Anda di halaman 1dari 3

A.

Defenisi Identifikasi
Identfikasi merupakan merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identfikasi personal
sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.
Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidik karena
adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. 3
Identifikasi primer adalah Jenis metode identifikasi primer dan yang paling
dapat diandalkan, yaitu identifikasi sidik jari, analisis komparatif gigi dan analisis
DNA. Jenis metode identifikasi sekunder meliputi deskripsi personal, temuan medis
serta bukti dan pakaian yang ditemukan pada tubuh. Jenis identifikasi ini berfungsi
untuk mendukung identifikasi dengan cara lain dan biasanya tidak cukup sebagai
satu-satunya alat identifikasi.

Gambar 1. Identifikasi primer 2

Gambar 2. Identifikasi Sekunder

B. Dasar Hukum Identifikasi


Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur identifikasi
jenasah adalah :

1. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam


KUHP pasal 133:
a. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang di duga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.
b. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.
c. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuatkan identitas mayat,
dilak dengan diberi cap jabatan yang diilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat.
2. Undang-undang Kesehatan Pasal 189
a. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada pejabat
pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
b. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
4. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
5. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
6. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan
dengan tindak pidana di bidang kesehatan.
c. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan
menurut UU No 8 tahun 1981 tentang HAP.

1. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik : Identifikasi Forensik. Jakarta : Bagian


Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Hal 197-202
2. Presiden Republik Indonesia. Undang- Undang No.8 tahun 1981 tentang: kitab undangundang hukum acara Pidana. Indonesia. 31 Desember 1981.
3. Presiden Republik Indonesia. Undang- Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009
tentang kesehatan : Bab X Penyidikan pasal 189. 2009

Anda mungkin juga menyukai