Anda di halaman 1dari 10

Ikterus Neonatorum Karena Inkompatibilitas ABO

Leon Lau
102013373 / D4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510
E-mail: leon.2013fk373@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Inkompatibilitas golongan darah cukup sering terjadi pada bayi baru lahir.
Inkompatibilitas golongan darah yang sering terjadi adalah inkompatibilitas ABO dan Rhesus.
Dapat terjadi reaksi hemolitik pada kedua inkompatibilitas ini dengan manifestasi klinis yang
lebih berat terjadi pada inkompatibilitas rhesus. Inkompatibilitas ABO umumnya manifestasi
utamanya adalah ikterus. Pada inkompatibilitas golongan darah didapatkan bilirubin indirek
meningkat karena penghancuran eritrosit. Selain itu juga didapatkan tes Coombs positif. Terapi
yang dibutuhkan dimulai dari penurunan bilirubin dengan fototerapi hingga transfusi tukar.
Kata kunci: Inkompatibilitas, ABO, rhesus, Coombs
Abstract
Incompatibility in blood type is common in newborns. The most common of blood type
incompatibility is ABO incompatibility and Rhesus incompatibility. Its possible to have a
hemolytic reaction in erythrocyte in both of the incompatibility with the more severe clinical
findings is on Rhesus incompatibility. ABO Incompatibility has the most visible clinical findings
which icterus. In both of the incompatibility, the indirect bilirubin in serum will rise because of
lysis of erithrocyte, also with Coombs test positive. Therapy target should prioritize a decrease
amount in bilirubin that can be dealt with phototherapy, and an exchange transfusion is
possible.
Keywords: Incompatibility, ABO, Rhesus, Coombs
Isi
Anamnesis

Pada anamnesis diketahui dari skenario adalah seorang bayi perempuan berusia 5 hari
dibawa ke puskesmas dengan keluhan utama kuning. Ditanyakan kuningnya ini sejak kapan,
karena mulainya kuning (ikterus) ini dapat membedakan berbagai diagnosis. Hal ini penting
untuk mengetahui penyebab dari ikterus ini. Pada ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
kelahiran, biasanya disebabkan oleh kelainan hemolitik dimana adanya hemolisis sel darah
merah berlebihan. Ini akan dijelaskan pada bagian pemecahan sel darah merah kemudian.
Sedangkan ikterus fisiologis pada umumnya timbul 2-3 hari setelah kelahiran, dan menghilang
pada 4-9 hari setelah kelahiran. Pada anamnesis bayi, tentu harus ditanyakan berat badan lahir
bayi, dan informasi mengenai APGAR skor. Didapatkan bayi berat badan lahir 3 kg dan
menangis kuat. Selama bayi ikterus juga mengaku pola makan baik dan tidak ada riwayat infeksi
baik pada bayinya maupun riwayat infeksi pada ibunya, serta tidak ada riwayat pengobatan baik
pada ibu maupun anaknya. Perlu diperhatikan bahwa biasanya penyakit hemolitik merupakan
penyakit autoimun, maka perlu ditanyakan riwayat keluarganya, apakah keluarga pernah
mengalami hal serupa, jika iya apakah diagnosa terdahulunya. Tidak didapatkan riwayat
keluarga. Harus ditanyakan mengenai paritas ibunya, didapatkan bahwa ibu melahirkan anak
keempatnya. Lalu ditanyakan golongan darah juga, karena perbedaan golongan darah ibu dan
anak juga dapat menyebabkan reaksi antigen-antibodi, dengan pembagian golongan darah ABO
dan Rhesus. Didapatkan ibu golongan darah O dan ayah bergolongan darah B. Jika perlu
ditanyakan atau diperiksa juga golongan darah anaknya, dan mungkin juga perlu ditanyakan
golongan darah anak-anak kandung sebelumnya. 1,2
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital didapat suhu 36.8 oC , pernafasan 40 kali per
menit dan kecepatan nadi 130 kali per menit. Hal ini merupakan hal yang normal pada bayi,
sehingga tanda-tanda vital dalam batas normal. Didapatkan pada bayi sklera dan kulit ikterik
hingga daerah abdomen, dan tidak ada perbesaran organ. Kulit akan terlihat ikterik apabila kadar
bilirubin melebihi 5 mg/dl. Pada inkompatibiltas ABO biasanya kasusnya terjadi lebih ringan,
dengan ikterus merupakan manifestasi klinis utama, dan jika ada perbesaran organ, biasanya
tidak signifikan. Namun pada kelainan inkompatibilitas rhesus, mungkin didapatkan pasien
dengan anemia akut dengan adanya pembesaran organ masif pada pemeriksaan fisiknya. Dapat
ditemukan ikterus pada hari pertama kelahiran.1

