Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SISTEM PERNAFASAN ATAS

I.PENGERTIAN
Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang terutama mengenai strukutur
saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran
atas dan bawah secara stimulan atau berurutan ( Behrman Richard, 2000)
ISPA adalah radangan akut saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh infeksi
atau bakteri, virus, maupun riketsia atau disertai dengan radam parempin paru
ISPA adalah masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan yang
menimbulkan gejala penyakit yang dapat berberlangsung sampai 14 hari
II.ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN ATAS
Anatomi fisiologi sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring, laring dan
trakhea. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian
rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem
pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan
baik melalui batuk ataupun bersin.

A. Hidung

Hidung merupakan pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara masuk dan
keluar sistem pernafasan melalui hidung, yang terbentuk dari dua tulang hudung dan
beberapa kartilago. Terdapat dua pada dasar hidung- nostril ( lubang hidung ), atau
nares eksterna yang dipisahkan oleh septum nasal di bagian tengahnya.
Lapisan mukosa hidung adalah sel epitel bersilia, dengan sel goblet yang
menghasilkan lendir. Udara yang melewati rongga hidung dihangatkan, disaring dan
dilembabkan. Bakteri dan partikel polusi udara akan terjebak dalam lendir, silia pada
lapisan mukosa secara kontinu menyapu lendir ke arah faring. Sebagian besar lendir
besar ini pada akhirnya akan tertelan, dan setiap bakteri yang ada akan dihancurkan
oleh asam hidroklorida dalam getah lambung.
Rongga nasal berhubungan dengan beberapa rongga lainyang terdapat dalam
tulang tengkorak, yaitu sinus paranasal yang fungsinya adalah untuk meringankan
tulang tengkorak dan memberikan resonansi udara. Rongga ini berhubungan dengan
rongga nasal melalui saluran kecil yang juga dilapisi oleh membran mukosa. Karena
saluran ini sempit, maka ia mudah tersumbat selama proses inflamasi dan infeksi.
Lendir dan cairan lainnya menjadi terperangkap dan menumpuk di dalam sinus yang
tersumbat, menimbulkan tekanan yang terasa sangat nyeri. Kondisi ini disebut
sinusitis.

B. Faring

Faring atau tenggorok adalah tuba muskular yang terletak di posterior rongga
nasal dan oral dan di anterior vertebrata servikalis. Secara dessriptif, faring dapat
dibagi menjaditiga segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh segman lainnya,
nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Bagian paling atas (superior) adalah nasofaring, yang terletak di belakang rongga
nasal. Nasofaring berhubungan dengan nares internal dan ostium ke kedua tuba
auditorius, yang memanjang ke telinga tengah. Adenoid atau tosil faringeal terletak
pada dinding posterior nasofaring, yaitu nodulus limfe yang mengandung makrofag.
Nasofaring adalah saluran yang hanya dilalui oleh udara, tetapi bagian faring lainnya
dapat dilalui baik oleh udara maupun makanan, namun tidak untuk keduanya pada
saat yang bersamaan.

Bagian faring yang dapat dilihat ketika bercermin dengan mulut terbuka lebar
adalah orofaring, terletak di belakang mulut, mukosa orofarign adalah epitel
skuamosa bertingkat, dilanjutkan dengan epitel yang terdapat pada rongga mulut.
Pada dinding lateralnya terdapat tonsil paletin yang juga nodulus limfe. Tosil adeniod
dan lingual pada dasar lidah, membentuk cincin jaringan limfatik mengelilingi farinf
untuk menghancurkan patogen yang masuk ke dalam mukosa.
Laringofaring merupakan bagian paling inferior dari faring. Laringofaring
membuka ke arah anterior ke dalam laring dan ke arah posterior ke dalam esofagus.

