Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG MASALAH


Bencana itu sendiri ada yang merupakan bencana alam, seperti banjir, gempa, longsor,

gunung meletus, tsunami, serta angin topan. Ada pula bencana yang diakibatkan oleh ulah
manusia, misalnya ledakan bom dan kecelakaan transportasi seperti pesawat jatuh, atau kapal
tenggelam. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah memberikan
amanat kepada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya identifikasi terhadap
mayat yang tidak dikenal.
Berbagai literatur memiliki patokan yang berbeda mengenai jumlah korban yang dapat
dikatakan massal. Dari sudut pandang medis, 25 orang, menurut Popzacharieva dan Rao, 10
orang. Silver dan Souviron menyatakan patokan ini tentunya akan berbeda-beda tergantung
dari lokasi bencana, terkait dengan sumber daya dan fasilitas yang tersedia. Sebagai contoh,
jumlah lemari pendingin yang tersedia untuk menyimpan jenazah akan bervariasi dari 4
hingga 400 unit antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya
Dengan demikian, menurut Hadjiiski, suatu bencana digolongkan sebagai bencana
massal apabila jumlah korban melebihi 10% dari kapasitas tempat yang tersedia di masingmasing rumah sakit.
Identifikasi korban mati dilakukan untuk memenuhi hak korban agar dapat
dikembalikan kepada keluarga dan dikubur secara layak sesuai dengan keyakinannya semasa
hidup. Ada dampak hokum dengan meninggalnya seseorang seperti waris, asuransi, serta
pada kasus kriminal maka akan dapat.

1.2. TUJUAN PEMBAHASAN


1

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna
bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi menjadi
dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah wawasan
mahasiswa/i dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih
pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/i fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah
tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan
secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai
berikut :
Mengetahui tentang Disaster Victim Identification
Mengetahui tentang Prosedur Identifikasi dalam DVI
Mengetahui dan Memahami Tentang Toksikologi dalam Forensik
Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.
Melengkapi tugas small group discussion modul XIX scenario V
Sebagai bahan referensi mahasiswa/i fakultas kedokteran UISU semester genap ( 6 ) dalam
menghadapi ujian akhir modul.
Itulah yang merupakan tujuan kami dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat
diharapkan dapat berguna bagi setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh
tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN
2

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

2.1 SKENARIO
Dalam pembahasan pada makalah ini awalnya kami mulai dari sebuah skenario yang
diberikan yaitu :
MODUL XXII (MEDIKOLEGAL)
SKENARIO 6
Disaster Victim Identification
Salah satu plaza terkenal di ibukota yang sedang ramai dikunjungi terbakar. Api yang
begitu besar disertai angin kencang menyebabkan asap hitam menutupi plaza tersebut. Pihak
pemadam kebakaran yang telah memakai masker beroksigen menembus kedalam plaza dan
berjuang sekuat tenaga untuk segera dapat memadamkan api agar tim medis bisa
melaksanakan tugas penyelamatan jiwa para korban yang terkurung didalamnya.

2.2 LEARNING OBJECTIVE


Dan selanjutnya kami akan menuju kepada suatu proses pembelajaran, dimana dengan
mencari Learning Objective, yang berguna bagi kami dalam menentukan dari permasalahan
yang ada dalam skenario tersebut untuk dibahas secara tepat. Setelah kami melakukan diskusi
selama satu minggu dalam dua kali pertemuan kami dapat menyimpulkan Learning
Objectivenya adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.

Mengetahui dan Memahami Definisi DVI.


Mengetahui dan Memahami Prosedur DVI.
Mengetahui dan Memahami Toksikologi dalam Ilmu Forensik.

2.3 DISASTER VICTIM IDENTIFICATION


Prosedur identifikasi mengacu pada prosedur DVI(Disaster Victim Identification)
Interpol. Poses DVI yang terdiri dari 5 fase yaitu The Scene, Post Mortem Examination, Ante
Mortem Information Retrieval, Reconciliation dan Debriefing.
3

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Pada fase pertama, tim awal yang datang ke TKP melakukan pemilahan antara korban
hidup dan korban mati selain juga mengamankan barang bukti yang dapat mengarahkan pada
pelaku apabila bencana yang terjadi merupakan bencana yang diduga akibat ulah manusia.
Pada korban mati diberikan label sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi tim
pemeriksa, lokasi penemuan, dan nomor tubuh/mayat. Label ini akan sangat
membantu dalam proses penyidikan selanjutnya.
Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat. Fase ini dapat
berlangsung bersamaan dengan fase pertama dan fase ketiga. Pada fase ini, para ahli
identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan untuk mencari
data postmortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari, pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh,
dan barang bawaan yang melekat pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan
untuk pemeriksaan DNA. Data ini dimasukkan ke dalam pink form berdasarkan standar
Interpol.
Fase ketiga adalah fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim kecil yang
menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta masukan data
sebanyak banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta mulai dari pakaian yang
terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain),
data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak
berwenang

(kelurahan atau kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya.