Pemeriksaan Penunjang
Pertama perlu diperiksa pemeriksaan darah lengkap, didapatkan kondisi anemia dengan
Hb dapat turun. Perlu diperhatikan juga kadar leukosit dan trombositnya, apakah normal atau
tidak. Perlu diperiksa juga morfologi eritrositnya bagaimana jika memungkinkan. Misalnya saja
pada defisiensi G6PD dapat ditemukan Heinz bodies. Lalu dapat dilakukan juga tes Coombs.
Tes Coombs merupakan tes yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi tidak lengkap
dengan menggunakan anti-human globulin. Ada dua cara tes ini yaitu tes Coombs direk dan
indirek. Tes Coombs direk ini bertujuan untuk mendeteksi adanya komplemen atau IgG pada
permukaan sel darah merah. Bila sel darah merah yang mengalami sensitisasi (mengandung zat
IgG) ditambahkan serum Coombs (antiglobulin), maka terjadilah aglutinasi. Hasilnya jika
terjadi aglutinasi menunjukan adanya antibodi pada sel-sel darah merah seperti pada penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, hemolitik autoimun, anemia hemolitik karena obat, dan reaksi
transfusi darah. Sedangkan tes Coombs indirek mencari IgG pada serum atau plasma. Bila
dalam serum atau plasma ditambahkan sel darah merah golongan darah O Rhesus positif, maka
sel akan mengalami sensitisasi, dimana selanjutnya ditambahkan serum Coombs untuk
melaksanakan reaksi aglutinasi. Sebaiknya dilakukan juga hitung retikulosit untuk melihat
aktivitas sumsum tulang, pada kelainan hemolitik seharusnya nilai retikulosit normal.3,4
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan bilirubin, baik bilirubin
serum total ataupun bilirubin direk. Seperti yang telah diketahui bahwa bilirubin direk meningkat
jika ada gangguan pada kelainan di hati atau kelainan di setelah hati (kelainan ekskresi ,
obstruktif), sedangkan bilirubin indirek meningkat pada kelainan bilirubin sebelum diproses di
hati, yaitu antara lain kelainan hemolitik, yang terjadi karena destruksi eritrosit berlebihan.
Bilirubin pada ikterus fisiologis biasanya mencapai maksimal 10-12 mg/dL, sedangkan pada
kejadian hemolitik dapat bervariasi hasilnya , tergantung pemecahan eritrosit tersebut.1
Diagnosis
Diagnosis kerja berdasarkan skenario adalah ikterus neonatorum karena inkompatibilitas
golongan darah ABO, dengan diagnosis banding adalah inkompatibilitas golongan darah rhesus.

Dalam mendiagnosis kelainan hemolitik dengan adanya ikterus, hal pertama yang harus dilihat
selain gejala klinis adalah pemeriksaan bilirubin direk dan indirek. Peningkatan bilirubin indirek
merupakan tanda adanya kelainan hemolitik, berikut adalah algoritma diagnosis dari penyakit
dengan adanya ikterus neonatorum, bilirubin dahulu yang sebaiknya diperiksa.1

DF
Gambar 1. Pendekatan Diagnosis pada Bayi dengan Ikterus Neonatorum.1
Berikut merupakan skema bagaimana bilirubin dipecah, sehingga dapat diketahui dan
diprediksi berbagai kelainan dari hiperbilirubinemia.