C. Laring
Laring sering disebut kotak suara, nama yang menunjukkan salah satu fungsinya,
yaitu berbicara adalah saluran pendek yang menghubungkan faring dengan trakea.
Laring memungkinkan udara mengalir di dalam struktur ini, dan mencegah benda

padat agar tidak masuk ke dalam trakea. Laring menjadi tempat pita suara, dengan
demikian laring menjadi sarana pembentukkan suara. Dinding laring terutama
dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran
mukasa bersilia. Kartilago laring terdiri atas sembilan buah yang tersusun sedemikian
rupa sehingga membentuk struktur seperti kotak dan satu sama lainnya dihubungkan
oleh ligamen. Kartilago laring yang terbesar adalah kartilago tiroid, yang teraba pada
permukaan anterior leher ( buah jakun pada pria ).
Epiglotis atau kartilago epiglotis adalah kartilago yang paling atas, bentuknya
seperti lidah dan keseluruhannya dilapisi oleh membran mukosa. Selama menelan,
laring bergerak ke atas dan epiglotis tertekan kebawah menutup glotis. Gerakan ini
mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam laring.

Pita suara terletak di kedua sisi glotis. Selama bersuara, pita suara tertahan di
kedua sisi glotis sehingga udara dapat masuk dan keluar dengan bebas dari trakhea.
Selama berbicara otot-otot intrinsik laring menarik pita suara menutupi glotis, dan
udara yang dihembuskan akan menggetarkan pita suara untuk menghasilkan bunyi
yang selanjutnya diubah menjadi kata-kata. Saraf kranial mtotrik yang mempersarafi
faring untuk berbicara adalah nervus aksesorius.
D. Trakhea
Trakhea merupakan tuba yang lentur atau fleksibel dengan panjang sekitar 10 cm
dan lebar 2 , 5 cm. Trakhea menjalar dari kartilago krikoid ke bawah depan leher dan
ke belakang manubrium sternum, dan berakhir berakhir pada sudut dekat sternum.

Trakhea berakhir dengan menbagi kedalam bronkus kanan dan kiri. Dileher trakhea
disilangi pada bagian depannya oleh istmus dari kelanjar tiroid dan beberapa vena.
Trakhea terbentuk dari 16 20 heli kartilago yang berbentuk C dihubungkan satu
sama lainnya dengan jaringan fibrosa.
E. Tonsil atau Amandel
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yangbanyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadapinfeksi. Tonsil terletak pada
kerongkongan di belakang kedua ujunglipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari
struktur yang disebut Ringof Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri juga
atas jaringanlimfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapatpersediaan
limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada padapermukaan dalam sel-sel
tonsil.Tonsil terdiri atas:
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan
terletak di belakang koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Ukuran tonsil
1. T0 : bila sudah dioperasi
2. T1 : ukuran yang normal ada
3. T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
4. T3 : pembesaran mencapai garis tengah
5. T4 : pembesaran melewati garis tengah
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan
cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut,hidung, dan kerongkongan, oleh
karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan.
III.

Konsep Dasar
A. Influenza
1. Pengertian
Influenza adalah suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama
ditandai dengan demam, menggigil sakit otot, sakit kepala dan sering disertai
pilek, sakit tenggorokan dan batuk nonproduktif (Aru, 2009)
Menurut kamus Dorland (2012), Influenza adalah infeksi virus akut pada
saluran pernafasan, timbul sebagai kasus yang tersendiri, epidemi, dan
pandemi, disebabkan oleh influenzavirus A, B, dan C, biasanya dengan

peradangan mokosa nasal, faring, dan konjungtiva, nyeri kepala mialgia,


demam, menggigil, dan rasa lemah.
2. Etiologi
Penyebab influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipe A, B, dan
C. ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan Complement fixation test.
Jenis-jenis influenza :
a. Virus Tipe A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar
merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A.
Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat
menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas
domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara
ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat.
Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipeserotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus
ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia.
b. Virus Tipe B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B
hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang
dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat
terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang.
Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat
dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih
sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat
keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B
biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada

virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi


tidak mungkin.Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan
dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan
antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.

