Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PTK
(Penelitian Tindakan Kelas)
Diajukan Untuk Pengusulan Kenaikan Pangkat
Disusun Oleh :
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Program Studi
Unit Kerja
materai tempel
Rp. 6.000,00
1. Identitas Penulis
Nama
NIP
2.
3.
4.
5.
6.
7.
NUPTK
Gol/Ruang
Jabatan
Unit Kerja
Lokasi Penelitian
Lama Penelitian
Biaya Penelitian
Pengamat
Kelas Penelitian
Jumlah Siswa Kelas Penitian
: 9242-7506-5230-0053
: IV/a
: GURU MATA PELAJARAN
: SMA NEGERI 1 CIASEM
: SMA NEGERI 1 CIASEM
: 2 Siklus
: PRIBADI
: GURU SEJAWAT
: XII MIA 1
: 36 Siswa
Kepala Perpustakaan
Dra. ATISAH
NIP. 196610132006042002
Mengetahui, Mengesahkan
Kepala Sekolah
SMA NEGERI 1 CIASEM
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui / Mengesahkan
SUBANG, Tgl 2 Maret 2016
1. Identitas Penulis
Nama
NIP
NUPTK
Gol/Ruang
Jabatan
Unit Kerja
2. Pengamat :
1. GURU SEJAWAT
Kepala Perpustakaan
Kepala Sekolah
SMA NEGERI 1 CIASEM
Dra. ATISAH
NIP. 19590915 198403 2 004
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Puji
memberikan
dan
syukur
nikmat
ke
dan
hadirat
karuniaNya
Allah
serta
dan
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Design Peneletian..........................................................................................................................27
TEMPAT, WAKTU PENELITIAN................................................................................................28
SUBJECT Dan OBJECT Penelitian..............................................................................................28
Definisi Operasional......................................................................................................................28
Teknik Pengumpulan Data.............................................................................................................32
Instrumen Penelitian......................................................................................................................32
Teknik Analisis Data Deskriptif Kuantitatif..................................................................................33
Indikator Keberhasilan Tindakan...................................................................................................33
BAB V.............................................................................................................................46
PENUTUP......................................................................................................................46
A.
B.
Simpulan........................................................................................................................................46
Saran..............................................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................48
DAFTAR TABE
Tabel 1)
Tabel 2)
Tabel 3)
Tabel 4)
Tabel 5)
Tabel 6)
Tabel 7)
Tabel 8)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1)
Gambar 2)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1)
RPP......................................................................................................50
Lampiran 2)
Teks editorial/opini............................................................................60
Lampiran 3)
Lampiran 4)
Instrumen Penilaian..........................................................................68
Lampiran 5)
Lampiran 6)
Lampiran 7)
Lampiran 8)
Izin Penelitian.....................................................................................75
Lampiran 9)
Jadwal Penelitian...............................................................................76
Lampiran 10)
Dokumentasi Foto..............................................................................77
BAB 1. PENDAHULUAN
keterampilan bahasa lisan yang bersifat produktif, baik yang interaktif, semiinteraktif, dan
noninteraktif. Adapun menulis adalah keterampilan produktif dengan menggunakan tulisan.
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis
keterampilan berbahasa lainnya, karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan
kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam
suatu struktur tulisan yang teratur.
Pembelajaran bahasa Indonesia di kelas merupakan aktivitas yang mengembangkan
kedua kegiatan berbahasa tersebut dengan pembeda sarana dan sifatnya. Mendengarkan dan
membaca merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif.Perbedaannya hanya
pada objek yang menjadi fokus perhatian awal yang menjadi stimulus.Membaca dan
menulis merupakan aktivitas berbahasa ragamtulis.Menulis adalah kegiatan berbahasa yang
bersifat produktif, sedangkan membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
reseptif.Adapun menulis dan berbicara adalah kegiatan berbahasa yang bersifat
produktif.Berbicara merupakan kegiatan berbahasa ragam lisan, sedangkan menulis adalah
kegiatan berbahasa ragam tulis.Kegiatan menulis pada umumnya merupakan kegiatan
berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara pada umumnya bersifat langsung.
Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia harus mencakup empat aspek
berbahasa tersebut. Misalnya, dalam kegiatan menyimak, aktivitas berbahasa yang
dilakukan adalah mendengarkan, memahami, dan memberikan tanggapan terhadap berbagai
bentuk teks.Dalam kegiatan berbicara, aktivitas berbahasa yang dilakukanadalah
mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk kepada
lawan bicara sesuai dengan jenis teks yang dipelajari.Dalam kegiatan membaca, aktivitas
yang dilakukan adalah memahami berbagai jenis teks, baik secara tersurat maupun tersirat
untuk berbagai tujuan.Dalam kegiatan menulis, aktivitas yang digunakan adalah menulis
berbagai jenis teks sesuai dengan konteks.
Pengembangan keterampilan reseptif dan produktif pada mata pelajaran bahasa
Indonesia dilakukan dalam bingkai pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks.
Keterampilan reseptif dan produktif ini dikembangkan pada tiap siklus kegiatan berbahasa
berbasis teks, yaitu pada siklus membangun teks, pemodelan, penyusunan teks secara
bersama, dan penyusunan teks secara mandiri. Dengan berfokus pada teks tertentu,
misalnya
teks diskusi, peserta didik akan mempelajari teks tersebut sekaligus
mengembangkan kemampuan reseptif dan produktifnya. Melalui siklus pembelajaran
berbasis teks, peserta didik akan mendengarkan dan bertaya jawab tentang hal-hal yang
diberikan saat siklus membangun konteks. Selanjutnya, pada saat pemodelan teks,
peserta didik akan membaca teks dan isi, struktur, dan berdiskusi tentang unsur kebahasaan
teks. Setelah itu, peserta didik akan berdiskusi dalam kelompok dan menyusun teks secara
bersama kemudian mempresentasikan hasil penyusunan teks.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terarah pada pembelajaran khususnya
bahasa Indonesia maka pembelajaran harus dilakukan dengan berbagai metode dan upaya
yang sungguh sungguh. Sebagai guru bahasa Indonesia tentunya guru mempunyai
peranan penting untuk memuliakan bahasa, mempertahankan, menjunjung tinggi bahasa
persatuan Indonesia,
Pembelajaran dengan penernuan (Discovery Learning) merupakan suatu komponen
penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia
pendidikan. Ide pembelajaran penernuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan
untuk memberi rasa senang kepada anak/siswa dalam "menemukan" sesuatu oleh mereka
sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan. (Nur 2000).
Pembelajaran penernuan dibedakan menjadi 2, yaitu pembelajaran penemuan bebas
(Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran
penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT 1997). Dalam pelaksanaannya,
pembelajaran penernuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih h banyak
diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep
yang harus dlikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.
Dari permasalahan diatas maka peneliti sebagai guru bahasa Indonesia
melaksanakan kegiatan scientific dalam pembelajaran di kelas dengan judul UPAYA
MENINGKATKAN KETRAMPILAN MEMAHAMI STRUKTUR, KAIDAH, ISI TEKS
EDITORIAL ATAU OPINI DENGAN PEMBELAJARAN GUIDE DISCOVERY
LEARNING MODEL DISKUSI UNTUK SISWA KELAS XII MIA 1 SMA N 1 CIASEM
TAHUN PELAJARAN 2015/2016.
B. Perumusan Masalah
Melihat adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di lapangan
seperti yang sudah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka rumusan penelitian ini
dapat disampaikan sebagai berikut:
1)
Apakah model pembelajaran Guide Discovery Learning dapat meningkatkan
Ketrampilan memahami struktur, kaidah, da isi teks Siswa Kelas XII MIA 1
SMA N 1 Ciasem.
2)
C. Batasan Masalah
Dari adanya metode yang dapat di jadikan pemecahan masalah dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia pada tingkat kesulitan atas pemahaman dan peningkatan hasil dan
prestasi belajar, maka batasan masalah mengacu pada penilaian hasil belajar bahasa
Indonesia khususnya materi Memahami struktur, kaidah, isi teks editorial atau opini baik
lisan maupun tulisan dengan pengukuran 80 % siswa yang tuntas dari kriteria ketuntasan
minimal 73.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai acuan dalam
memperkaya teori dalam rangka peningkatan kompetensi guru. Sedangkan secara praktis
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah, khususnya SMA Negeri 1 Ciasem dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia Di samping itu, penelitian ini juga
diharapkan bermanfaat sebagai informasi yang berharga bagi teman-teman guru, kepala
sekolah di sekolahnya masing-masing.