Apabila tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari
keluarga korban. Data Ante Mortem diisikan ke dalam yellow form berdasarkan standar
Interpol.
Seseorang dinyatakan teridentifikasi pada fase keempat yaitu fase rekonsiliasi apabila
terdapat kecocokan antara data Ante Mortem dan Post Mortem dengan kriteria minimal 1
macam Primary Identifiers atau 2 macam Secondary Identifiers .
Setelah selesai keseluruhan proses identifikasi, dengan hasil memuaskan maupun
tidak, proses identifikasi korban bencana ini belumlah selesai. Masih ada satu fase lagi yaitu
fase kelima yang disebut fase debriefing. Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah proses
4

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

identifikasi selesai. Pada fase debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses identifikasi
berkumpul untuk melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
proses identifikasi korban bencana, baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil
identifikasi. Hal-hal baik apa yang dapat terus dilakukan di masa yang akan datang, apa yang
bisa ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak boleh terulang lagi di masa datang, kesulitan apa
yang ditemui dan apa yang harus dilakukan apabila mendapatkan masalah yang sama di
kemudian hari, adalah beberapa hal yang wajib dibahas pada saat debriefing .
Secara teoritis, kelima fase DVI seharusnya dikerjakan sesuai standar pada setiap
kasus bencana. Namun pada kenyataannya, banyak hambatan dan kendala yang ditemui di
lapangan untuk menerapkan prosedur DVI. Pada kasus tenggelamnya kapal Rimba III, mayat
sudah dalam kondisi membusuk lanjut. Proses identifikasi sesuai kelima fase tersebut
menemui hambatan karena polisi mengirimkan mayat ke instalasi kamar jenazah dengan
Surat Permintaan Visum yang sudah berisi identitas korban.
Identifikasi dilakukan oleh pihak penyidik bersama sama dengan keluarga di TKP
berdasarkan property (pakaian, tas, dompet, perhiasan) yang melekat pada tubuh korban.
Akibat tindakan tersebut, keluarga menolak dilakukan pemeriksaan terhadap korban dengan
alasan sudah dikenali. Properti yang ada pada jenazah juga sudah langsung diserahkan pada
keluarga di TKP, sehingga sempat terjadi insiden tertukarnya jenazah. Hal ini dapat diatasi
setelah dilakukan pemeriksaan fisik terhadap mayat korban.

Pada kasus jatuhnya pesawat hercules di Magetan, tim DVI mengalami kendala
karena ada kurang koordinasi antara fase TKP dengan fase II & III; pemeriksaan fase II dan
fase III dilakukan oleh orang yang sama secara bersama-sama dan melibatkan keluarga; ini
menimbulkan ketidakakuratan dalam proses identifikasi, sehingga pada akhir pemeriksaan
didapatkan 4 mayat yang tidak peridentifikasi terdiri dari 2 anak, 1 wanita dewasa, serta 1
laki-laki dewasa. Data antemortem yang tersisa terdiri dari 2 anak, 1 wanita dewasa, dan 1
laki-laki dewasa namun tidak cocok dengan data postmortem jenazah.

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Pada kasus Identifikasi korban gempa di Padang, fasilitas menjadi kendala yang
utama dimana pada 3 hari pertama tidak ada listrik dan sarana lain untuk mempreservasi
jenazah, sehingga kondisi mayat membusuk pada saat telah teridentifikasi. Hal ini sempat
menimbulkan penolakan dari keluarga. Dari ketiga kasus tersebut, fase kelima (debriefing)
tidak dilaksanakan. Kesulitan yang dihadapi adalah
mengumpulkan kembali para anggota tim yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia
untuk melakukan evaluasi kinerja.