Gambar 2. Skema Metabolisme Bilirubin.5

1. Ikterus neonatorum et causa inkompatibilitas ABO


Perlu diketahui bahwa seseorang yang bergolongan darah A memiliki antigen eritrosit A
dan zat anti alamiah serum atau plasma B, untuk lengkapnya bisa dilihat di tabel 1.
Fenotip

Genotip

Antigen eritrosit

O
A
B
AB

OO
H
AA atau AO
A
BB atau BO
B
AB
A dan B
Tabel 1. Golongan Darah Sistem A,B,O.3

Zat

anti

alamiah

serum / plasma
Anti A dan anti B
Anti B
Anti A
-

Pada bayi dapat terjadi ikterus dan anemia juga, dan dapat terjadi pada anak pertama dan
anak berikutnya. Biasanya kasus-kasus yang terjadi tidaklah parah, dengan ikterus adalah
manifestasi klinis utama. Warna kulit juga biasanya tidak pucat, serta hydrops ftalis sangat jarang
terjadi. Biasanya ikterus ini terjadi mulai pada 24 jam kelahiran pertama, dan juga tidak terdapat
organomegali yang masif. Dapat didiagnosis dengan Coombs test yang akan bernilai positif
lemah hingga sedang, dan spherosit di apusan darah tepi. Pemeriksaan penunjang selain
hiperbilirubinemia tidak menunjukkan gejala yang khas, nilai Hb juga mungkin hanya dapat
mencapai 10-12 g/dL.1,6
Pada skenario didapatkan ikterus didapatkan hingga daerah abdomen, sehingga dapat
diperkirakan secara klinis kadar bilirubin adalah sekitar 8 16 mg / dL. Bilirubin yang mencapai
daerah wajah bernilai 4 8 mg/dL dengan perjalanan semakin jauh dari wajah, maka kadar
bilirubin semakin besar dalam tubuh (pada ujung-ujung ekstrimitas dapat diperkirakan kadar
bilirubin melebihi 15 mg / dL).
2. Ikterus neonatorum et causa inkompatibilitas Rhesus
Gen rhesus ditentukan oleh tipe Rh, dan juga produksi dari faktor produksi dari golongan
darah (C , c, D, d, E, dan e). Respon antibodi umumnya terjadi (90%) pada orang dengan antigen
D, dan sisanya dengan antigen C dan E. Pada bayi dengan rhesus positif dan ibu dengan rhesus
negatif,

maka terjadi reaksi antigen antibodi dan akan meningkatkan antibodi IgM yang

kemudian akan digantikan dengan IgG. Pada hemolitik jenis ini jarang terjadi pada kehamilan

pertama, karena transfusi darah dengan rhesus positif dari bayi ke darah ibu yang rhesus negatif
biasanya sudah mendekati hari kelahiran, yang menyebabkan terlambatnya darah ibu untuk
tersensitisasi dan memberikan antibodi rhesus kepada bayi. Namun karena darah ibu yang sudah
membentuk antibodi terhadap rhesus, apabila bayi yang dikandung darahnya rhesus positif, maka
terjadilah sel bayi tersebut dianggap sebagai sel asing oleh antibodi terhadap rhesus dari darah
ibu, dan terjadilah anemia hemolitik.1,6
Manifestasi klinis dapat berbagai macam, tergantung tingkat keparahannya. Pada ibu
yang berturut-turut melahirkan bayi dengan darah rhesus positif, maka bayi dengan paritas
terakhir akan mendapatkan gejala yang lebih parah. Dapat terjadi hemolisis ringan yang hanya
terlhat dari pemeriksaan laboratorium hingga anemia yang parah dan juga terjadi perbesaran
organ. Perbesaran organ terjadi sebagai kompensasi untuk membuang bilirubin indirek yang
terlalu banyak. Bayi dapat terlihat pucat, dan ada tanda-tanda dekompensasi jantung
(kardiomegali, distress pernafasan). Bayi juga dapat terjadi edema pulmonal karena kegagalan
ventilasi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan tes Coombs direk positif, dan biasanya
terdapat anemia. Pemeriksaan Hb darah tali pusar biasanya proposional dengan tingkat
keparahan penyakit. Nilai retikulosit biasanya meningkat. Diagnosis dapat ditegakkan sebelum
kelahiran dengan mengecek titer antibodi IgG dengan antigen D pada usia 12-16 , 28-32, dan 36
minggu kelahiran pada ibu dengan rhesus negatif. Kenaikan titer secara berturutan atau titer
dengan hasil 1 : 64 dapat memprediksi adanya kelainan hemolitik pada janin.1
Sebenarnya membedakan anemia hemolitik karena inkompatibilitas ABO dan rhesus
cukup jelas, berikut adalah perbedaannya dapat dilihat di gambar 3.