E. Tujuan Penelitian
Dari uraian diatas maka tujuan pembelajaran Bahasa Indoneisa pada penelitian
dengan metode Guide Discovery Learning adalah :
1. Sebagai dasar Proses belajar memahami dan memproduksi gagasan,
perasaan, pesan, informasi, data, dan pengetahuan untuk berbagai
keperluan
komunikasi
keilmuan, kesastraan, dunia pekerjaan, dan
komunikasi sehari-hari baik secara tertulis maupun lisan.
2. Dengan pembelajaran pencarian masalah dan pemecahan masalah Guru
dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses
berpikir secara optimal.
3. Memiliki keterampilan membuat berbagai genre teks bahasa Indonesia
sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh.
4. Meningkatkan keterampilan siswa dalam membuat karya sesuai dengan
genre teks yang ada.
5. Mengubah perilaku siswa terutama yang berhubungan dengan sikap sosial
dan religiusnya.
F. Definisi Istilah
10
Pembelajaran Scientific
Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam
proses pembelajaran menjadi titik tolak banyak ditemukannya berbagai pendekatan
pembelajaran yang inovatif. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik
modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan scientific (ilmiah).
Penjelasan Sudarwan (dalam Kemendikbud, 2013: 201) tentang pendekatan scientific
bahwa pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran,
penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian,
proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip,
atau kriteria ilmiah.
Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik
mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan
masalah dengan menjawab saja. Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih
berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan
berpikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata).
11
Hal ini sejalan dengan pendapat Rusman (2012: 391), yang menyatakan bahwa
pembelajaran dianggap bermakna jika dalam proses pembelajaran tersebut siswa
terlibat secara aktif, untuk mencari, dan menemukan sendiri pemecahan masalah serta
menemukan sendiri pengetahuan melalui pengalaman langsung. Untuk itu pendekatan
pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student centered). Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan
tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai
sumber observasi, bukan diberi tahu. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal dan memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan
saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru (Kemendikbud, 2013:
201).Kemendikbud (2013: 9) menyatakan bahwa pendekatan scientific adalah
pembelajaran yang mendorong anak untuk melakukan keterampilan-keterampilan
ilmiah yang diantaranya adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasikan/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.
5
Penilaian Autentik
Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran.
Diberlakukannya Kurikulum 2013 yang menekankan pada pembelajaran berbasis
aktivitas, maka penilaiannya lebih menekankan pada penilaian proses baik pada aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian seperti inilah yang disebut penilaian
autentik/asesmen autentik.
Menurut Komalasari (2011: 148) penilaian autentik adalah suatu penilaian
belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata, yang memerlukan berbagai
macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa
satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Sedangkan menurut
Mueller (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23) menyatakan bahwa penilaian autentik
merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan
kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan
dan keterampilan. Sejalan dengan kedua pendapat di atas, Husamah (2013: 126)
mengemukakan bahwa asesmen autentik adalah asesmen yang melibatkan siswa di
dalam tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting dan bermakna.
Menurut Kunandar (2013: 35-36) penilaian autentik adalah kegiatan
menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses
maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan
12
kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD).
Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini
mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka
mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hanafiah dan Cucu Suhana (2010:76) bahwa penilaian yang
sebenarnya (Autentic Assesment) adalah penilaian yang menekankan pada proses
pembelajaran, serta data yang dikumpulkan berasal dari kegiatan nyata yang dikerjakan
siswa pada saat melakukan kegiatan pembelajaran. Kemajuan peserta didik dinilai dari
proses, tidak semata dari hasil belajarnya.
G. Materi Teks Editorial
Teks Editorial/Opini atau yang biasa juga disebut sebagai tajuk rencana adalah
materi bahasa Indonesia yang akan kita pelajari kali ini. Adapun materi yang akan kita
bahas mengenai teks opini/editorial adalah tentang pengertian, struktur teks, kaidah
kebahasaan, dan contoh teks editorial. Baiklah langsung saja kalian simak materi nya
dibawah ini agar kalian dapat lebih memahami tentang teks editorial.