2.4 METODOLOGI IDENTIFIKASI


Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai metode dari
yang sederhana sampai yang rumit.
a. Metode sederhana
1) Cara visual
Dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah karena identitas dikenal
melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh atau muka. Cara ini tidak dapat diterapkan
bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi serta harus mempertimbangkan faktor psikologi
keluarga korban (sedang berduka, stress, sedih, dll)
2) Melalui kepemilikan (property)
identititas cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan tersebut(pakaian, perhiasan, surat
jati diri)masih melekat pada tubuh korban.3) Dokumentasi, foto diri, foto keluarga,foto
sekolah, KTP atau SIM dan lain sebagainya
b. Metode ilmiah
antara lain:
1) Sidik jari,
2) Serologi,
3) Odontologi,
4) Antropologidan
5) Biologi.

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Cara-cara ini sekarang erkembangdengan pesat berbagai disiplin ilmu ternyata dapat
dimanfaatkan untuk identifikasi korban tidak dikenal. Dengan metode ilmiah ini didapatkan
akurasi yang sangat tinggi dan juga dapat dipertanggung-jawabkan secara hukum. Metode
ilmiah yang paling mutakhir saat ini adalah DNA Profiling (Sidik DNA). Caraini mempunyai
banyak keunggulan tetapi memerlukan pengetahuan dan sarana yangcanggih dan mahal.

Dalam melakukan identifikasi selalu diusahakan cara-cara yangmudah dan tidak


rumit. Apabila dengan carayang mudah tidak bisa, baru meningkat kecara yang lebih rumit.
Selanjutnya dalam identifikasi tidakhanya menggunakan satu cara saja, segala cara yang
mungkin harus dilakukan, hal ini pentingoleh karena semakin banyak kesamaan yang
ditemukan akan semakin akurat.
Identifikasi tersebut minimal harus menggunakan 2 cara yang digunakan memberikan
hasil yang positif (tidak meragukan). Prinsip dari proses identifikasi adalah mudah yaitu
dengan membandingkan data data tersangka korban dengan data dari korban yang tak
dikenal, semakin banyak kecocokan semakin tinggi nilainya. Data gigi, sidik jari,atau DNA
secara tersendiri sudah dapat digunakan sebagai faktor determinan primer,sedangkan data
medis, property dan ciri fisik harus dikombinasikan setidaknya dua jenisuntuk dianggap
sebagai ciri identitas yang
pasti.
Gigi merupakan suatu cara identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya bila rekam
dan foto gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih tersimpan dengan
baik.Pemeriksaan gigi ini menjadi amat penting apabila mayat sudah dalam keadaan
membusuk atau rusak, seperti halnya kebakaran. Adapun dalam melaksanakan identifikasi
manusia melalui gigi, kita dapatkan 2 kemungkinan:
1)

Memperoleh informasi melalui data gigidan mulut untuk membatasi atau


menyempitkan identifikasi. Informasi ini dapat diperoleh antara lain mengenai:

a. umur
b. jenis kelamin
c. ras
d. golongan darah
7

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

e. bentuk wajah
f. DNA
Dengan adanya informasi mengenai perkiraan batas-batas umur korban misalnya,
maka pencarian dapat dibatasi pada data-data orang hilang yang berada di sekitar umur
korban. Dengan demikian penyidikan akan menjadi lebih terarah.
2)

Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut. Di sini dicatat
ciri-ciri yang diharapkan dapat menentukan identifikasi secara lebih akurat dari pada
sekedar mencari informasi tentang umur atau jenis kelamin. Ciri-ciri demikian antara lain:
misalnya adanya gigi yang dibungkus logam, gigi yang ompong atau patah, lubang pada
bagian depan biasanya dapat lebih mudah dikenali oleh kenalan atau teman dekat atau
keluarga korban. Di samping ciri-ciri di atas, juga dapat dilakukan pencocokan antara
tengkorak korban dengan foto korban semasa hidupnya. Metode yang digunakan dikenal
sebagai Superimposed Technique yaitu untuk membandingkan antara tengkorak korban
dengan foto semasa hidupnya

2.5 Identifikasi dengan Teknik Superimposisi


Superimposisi adalah suatu system pemeriksaan untuk menentukan identitas
seseorang dengan membandingkan korban semasa hidupnya dengan tengkorak yang
ditemukan. Kesulitan dalam menggunakan tehnik ini adalah:
1) Korban tidak pernah membuat foto semasa hidupnya.
2) Foto korban harus baik posisinya maupun kwalitasnya.
3) Tengkorak yang ditemukan sudah hancur dan tidak berbentuk lagi.
4) Membutuhkan kamar gelap yang perlu biaya tersendiri.
8