c. Virus Tipe C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi
manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang
berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan
penyakit ringan pada anak-anak.
Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan
RNA. Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian
utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan
Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang
terdiri atas ribonuldeoprotein.Antigen ini spesifik untuk masingmasing tipe.Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan
tampak menonjol pada permukaan virus.Hemaglutinin diperlukan
untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan
neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.
3. Patofiosiologi
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik
yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari
orang-orang yang terinfeksi.Virus ini menumpuk dan menembus permukaan
mukosa sel pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan
kerusakan epithelium silia.Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa

sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada


saluran napas bagian bawah.Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan
epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, eritrrosit
dan membran hyaline.Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab
permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas
terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A)
dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan
virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang
tidak aktif.
Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara
perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu
maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia
mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap
invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang
disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.
Penyakit pada umumnya sembuh sendiri.Gejala akut biasanya 2 sampai 7
hari diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu.Penyakit ini
penting karena sifatnya epidemik dan pandemik dan karena angka kematian
tinggi bersama sekunder.Resiko tinggi pada orang tua dan orang yang
berpenyakit kronik.
4. Manifestasi Klinik
Pada umumnya pasien akan mengeluh:
Demam
Sakit Kepala
Sakit Otot
Batuk
Pilek dan kadang-kadang sakit pada waktu menelan disertai suara
yang serak.
5. Komplikasi
Komplikasi yang akan terjadi pada penyakit ini adalah :
Viral Pneumonia Primer, ditandai dengan dyspnea, cyanosis, dan
hemoptysis.

Bacterial Pneumonia Sekunder, ditandai dengan adanya dyspnea,


cyanosis, dan hemoptysis dan sputum berdarah.

6. Penularan
a. Penularan influenza secara alami berasal dari percikan ludah saat
bersin atau batuk. Penyebaran dapat pula berasal dari kontak langsung
dan kontak tak langsung.
b. Virus influenza B menyebar dalam waktu 1 hari sebelum gejala timbul
tetapi pada kasus influenza A baru tampak setelah 6 hari.penyebaran
virus influenza pada anak berlangsung selama kurang dari 1 minggu
pada influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. masa
inkubasi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari tetapi umumnya
berlangsung 2 sampai 3 hari.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Test Diagnostik
Pemeriksaan kultur jaringan
Kultul Sputum
Urinalysis
Jumlah WBC
Hemaglobin
Hematocrit
8. Penatalaksanan
Tidak terdapat tindakan yang spesifik untuk pasien dengan common cold.
Manajemen medis yang biasa dilakukan berupa :
a.

Medis :

Memberikan obat yang bersifat simpomatik (sesuai dengan


gejala yang muncul) sebab antibiotik tidak efektif untuk infeksi
virus.

Memberikan anti histamin untuk menurunkan rinorrhea.

Memberikan vitamin C dan ekspektoran.

Memberikan Vaksinasi : Vaxigrip boleh diberikan mulai bayi


usia 6 bulan

b.

Perawatan :

Menyarankan pasien agar melakukan bedrest

Mengkatkan intake cairan jika tak ada kontra indikasi

Memberikan obat kumur untuk menurunkan nyeri tenggorokan

B. Sinusitis
1. Pengertian
Sinusitis adalah peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis rejadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada ( Maksilaris, etmoidalis, frontalis dan sfenoidalis).
Sinusitis merupakanm penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman
atau virus.
2. Klasifikasi Sinusitis
Sinusitis dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Sinusitis Akut : suatu proses infeksi di dala sinus yang berlangsung 3
minggu.
b. Sinusitis kronis : proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung
selama 3 8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan
bulan bahkan bertahun tahun.
3. Etiologi
a. Sinusitis akut, yaitu :
Virus ( Rebrovirus, Influenza

virus

dan Parainfluenza

virus ).Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus


pada saluran pernafasan bagian atas.