Gambar 3. Perbedaan Inkompatibilitas ABO dengan Rhesus.6


Etiologi
Inkompabilitas ABO disebabkan golongan darah ibu O yang secara alami mempunyai
antibodi anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Jika janin memiliki golongan darah A atau B,
eritroblastosis dapat terjadi karena IgG melewati plasenta.1
Epidemiologi
Inkompatibiltas ABO terbatas pada ibu bergolongan darah O dan bayi bergolongan darah
A atau B. Walaupun inkompatibiltas ABO terjadi pada 15 persen kehamilan ibu bergolongan
darah O, namun kasus hemolitik hanya terjadi pada 3 persen kasus. Lebih sering terjadi di Asia
tenggara, Afrika, Amerika latin, dan Amerika berkulit hitam. Kejadian yang terjadi di daerah
yang disebutkan juga manifestasinya lebih parah daripada di tempat lain.6
Rendahnya insiden ini terjadi karena antibodi anti-A dan anti-B merupakan antibodi IgM
yang berat molekulnya besar, sehingga tidak melewati sawar plasenta.6
Patofisiologi
Inkompatibilitas ABO terjadi ketika sistem imun Ibu menghasilkan antibodi melawan sel
darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa
insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion.
Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan
distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati
plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan
diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang
kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II).1,6
Namun sebagian besar ibu memproduksi antibodi IgM anti-A dan anti-B yang
menyebabkan antibodi tersebut tidak dapat melewati plasenta. Tingkat keparahan penyakit ini
sendiri ditentukan oleh kadar antibodi yang masuk melewati plasenta dan juga subclass IgG.
IgG2 mempunyai komponen anti-A dan anti-B yang cukup banyak, sehingga tingkat
keparahannya dapat lebih parah daripada IgG1 ataupun IgG3.6

Inkompatibilitas ABO ini dapat terjadi dengan peluang yang sama baik pada anak
pertama maupun katakanlah pada anak ke sepuluh. Hal ini terjadi karena anti-A dan anti-B yang
diperoleh dari ibu ada di dalam tubuh secara alami (antigen dapat dibentuk karena makanan
seperti glukosa dan juga infeksi bakteri gram negatif), tidak dibentuk terlebih dahulu seperti
patofisiologi pada inkompatibilitas rhesus.6
Hemolisis dapat terjadi karena adanya fagositosis oleh sel non-komplemen pada sel darah
merah yang terikat IgG. Tingkat keparahan hemolisis dipengaruhi oleh maturitas fungsional dari
sistem retikuloendotelial fetus, subclass IgG, dan tingkat aliran darah transplasenta. Dapat juga
terjadi mikrosferositosis pada bayi dengan inkompatibilitas ABO, yang menyebabkan
peningkatan fragilitas osmotik darah pada bayi.6
Tingkat keparahan tidak separah pada inkompatibiltas rhesus, karena adanya penyebaran
antibodi IgG dari ibu melalui plasenta ke seluruh jaringan tubuh fetus, bukan hanya sel darah
merahnya, sehingga kejadian hemolitik yang terjadi juga sedikit. Namun bayi juga dapat
mengalami manifestasi klinis seperti anemia hemolitik pada inkompatibilitas rhesus. Jika terjadi
hemolisis yang parah, maka sel darah merah rusak, menyebabkan anemia dan peningkatan
bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran. Penanganan dengan fototerapi lebih awal dapat
menurunkan kadar bilirubin pada hari ke-3 atau hari ke-4 kelahiran.7
Tidak ditemukan perbedaan klinis pada bayi bergolongan darah A dengan bayi
bergolongan darah B. Insidensi inkompatibilitas ABO lebih sering terjadi pada bayi bergolongan
darah A hanya semata-mata karena lebih banyak individu yang bergolongan darah A.7
Penatalaksanaan
Tujuan pertama dari penatalaksanaan tentu adalah mengurangi kadar bilirubin untuk
mencegan kernikterus. Fototerapi dilakukan dengan adanya ekspos pada cahaya dengan
intensitas tinggi dengan spektrum yang terlihat. Prinsipnya adalah penyerapan bilirubin yang
maksimum pada cahaya berwarna biru. Bilirubin menyerap energi cahaya yang menyebabkan
reaksif fotokimia. Hasil produksi dari reaksi ini adalah isomer 4Z,15E-bilirubin yang dapat
diekskresikan melalui saluran empedu tanpa konjugasi. Lumirubin sebagai produk juga dapat
diekskresikan melalui ginjal tanpa konjugasi. Komplikasinya adalah bintik makula eritema,
purpura, panas, dehidrasi, dan dapat terjadi bronze baby syndrome (warna kulit bayi menjadi
abu-abu cpklat karena fototerapi). Bilirubin pada bayi 3kg sebisa mungkin jangan mencapai