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Khusus pada korban bencana massal, telah ditentukan metode identifikasi yang dipakai yaitu:
a. Primer/utama
1) gigi geligi
2) sidik jari
3) DNA
b. Sekunder/pendukung
1) visual
2) properti
3) medic

2.6 TOKSIKOLOGI DALAM FORENSIK


Defenisi Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejalagejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal.
Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu
yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain.
9

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Disamping itu ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya,
dan ini semua pada gilirannya akan menyulitkan kita dalam membuat definisi yang singkat
dan tepat mengenai Toksikologi. Sebagai contoh, menurut Ahli Kimia Toksikologi adalah
ilmu yang bersangkutan paut dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari
agent-agent Kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli Farmakologi
Toksikologi merupakan cabang Farmakologi yang berhubungan dengan efek samping zat
kimia didalam sistem biologik. Dengan keluasan Toksikologi maka sejumlah besar ahli-ahli
dibidang yang masing-masing turut terlibat dalam Toksikologi dalam bidang yang sesuai
dengan keahliannya.

Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam
dosistoksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.
Berdasarkansumber dapat digolongkan menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ;
opium, kokain, kurare, aflatoksin. Dari hewan ; bias/toksin ular/laba-laba/hewan laut. Mineral
: arsen, timah hitam. Dan berasal dari sintetik ; heroin.
Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat di
alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga misalnya
deterjen, insektisida, pembersih. Racun yang digunakan dalam pertanian misalnya
insektisida, herbesida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri laboratorium dan
industri misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan
misalnya CN di dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun
dalam bentuk obat misalnya hipnotik sedatif. Pembagian lain berdasarkan atas kerja atau efek
yang ditimbulkan. Ada racun yang bekerja secara lokal, sistemik dan lokal-sistemik.
2.7 Jenis-Jenis Keracunan
Keracunan Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah manusia. Sejak di
kenal cara membuat api, manusia senantiasa terancam oleh asap yang mengandung CO. Gas
CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak meransang selaput lendir,
sedikitlebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar
Pemeriksaan Kedokteran Forensik Keracunan CO
10

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak
dan di temukannya gejala keracunan CO.
Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat
berwarna merah terang (cherry pink colour) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai
30% atau lebih. Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang di
dinginkan, pada korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad
renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi
hemoglobin. Meskipun demikian masih dapat di bedakan dengan pemeriksaan sederhana.
Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya berwarna
biasa tidak merah terang. Juga pada mayat yang di dinginkan warna merah terang lebam
mayatnya tidak merata selalu masih ditemukan daerah yang keunguan (livid). Sedangkan
pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang. Selanjutnya
tidak ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan
hyperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban
dapat bertahan hidup lebih dari jam.
Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban
keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telak di eksresi
dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid
seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah. Kelainan yang dapat di temukan
adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita di rawat.
Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di
temukan petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap
keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Pemeriksaan
mikroskopik pada otak memberi gambaran :
Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombihialin
Nikrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung
trombihialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di sebut ring hemorrage
Nikrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi
Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik akibat hipoksia dan
memecah.
11

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus


papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung muskulus
papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari tempat
insersio tendinosa ke dalam otak.
Ditemukan eritema dan vesikal / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak
badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut di
sebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.
Pneunomonia hipostatik paru mudah terjadi karena gangguan peredaran darah. Dapat
terjadi trombosis arteri pulmonalis.
Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, karena garam sianida dalam
takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat seperti
bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokoh nazi
Kematian akibat keracunan CN umumnya terjadi pada kasus bunuh diri dan
pembunuhan. Tetapi mungkin pula terjadi akibat kecelakaan di laboratorium, pada
penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian dan penyemprotan di gudang-gudang kapal.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik Keracunan Sianida


Pada pemeriksaan korban mati, pada pemeriksaan bagian luar jenazah, dapat tercium
bau amandel yang patognomonig untuk keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan
dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Bau tersebut harus cepat dapat
ditentukan karena indra pencium kita cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau
khas tersebut. Harus dingat bahwa tidak semua orang dapat mencium bau sianida karena
kemampuan untuk mencium bau khas tersebut bersifat genatik sex-linked trait.
Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat berwarna
terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang mengatakan karena
terdapat Cyanmet-Hb.
Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat tercium bau amandel yang khas pada waktu
membuka rongga dada, perutdan otak serta lambung(bila racun melalui mulut) darah, otot
12

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

dan penampang tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemuka tanda tanda
asfiksia pada organ tubuh.
Pada korban yang menelan garam alkalisianida, dapat ditemukan kelainan pada
mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin
alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi
lambung yang dapat terjadi antemortal atau posmortal.

