemak.
3. Salep diadermis
salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui kulit dan mencapai
efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung senyawa merkuri iodida,
beladona.
Menurut dasar salep, salep dapat dibagi :
1. Salep hidrofobik
yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep berlemak
(greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air
misalnya: campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam.
2. Salep hidrofilik
yaitu salep yang suka air;
biasanya dasar salep. Tipe M/A.
Menurut formularium nasional (fornas)
1.
2.
3.
Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air / dasar
salep Emulsi M/A)
4.
masih
dipakai
inkompatibilitas, stabil
mengobati.
Maka
salep
harus
bebas
dari
kamar.
98
2) Lunak,
Yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan
ekskloriasi.
3) Mudah dipakai,
umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan
kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak
atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada
daerah yang diobati.
4) Terdistribusi merata,
obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada
pengobatan.
Peraturan dan Prosedur Pembuatan Salep
Aturan umum ialah:
a) Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perluh dengan
pemanasan rendah.
b) Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebi dahulu diserbuk dan diayak
dengan derajat ayakan no.100.
c) Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu
mendukung atau menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang
tersedia, setelah itu ditambahkan sebagian dasar saelep yang lain.
d) Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus
diaduk sampai dingin.
Zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep
Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam
vaselin. Camphora, mentholum, phenolum,thymolum,dan guayacolum lebih mudah
dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak.bila dasar saelp
mengandung vaselin, maka zat-zat tersebut digerus halus dan tambahkan
99
sebagian(+ sama banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin
dan bagian dasar salep yaang lain.
Camphora dapat dihaluskan dengan tambahan spiritus fortior atau eter
secukupnya sampai larut setelah itu ditambahkan ditambah dasar salep sedikit demi
sedikit, diaduk sampai spiritus fortiornya menguap.(vanduin). Bila zat-zat tersebut
bersama dalam salep, lebih mudah dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru
ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit.
a. Zat yang mudah larut dalam dasar salep
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat dilarutkan dalm air
yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampurka
dengan sebagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh
obat dalam air terserap,baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep,
digerus dan diaduk hingga homogen.
Dasar salep yang tidak menyerap air antar lain ialah adeps lanae,
unguentum simplex, hidrophilic ointment, dan dasar salep yang sudah
mengandung air antara lain lanoline (25%), unguentum lanies(25%),
unguentum cetylicum hidrosum,(40%).
b. Zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep
Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak
no.100.setelah itu serbuk dicampur baik-baik dengan sama massa berat
salep,atau dengan salah satu bahan dasar salep, bila perluh bahan dasar
salep tersebut dilelehkan dulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang
ditambahkan sedikit demi sedikit sambi digerusdan diaduk hingga
homogen. Utuk mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan,seperti
cera flava, cera alba, cetylalcoholum dan paraffinum solidum tidak tersisa
dari dasar salep yang cair atau yang lunak. Pembuatan salep dengan
asam borat tidak diizinkan dengan pemanasan.
Salep yang dibuat dengan peleburan
Pembuatan dasar salep ini dibuat dalam cawan porselin sebagai pengaduk
digunakan batang gelas atau stapel kayu. Masa yang melekat pada dinding
cawan dan stapel atau batang gelas selalu dilepas dengan kertas film. Bahan
100
salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian
lemaknya, sedang air ditambahkan setelah masa salep diaduk sampai dingin.
Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin.
1. Peraturan salep pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya, jika
perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan salep kedua
Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan
lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap
seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basia
salepnya.
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau sebagian dapat larut dalam lemak dan air
harus diserbukkan lebih dahulu, kemudiaan diayak dengan pengayak NO.
60.
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dinginbahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya haris
dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya.
Persyaratan
Salep dapat mengandung bahan konservansia yang cocok. salep harus memiliki
sifat yang homogen. pada saat dioleskan dengan tangan, tidak diperbolehkan terasa
adanya bagian padat. Salep tidak boleh berbau tengik. Jika tidak dinyatakan lain,
digunakan salep alkohol malam domba sebagai basis salap.
Evaluasi Sediaan Salep
1. Uji bahan aktif
Pengujian bahan aktif meliputi, uji bobot jenis, uji rotasi optic, uji indeks
bias, uji titik lebur, dan uji titik didih.