Bakteri ( Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,


Stapilococcus aureus ). Dalam tubuh manusia terdapat banyak
bakteri flora normal. Apabila terjadi penurunan daya tahan
tubuh atau drainase sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi
virus lainnya, maka bakteri flora normal tersebut akan menjadi
patogen dan ikut menyusup kedalam sinus, sehingga terjadi

infeksi sinus akut.


Jamur ( jamur Aspergilus ) Infeksi jamur bisa menyebabkan

sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan.


Peradangan menahun pada saluran hidung., Biasanya pada

penderita Rhenitis alergi dan juga Rhenitis vasomotor.


Septum nasi yang bengkok.
Tonsilitis yang kronik.
b. Pada sinusitis kronik :
Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
Alergi.
Karies dentis ( gigi geraham atas ).
Septum nasi yang bengkok.
Benda asing di hidung dan sinus paranasal.
Tumor di hidung dan sinus paranasal.
4. Patofisiologi
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding
hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan ostium
sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus
tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan
mukosa sinus den mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal
ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi
sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk
berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia
yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi dan
reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan
hipoksia di dalam sinus dan memberikan media yang menguntungkan
untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga
akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktifitas leukosit. Sinusitis

kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat,
obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa
bakteri pathogen.
5. Faktor Predisposisi
a. Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor,
hipertropi konka.
b. Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan
obstruksi osteum sinus serta menghasilkan banyak lendir yang
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
c. Adanya infeksi pada gigi.
d. Lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering yang dapat merubah
mukosa dan merusak silia.
6. Manifestasi klinik
a. Sinusitis maksila akut.
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,
nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, ingus
kental kadang kadang berbau bercampur darah.
b. Sinusitis edmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasofaring, nyeri diantara dua mata
dan pusing.
c. Sinus frontal akut,
Gejala : demam, sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi
berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
d. Sinus spenoid akut,
Gejala : nyeri bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring
e. Sinusitis kronis,,
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang kadang
berbau, selalu terdapat ingus ditenggorokan, terdapat gejala gejala di
organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronchektasis, batuk
kering dan sering demam.
7. Kompilkasi
a. Osteomyelitis pada tuamg tulang yang berdekatan.
b. Abses otak.
c. Trombosis sinus venous.
d. Selulitis orbital.
e. Abses orbital.
f. Septicemia
8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Rinoskopi anterior : tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi


sempit dan edema. Pada sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior
tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Sedangkan pada
sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar
dari meatus superior.
b. Rinoskopi posterior : tampak mukopus di nasofaring.
c. Dentogen : Caries gigi ( PM 1, PM 2, M1 ).
d. 2.5.4 Transiluminasi ( diaphanoscopia ) : sinus yang akit akan menjadi
suram atau gelap. Pentingbila salah satu sinus yang sakit, sehingga
tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
e. X- ray sinus paranasalis : dengan posisi waters posteanterior dan
lateral, akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas
cairan udara ( air fluid level ) pada sinus yang sakit.
9. Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik yang tepat untuk mengelola infeksi bakteri,
decongestans

untuk

mengurangi

semprot

hidung

edema

hidung

kortikosteroid untuk mengurangi peradangan mukosa, danhumidifications


dengan menggunakan normal irigasi larutan garam atau vaporizer atau
hunidifieruntuk

mencegah

pengerasan

kulit

hidung

dan

untuk

melembabkan secrections.
Antibiotik tidak diresepkan secara rutin, karena banyak kasus
sinusitis sangat penting. biotics seleksi awal anti didasarkan pada
organisme penyebab kemungkinan ditunjukkan oleh manifestasi dan
probality strain resisten dalam masyarakat. baris pertama terapi di pusat
sebagian besar di amoxilin selama 14 hari.
Sarana medis menyediakan drainase meliputi vasocontrictors
topikal dan sistemik. lisan alpha-adrenergik vasokonstriktor. lisan alphaadrenergic vasocontrictors, termasuk pseudoefedrin dan pyelephrine, dapat
digunakan selama 10 sampai 14 hari, memungkinkan untuk restorasi
fungsi mocociliary normal dan drainase. mereka mungkin kontraindikasi
pada klien dengan penyakit jantung karena mereka dapat menyebabkan
hipertensi dan takikardi. mereka juga dapat kontraindikasi pada atlet
kompetitif karena aturan kompetisi.