Keracunan Arsen (As)


Senyawa arsen dahulu sering mengunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain,
dan tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus keracunan dengan arsen dimasa sekarang ini.
Disamping itu keracunan arsen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam industri
dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi dengan
arsen. Kematian akibat keracunan arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan karena gejala
keracunan akutnya menyerupai gejala gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat
didiagnosa sebagai suatu penyakit.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik (As)


Korban mati keracunan akut. Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi.
Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah,
kadang-kadang dengan perdarahan(flea bitten appearance). Iritasi lambung dapat
menyebabkan produksi musin yang menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel As
berwarna kuning sedangkan As2O3 tampak sebagai partikel berwarna putih.
Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum. Histologik jantung
Menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya
berwarna putih.
Korban mati akibat keracunan arsin. Bila korban cepat meninggal setelah menghirup
arsen, akan terlihat tanda-tanda kegagalan kardiorespirasi akut. Bila meninggalnya lambat,
dapat ditemukan ikterus dengan anemia hemolitik, tanda-tanda kerusakan ginjal berupa
degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta nekrosis tubuli.
13

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Korban mati akibat keracunan kronik. Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi
buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik).

Keracunan Alkohol
Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan
keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan,
kemampuan untuk menduga jarak dan ketrampilan mengemudi sehingga cenderung
menimbulkan kecelakaan lalu-lintas di jalan, pabrik dan sebagainya. Penurunan kemampuan
untuk mengontrol diri dan hilangnya kapasitas untuk berfikir kritis mungkin menimbulkan
tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan, penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun
tindakan bunuh diri.
Pemeriksaan Kedokteran Forensik Keracunan Alkohol
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk
awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol darah, baik melalui
pemeriksaan udara pernapasan atau urin, maupun langsung dari darah vena.
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan gejalagejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah
lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan,
kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadangkadang tidak ada kelainan.
Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan
histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak,
degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.
Pada kasus keracunan kronik yang, meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis
interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat,
gambaran seran lintang otot jatunng menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut
otot jantung. Schneider melaporkan miopati alhokolik akut dengan miohemoglobinuri yang
disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.
Metoda Analisa Zat Toksik Kini, banyak teknik yang tersedia untuk
penyelidikan

terhadap

Biormarker

ataupun

zat

toksikdari

beragam

sumber
14

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

pencemaran/keracunan, sepertizat anorganik, organik, logam, media air, udara dan lain-lain.
Instrumentasi kimia modern yang dapat digunakan untuk analisis zat toksik antara lain:
Atomic Absorption Spectrometry (AAS) untuk deteksi logam, Gas Chromatography (GC)
untuk deteksi senyawa organik yang volatil, High Performance Liquid Chromatography
(HPLC) untuk deteksi senyawa yang non-volatil. Dalam memilih metode pengambilan
sampel dan analisis, perilaku bahan kimia dalam tubuh dan proses kimia alamiah yang
terjadi di lingkungan harus dipahami terlebih dahulu, supaya kombinasi teknik pengambilan
sampel dan metode analisis memuaskan.
Disinilah, pentingnya akan pemahamanToksikologi dan dukungan dari disiplin
ilmu lainnyaseperti kimia analitik, farmakologi atau kimiakedokteran dan kimia lingkungan.
Dengan demikian akan dapat menentukan jenis sampel yang diambil,peralatan pengambilan
sampel yang tepat, waktu pengambilan sampel sesuai dengan potensi paparan,dapat
minimalisasi efek pengganggu serta diperolehnya sensitivitas metode analitik yang tepat.
Dengan strategi yang tepat, maka dapat dijadikansebagai asupan dalam
menjawab beragampertanyaan seperti: Apa (dan siapa) penyebabkeracunan/pencemaran?
Kapan dan bagaimanakeracunan/pencemaran terjadi? Bagaimana caranyazat racun
menyebabkan efek terhadap tubuh manusia? Seberapa luas pencemaran yang terjadi?
Apakah hasil pengujian bersifat valid? Dan apakah telah diinterpretasi secara benar? Pihak
mana

saja

yang

berpotensi

memiliki

tanggung

jawab

terhadap

peristiwa

keracunan/pencemaran tersebut? dan lain lain.