101
2. Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
3. Daya serap air
Daya serap air, diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk
mengkarakterisasi basis absorpsi. Bilanagn air dirumuskan sebagai
jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air
pada suhu tertentu (umumnya 15-20) secara terus menerus atau
dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut
digabungkan secara manual. Evaluasi kuantitatif dari jumlah air yang
diserap dilakukan melalui perbedaan bobot penimbangan (system
mengandung air sitem bebas air ) atau dengan penentuan
kandungan air yang akan diuraikan nanti. Daya serap air akan
berubah,
jika
larutan
turut
digabungkan
didalamnya.
Dapat
102
7. Ukuran partikel
Umumnya farmakope tidak mensyaratkan pengujian ukuran partikel
dalam salep suspensi, melainkan hanya membatasi penggunaan
serbuk halus atau serbuk yang sangat halus. Pada salep mata
suspense harus diperhitungkan adanya persyaratan yang lebih ketat,
meskipun berbagai farmakope melakukan pembatasan tapi syaratnya
berbeda-beda.
3. Gel
Definisi Gel
-
Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri
dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.
Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi
dua yaitu:
1.
semipadat
jika
dibiarkan
dan
menjadi
cair
pada
103
2.
2.
Kegunaan Gel
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan
untuk bentuk sediaan obat longacting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan
oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
104
Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2.
3.
4.
5.
6.
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol 2
hal 497):
1.
Swelling
Gel
dapat
mengembang
karena
komponen
pembentuk
gel
dapat
Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan
yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
105
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel
yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks
berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.
Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3.
Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya
pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu
larutan tersebut
membentuk
gel. Fenomena
pembentukan gel
atau
Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik
dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang
ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan
konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi
waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat
akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium
yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai
kalsium alginat yang tidak larut.
5.
6.
Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan
aliran nonnewton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran.
106
Komponen Gel
Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan tambahan.
Disetiap sedian gel harus memilik kedua komponen seperti yang ada di bawah ini:
1. Gelling Agent.
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan
yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini
adalah gom alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem
tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam
cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai
pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari
beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang
jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.
2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet
sebagai antimikroba.
Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan
gelling agent.
b. Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol
dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya : EDTA.
Evaluasi Sediaan Gel :
1.
Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden
(dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya
(macam dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang di
peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
107
2.
Homogenitas
Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan
yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan
secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel
pada objek glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya partikelpartikel kecil yang tidak terdispersi sempurna.
3.
Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
4.
3. Krim
Definisi Krim
-
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (FI III)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV
hal. 6)
Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asamasam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan
untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam
air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus
disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk
krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat,
kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl
sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang
disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya
tidak tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang
cocok dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya
digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil
paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan
dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus
juga tertera obat luar.
Cara Pembuatan Krim
Bagian lemak dilebur diatas penangas air, kemudian ditambahkan bagian airnya
dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim.
Kelebihan dan Kekurangan Krim
Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:
a. Mudah menyebar rata.
b. Praktis.
c. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A
(minyak dalam air).
d. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
109
Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada
bayi, pada fase A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup
tinggi.
j.
k. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak
menyebabkan kulit berminyak.
Adapun kekurangan dari sediaan krim yaitu:
a.
Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena
perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan
salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat
pengemulsinya tidak tersatukan.
b.
c.
d.
e.
110
D. Pertanyaan
-
E. Daftar Pustaka
-
Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press
111
BAB XIII
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan
memahami Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami
aspek-aspek CPOB
C. Uraian Materi
Definisi
CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good
Manufacturing Practices) 2006
Adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan
dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,
memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
dan
sesuai
dengan
tujuan
penggunaannya.
Intinya CPOB merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan CPOB atau
GMP. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB adalah Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan
untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB dijabarkan menjadi beberapa aspek/ruang lingkup dan ditambahkan
dengan beberapa Aneks sebagai tambahan/penjelasan lanjutan dari CPOB
itu sendiri.
Industri farmasi di Indonesia, baik Pemilik Modal Dalam Negeri (PMDN)
maupun Pemilik Modal Asing (PMA) harus menerapkan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) dalam setiap aktifitas pembuatan produknya. Hal ini
sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor:
113
CPOB :
1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan
secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk
menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk
kedalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan
pengemas, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.
3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja ; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
terkendali dan di pantau secara cermat.
4. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai persyaratan dan penggunanya; bila perlu dapat
dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat
yang telah ditentukan dan di capai.