C. Laringitis
1. Pengertian
Laringitis adalah peradanngan kjotak suara (laring) karena terlalu banyak
digunakan, iritasi atau infeksi.
Laringitis merupakan peradangan akut atau kronis dari laring, inflamasi
dari laring sering terjadi akibat :
Virus influenza (tipe A dan B)
Parainfluenza (tipe 1,2,3)
Rhinovirus dan adenovirus
Terlalu banyak menggunakan suara
Debu.
Bahan kimiawi
Rokok dan minuman alkohol
Infeksi saluran nafas atas
Infeksi yang terisolasi yang hanya mengenai pita suara
Perubahan musim
2. Etiologi
Sebagai penyebab radang ini adalah bakteri yang menyebabakan
radang local atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Inflamasi
laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara,
pemanjaan terhadap debu, bahan kimiawi, asap rokok dan polutan lainnya
atau sebagai bagian dari infeksi saluran napas atas
Penyebab inflamasi ini hamper selalu karena virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laryngitis biasanya berkaitan dengan nasofaring.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemanjaan terhadap perubahan
suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi dan tidak ada imunitas.
3. Patofisiologi
Laringitis merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara
yang disebabkan oleh virus, bakteri ataupun oleh karena rhinitis. Virus
yang merupakan penyebab terbanyak masuk melalui inhalasi dan
menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai
dengan edema dari lamina propia, submukosa dan adventisia diikuti
dengan infiltrasi selular histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit
polimormofonuklear ( PMN ). Terjadinya pembengkakan dan kemerahan
dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding
lateral dari trachea dibawah pita suara. Karena trachea subglotis dikelilingi

oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan saluran nafas dalam,


menjadikan sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah, sehingga dapat
menyebabkan peningkatan hambatan jalan nafas atas. Sumbatan aliran
udara pada saluran nafas atas akan menyebabkan stridor dan lebih lanjut
lagi akan menyebabkan hipoksia karena ventilasi yang tidak adekuat.
4. Tanda dan gejala :
a. Laringitis akut :
Suara serak.
Tidak dapat mengeluarkan suara ( afonia ).
Batuk berat.
Tenggorokan nyeri dan gatal.
b. Laringitis kronis :
Suara serak yang persisten.
Nyeri tenggorokan memburuk pada pagi hari dan malam hari.
Batuk kering dan keras.
5. Komplikasi
a. Sinusitis kronis.
b. Bronkhitis kronik
6. Pemeriksaan diagnostik : pada klien laringitis kultur organisme penyebab
dari laring
7. Penatalaksanaan
a. Laringitis Akut :
Medis :
Pemberian zat iritan.
Pemberia antibiotik pada klien dengan infeksi bakteri.
Perawat :
Mengistirahatkan suara.
Hindari merokok.
Istirahat ditempat tidur.
Inhalasi uap.
b. Laringitis Kronik :
Medis :
Pengobatan terhadap infeksi.
Pengobatan kortikosteroid topikal.
Perawat :

Istirahat suara.
Membatasi merokok.