1
13
Pernyataan pendapat (thesis), bagian ini berisi sudut pandang penulis terhadap
permasalahan yang diangkat. Istilah ini mengacu ke suatu bentuk penryataan atau
bisa juga sebuah teori yang nantinya akan diperkuat oleh argumen.
Argumentasi, merupakan bentuk alasan atau bukti yang digunakan untuk
mempekuat pernyataan dalam tesis walaupun dalam pengertian umum, argumentasi
juga dapat digunakan untuk menolak suatu pendapat. Argumentasi dapat berupan
pernyataan umum (generalisasi) atau dapat juga berupa data hasil penelitian,
pernyataan para ahli, atau fakta-fakta yang didasari atas referensi yang dapat
dipercaya.
Penyataan/Penegasan ulang pendapat (Reiteration), bagian ini berisi penguatan
kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta dalam bagian
argumentasi. Terdapat pada bagian akhir teks.
Adverbia, agar dapat meyakinkan pembaca diperlukan ekspresi kepastian yang bisa
dipertegas dengan kata keterangan atau adverbia frekuentatif, yaitu adverbia yang
menggambarkan makna berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu
yang diterangkan adverbia itu. Kata-kata yang digunakan antara lain selalu,
biasanya, sebagian besar waktu, sering, kadang-kadang, jarang, dan lainnya.
Konjungsi, merupakan kata penghubung pada teks editorial seperti kata bahkan.
Verba Material, adalah verba yang menunjukkan perbuatan fisik atau peristiwa.
Verba relasional, adalah verba yang menunjukkan hubungan intensitas (pengertian
A adalah B), dan milik (mengandung pengertian A mempunyai B). Verba yang
pertama tergolong ke dalam verba relasional identifikatif, sedangkan verba yang
kedua dan ketiga tergolong ke dalam verba relasional atributif.
Verba Mental, adalah verba yang menerangkan persepsi (misalnya melihat,
merasa), afeksi (misalnya suka, khawatir), dan kognisi (misalnya berpikir,
mengerti). Pada verba mental terdapat partisipan pengindra (senser) dan fenomena.
14
15
Sekarang ini justru berkembang pertanyaan baru, apakah kebijakan Primprov DKI
itu tidak justru akan berlawanan dengan kebijakan Gubernur Sutiyoso yang sangat
kuat keinginannya untuk membuat Jakarta tertib. Ia mencoba membatasi orang
untuk bisa masuk Jakarta dan menggusur masyarakat maupun pedagang kaki lima
yang menempati lahan yang bukan hak mereka.
Namun, bagaimana orang tidak tertarik untuk masuk Jakarta kalau semua
kesempatan itu mudah didapat di Ibu Kota. Meski pertarungan hidupnya keras,
lebih mudah mendapatkan uang di Jakarta dibandingkan dengan di daerah. Di
Jakarta menjadi penjaga toilet di hotel ataupun di mall saja bisa dapat beberapa
puluh ribu rupiah sehari. Jadi, tukang parkir liar, asal bisa teriak-teriak, dengan
mudah dapat seribu atau dua ribu rupiah. Bahkan menjaga tempat perputaran jalan
pun, di Jakarta bisa dapat uang
Peluang itu ditambah lagi dengan menjadi joki. Bagi kalangan pengusaha yang
harus keluar-masuk jalan utama Jakarta, apa susahnya untuk menambah satu
pegawai yang bisa menemani dia bekerja. Dengan satu sopir dan satu ajudan, maka
ia bisa bebas keluar-masuk jalan utama.
Inilah yang sebenarnya kita ingin ingatkan. Peraturan itu seharusnya dibuat dengan
mempertimbangkan segala segi secara matang. Peraturan itu juga harus mendapat
dukungan dari masyarakat agar bisa berjalan efektif.
Untuk apa peraturan dibuat kalau kemudian hanya untuk dilanggar. Begitu banyak
peraturan yang kita buat, pada akhirnya tidak bisa diterapkan karena tidak dirasakan
sebagai kebutuhan bersama oleh seluruh rakyat.
Ketika peraturan itu tidak bisa efektif dilaksanakan, yang akhirnya menjadi korban
adalah si pembuat peraturan itu sendiri. Setidaknya wibawanya menjadi turun
karena peraturan yang dibuat ternyata tidak bergigi.
Peraturan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dibuat. Selain soal three in one, yang
juga menjadi pembicaraan ramai masyarakat adalah soal bunga bank.