20mg/dL. Pada kasus yang lebih parah, dilakukan terapi untuk mengkoreksi kadar Hb atau
bilirubin dengan transfusi tukar dengan darah golongan darah O dengan rhesus yang sama
dengan bayi (juga dapat dilakukan pada bayi dengan inkompatibilitas Rh).1
Komplikasi
Apabila terjadi anemia hemolitik yang hebat, dapat terjadi hiperbilirubinemia berat dan
ikterus, sehingga terapi harus dilaksanakan dengan cepat. Jika keadaan ini terus berlangsung
dapat terjadi kernikterus, yang merupakan sindrom neurologik karena adanya deposit dari
bilirubin indirek di batang otak dan basal ganglia. Umumnya pada bayi sehat kadar bilirubin
melewati 30 mg/dL dapat menyebabkan kernikterus. Manifestasi klinisnya terjadi pada 2-5 hari
setelah kelahiran, namun dapat terjadi kapan saja tergantung kapan hiperbilirubinemia terjadi.
Letargi, sulit menyusui, dan hilangnya reflek Moro merupakan tanda awal. Pada keadaan lebih
lanjut bayi dapat mengalami distress pernafasan dan reflek tendon menurun. Opistotonus dengan
adanya adanya twitching dari wajah dan tulang belakang, dan dapat terdapat suara tangisan nada
tinggi.1
Prognosis
Diperkirakan dari gejala klinis, maka prognosis anak ini baik dengan penanganan yang
baik dan tepat. Tujuan pertama terapi adalah untuk menurunkan bilirubin sehingga tidak terjadi
komplikasi seperti kernikterus yang dapat menyebabkan cacat neurologis.1
Kesimpulan
Perbedaan golongan darah antar ibu dan anak dapat menyebabkan berbagai kelainan baik
bagi ibu maupun janin yang dikandungnya. Misalnya pada kasus PBL ini didapat golongan darah
ibu O sedangkan golongan darah bayi B, sehingga terjadi hemolytic of the newborn (HDN) atau
erythroblastosis fetalis yang disebabkan oleh inkompabilitas ABO. HDN merupakan suatu penyakit
darah yang terjadi apabila tipe darah ibu dan anaknya tidak kompatibel. Jika tipe darah bayi
masuk ke dalam darah ibu sewaktu di dalam kandungan atau kelahiran, maka sistem imun ibu
akan membentuk antibodi yang akan menyerang sel darah merah bayi. Hal ini akan
menyebabkan hemolisis pada eritrosit bayi. HDN biasanya terjadi karena inkompatibilitas
Rhesus ataupun inkompatibilitas golongan darah ABO.

Daftar Pustaka
1. Kliegman R.M. Stanton B.F. Schor N.F. Geme J.W.S. Behrman R.E. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2007. p.756-72
2. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Stamford: Cengage Learning. 2013.
p.643-4
3. Sudiono H. Iskandar I. Edward H. Halim L.S. Kosasih R. Penuntun Patologi Klinik
Hematologi. Edisi keempat. Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA.
2014. h.201-5
4. Bain B.J. Hematologi: Kurikulum Inti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015. h.2429
5. Murray RK. Bender DA. Botham KM. Kennelly PJ. Rodwell VW. Weil PA. Harpers
illustrated biochemistry. 28th ed. China: McGraw-Hill Companies. 2009. p.270.85
6. Beuthler E. Lichtman M.A. Coller B.S. Kipps T.J. Seligsohn U. Williams Hematology. 6th ed.
USA: McGraw-Hill. 2006. p.665-75
7. Rubarth, Lori Baas, PhD,A.P.R.N., N.N.P.-B.C. Blood Types and ABO Incompatibility.
Neonatal Network 2011 Jan;30(1):50-3.

Anda mungkin juga menyukai