2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Keracunan


1. Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain
secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan
paling lambat ialah melalui kulit yang sehat.
2. Umur.
Orang tua dan anak-anak lebih sensitiv misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih
rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas
mikrosom dalam hati belum cukup.
15

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

3. Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada
penderita demam dan penyakit lambung absorbsi jadi lebih lambat.
4. Kebiasaan
Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin di karenakan terjadi toleransi pada
orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
5. Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain.
Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran, makin tingi takaran maka akan makin
cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bersifat lokal, misalnya
asam sulfat

2.9 Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik


----Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsi
daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-bahan yang
diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang sudah busuk atau sudah
diawetkan.
----Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah
kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambila dari vena iliaka
komunis bukan darah dari vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan
yang terpenting, diambil 2 contoh darah masing-masing 5 ml, yang pertama diberi pengawet
NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet.
----Urin dan bilasan lambung diambil semua yang ada didalam kandung kemih
untukpemeriksaannya. Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Usus beserta isinya
berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun
sehingga dapat diperkirakan saat kematian dan dapat pula ditemukan pil yang tidak hancur
oleh lambung.
16

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

----Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dengan
alasan takaran forensik kebanyakan racun sangat kecil, hanya beberapa mg/kg sehingga kadar
racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk menemukan racun, bahan pemeriksaan harus
banyak, serta hati merupakan tempat detoksikasi tubuh terpenting.
----Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan intoksikasi logam,
pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik ditemukan
Caoksalat dan sulfo-namide. Pada otak, jaringan lipoid dalam otak mampu menahan racun.
Misalnya CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tengah
penting pada intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan. Untuk menghidari cairan
empedu mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan, sebaiknya kandung empedu jangan
dibuka.
----Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan cara yang telah
disebutkan, adalah :
1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)
2. Darah
3. Tempat keluar (urin, empedu)

2.10 Cara Pengiriman


Untuk melakukan pengiriman bahan pemeriksaan forensik, harus memenuhi kriteria :
1. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan
2. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol
3. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label
4. Hasil autopsi harus dilampirkan secara singkat
5. Adanya surat permintaan dari penyidik

17

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Jika jenazah akan diawetkan, maka pengambilan contoh bahan harus dilakukan
sebelum pengawetan. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alkohol tidak dapat
dipakai sebagai disinfektan lokal saat pengambilan darah. Sebagai gantinya dapat digunakan
sublimat 1% atau merkuri klorida 1%

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Secara teoritis, kelima fase DVI seharusnya dikerjakan sesuai standar pada setiap
kasus bencan namun dalam kenyataannya sering kali menemu kendala teknis, maupun
nonteknis. Jumlah jenaza yang banyak, tempat penyimpanan jenazah yan minim,
waktu yang terbatas, jumlah dokter forensic yang terbatas, otoritas keluarga serta
kurangny koordinasi menimbulkan masalah dalam menerapka prosedur DVI secara
konsisten.
Toksikologi forensik merupakan ilm investigasi kasus atau pencarian bukti
masala keracunan. Lebih jauh, toksikologi forensic merupakan bagian ilmu
Toksikologi Modern dala mengkaji perilaku zat racun dan keberadaan za racun dalam
sistim mahluk hidup serta perilak dalam lingkungan. Biomonitoring merupakan sala
satu cabang ilmu yang mendukung investigasi buktibukt ilmiah dalam Toksikologi
Forensik.

18

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Yang menjadi perhatian utama toksikologi forensik adala pemahaman perilaku


zat, sumber penyeba keracunan/pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode
analisa, interpretasi data terkait denga gejala/efek atau dampak yang timbul serta bukti
bukti lainnya yang tersedia. Dengan pemahaman Toksikologi dan dukungan disiplin
ilmu yang terkait maka dapat diambil strategi/langkah yang tepat yan diperlukan agar
dapat membuat suatu kesimpula mengenai kasus terkait keracunan dan pencemara
lingkungan.

3.2

SARAN
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan

mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :


Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.
Pembahasan yang lebih mendalam disertai gambaran-gambaran yang lebih jelas.
Pembahasan secara langsung dengan mancari pasien untuk dilakukan suatu penelitian.
Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada pihak-pihak yang ingin
melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun serta besar
harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususunya mahasiswa fakultas
kedokteran UISU semester VI/2013 dalam penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan.

19

Fakultas kedokteran Universitas Isalam Sumatra Utara

Anda mungkin juga menyukai