Kita ketahui bahwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia sekitar dua pekan lalu
kembali membahas soal apakah bunga bank itu tergolong riba atau tidak. Putusan
Komisi Fatwa MUI sendiri kemudian menggolongkan bunga bank itu sebagai riba.
Tetapi segera ditambahkan bahwa haramnya bunga bank itu hanya berlaku di
kotakota yang sudah memiliki Bank Syariah.
16
Keputusan Komisi Fatwa MUI itu seharusnya dibawa dulu ke Sidang Lengkap
MUI, yang melibatkan seluruh ulama, sebelum menjadi fatwa yang menjadi
pegangan seluruh umat. Namun, keputusan itu sudah dikeluarkan terlebih dahulu ke
masyarakat, apalagi media pun terjebak seakan-akan itu sudah menjadi fatwa MUI.
Namun, di sini kita menangkap adanya kearifan pada jajaran pimpinan MUI.
Keputusan Komisi Fatwa itu tidak dianulir, tetapi pembahasannya dalam sidang
lengkap MUI ditunda sampai diperoleh waktu yang memadai untuk bisa membahas
masukan Komisi Fatwa itu secara menyeluruh.
Pimpinan MUI sangat menyadari bahwa persoalan ini bukanlah masalah mudah
sebab bukan hanya berkaitan dengan urusan ekonomi, tetapi juga kehidupan
masyarakat banyak. Dengan tradisi yang sudah panjang, tidak sedikit umat muslim
yang bekerja di bidang itu. Kalaupun sekarang harus diubah menjadi Bank Syariah,
apakah sistemnya bisa cepat berubah dan menunjang perkembangan Bank Syariah
itu sendiri.
Begitu banyak aspek yang harus dilihat sehingga pada tempatnya bila MUI
menunda keputusan itu. Sebab, pada akhirnya, sebuah peraturan itu bukan hanya
harus bagus di atas kertas, tetapi sungguh bermanfaat bagi kehi-dupan masyarakat
yang menjalankannya.
17
18
19
Menurut Sapriati (2009: 1.28) ada dua macam atau jenis pembelajaran
penemuan, yaitu pembelajaran penemuan murni (free discovery)
dan
pembelajaran penemuan terarah atau penemuan terbimbing (guided
discovery). Pembelajaran penemuan murni (free discovery) merupakan
pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan. Sedangkan
pembelajaran penemuan terarah/terbimbing (guided discovery) merupakan
pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam proses
pembelajarannya.
Demikian juga menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 204-205),
metode penemuan atau pengajaran penemuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
(1) penemuan murni, pada pembelajaran dengan penemuan murni pembelajaran
terpusat pada siswa dan tidak terpusat pada guru, kegiatan penemuan ini hampir
tidak mendapatkan bimbingan guru; dan (2) penemuan terbimbing, pada
pengajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi
pelajaran, berupa; petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga
diharapkan siswa dapat menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai dengan
rancangan guru.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat
dua jenis metode discovery yaitu: metode penemuan murni (free discovery) dan
metode penemuan terbimbing (guided discovery).
c) Metode Guided Discovery Learning
Metode guided discovery atau penemuan terbimbing merupakan metode
pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan siswa belajar
secara aktif dan mandiri dalam menemukan suatu konsep atau teori,
pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses penemuan tersebut membutuhkan
guru sebagai fasilitator dan pembimbing. Banyaknya bantuan yang diberikan
guru tidak mempengaruhi siswa untuk melakukan penemuan sendiri.
Sejalan dengan uraian di atas, Soejadi dalam Sukmana (2009)
mengungkapkan guided discovery merupakan pembelajaran yang mengajak
para siswa atau didorong untuk melakukan kegiatan sedemikian rupa
sehingga pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang diharapkan.
20
21
22
23
J. Kerangka Berfikir
24
K. Hipotesis
Berdasarkan beberapa masalah yang akan dibahas, maka dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan ketrampilan memahami struktur, kaidah, isi teks editorial
atau opini dengan pembelajaran Guide Discovery Learning model diskusi untuk
siswa kelas XII MIA 1 SMA N 1 Ciasem tahun 2015/2016.
2. Pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif memiliki dampak
Relflektif pada siswa kelas XII MIA 1 SMA Negeri 1 CIASEM.
25
26
27
28