5. Otoritas pengawasan Obat hendaklah menggunakan Pedoman ini sebagai
acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang
berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan pedoman
ini.
6. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi
sebagaiu dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
7. Selain aspek umum yang tercakup di dalam pedoman ini, dipadukan juga
serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku
untuk industri farmasi yang aktifitasnya berkaitan.
115
8. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produk sejenis yang
digunakan manusia.
9. Cara lain selain tercantum di dalam pedoman ini dapat diterima sepanjang
memenuhi prinsip pedoman ini.
Pedoman (CPOB) ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangnan
konsep baru atau teknologi baru yang telah di validasi dan memberikan tingkat
Pemastian Mutu sekurang kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum
dalam Pedoman ini.
Konsep dasar Pemastian Mutu COPB dan Pengawasan mutu adalah aspek
manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk
menekankan hubungan dan betapa pentingnya unsur unsur tersebut dalam
produksi dan pengendalian obat.
PEMASTIAN MUTU
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara
tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu obat yang
dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai engan
tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah
dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan obat.
Sistem Pemastian Mutu yang benar tepat bagi industri farmasi hendaklah
memastikan bahwa :
Desain
dan
pengembangan
obat
dilakukan
dengan
cara
yang
116
Pengkajian
terhadap
pengemasaan
dan
semua
dokumen
pengujian
bets
yang
dilakukan
terkait
dengan
sebelum
proses
memberikan
Obat tidak di jual atau tidak di pasok sebelum Kepala Bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan produk .
produk
disimpan,
didistribusikan
dan
selanjutnya
ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat
Tersedia prosedur inspeksi diri dan /atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu
117
berdasarkan
pengalam
terbukti
mampu
dikaji secara
secara
konsisten
Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi
Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang
jelas , tidak bermakana ganda , dapat diterapkan secara spesifik pada sarana
yang tersedia
pencatat selama
jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di investigasi.
118
sampel,
spesifikasi
dan
pengujian,
serta
dengan
organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang telah
diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum dilakukan tidak
digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum
mutunya di nilai dan dinyatakan memenuhi syarat
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini
hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah
tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat
dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa :
Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan
prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan
dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan
tujuan CPOB
Pengambilan
produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang
di setujui oleh Pengawas Mutu
Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif
sesuai dengan
kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan
diberi label yang benar
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembandingan,
memastikan kebenaraan label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa
stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi
keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam
119
Kajian terhadap pengawasaan selama proses yang kritis dan hasil pengujian
obat jadi
Kajian terhadap
Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak diinginkan
Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang
terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan
Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan
pendaftaran
dan obat
dengan persetujuan
pendaftaran variasi
Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara
(HVAC), air, gas bertekanan , dan lain lain dan
Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah melakukan
evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan suatu penilaian hendaklah dibuat
untuk menentukan apakah tindakan perbaikan atau pencegahan ataupun validasi
ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan.
Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan
secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur menejemen yang
sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektif prosedur tersebut yang
diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila Dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian
mutu dapat dikelompokan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair,
produk steril, dan lain-lain.
Bila pemilik persetujuan pendaftar bukan industri farmasi, maka perlu ada suatu
kesepakatan teknis dari semua pihak terkait yang menjabarkan siapa yang
bertanggung jawab untuk melakukan kajian uutu. Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu), yang bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan
pemilik persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa pengkajian mutu
dilakukan tepat waktu dan hemat.
Tujuan Penerapan CPOB di Industri Farmasi
1. CPOB
bertujuan
untuk
menjamin
bahwa
obat
dibuat
secara
121
kegiatan
hanya
dilakukan
berdasarkan
instruksi
tertulis
(dokumentasi).
2. Bahan Awal harus disimpan dan ditangani secara tepat, dan hanya bahan
awal yang sudah disetujui saja yang boleh dipakai.
3. Semua mesin dan alat-alat dan fasilitas/ruangan, yang sudah ditentukan
untuk digunakan, harus terawat dengan baik dan dibersihkan dengan baik.
4. Pengawasan Mutu dilakukan pada setiap tahap penyimpanan, penanganan
dan proses pembuatan.
5. Karyawan,baik
lainnya,harus
karyawan
mengenakan
produksi
pakaian
maupun
dan
karyawan
penunjang
perlengkapan
yang
E. Daftar Pustaka
-
Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2006
Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2012
122