Inhalasi uap.
D. Faringitis
1. Pengertian
Radang tenggorokan dalam bahasa medis disebut faringitis, adalah
peradangan atau inflamasi pada tenggorokan atau faring. Hal ini
menyebabkan suara serak atau kehilangan suara lengkap karena iritasi
pada lipatan vokal (pita suara).
Faringitis (dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah sebuah penyakit yang
menyerang tenggorokan atau faring. Kadangkala juga disebut sebagai
radang tenggorokan.
2. Etiologi
Etiologi faringitis adalah bakteri atau virus yang ditularkan secara
droplet infection atau melalui bahan makanan / minuman / alat makan.
Penyakit ini dapat sebagai permulaan penyakit lain, misalnya : morbili,
Influenza, pnemonia, parotitis , varisela, arthritis, atau radang bersamaan
dengan infeksi jalan nafas bagian atas yaitu: rinitis akut, nasofaringitis,
laryngitis akut, bronchitis akut. Kronis hiperplastik terjadi perubahan
mukosa dinding posterior faring.Tampak mukosa menebal serta hipertropi
kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arkus faring posterior (lateral
band).Adanya mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granuler.
Penyebab dari faringitis dapat bervariasi dariorganisme yang
menghasilkan

eksudat

saja

atauperubahan

kataral

sampai

yang

menyebabkanedema dan bahkan ulserasi. Organismeyangditemukan


termasuk streptokokus, pneumukokus,dan basilus influenza, diantara
organisme yanglainnya
3. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus
dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon
inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Kemudian bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi radang dengan
infiltrasi

leukosit

polimorfonuklear. Pada

stadium

awal

terdapat

hipertermi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula


mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi

kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hipertermi,


pembuluh darah dinding menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarn
kuning, putih abu abu, terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.
Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak bercak pada dinding faring
posteroir, atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan
membengkak. Virus virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat
menyebakan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.
Infeksi Streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi
lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein
dari Group A Streptococcus memiliki struktur yang sama dengan
sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan deman rheumatik dan
kerusakan katub jantung. Selanjutnya

juga dapat

menyebabkan

glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya


komplek antigen antibodi.
4. Klasifikasi
a. Faringitis Akut
Inflamasi febris tenggorokan yang disebabkan oleh mikroorganisme
virus hampir 70 % streptococcus group A. Paling sering disebut
Streephroat .
b. Faringitis Kronis
Sering terjadi pada orang dewasa yang bekerja atau tinggal dalam
lingkungan yang berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita
akibat batuk kronis, penggunaan habitual alkohol dan tembakau.
Ada 3 jenis faringitis kronis :
Hipertrifik ; ditandai dengan penebalan umum dan kongesti

membran mukosa faring.


Atrofik ; tahap lanjut dan jenis pertama ( membran tipis, keputihan,

licin dan pada waktunya berkerut ).


Granular kronik ; beberapa pembengkakan folikel limfe pada
dinding faring.

Terdapat 2 bentuk faringitis kronik, yaitu :

Faringitis kronik hiperplastik ;

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding


posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan
lateral dan hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding

posterior tidak rata dan berglanular.


Faringitis kronik atrofi.
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhenitis
atropi. Pada rhenitis atropi udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembapannya sehingga menimbulkan rangsang serta infeksi pada
faring. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh sekret
yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

5. Tanda dan gejala


a. Tenggorokan merah.
b. Nyeri tenggorokan.
c. Demam.
d. Nyeri tekan nodus limfe sevikal.
e. Malaise.
f. Batuk.
g. Suara serak.
h. Kesulitan menelan.
6. Komplikasi
a. Sinusitis.
b. Otitis media.
c. Abses peritonsial.
d. Mastoiditis.
e. Adenitis servikal.
f. Demam rematik.
g. Nefritis.
7. Pemeriksaan diagnostik ; pada klien faringitis dailakukan kultur organisme
penyebab dari faringitis.
8. Penatalaksanaan
Pemberian terapi berdasarkan penyebabnya ;
a. Medis :
Bakterial ; antimikroba.
Streptokokus ; Antibiotik Penisilin.
Untuk klien yang alergi penisilin sefalosfrim.
Antibiotik diberikan selama 10 hari untuk Streptokokus
group A.
b. Perawat :
Diit cair / lunak pada tahap akut.

Pemberian cairan intra vena perlu diberikan pada kondisi

parah.
Banyak minum 2 3 liter / hari.

E. Tonsilitis
1. Pengertian
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A
streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis
lain atau oleh infeksi virus(Hembing, 2004).
2. Etiologi
a. Streptococus beta hemoliticus
b. Streptococcus viridans
c. Streptococcus piogenes
d. Virus

3. Klasifikasi
a. Tonsilitis Akut
Tonsilis viral :
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling seringadalah virus
Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakanpenyebab tonsilitis akut
supuratif. Jika terjadi infeksi viruscoxschakie, maka pada pemeriksaan
rongga mulut akan tampakluka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang

sangat nyeridirasakan pasien.


Tonsilitis bacterial :
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,
hemolitikus

yang

dikenal

sebagai

strep

throat,pneumokokus,

Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.Infiltrasi bakteri pada


lapisan epitel jaringan tonsil akanmenimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukositpolimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk
tonsilitisakut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.

Bila bercak-bercak detritu ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka


akan terjadi tonsilitis lakunaris.
b. Tonsilitis Membranosa
Tonsilitis difteri :
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kumanCoryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukanpada anakanak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensitertinggi pada usia 2-5

tahun.
Tonsilitis septikTonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus

hemolitikusyang terdapat dalam susu sapi.


Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa)
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atautriponema
yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulutyang kurang
dan defisiensi vitamin C.

c. Tonsilis Kronik :
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
4. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.Amandel
atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organismeyang berbahaya
tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentukantibody terhadap
infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadangamandel sudah kelelahan
menahan infeksi atau virus.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel
terkikis

makajaringan

Terdapatpembendungan

limfoid
radang

superficial
dengan

mengadakan

infiltrasi

reaksi.

leukosit

poli

morfonuklear.Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi
bercakkuning

yang

disebut

detritus.

Detritus

merupakan

kumpulan

leukosit,bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan


detritusdisebut

tonsillitis

falikularis, bila

bercak

detritus

berdekatan

menjadisatu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan


gejalasakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah.Pasien hanya mengeluh
merasa

sakit

tenggorokannya

sehingga

berhenti

makan.

Tonsilitis

dapatmenyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah


bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi danotot,
kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakitpada telinga.
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukarmenelan, belakang
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yangtidak menyenangkan
tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.Bila bercak melebar, lebih besar lagi
sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran), sedangkan pada
tonsillitis kronik terjadi karenaproses radang berulang maka epitel mukosa
dan jaringan limfoidterkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan
limfoid digantijaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang
antarakelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses
inimeluas

sehingga

menembus

kapsul

dan

akhirnya

timbul

perlengketandengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini


disertaidengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
5. Manifestasi Klinik
a. Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
Nyeri tenggorok
Nyeri menelan
Demam
Mual
Anoreksia
b. Tanda dan gejala tonsilitis kronis adalah :
Kelenjar limfa leher membengkak
Edema faring
Pembesaran tonsil
Tonsil hyperemia
Mulut berbau
Otalgia ( sakit di telinga )
Malaise
6. Pemeriksaan Penunjang,
Laboratorium : lekosit meningkat,hemoglobin turun
Usap tonsil untuk pemeriksaan sensitifitas obat
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan tonsillitis akut:
Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari danobat
kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergidengan diberikan
eritromisin atau klindomisin.

Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,


kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring

dan

obatnsimptomatik.
Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosaatau
terapi konservatif tidak berhasil.Indikasi dilakukannya tonsilektomi
yaitu:
8. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
a. Abses pertonsil :
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,
abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk.
2007 ).
b. Otitis media akut :
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
c. Mastoiditis akut :
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
d. Laringitis :
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena
alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
e. Sinusitis :
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau
lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau15
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
f. Rhinitis :
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal
dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

Anda mungkin juga menyukai